Share

Bab 14

Penulis: Muzdalifah Muthohar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" ucap Dian dengan bahasa dan sikap formal. Maklum dia sedang berhadapan dengan Big Bos di perusahaan tempatnya bekerja.

"Kamu ke rumahnya Puspita sekarang! Jemput dia, ajak ke mall! Belanja baju dan skincare. Nanti sekalian kamu ajari dia cara berpakaian dan berdandan yang baik," ucap Dana penuh wibawa, sambil sibuk menekuri laptopnya.

'Halah! Malah disuruh ke rumah Puspita. Males aku! Perempuan kampung itu kalau ngomong suka nggak nyambung, nyolot lagi.' gerutu Dian dalam hati, hanya dalam hati. Dia mana berani mengatakannya langsung pada Dana. Auto dipecat dia.

Pertemuan pertamanya dengan Puspita sudah membuat asisten Dana itu illfeel, bawaannya ngajak ribut. Gimana pertemuan kedua, bisa bener-bener gelut mereka.

"Tapi tugas saya banyak, Pak. Maklum akhir bulan. Laporan bulan ini aja belum selesai ----" Ucapan Dian terhenti, melihat Dana menatapnya tajam.

"Minta Ismi menggantikan tugasmu di kantor!" tegas Dana. Rupanya perintah laki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 15

    Kalau ajian menghilangkan diri itu memang ada, ingin rasanya Dian mempelajarinya sekarang juga. Biar dia tidak harus menanggung malu seperti ini. Beli lingerie seksi warna-warni pesanan Dana masih oke, meski sedikit malu, karena ini pertama kalinya dia pakaian seksi itu. Tapi disuruh beli obat penambah stamina dan kon**m, sungguh membuat Dian frustasi. "Ya Allah .... beli kon**m buat apa coba? Sama istri sendiri ini, kalau pun Puspita hamil, bukannya malah bagus? Kan, dari Bu Lidya belum dapat anak," gerutu Dian dalam hati. Meski tinggal di kota besar, dengan pergaulan bebas yang sudah dianggap biasa. Dian ini tetap menjaga kehormatannya, dia masih perawan ting-ting. Belum terjamah. Jadi Dian merasa ternoda kalau harus beli kon**m, meskipun bukan untuk dirinya sendiri. "Ini baju apaan, Dian? Baju kok tipis banget gitu? Percuma dipakai, masih kelihatan juga. Itu baju apa saringan teh?" Protes Puspita, tak terima saat Dian mencobakan lingerie pesanan Dana. "Ini namanya lingerie, Nyo

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 16

    "Pak, bisa cepetan dikit, nggak?" ucap Dian dengan wajah cemas. "Ini sudah cepet, Neng! Saya nggak berani ngebut, jalanan lagi rame. Sabar ya, Neng. Sebentar lagi kita sampai," jawab Pak Hudi. "Sabar, sabar! Pak Hudi sih enak tinggal ngomong sabar! Saya yang kena marah, Pak. Kayak nggak tahu Pak Dana seperti apa?""Daripada kita kecelakaan? Mending pelan-pelan asal sampai tujuan, Neng," balas Pak Hudi dengan entengnya. Kalau nggak ingat umur Pak Hadi ini lebih tua darinya, rasanya Dian ingin menjitak kepala sopir paling uzur di kantor itu. Sekata-kata dia ngomong! Udah bawa mobil kayak keong, susah dibilangin lagi. "Duh .... Pak Dana bisa marah-marah, nanti," gumam Dian. Tangan dan kakinya sampai mengeluarkan keringat dingin saking takutnya. Dia benar-benar takut kena omel si Bos, karena hari sudah gelap tapi dia dan Puspita masih di jalan. "Kalian kemana saja! Kenapa jam segini belum pulang!" Omelan Dana di telefon tadi terngiang-ngiang kembali di kepala Dian. "Maaf, Pak. Kami

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 17

    "Nyo --- Nyo ---Nyonya?" Seketika tubuh Puspita gemetaran, melihat Lidya sudah berdiri di depan pintu dengan wajah garang. Terakhir kali datang, Lidya marah-marah karena Dana mengajaknya shoping. Kali ini pasti Lidya akan semakin marah, kalau tahu berapa uang yang sudah dihabiskan Puspita untuk belanja dan perawatan. Lidya memindai tubuh Puspita dari atas ke bawah, matanya membulat sempurna setelah melihat penampilan Puspita. Bukan karena Lidya kagum melihat perubahan Puspita yang mirip girl band Korea itu, bukan. Mata Lidya melotot dengan mulut menganga, karena melihat beberapa tanda merah di leher Puspita. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan Dana suami Lidya. Apalagi pakaian Puspita terlihat kusut, dan berantakan. Membuat Lidya berasumsi kalau Puspita dan Dana baru saja melakukan hubungan badan. "Mana, Mas Dana!" sentak Lidya. Dia menerobos masuk, dan mendorong kasar tubuh mungil Puspita, hingga gadis itu hampir terjatuh kalau saja Dana tidak sigap menahannya. "Ada apa mencariku?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 18

    "Kamu nggak seharusnya memperlakukan aku seperti itu, Mas!" raung Lidya disela isak tangisnya. "Harusnya kamu pulang bersamaku, bukannya malah meniduri perempuan itu. Aku sakit hati, Mas! Kamu pilih kasih!"Dana menjengah, tak sedikitpun ada keinginan mendebat Lidya. Dia membiarkan istri tuanya terus meracau, mengeluarkan semua unek-uneknya. Biar dia puas. Kalau dipikir-pikir, Lidya ini lucu juga. Dia sendiri yang menawarkan pernikahan, dia sendiri yang punya ide gila ini, dia yang maksa-maksa agar Dana menuruti. Kenapa sekarang wanita ini merasa tersakiti? Jangan-jangan Lidya ini menderita Multiple personality disorder, Suatu gangguan yang ditandai dengan adanya dua atau lebih status kepribadian yang berbeda. Dan itu ada pada Lidya. Disisi lain Lidya begitu menggebu-gebu ingin punya keturunan dari wanita lain, tapi disisi lain dia merasa tersakiti karena kehadiran perempuan lain itu. "Apa sih, kelebihan Puspita, Mas? Nggak ada, dia itu nggak ada apa-apanya dibanding aku! Aku lebih

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 19

    "Lho, Pak Dana kok balik lagi kesini?" Puspita terkejut melihat Dana datang menjelang tengah malam. Dan lebih terkejut lagi, laki-laki datang membawa koper besar. Bukannya dia tidak suka atau keberatan, tapi peristiwa beberapa jam yang lalu masih menyisakan trauma di hati Puspita. Takut Lidya ngamuk lagi, takut warga berdatangan lagi. Sungguh Puspita malu luar biasa. Apalagi cercaan Ibu-ibu komplek, yang menuntut penjelasan atas peristiwa yang terjadi. Dengan alasan biar tidak terjadi huru-hara lagi. "Kenapa? Nggak boleh?" ketus Dana. Hatinya sedikit kecewa mendapat reaksi tak terduga dari Puspita, padahal dia berharap Puspita langsung memeluk menyambut kedatangannya. Saat ini Dana butuh pelukan, butuh tempat berbagi segala keresahan yang membelenggu hatinya saat ini. "Nggak boleh, gimana? Ini kan, rumah Bapak dan Nyonya Lidya. Saya hanya pinjam, terserah Pak Dana mau datang kapan saja," balas Puspita dengan wajah cemberut. Dana tak mempedulikan istrinya yang tengah merajuk itu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 20

    "Pak! Pak Dana!" Puspita mengguncang pelan kaki suaminya. Sudah beberapa hari ini, pekerjaan Dana hanya makan tidur dan sibuk dengan ponsel dan laptopnya, tidak pernah ngantor. Membuat Puspita jadi bingung. "Pak .... Bangun, dong ....!" Ingin sekali Puspita menyeret Dana turun dari tempat tidur, kemudian melemparnya ke jalan. Tapi sayangnya dia sama sekali tak punya keberanian, salah-salah dia yang dilempar Dana ke jalan. "Oah ...." Dana menguap lebar, bukannya bangun dia malah menarik tubuh Puspita, hingga menimpa tubuhnya. "Paaak .... ! Apaan, sih?" pekik Puspita manja. "Ck! Diam kamu, Puspita!" Dana memeluk tubuh itu seolah guling. "Ih, Pak! Bangun! Ini sudah siang, Pak Dana nggak kerja!" Puspita masih berusaha melepaskan pelukan suaminya. "Kamu mau aku kerja?" Dana bertanya sambil menyembunyikan wajahnya di lekuk leher Puspita, membuat wanita itu kegelian. "Iya, Pak! Cepat mandi sana!" "Oke, aku kerja sekarang." Diluar dugaan, Dana justru menyerang Puspita. "Paak!" Dana

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 21

    Sementara itu, di kantor Dana terjadi kepanikan. Banyak pekerjaan jadi terbengkalai, karena menunggu keputusan sang Bos, yang beberapa hari tidak menampakkan batang hidungnya tanpa kabar berita. Entah di mana keberadaan laki-laki itu, staf kantor tak ada yang tahu. Termasuk Dian asisten pribadi Dana, yang dikenal paling dekat dengan sang Bos. "Masih belum bisa dihubungi?" tanya Priambodo, direktur pemasaran di perusahaan itu, kepada Dian. Gadis itu menggeleng pelan, mendung nampak menggantung di wajah gadis itu. "Sudah telfon Bu Lidya?" tanya Priambodo lagi. "Saya nggak berani, Pak. Nanti malah Bu Lidya marah-marah ke saya," balas Dian dengan wajah ditekuk. Sebagai asisten pribadi Dana, Dian sudah hatam watak Nyonya besar itu. Temperamen suka melampiaskan kemarahan pada bawahan, bahkan untuk masalah pribadi sekalipun. "Terus gimana? Hari ini ada meeting dengan klien penting, sudah dua kali ditunda. Kalau kali ini meetingnya ditunda lagi, bisa dipastikan kita bakal kehilangan klie

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 22

    Amarah Lidya sedang berada di puncaknya, karena Dana dan Puspita kabur. Hingga siapa saja menjadi pelampiasan amarahnya. Bahkan barang pajangan di rumah itu, tak luput menjadi sasaran kemarahan Lidya. "Ronii .... !" Suara Lidya menggema di seluruh ruangan. Pemilik nama yang disebut, lari tergopoh-gopoh menghampiri sangat Nyonya, sebelum amarah wanita semakin memuncak. "Siap, Nyonya! Ada yang bisa saya bantu?" ucap Roni sambil menunduk sopan. "Dimana Mas Dana berada?" tanya Lidya dengan tatapan mengintimidasi. "Mohon maaf, Nyonya. Saya tidak tahu keberadaan Pak Dana," jawab Roni takut-takut. Sopir pribadi Dana itu masih belum berani mengangkat kepala. "Kamu jangan coba-coba menyembunyikan Mas Dana dari saya, ya! Kamu itu sopirnya, kamu selalu mengantar dia kemana-mana, masak nggak tahu di mana Mas Dana!" Roni selalu bersama Dana, kemanapun laki-laki itu pergi. Rasanya tidak masuk akal kalau sampai dia tidak tahu dimana bosnya berada? Begitu pikir Lidya. Padahal malam itu Dana me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 45

    "Sebenarnya kita mau kemana sih, Mas?" Tanya Puspita penasaran, karena dari tadi Dana tidak mau terus terang, akan dibawa kemana anak istrinya itu. Puspita sudah tidak lagi memanggil Dana dengan sebutan 'Pak', melainkan 'Mas'. Dana yang minta, masa iya suami istri manggilnya kayak atasan bawahan. Akhirnya mereka sudah menikah resmi, secara agama dan negara. Meski hanya berlangsung di KUA, tanpa pesta."Beli mainan ya, Yah?" Sahut Arbi yang duduk di kursi belakang. "Bukan Sayang, kita akan ke suatu tempat yang spesial. Arbi pasti suka. Di sana ada banyak mainan," jawab Dana sambil terus fokus dengan setirnya. Meski sudah menjadi pemilik perusahaan yang go internasional, dengan kekayaan yang melimpah ruah. Dana tetap memilih hidup sederhana, tak menggunakan sopir dan body guard lagi. Bahkan di rumah hanya ada satu ART. "Ada es krim, nggak?" Tanya Arbi polos. Dana terkekeh, ditatapnya sang buah hati yang malam ini terlihat begitu tampan dan gagah memakai stelan tuxedo yang senada de

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 44

    "Pak Dana mau kemana?" Puspita melontarkan pertanyaan pada laki-laki, yang tengah mematut diri di depan cermin itu. Wajar Puspita bertanya, sejak memutuskan meninggalkan kediaman Lidya, Dana juga absen masuk kantor. Laki-laki itu memutuskan untuk fokus pada restorannya. Tapi pagi ini, Dana terlihat rapi dengan jas dan dasi. Seperti saat dia masih jadi CEO dulu. "Ngantor, Ta. Banyak hal yang harus aku urus, perusahaan itu morat-marit sejak kutinggal," jawab Dana tanpa berpaling dari cermin. Sejak kematian Lidya, perusahaan dan semua aset secara otomatis jadi milik Dana, pewaris tunggalnya. Termasuk segala tanggung jawabnya. Dari pengurusan pemakaman Lidya, hingga pengajian selama tujuh hari berturut-turut menjadi urusan Dana. Kini saatnya dia kembali masuk kantor, mengembalikan kejayaan Sampoerno Tbk, seperti sebelum dia memutuskan untuk pergi "Jadi Bapak akan kembali bekerja di perusahaan itu? Kembali ke rumah Bu Lidya lagi?" Sebuah pertanyaan bernada keberatan. Sepertinya Puspi

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 43

    Dana sedang membereskan mainan Arbi yang tercecer, dan memasukkannya ke dalam box besar. Sementara Puspita mengemas semua pakain dan barang pribadi miliknya, juga Arbi. Termasuk milik Dana juga, tentunya. Laki-laki itu biasa dilayani, mana bisa berkemas sendiri tanpa bantuan orang lain? Atau mungkin dia memang sedang manja, ingin diperhatikan Puspita, yang sejak mendengar kabar Lidya koma, jadi lebih pendiam. Mereka berencana pindah dari apartemen yang disewa Dana itu hari ini, selain karena merasa terlalu sempit untuk mereka bertiga dan tak cukup untuk menampung mainan Arbi. Dana merasa keadaan sudah cukup aman, si biang kerok sudah seminggu terkapar di rumah sakit tak sadarkan diri, dan Mario meringkuk di penjara. Jadi, apalagi yang ditakutkan? Lalu bagaimana dengan anak buah Mario? Mereka bekerja demi uang, jadi siapapun yang membayar, perintah siap dilaksanakan. "Wah, mainannya banyak banget, Yah? Gimana bawanya? Emang mobil Ayah muat?" Tanya bocah itu dengan polosnya. Dana te

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 42

    Dana menatap iba wajah pucat penuh lebam, yang tergolek di atas ranjang. Kepalanya dibalut perban, ada jejak merah di sana. Tidak hanya ditangan, hidung dan saluran pembuangan Lidya pun, di pasangi selang. Kesombongan Lidya hilang sudah, bahkan bernafas pun dia butuh bantuan. Lidya pingsan, setelah terlibat perkelahian antar tahanan. Menurut penuturan petugas, Lidya tidak terima ketika salah seorang tahanan menjadikan dia bahan candaan. Dia yang dasarnya emosian, pun naik pitam. Tahanan itu di tonjok mukanya, lalu terjadilah perkelahian. Lidya yang baru masuk sel belum punya teman, jadi saat kejadian dia sendirian melawan beberapa tahanan di sel itu. Perkelahian tak imbang itu baru berhenti saat petugas melerai. Sayangnya kondisi Lidya sudah terlanjur babak belur dan pingsan, hingga terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Lidya kena getahnya sekarang, kalau biasanya karyawan-karyawannya bersikap patuh dan selalu menuruti perintahnya, kini tak berkutik melawan penghuni sel yang bar-bar.

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 41

    Puspita sudah terlihat rapi dengan baju rumahan, wajahnya sudah terlihat lebih segar, tak lagi pucat seperti pagi tadi. "Umi kangen banget ...." Puspita menyongsong sang anak yang baru saja pulang, lalu memeluknya erat. Diciuminya seluruh wajah Arbi tanpa sisa. Bukannya lebai atau berlebihan, kemarin dia pergi menemani Dana menghadiri sidang perceraian, lanjut ke rumah sakit berakhir di kantor polisi. Malam sekali dia baru sampai rumah, itu pun dalam keadaan payah. Belum sempat menyapa si anak, Arbi sudah pergi bersama ayahnya, dan baru pulang sore ini. Wajar, kan? Kalau Puspita merasa rindu, karena sebelumnya mereka terbiasa bersama. "Dari mana, sih? Kok, Umi ditinggal sendiri?" Puspita pura-pura merajuk. "Ikut Ayah, ketemu orang gila!" Ketus Arbi dengan wajah cemberut. Puspita mendongak, menatap suaminya yang berdiri di belakang Arbi, yydengan wajah penuh tanya. Dana melengos, pura-pura tak tahu kalau Puspita tengah menatapnya, meminta penjelasan maksud dari ucapan Arbi. "Ora

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 40

    Lidya duduk di lantai memeluk lutut, tatap matanya kosong. Seperti ada hal berat yang sedang dia pikirkan. Meskipun Lidya bukan tipe orang suka menyesali perbuatannya, tapi kali ini berbeda. Dia benar-benar menyesal telah menghajar Puspita, hingga menyebabkan dia harus di tahan di ruang yang sama sekali tidak nyaman untuk tempat tinggal ini. Meski pengacara berjanji akan datang siang ini untuk membebaskan dia, tetap saja Lidya merasa nelangsa. Ditahan bersama orang-orang dengan strata sosial lebih rendah, membuat Lidya merasa jijik dan muak. Mereka jorok dan bau, entah berapa hari nggak mandi. Lidya sampai nggak betah kalau harus dekat mereka. Harusnya Lidya mendengar nasehat Mario kala itu. "Bu Lidya harus bisa menahan diri, jangan terbawa emosi. Ini tempat umum, kalau sampai ibu melakukan sesuatu, menganiaya atau sekedar memaki saja, bisa jadi alasan mereka untuk menjebloskan Ibu ke penjara." Begitu kata Mario, saat melihat Dana datang dengan menggandeng Puspita. Mario tahu betul

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 39

    Puspita tak lagi mau bersandar di bahu Dana, meski kepalanya masih berdenyut nyeri, akibat pukulan dan jambakan yang Lidya layangkan kepadanya. Dia lebih memilih menyandarkan kepala di kaca sampingnya. Dia benar-benar marah pada Dana, ternyata semua ini sudah direncanakan suaminya itu. Rupanya Dana sengaja mengajak Puspita menghadiri sidang perceraiannya, untuk memancing emosi Lidya. Wanita itu pencemburu, dengan keberadaan Puspita di ruangan itu, membuat Lidya terpancing emosi dan menghajar Puspita. Meski rencana awalnya Dana akan pasang badan, untuk melindungi Puspita, agar dia saja yang jadi korban keganasan wanita itu. Tapi kenyataan tak seperti ekspektasinya, Puspita justru mengalami luka paling parah. Belum lagi cemoohan dari para wanita yang hadir di sana, menambah rasa malu. Apalagi tadi terlihat ada yang merekam kejadian itu, kalau terus diupload dan viral bagaimana? Bagi Puspita itu tak jadi masalah, toh dia jarang keluar. Tak punya teman atau circle di kota ini. Tapi Arbi

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 38

    "Kok kesini, Pak?" Protes Puspita, setelah mobil yang dikendarai Dana berbelok, ke gedung pengadilan agama. Puspita pikir, Dana menyuruhnya berpakaian dan berdandan tak seperti biasanya, karena mau diajak jalan-jalan ke Mall. Mungkin Dana butuh merefresh hati dan pikiran. Di apartemen terus, tak kemana-mana kan, bosen juga. "Kamu harus temani aku sidang, Ta," jawab Dana, tanpa merasa bersalah karena tak jujur dari awal. "Ya, tapi buat apa? Nanti Bu Lidya marah-marah. Aku lagi yang kena," gerutu Puspita. Bibirnya sudah maju lima senti, tapi Dana tak ambil peduli. Dia tetap anteng di belakang setir, sambil matanya sibuk mencari tempat yang kosong untuk memarkirkan mobilnya. "Dah sampai. Yuk, turun!" Puspita bergeming, wajahnya ditekuk. Kalau dia ikut turun, pasti bertemu Lidya. Hal yang dia hindari dan takuti selama ini. "Kenapa? Takut? Kan, ada aku. Jadi, kamu nggak perlu khawatir atau menakutkan apapun. Kamu mau masalah kita segera selesai, kan?" Puspita mengangguk pelan. "Kalau

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 37

    Dana menatap nanar gambar yang baru saja anak buahnya kirim. Dalam gambar tersebut, sosok laki-laki nampak baru keluar dari kediaman Lidya. Meski tidak terlalu jelas, tapi Dana tahu betul siapa laki-laki itu. Mario, si pembunuh berdarah dingin, yang tak punya belas kasih sama sekali. Dia akan menjalankan tugasnya dengan baik, setelah kesepakatan terjadi. Kepala Dana berdenyut nyeri, memikirkan masalah baru yang membelit. Dia tahu betul bagaimana kinerja Mario, sangat rapi dan sulit terdeteksi. Dana harus apa? Tak mungkin terus menerus bersembunyi, mau sampai kapan? Puspita dan anaknya juga butuh hidup normal. Terang-terangan menghadapi Mario, adu strategi sekaligus adu otot. Itu artinya butuh uang yang tak sedikit, sedangkan dia sudah tidak lagi menjadi CEO perusahaan milik Lidya. Ah, tak apa. Dia masih punya penghasilan dari restorannya. Meski tak sebesar perusahaan Lidya, tapi lebih dari cukup untuk memenuhi segala kebutuhan Dana. Diliriknya Arbi yang sudah terlelap, dirinya vers

DMCA.com Protection Status