Share

Istri Kedua dari Rumah Bordil
Istri Kedua dari Rumah Bordil
Author: Ri III

Kamar 310

Author: Ri III
last update Last Updated: 2024-09-29 18:07:49

“Monica, ada panggilan di kamar 310.”

“Madam, sepertinya aku sedang tidak ingin melayani siapa pun malam ini,” balasnya sembari mematikan rokok.

Wanita dewasa dengan dandanan glamor itu membuang napas berat, mengambil ponsel dan berbicara beberapa kata sebelum akhirnya kembali fokus pada Monica. Gadis cantik kesayangan rumah bordilnya itu hanya terdiam sembari menunggu kelanjutan dari keputusan akhir  Madam.

“Aku sudah membuat tawaran, tapi pelanggan di kamar itu hanya menginginkan dirimu,” ujarnya membujuk Monica. Sementara gadis itu masih bungkam, badannya seperti remuk, suasana hati yang kacau membuatnya terlalu malas untuk bertempur di atas ranjang seperti biasa.

“Tolong pikiran lagi, Monica! Dia berani membayar mahal atas dirimu. Tolong jangan sia-siakan kesempatan ini!”

Ternyata benar, seistimewa apa pun perlakuan Madam padanya, tetap saja kalah jika dibandingkan dengan uang, rupiah memiliki tempat tersendiri di dalam diri Madam, bukankah harusnya ia juga sadar bahwa keberadaan dia di sini adalah untuk menjadi robot pemain yang harus patuh.

Madam menatap wajahnya penuh harap, sebenarnya ingin memaksa lebih, tapi khawatir tindakannya akan membuat Monica merasa tertekan dan tidak nyaman.

“Madam, sampai kapan aku menghabiskan hidupku hanya untuk melayani pria yang tak pernah merasa puas itu?” keluhnya sembari membuang muka. Mendengar itu, Madam tak mungkin tak tertarik untuk menanggapi.

“Satu hal yang harus kau ingat, Monica! Keberadaan kita di sini memang untuk itu. Jangan mempertanyakan hal yang sebenarnya tak perlu ditanyakan. Pria itu masih menunggumu di sana. Pergi dan layani dia sebaik mungkin!”

Ternyata benar, tidak seharusnya ia bertanya. Dengan sedikit terpaksa ia berjalan menuju kamar 310, pikirannya buntu, ia lelah, ingin lari tapi itu mustahil. Di luar jauh lebih berbahaya, tak ada yang sebaik Madam, itu kalimat yang terus diulang wanita paruh baya itu padanya. Entah kebenarannya seperti apa? Mungkin memang sangat berbahaya.

Tak terasa ia sekarang sudah berdiri di depan pintu 310. Menarik napas perlahan sampai benar-benar tenang. Bukankah dia sudah biasa menjalankan peran menjijikkan begini. Jemari lentiknya meraih gagang pintu, hanya dua ketukan dan wajah pria tampan terlihat menyambutnya dengan senang.

“Masuklah! Aku sudah menunggumu dari tadi.”

Hanya beberapa orang yang bisa memesan dirinya, dan pria tampan di hadapan Monica ini salah satunya, pesona ketampanan yang kuat, rahang kokoh, dengan alis tegas, iris mata tajam yang membuat wanita mana pun terhanyut dengan pesona yang dimilikinya. Jika Monica tebak, pria ini pasti sudah memiliki pasangan, lantas mengapa harus memaksakan diri ke tempat ini dengan tujuan mencari kepuasan.

“Ayo masuk!”

Monica melangkah dengan anggun, aroma harum dari rambut menguar menusuk hidung pria itu. Pria itu mengulurkan tangannya, berharap mendapatkan sambutan, tapi Monica merasa aneh, karena biasanya para pelanggannya tak akan membuang waktu dan langsung menyantap tubuh indahnya.

“Agar lebih akrab, panggil aku Nathan!”

Monica masih menatap tangan yang seperti menggantung disapu angin, pelan ia menyambut uluran tangan itu sebentar, sebelum kembali melepasnya dengan paksa. Genggaman tangan Nathan terlalu membuatnya risih.

“Kita akan memulainya dari mana? Jangan membuang waktu berhargaku, Nathan!”

Nathan tersenyum tipis menatap Monica, yang masih menatapnya datar. Tak ada hasrat di sana.

“Jangan terburu-buru! Tujuanku ke mari bukan untuk itu,” sahutnya membuat sudut bibir Monica terangkat, ia tersenyum sinis.

“Omong kosong!” umpatnya.

“Sungguh. Kedatanganku ke sini justru ingin menyelamatkanmu,” ujar Nathan membuat Monica tak bisa menahan tawanya.

“Menyelamatkanku dari apa? Apa kau adalah reinkarnasi dari pahlawan super di masa lalu? Jangan membuatku sakit perut dengan lelucon anehmu.”

Sekarang Monica yang duduk di bibir ranjang sembari memegang perutnya. Baru kali ini ia mendapat pelanggan yang suka membual. Nathan menatap lekat wajah Monica, membuat gadis itu mendadak terdiam.

“Aku tahu kau pasti ingin terbebas dari tempat ini ‘kan? Aku ingin membawamu pergi dan memulai hidup baru,” ucapnya meyakinkan.

“Mau sampai kapan kau berada di sini? Kau tertekan dan aku tahu itu,” lanjutnya lagi. Monica memutar bola mata malas, meski sedikit tertarik tapi ia tak boleh terjebak. Monica tahu betul bahwa semua ada timbal baliknya, mustahil ia menawarkan kebebasan tanpa meminta imbalan yang entah apa.

“Apa yang kau inginkan dariku?” Monica bertanya dengan suara datar, memalingkan wajah dan berdiri membelakangi.

Nathan sedikit kagum, ia pikir semua wanita yang ada di tempat ini hanya memikirkan kesenangan tanpa berpikir kritis, dan Monica satu-satunya wanita yang ia pikir cerdas. Kedua tangan dimasukkan ke kantong celana.

“Menikahlah denganku!”

Monica terdiam sebentar, kemudian tersenyum miring.

“Sudahi kegilaanmu, Tuan Nathan yang terhormat! Kau baru saja melamar seorang pelacur. Benar-benar tidak masuk akal. Jika memang tak ingin dilayani, pulang dan biarkan aku pergi dari sini. Menyebalkan sekali manusia sekarang!” maki Monica.

Ia beranjak bergegas pergi, tapi suara Nathan menahannya.

“Aku sadar sudah melamarmu. Tapi kita berdua akan sama-sama diuntungkan di sini. Dengar! Ibuku sedang sakit, dan wajahmu begitu mirip dengan Arini. Aku yakin setelah melihatmu, kondisinya akan membaik.”

Monica merasa ada yang janggal. Bagaimana bisa Nathan menciptakan berita bohong hanya untuk membujuknya. Wajah yang mirip? Memang benar, setiap manusia memiliki tujuh kembaran di dunia, tapi dalam jarak sedekat ini, itu mustahil. Modus pria memang berbahaya rupanya.

“Dongengmu bagus, tapi aku tidak tertarik. Hadirmu di sini dan berani membayar mahal atasku saja sudah membuatku curiga, apa lagi dongengmu yang sekarang. Sepertinya kau memang sudah merencanakan semuanya, ya?” cecar Monica membuat Nathan terdiam. Ia berpikir keras, menaklukkan Monica ternyata tak semudah itu.

“Baiklah aku akan berkata jujur. Sebenarnya sudah lama aku mencari orang yang mirip dengan Arini, dan ternyata aku menemukanmu di salah satu media sosial, kau bernama Monica, wanita yang menjadi daya tarik tersendiri di tempat ini. Sudah tiga tahun sejak Arini pergi, dan ibu mulai sakit-sakitan.”

Nathan terdiam sebentar, sebelum akhirnya kembali melanjutkan kalimatnya.

“Setelah menikah, aku tak akan menyentuhmu. Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan. Kebebasan, uang, rumah, mobil, semuanya. Dan aku akan mendapatkan kesehatan ibu kembali. Pikirkan lagi, Monica! Aku juga tak tertarik untuk merusak hidupmu lebih jauh.”

“Baiklah jika kau memaksa. Tapi yang harus kau tahu adalah, tidak akan mudah keluar dari tempat ini, Madam punya backingan yang lebih kuat, hidupmu juga akan terancam jika dirimu nekat membawaku keluar,” balas Monica.

Monica memberitahu Nathan tentang rumah Bordil yang tak pernah jadi sasaran para oknum berseragam, tempat yang sangat terjaga dan aman untuk segala macam transaksi haram selain dilayani para wanita panggilan di dalamnya. Monica juga memberitahunya bahwa ada beberapa orang yang juga mencoba kabur, tapi selalu berakhir kembali ke tempat ini dalam keadaan yang sedikit memprihatinkan. Sebegitu besar pengaruh mister A di rumah bordil Madam, juga hubungan gelap yang keduanya jalin membuat Madam dan para pelanggan setianya tetap aman sampai saat ini.

“Kau yakin bisa membawaku keluar dari sini?” tanya Monica ragu.

“Tentu. Ikuti aku!”

Related chapters

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Wanita di Balik Jendela

    “Saya ingin membelinya!”Madam yang tadi sedang sibuk menghitung rupiah mendadak terdiam, menatap bergantian ke arah Monica dan Nathan. Wajah tampan pria itu terlihat dingin, tanpa basa-basi melempar beberapa gepok uang ke atas meja, semakin membuat mata Madam terbelalak. Luar biasa pesona Monica, pria tampan seperti Nathan bisa bertekuk lutut di bawah pesonanya, pikir Madam.“Tuan, tolong baca peraturan yang sudah tertera di sini!” Madam memberikan map hijau ke arah Nathan.“Di sini sudah tertera keputusan mutlak, bahwa semua wanita yang ada di sini tak bisa dibeli, jika tuan masih menginginkannya tidak masalah, bukankah tuan bisa kembali ke tempat ini kapan saja?”Nathan masih menatap datar, ia tak tertarik dengan peraturan sampah yang menurutnya tidak masuk akal. Dengan berani, tangan kekarnya merobek kertas itu, membuat semua yang ada di sana begitu terkejut. Tatapan dinginnya seperti hendak menerkam Madam, ia benci penolakan, ia tak menyukai protes dalam bentuk apa pun.“Hei! Apa

    Last Updated : 2024-10-08
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Siapa di Gerbang?

    “Jadi, kapan kita menikah?”Dua pasang kaki beriringan masuk, bahkan sebelum menyentuh sofa, pertanyaan logis langsung terucap dari bibir Monica. Nathan menahan senyum, mengira jika Monica sebenarnya terlalu terburu-buru karena telah melihat kekayaannya yang terpampang jelas sekarang.“Kau sangat tidak sabaran. Sepertinya setiap wanita pasti akan silau dengan harta, jika tadinya kau menolak dengan tegas, sekarang kau justru terdengar mendesakku untuk segera menikahimu.”Monica menatap Nathan yang menurutnya terlalu percaya diri, senyum miring terlihat menjengkelkan buat Nathan, terkesan menghina dan meremehkan.“Rasa percaya dirimu cukup bagus, tapi aku tak tertarik. Tujuan awal kau membawaku ke sini kan untuk menikah, jika hanya ingin bermain-main, kau salah memilih lawan. Dan satu lagi, apa keuntungannya setelah aku menikah denganmu nanti?”Nathan sedikit takjub dengan cara berpikir Monica, tidak mudah diperdaya padahal ia banyak menghabiskan waktu di tempat liar yang minim pendidik

    Last Updated : 2024-10-11
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Siapa yang Jahat?

    Di depan ruangan banyak orang yang menunggu dengan gelisah. Suasana benar-benar genting, sampai akhirnya semua tatapan tertuju pada Monica dan Nathan yang baru saja tiba.“Kak, bagaimana keadaan ibu?” tanya Nathan getir. Seorang pria yang jauh lebih tua darinya itu memandang dan berusaha menahan rasa sedihnya sendiri.“Tenanglah! Kita semua masih menunggu keterangan dokter sekarang,” balasnya dengan satu tangan yang menepuk bahu Nathan perlahan. Monica kini terlihat lebih santai, meski sedikit gelisah, sementara dua wanita yang tak jauh darinya malah menatap sinis.“Arini, kau sudah benar-benar sembuh ternyata?”Nathan menatap istrinya yang kebingungan, menggenggam jemari lembutnya sebelum tersenyum ke arah dua wanita itu.“Tapi baru kemarin aku melihatmu terbaring sakit seperti orang mati. Bukankah terlalu cepat sampai kau bisa berdiri di hadapan kami semua sekarang?” Ambar membuatnya sedikit takut, bagaimana jika Monica tahu banyak tentang rahasianya.“Kak Ambar, tolong fokus pada k

    Last Updated : 2024-10-16
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Trauma yang Sama

    “Aku begitu khawatir ketika meninggalkanmu bersama ibu, tapi rupanya kau adalah bakal aktor hebat, Monica.”Jika biasanya Monica yang terdengar cerewet, sekarang ia malah tak acuh pada pernyataan konyol Nathan, tidak penting. “Kau pasti sedang berpikir keras siapa itu Arini,” celetuknya lagi berusaha memancing Monica untuk bicara. Monica memilih memejamkan matanya, dan melipat kedua tangan di dada, dengan wajah yang ia arahkan ke arah jendela.Nathan menyerah. Ternyata seperti ini rasanya mencari topik pembicaraan, tapi yang diajak bicara adalah batu karang. Sepanjang jalan keduanya hanya bisu, tak lama mobil berhenti, otomatis membuat Monica langsung terjaga. “Tetap di sini!” perintah Nathan. Monica menguap malas, ternyata Nathan membawanya ke rumah ini, bukan kediamannya. Netranya menatap Nathan yang telah menghilang di balik pintu. Awalnya ia memang sabar menunggu, memainkan ponsel dan mencoba aplikasi baru yang belum ia tahu, sampai menonton video, Nathan belum juga keluar.“Ng

    Last Updated : 2024-10-20
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Jasad Bernyawa

    Jemarinya bergerak, disusul netra yang perlahan terbuka memindai sekeliling, ruangan serba putih ia lihat lagi setelah menjadi istri Nathan. Bodohnya mengapa terlihat lemah di hadapan pria angkuh seperti Nathan, harusnya ia bisa mengendalikan dirinya sendiri.Bayangan Nathan membentaknya harusnya adalah hal sepele, hanya saja kenapa wajah Budi yang melintas di hadapannya, bedanya Nathan tak membawa serta cambuk, atau mungkin belum. Itu yang membuatnya tak ingin mengenal lelaki lebih jauh, atau nasibnya akan memburuk di tangan laki-laki. ‘Aku yakin pasti ada seseorang selain dirinya di tempat itu,’ batinnya. Untuk melihat keadaan di luar saja ia tak bisa, jendela yang tertutup gorden itu menghalangi pandangannya. Perlahan ia bangkit, mencabut selang yang menempel di punggung tangan, lagi pula dirinya tak sakit keras.Kedua tangan menyingkap gorden, ternyata langit sudah gelap. Baru saja berdiri, suara bariton Nathan terdengar dari belakang. “Kau sudah sadar?” Sudut bibir Monica teran

    Last Updated : 2024-11-18
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Nomor Tak Dikenal

    Kolam belakang rumah menjadi tempat favoritnya di pagi ini, entah karena kelelahan tapi semua badannya terasa remuk, membuat tidur malamnya tenang tanpa hambatan. Secangkir kopi panas yang ia buat sendiri itu menemani. Sumpah, rasanya ia belum pernah hidup sesantai ini di rumah sendiri. Sepasang kaki jenjang menjuntai ke dalam air, ingin berenang tapi terlalu takut tenggelam. Ia ingat, terakhir berenang pun hanya ketika masih berusia 8 tahun, di sungai bersama teman sebayanya, meski berakhir dengan bekas rotan di betis mungilnya karena nekat main basah-basahan.Kehadiran Nathan ternyata mengubah hidupnya menjadi lebih baik, meski terkadang pria itu juga yang membangkitkan traumanya. Benda pipih ia arahkan pada kaki yang menjuntai indah ke dalam air jernih yang sedikit kebiruan, karena pantulan keramiknya, iseng mengunggahnya ke sosial media untuk pertama kalinya.Tiba-tiba satu pesan masuk di akunnya. [Kaki yang indah, pasti wajahnya juga tak kalah jelita.]Monica bergidik geli. Apa-

    Last Updated : 2024-11-18
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Budak Nathan

    “Malam ini kayaknya aku harus ke rumah Nathan deh. Kan ngga mungkin banget harus mesan makanan cepat saji lagi. Atau aku sewa tukang masak khusus aja ya di rumah? Atau aku minta salah satu pelayan di rumah itu aja buat tinggal di sini, lagian di sana juga kebanyakan deh kayaknya,” gumamnya sendiri.Monica bersiap, merias diri seadanya dan meraih benda pipih yang tak pernah ia lepas itu. Mobil pesanannya sudah menunggu di halaman. Berhubung ia belum bisa mengemudi sendiri, terpaksa mobil pribadinya hanya berdiam diri di garasi. Sepanjang jalan ia berusaha menahan diri agar tidak merokok, mengunyah beberapa permen untuk mengalihkan kebiasaan buruknya, bisa saja di dalam mobil ini juga dilarang merokok. Tak lama mobil itu berhenti di depan gerbang rumah mewah Nathan, bangunan yang jarang ia kunjungi. Kaki jenjangnya menuntunnya ke dalam, seiring dengan gerbang yang sudah dibuka lebar mempersilahkan. Wanita cantik serupa Arini itu tak lagi sungkan, ia masuk tanpa harus merasa asing atau

    Last Updated : 2024-11-19
  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Kecurigaan Yuan

    “Ada yang kau sembunyikan dari ibu ‘kan?” selidik Yuan. Ia tetap menatap mata Nathan untuk mendeteksi kebohongan. Nathan terdiam. Khawatir jika Monica juga akan disiksa Yuan sama seperti perlakuan mereka pada Arini. Ia tahu tugasnya, tapi tidak untuk dikerjakan sekarang Nathan butuh waktu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. “Apa Arini membangkang lagi?” “Ibu, diamlah! Ini bukan tentang Arini. Nathan hanya punya masalah dengan pesaing perusahaan kita. Hanya itu saja,” kilahnya meyakinkan.Yuan diam. Entah tapi ia merasa Nathan sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sebenarnya kedatangannya ke sini juga untuk itu, ingin meluruskan kejanggalan yang terjadi waktu dirinya masih berada di rumah sakit.“Kau yakin yang bersamamu itu adalah Arini?” “Apa maksud ibu?”“Nathan. Arini dibesarkan dengan tanganku juga. Ibu tahu seperti apa Arini, dia memang masih terlihat sopan, tapi Arini bukan tipikal wanita yang banyak bicara, bagaimana cara dia tersenyum, mengajak bercanda, dari mana Ari

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Pertemuan

    "Kak, kau mau ke mana?"Sudah tujuh hari sejak pemakaman Budi, Monica dan anaknya memang menginap di desa Bunga, William sendiri yang mengambil semua barang bawaan Monica di hotel dekat rumah sakit kala itu, atas permintaan Monica sendiri.Wanita itu sedang sibuk berkemas, ia menatap Arini sekilas, kemudian lanjut mengemasi beberapa barang yang menurutnya penting."Aku akan kembali ke Amerika hari ini, pekerjaanku tak bisa ditinggal begitu saja," sahut Monica dengan tangannya yang masih sangat sibuk.Ia memasukkan beberapa produk kecantikan, tapi urung. Ia memilih untuk meninggalkan beberapa produk miliknya di meja rias Arini. Menginap beberapa hari, Monica memang menempati kamar Arini, sementara adiknya dan William menempati kamar tamu."Memangnya tak bisa bertahan sampai empat puluh hari?" tanya Arini terdengar menawarkan.Monica tersenyum tipis dan menggeleng pelan. Ia mendekati Arini yang kini berpindah ke kasur."Tidak bisa, Arini. Toko kosmetik yang aku kelola cukup ramai, dan s

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Budi Tiada

    "Aku pikir kau tidak akan datang, tapi akhirnya kakak sudah berada di sini. Meskipun aku sedikit kesal, kenapa tidak memberitahu kami? William pasti akan menjemput kalian di bandara," cerocos Arini, ketika keduanya duduk di kursi tunggu.Monica tersenyum tipis."Tidak perlu. Memangnya aku kedutaan Indonesia yang harus dijemput?" sahut Monica berkelakar. Arini memajukan bibir bawahnya kesal."Oh iya, Kak. Apa mereka tahu?" Monica menatap penasaran."Tahu apa?" "Tentang siapa ayahnya."Monica terdiam sebentar, kemudian menggeleng cepat."Untuk apa memberitahu mereka? Lagi pula setelah mereka tahu, apa yang akan mereka dapatkan? Kau tahu kan seperti apa Nathan? Sudah, jangan bahas namanya di sini! Anak-anak akan mendengarnya nanti. Mereka kembali juga untuk bertemu ayah, bukan pria brengsek itu!" William dari tadi sibuk dengan ponselnya, di sisi kiri kanan ada Edward dan Edgard yang sedari tadi tak melunturkan senyum mereka, di layar pipih mereka berbicara bebas dengan Adam dan Allea

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Welcome Indonesia

    "Mommy, are you okay?" Kedua putranya menatap panik ke arah Monica, wanita itu memijat pelipis, rasa pusing masih terasa di kepala, tapi Monica masih berusaha tersenyum agar tak membuat anak-anaknya semakin khawatir. "Mommy tidak apa-apa, Sayang. Oh iya mengapa sepagi ini sudah pulang?" tanya Monica. "Kami tidak bisa fokus jika Mommy kenapa-kenapa." Putranya begitu peduli dengannya, padahal ia ingat sejak kecil mereka berdua tidak terlalu dimanjakan dengan kasih sayang dari Monica. "Mommy, apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" selidik Edgard. "Tidak ada, Mommy hanya kelelahan," dustanya untuk ke sekian kali. "Berhentilah berbohong, Mommy! Kakek sedang sakit di Indonesia. Keputusan juga ada di tangan Mommy, akan kembali ke sana seorang diri, atau tetap berada di sini bersama kami," ujar Edward mantap. Mendengar itu Monica mengernyit heran. "Apa yang kau katakan? Bagaimana bisa Mommy meninggalkan kalian sendirian?" Edward tahu tahu Monica tidak akan pernah memb

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Budi Kenapa?

    "Mommy, apa yang terjadi denganmu?"Edward dan Edgard bergegas masuk menghampiri Monica, mereka begitu terkejut ketika mendapati sang ibu tengah menangis. Wanita yang berusaha terlihat tegar menampilkan senyum palsunya."Mommy hanya terharu, akhirnya Mommy sudah bisa memperkenalkan kalian kepada kakek di Indonesia," dustanya yang jelas bisa terbaca.Kedua putranya terdiam sebentar, mereka tentu saja tidak percaya begitu saja."Ada sesuatu yang Mommy sembunyikan dari kami?" selidik Edward. Putranya itu memang paling peka dan perasa, ia yakin ada kalimat yang menyakiti hati ibunya."Sudahlah, Nak. Jangan dipikirkan! Mungkin ini salah Mommy karena telah menyembunyikan kalian terlalu lama. Tapi percayalah, Sayang! Mereka sudah menerima kalian, jika memang kalian berdua ingin ke sana, Mommy tidak akan keberatan. Kita akan ke Indonesia."Monica mengusap pipinya yang semula berembun, ia tersenyum tipis sebelum akhirnya keluar dari kamar putranya. Setelah Monica pergi, Edward menatap Edgard.

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Pikiran Buruk

    "Nak, kau ke mana saja? Mengapa memutuskan kontak selama lima tahun belakangan. Kau baik-baik saja, 'kan di sana?"Suara Budi terdengar sedikit gemetar, ia mengusap layar pipih yang menunjukkan wajah Monica. Anak perempuannya yang menghilang lima tahun belakangan tanpa sebab.[Ayah!]Suara Monica juga lirih seperti menahan tangis, wajahnya memerah menahan haru. Monica sesekali melempar pandang ke arah samping. [Maaf, Ayah.]"Tolong jangan menghilang seperti ini lagi, putriku! Kau tidak tahu Arini sering menangis diam-diam ketika malam hari karena mengingatmu. Apa pun masalahmu, jangan menghilang begitu saja!"Monica mengangguk sesekali."Bagaimana kabar ayah, Arini, Allea, dan Adam?""Semuanya sehat, Nak. Hanya saja Adam sedang tidak enak badan sekarang. Kau tahu, hari ini Arini mengantar Allea ke sekolah, mungkin sebentar lagi akan pulang."Suasana hening sebentar. Monica menatap kedua putranya yang masih bersembunyi di balik layar. Edward dan Edgard sudah tumbuh menjadi remaja yang

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Jebakan Kuno

    Ternyata Maira masih memakai cara licik. Ia tak benar-benar pergi. Setelah memastikan keadaan aman, ia segera berjalan mengendap dan mengintip dari celah jendela kaca. Nathan masih menikmati makanan pemberiannya, ia yakin sebentar lagi obat yang ia taburkan akan bekerja. Dan benar saja, Nathan memegang kepalanya, rasa pusing mendera begitu saja, pandangannya kabur, dan akhirnya ia tertidur dengan posisi duduk. Makanan tadi terjatuh dari meja, ia benar-benar gila, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. "Dasar bodoh! Ia bahkan tak curiga jika aku sudah membubuhi racun di makanannya." Ia langsung bergegas masuk. Kemudian mengangkat wajah Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Maira seperti terbosesi pada Nathan, ia langsung memapah Nathan ke kursi, membuka kancing atas baju pria itu yang memamerkan dada bidangnya. "Kau terlihat semakin tampan, Sayang." Maira lalu mendekat dan mengecup lembut bibirnya, jemarinya mulai mengusap area badan dan turun ke bawah

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Usaha Maira

    "Sialan! Kenapa wanita itu kembali lagi?Sepertinya ada sesuatu yang direncanakan."Nathan terus berpikir keras, dia yakin kemunculan Maira pasti memiliki alasan tersendiri."Apa jangan-jangan dia tahu aku sudah sukses, itu sebabnya ia kembali. Tidak mungkin! Dia punya alasan yang lebih dari itu."Nathan bangkit dan menatap ke luar jendela. Ternyata Maira sudah pergi, setelah cukup lama menunggu, ia memutuskan untuk pulang ke rumah, pikirannya sedang berantakan sekarang memikirkan Monica.Ada rahasia apa antara Monica, William dan Arini. Langkah lebarnya berjalan keluar dari ruangan, ia langsung menuju garasi perusahaan kemudian mengeluarkan mobilnya, memang hanya mobilnya yang ditempatkan di tempat yang berbeda. Kendaraan roda empat itu berlalu meninggalkan pelataran kantor.Baru setengah jalan, ia malah melihat sosok yang tidak asing di depan mata, wanita itu Maira. Dia sedang berdiri sembari merentangkan tangannya di tengah jalan, menghadang laju mobilnya. Mau tak mau Nathan terpa

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Maira Kembali

    Mommy mau tahu alasan kalian berdua mau ke Indonesia,” tanya Monica menatap kedua anaknya bergantian.Edgard terdiam, jika ia berkata jujur ingin bertemu ayah, pasti ibunya akan marah besar dan berubah pikiran. Edward juga sama diamnya, mereka memiliki jawaban yang serupa. Tiba-tiba pintu kamar diketuk beberapa kali. Ketiganya memalingkan wajah ke arah pintu, mendapati Abraham yang berdiri sembari menggenggam tangan satu anak perempuan cantik berusia empat tahun.Netranya biru, dengan rambut panjang sedikit kuning keemasan, juga kulit putih bersih. Mata cantiknya berkedip sesekali, tangannya langsung terlepas dari genggaman Abraham, tanpa persetujuan siapa pun ia masuk dan memeluk Monica dengan erat, kemudian menatap bersahabat ke arah dua anak kembar yang terlihat tak terlalu antusias.“Hai. Aku Sandrina,” ucapnya dengan suara yang lucu. Wajahnya menggemaskan, tapi tak membuat dua anak Monica tertarik.“Abraham, kau tak memberitahuku jika Sandrina sudah sebesar ini sekarang. Terakhi

  • Istri Kedua dari Rumah Bordil   Permintaan Edward

    "Tadinya aku ingin membawa mereka ke Indonesia, tapi sepertinya aku berubah pikiran." William terdiam sebentar. Belum sempat William bertanya alasannya, Monica kembali bersuara. "Nathan masih bersamamu. Aku hanya tidak ingin mereka tahu siapa ayahnya." "Apa kau sudah memikirkannya dengan matang?" tanya William. "Tentu. Aku tidak mau putraku disentuh pria brengsek itu. Setidaknya mereka akan tetap aman dan tidak mewarisi sifat buruk Nathan sedikit pun." William ingin protes. Tapi percuma saja karena yang ia hadapi adalah Monica, wanita si keras kepala. "Sebentar lagi ulang tahun mereka yang ke-enam, dan hadiah yang aku persiapkan adalah tiket kepulangan mereka ke Indonesia, hanya saja kau terlalu membebaskan Nathan berkeliaran dan itu mengancam keamanan dua anakku." "Monica, aku tahu kau pasti lebih tahu hal terburuk yang akan terjadi ke depannya. Tapi tolong jangan egois, Nathan tetap ayahnya. Atau begini saja, menikahlah dengan pria mana pun agar mereka bisa merasakan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status