Share

Aku Istri Pengganti Tuan CEO
Aku Istri Pengganti Tuan CEO
Penulis: Ri III

Kamar 310

“Monica, ada panggilan di kamar 310.”

“Madam, sepertinya aku sedang tidak ingin melayani siapa pun malam ini,” balasnya sembari mematikan rokok.

Wanita dewasa dengan dandanan glamor itu membuang napas berat, mengambil ponsel dan berbicara beberapa kata sebelum akhirnya kembali fokus pada Monica. Gadis cantik kesayangan rumah bordilnya itu hanya terdiam sembari menunggu kelanjutan dari keputusan akhir  Madam.

“Aku sudah membuat tawaran, tapi pelanggan di kamar itu hanya menginginkan dirimu,” ujarnya membujuk Monica. Sementara gadis itu masih bungkam, badannya seperti remuk, suasana hati yang kacau membuatnya terlalu malas untuk bertempur di atas ranjang seperti biasa.

“Tolong pikiran lagi, Monica! Dia berani membayar mahal atas dirimu. Tolong jangan sia-siakan kesempatan ini!”

Ternyata benar, seistimewa apa pun perlakuan Madam padanya, tetap saja kalah jika dibandingkan dengan uang, rupiah memiliki tempat tersendiri di dalam diri Madam, bukankah harusnya ia juga sadar bahwa keberadaan dia di sini adalah untuk menjadi robot pemain yang harus patuh.

Madam menatap wajahnya penuh harap, sebenarnya ingin memaksa lebih, tapi khawatir tindakannya akan membuat Monica merasa tertekan dan tidak nyaman.

“Madam, sampai kapan aku menghabiskan hidupku hanya untuk melayani pria yang tak pernah merasa puas itu?” keluhnya sembari membuang muka. Mendengar itu, Madam tak mungkin tak tertarik untuk menanggapi.

“Satu hal yang harus kau ingat, Monica! Keberadaan kita di sini memang untuk itu. Jangan mempertanyakan hal yang sebenarnya tak perlu ditanyakan. Pria itu masih menunggumu di sana. Pergi dan layani dia sebaik mungkin!”

Ternyata benar, tidak seharusnya ia bertanya. Dengan sedikit terpaksa ia berjalan menuju kamar 310, pikirannya buntu, ia lelah, ingin lari tapi itu mustahil. Di luar jauh lebih berbahaya, tak ada yang sebaik Madam, itu kalimat yang terus diulang wanita paruh baya itu padanya. Entah kebenarannya seperti apa? Mungkin memang sangat berbahaya.

Tak terasa ia sekarang sudah berdiri di depan pintu 310. Menarik napas perlahan sampai benar-benar tenang. Bukankah dia sudah biasa menjalankan peran menjijikkan begini. Jemari lentiknya meraih gagang pintu, hanya dua ketukan dan wajah pria tampan terlihat menyambutnya dengan senang.

“Masuklah! Aku sudah menunggumu dari tadi.”

Hanya beberapa orang yang bisa memesan dirinya, dan pria tampan di hadapan Monica ini salah satunya, pesona ketampanan yang kuat, rahang kokoh, dengan alis tegas, iris mata tajam yang membuat wanita mana pun terhanyut dengan pesona yang dimilikinya. Jika Monica tebak, pria ini pasti sudah memiliki pasangan, lantas mengapa harus memaksakan diri ke tempat ini dengan tujuan mencari kepuasan.

“Ayo masuk!”

Monica melangkah dengan anggun, aroma harum dari rambut menguar menusuk hidung pria itu. Pria itu mengulurkan tangannya, berharap mendapatkan sambutan, tapi Monica merasa aneh, karena biasanya para pelanggannya tak akan membuang waktu dan langsung menyantap tubuh indahnya.

“Agar lebih akrab, panggil aku Nathan!”

Monica masih menatap tangan yang seperti menggantung disapu angin, pelan ia menyambut uluran tangan itu sebentar, sebelum kembali melepasnya dengan paksa. Genggaman tangan Nathan terlalu membuatnya risih.

“Kita akan memulainya dari mana? Jangan membuang waktu berhargaku, Nathan!”

Nathan tersenyum tipis menatap Monica, yang masih menatapnya datar. Tak ada hasrat di sana.

“Jangan terburu-buru! Tujuanku ke mari bukan untuk itu,” sahutnya membuat sudut bibir Monica terangkat, ia tersenyum sinis.

“Omong kosong!” umpatnya.

“Sungguh. Kedatanganku ke sini justru ingin menyelamatkanmu,” ujar Nathan membuat Monica tak bisa menahan tawanya.

“Menyelamatkanku dari apa? Apa kau adalah reinkarnasi dari pahlawan super di masa lalu? Jangan membuatku sakit perut dengan lelucon anehmu.”

Sekarang Monica yang duduk di bibir ranjang sembari memegang perutnya. Baru kali ini ia mendapat pelanggan yang suka membual. Nathan menatap lekat wajah Monica, membuat gadis itu mendadak terdiam.

“Aku tahu kau pasti ingin terbebas dari tempat ini ‘kan? Aku ingin membawamu pergi dan memulai hidup baru,” ucapnya meyakinkan.

“Mau sampai kapan kau berada di sini? Kau tertekan dan aku tahu itu,” lanjutnya lagi. Monica memutar bola mata malas, meski sedikit tertarik tapi ia tak boleh terjebak. Monica tahu betul bahwa semua ada timbal baliknya, mustahil ia menawarkan kebebasan tanpa meminta imbalan yang entah apa.

“Apa yang kau inginkan dariku?” Monica bertanya dengan suara datar, memalingkan wajah dan berdiri membelakangi.

Nathan sedikit kagum, ia pikir semua wanita yang ada di tempat ini hanya memikirkan kesenangan tanpa berpikir kritis, dan Monica satu-satunya wanita yang ia pikir cerdas. Kedua tangan dimasukkan ke kantong celana.

“Menikahlah denganku!”

Monica terdiam sebentar, kemudian tersenyum miring.

“Sudahi kegilaanmu, Tuan Nathan yang terhormat! Kau baru saja melamar seorang pelacur. Benar-benar tidak masuk akal. Jika memang tak ingin dilayani, pulang dan biarkan aku pergi dari sini. Menyebalkan sekali manusia sekarang!” maki Monica.

Ia beranjak bergegas pergi, tapi suara Nathan menahannya.

“Aku sadar sudah melamarmu. Tapi kita berdua akan sama-sama diuntungkan di sini. Dengar! Ibuku sedang sakit, dan wajahmu begitu mirip dengan Arini. Aku yakin setelah melihatmu, kondisinya akan membaik.”

Monica merasa ada yang janggal. Bagaimana bisa Nathan menciptakan berita bohong hanya untuk membujuknya. Wajah yang mirip? Memang benar, setiap manusia memiliki tujuh kembaran di dunia, tapi dalam jarak sedekat ini, itu mustahil. Modus pria memang berbahaya rupanya.

“Dongengmu bagus, tapi aku tidak tertarik. Hadirmu di sini dan berani membayar mahal atasku saja sudah membuatku curiga, apa lagi dongengmu yang sekarang. Sepertinya kau memang sudah merencanakan semuanya, ya?” cecar Monica membuat Nathan terdiam. Ia berpikir keras, menaklukkan Monica ternyata tak semudah itu.

“Baiklah aku akan berkata jujur. Sebenarnya sudah lama aku mencari orang yang mirip dengan Arini, dan ternyata aku menemukanmu di salah satu media sosial, kau bernama Monica, wanita yang menjadi daya tarik tersendiri di tempat ini. Sudah tiga tahun sejak Arini pergi, dan ibu mulai sakit-sakitan.”

Nathan terdiam sebentar, sebelum akhirnya kembali melanjutkan kalimatnya.

“Setelah menikah, aku tak akan menyentuhmu. Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan. Kebebasan, uang, rumah, mobil, semuanya. Dan aku akan mendapatkan kesehatan ibu kembali. Pikirkan lagi, Monica! Aku juga tak tertarik untuk merusak hidupmu lebih jauh.”

“Baiklah jika kau memaksa. Tapi yang harus kau tahu adalah, tidak akan mudah keluar dari tempat ini, Madam punya backingan yang lebih kuat, hidupmu juga akan terancam jika dirimu nekat membawaku keluar,” balas Monica.

Monica memberitahu Nathan tentang rumah Bordil yang tak pernah jadi sasaran para oknum berseragam, tempat yang sangat terjaga dan aman untuk segala macam transaksi haram selain dilayani para wanita panggilan di dalamnya. Monica juga memberitahunya bahwa ada beberapa orang yang juga mencoba kabur, tapi selalu berakhir kembali ke tempat ini dalam keadaan yang sedikit memprihatinkan. Sebegitu besar pengaruh mister A di rumah bordil Madam, juga hubungan gelap yang keduanya jalin membuat Madam dan para pelanggan setianya tetap aman sampai saat ini.

“Kau yakin bisa membawaku keluar dari sini?” tanya Monica ragu.

“Tentu. Ikuti aku!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status