Irish terlihat terkesima saat mendengar Reno memujinya, wajahnya nampak memerah seperti gadis yang sedang jatuh cinta, bahkan ia lupa dengan status nya saat ini yang bergelar istri. "Mas Reno bisa aja mujinya, aku jadi malu," ucap Irish merapihkan rambutnya ke samping. "Aku serius Irish, aku tidak bercanda, apalagi berbohong. Oh ya, apa ada yang marah jika kamu bertemu denganku di tempat seperti ini, malam-malam lagi?" tanya Reno sengaja memancing Irish. "Emmm, ya enggak dong Mas, siapa si yang marah sama aku kalau ketemuan sama kamu," seru Irish melempar senyum. "Wah, berarti kamu masih sendiri dong, ya?!" tegas Reno memastikan. Tatapan Reno penuh harap kala itu, dan sementara Irish nampak kebingungan ketika harus menjawab lebih dalam, namun karena sudah terlanjur nyaman bersama Reno, akhirnya Irish harus berbohong demi mendapatkan kepercayaan dari Reno, dan demi agar Reno tidak menghindar darinya. Setelah mengobrol cukup serius, akhirnya Reno mengajak Irish untuk bersulang. Dan
"Mas, ini buat aku?" tanya Irish memastikan sebelum menerima kartu berwarna hitam itu. "Ya, itu untuk mu, tapi kamu jangan ulangi lagi semua kesalahan yang kamu lakukan sebelumnya, ya!" ancam Edo menatap tajam. "Ya Mas, siap." jawab Irish melempar senyum bahagia. Irish pun berlalu pergi, membiarkan Edo sarapan pagi seorang diri tanpa berniat untuk menemani dan mengantarkan Edo sampai di depan pintu. Saat itu tiba-tiba Edo teringat akan sesuatu, teringat akan bayangan saat dirinya masih menjadi suami Chelsea dulu, saat itu Chelsea begitu setia menemani dirinya di meja makan sampai makanannya habis tak tersisa, bahkan Chelsea tidak pernah meminta uang sekalipun saat menjadi istrinya, Edo lah yang kerap kali memberikan uang karena merasa bahwa itu adalah hak dari Chelsea sendiri. Namun saat bersama dengan Irish, wanita lain yang ia nikahi, Edo justru menangkap sesuatu yang jauh sangat berbeda, bahkan Edo tidak melihat Irish ketika ia ingin menyambung kebaikan yang sebelumnya merenggan
Malam itu Reno terlihat sangat gelisah, lantaran Chelsea beberapa hari ini terlihat sedikit menjauh, sejak ia tahu bahwa Reno justru dekat dengan Irish. Chelsea selalu menolak ketika Reno mengajaknya untuk makan bersama, apalagi saat pergi meeting, Chelsea kerap kali menghindar dari tatapan matanya. "Gue nggak bisa gini aja, Chelsea harus tahu kalau alasan gue deket sama Irish cuma mau buat Edo hancur, gue nggak mau Chelsea salah paham." ungkap Reno dengan yakin, bahwa ia harus meluruskan hal ini. Reno pun memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah, dan ia akan menemui Chelsea agar ia tahu alasan terbesar Reno mendekati Irish. Tibanya di kediaman Chelsea, saat itu Chelsea sedang berbincang ringan dengan ibunya, dan ketika menyadari kedatangan Reno, ibu Yuli dengan reflek mempersilakan Reno masuk dan duduk. Chelsea dan Reno pun kini duduk bersebrangan, Reno tetap dapat membedakan sifat dan Chelsea yang berbeda saat itu, karena melihat ada kecanggungan satu sama lain, akhirnya bu Yuli
"Sebenarnya males banget ke ruangan Reno, tapi aku nggak boleh terlalu menunjukkan kalau aku cemburu sama Reno yang deket sama Irish, aku harus profesional, mungkin Reno mau membahas soal kantor."Chelsea melangkahkan kakinya menuju ruangan Reno, meskipun sebenarnya ia merasa sangat enggan bertemu. Langkah kaki Chelsea tiba di depan pintu dan ketukan pintu itu disadari oleh Reno, Reno mempersilahkan masuk setelah merapihkan posisi duduk dan kemejanya. "Bapak manggil saya?" Chelsea berdiri di hadapan Reno dengan tatapan mengarah ke bawah. Mendengar panggilan dari Chelsea yang sebelumnya tidak pernah ia dengar kecuali di hadapan para klien dan karyawan lain, membuat Reno spontan mengernyitkan dahi lalu bangkit dari tempat duduknya. Reno menatap Chelsea yang saat itu justru memilih untuk berpaling. "Chelsea, kenapa kamu aneh banget si hari ini?" Reno mendekap pundak Chelsea agar Chelsea fokus membalas tatapan matanya. "Ren, apaan si, jangan kayak gini, nanti kalau ada karyawan lain ya
"Aku tidak mau kamu bicara seperti itu padaku Irish, kalau begitu kita harus ketemu sekarang di suatu tempat, aku akan menjemputmu," ucap Reno dengan yakin bahwa ia akan melakukan apa yang sudah ia rencanakan. "Oke, kita memang harus bertemu, tapi kamu tidak perlu menjemput ku di depan rumah," seru Irish yang takut jika Edo akan mengetahui nya. "Memangnya kenapa Irish? Ini sudah malam, akan lebih baik kalau aku menjemput kamu di depan rumah," sahut Reno pura-pura tidak tahu. "A-aku tidak mau sampai orang rumah tahu kalau aku dijemput sama laki-laki, itu akan membuat mereka tidak suka dan marah, sekarang aku akan pamit kepada mereka bahwa aku akan bertemu dengan teman wanitaku, dan kamu bisa menjemput ku di tempat biasa, ya!" jelas Irish yang langsung mematikan ponselnya. Reno menyunggingkan senyum, lalu ia bergegas pergi, sementara Irish sendiri mengendap-endap ketika berhasil membuka pintu, ia berharap jika Edo tidak akan menyadarinya yang sudah bersiap untuk bertemu dengan Reno.
"Mas, sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?" tanya Irish bingung. "Ke rumah kedua orang tuaku," singkat Edo menjawab. "Ke rumah orang tua kamu? Kita ngapain pagi-pagi ke sana, Mas?!" tanya Irish lagi. "Aku ingin mereka tahu kalau kamu sudah mengkhianati aku, dan setelah mereka tahu, aku akan membawa kasus ini ke pengadilan agama," ucap Edo tanpa ragu. "Apa maksud kamu Mas, kamu nggak lagi bercanda, kan!" seketika wajah Irish mengerut ketika ia mendengar kalimat mengerikan itu. Edo tak bergeming, ia memilih diam dan fokus menyetir tanpa menjawab lagi pertanyaan Irish. Tak lama kemudian mereka pun tiba di depan rumah tuan Bram, kedatangan Edo dan Irish tidak diketahui oleh mereka yang sedang duduk santai di bibir kolam renang. Kedatangan mereka menebarkan senyum nyonya Andin dan tuan Bram yang merasa senang karena kehadiran mereka, tuan Bram dan nyonya Andin pun mengajak mereka duduk di sofa ruang keluarganya. "Ya ampun, kalian pagi-pagi sekali datang ke sini nya, ada apa si, apa
"Mas, aku nggak terima ya, kalau kamu ceraikan aku dengan tanpa memberikan aku gak rata gono gini," ucap Irish yang mendatangi Edo di kantor. "Ngomong apa si kamu, nggak jelas banget!" celetuk Edo tak menanggapi. "Mas, jangan pura-pura bodoh, aku tahu kalau kamu itu maksud apa yang aku bicarakan sama kamu. Oke, nggak papa kalau kamu mau ceraikan aku, tapi aku mau nuntut harta gono gini, karena kalau tidak, aku tidak akan tinggal diam." ancam Irish dengan tatapan seriusnya. Seketika Edo terdiam, ia hening cukup lama ketika mendengar permintaan Irish. Bahkan saat Irish berada di posisi yang bersalah sekalipun, ia tanpa merasa malu meminta hak harta gono gini. Apa kabar dengan Chelsea dulu, yang tidak pernah membahas sedikit pun tentang harta gono gini ketika ia mengajukan perpisahan dengannya. Edo benar-benar sudah berada di titik di mana ia menyesali semua kesalahannya, ia baru sadar bahwa ternyata Chelsea adalah wanita yang teramat baik, tetapi yang paling ia sesalkan adalah, menga
"B-bukan Mas, aku hanya mempertanyakan apa itu benar atau tidak," lirih Irish merasa bersalah. "Kalau kamu percaya sama aku sedari awal, kamu tidak mungkin merasa ragu hanya karena ucapan Edo yang ngawur itu, sudah lah. Aku sepertinya lelah, dan butuh waktu untuk sendiri!" celetuk Reno memutuskan untuk pergi. Irish berusaha menahan dengan meminta maaf pada Reno, namun hal itu tidak membuat keputusan Reno berubah, ia tetap pergi meninggalkan Irish dengan sengaja membuat hati Irish merasa bersalah. ***1 minggu kemudian, surat perceraian antara Edo dan Irish sudah ada di tangan Edo, waktunya ia memberikan surat perceraian itu pada wanita yang ia cintai itu, namun tega mengkhianati cintanya karena pria lain. Langkah kaki Edo sudah berada di depan rumah Irish, lalu ia mengetuk pintu beberapa kali hingga akhirnya Irish keluar dan menemui Edo. "Ada apa Mas, kamu datang ke sini?" tanya Irish saat berhadapan dengan Edo. "Aku hanya ingin mengantar surat perceraian kita, dan sekarang kita