Lily melepas pelukan kakek Roi dan tersenyum lebar. Anak itu merasa senang karena sebentar lagi bisa mewujudkan keinginannya berenang bersama ikan koi.“Cucu kakek cantik sekali, ayo masuk-masuk! Kakek sudah meminta pembantu membuatkan makanan yang enak buat Lily,” ucap Kakek Roi.Risha mensejajari Adhitama yang berdiri tak jauh dari mobil. Risha tampak ragu tapi Adhitama menoleh dan mengajaknya ke dalam.Saat hampir masuk ke rumah Risha dan Adhitama sama-sama menatap Arin dan Rara yang masih berdiri di dekat pintu.Mereka tak saling menyapa.Baik Arin dan Rara tertegun menatap Risha. Segala angan-angan mereka tentang warisan kini hancur lebur.Risha melihat Kakek Roi yang sangat bahagia saat berjalan bersama Lily. Langkahnya terhenti melihat Lily yang juga sangat senang bisa bertemu pria tua itu.“Nona, mari saya perlihatkan kamar yang akan Non Lily tempati,” ucap pelayan sopan.Risha terkejut mendengar ucapan pelayan, lalu mengangguk dan pergi ke kamar Lily yang disebutkan oleh pemb
Tanpa Risha sadari saat mengucapkan kalimat itu ke Arin, Adhitama ternyata menyusul Risha turun dan mendengar apa yang wanita itu katakan. Risha bersikap biasa setelah bicara, dia lantas meninggalkan Arin dan Rara menuju halaman di mana Kakek Roi dan Lily berada. Risha tak peduli dengan konflik ataupun drama di antara keluarga Mahesa. Apalagi jika itu menyangkut harta. Risha pikir Adhitama selama ini hanya memanfaatkannya. Risha membuang napas kasar mencoba untuk merubah suasana hati. Dia tersenyum, menyapa Kakek Roi yang terlihat duduk bersisian dengan Lily sambil memberi makan ikan. “Bunda!” Lily menyapa Risha dan membuat Kakek Roi ikut menoleh. “Bunda, besok bikinin kolam di rumah,” rengek anak itu. Risha mengerutkan kening, dia lantas duduk di samping Lily lalu menggeleng. “Mau dibikin di mana? Sudah tidak ada tempat di rumah,”jawab Risha. “Di kamar aku boleh kok Bund.” "Sekalian aja ternak lele di kamar," balas Risha. Kakek Roi tertawa terbahak-bahak mendengar j
Sementara itu setelah makan malam Risha memilih menemani Lily bermain di kamar. Hingga saat jam menunjukkan pukul sembilan. Risha meminta Lily naik ke ranjang untuk tidur.“Sekarang Lily bobok biar besok badannya kembali segar terus Lily bisa main lagi,” ucap Risha sambil membetulkan letak selimut di kaki Lily.Ranjang milik Lily berukuran kecil dan sempit, sehingga Risha tidak bisa berbaring di dekat Lily. Dia hanya duduk di tepian ranjang untuk memastikan Lily tidur.“Bunda pergi aja sana,” kata Lily tiba-tiba. Padahal Risha baru akan mengambil buku cerita di tas anak itu.“Bunda belum bacain buku cerita buat Lily, kenapa sudah disuruh pergi?” tanya Risha sambil menatap Lily.“Nggak usah, Bunda. Aku bisa tidur kok, nggak usah dengerin buku cerita,” jawab Lily tetap memaksa Risha untuk pergi.Risha bingung mendengar ucapan Lily, apalagi anak itu bersikap tak seperti biasanya.“Sudah sana, Bunda. Bunda ke kamar sama Papa aja.” Lily memaksa agar Risha segera pergi dari kamarnya.Risha
Adhitama menggeleng menolak tuduhan Lily. Dia bingung sekaligus malu karena Lily tahu jantungnya sedang berdebar-debar. Apa ini? Kenapa dia bisa salah tingkah saat seorang anak kecil menanyakan pertanyaan seperti itu padanya? Adhitama tak bisa menjawab pertanyaan Lily, dia hanya diam sambil memandangi wajah anak itu. Hingga Risha akhirnya keluar dari kamar mandi. Risha masih memakai bajunya yang tadi, tapi tampak segar karena sudah mandi. "Bunda!" Sapaan Lily berhasil mencairkan rasa tegang yang Risha alami. Risha lega melihat Lily karena sekarang dia tak harus berduaan bersama Adhitama di kamar. Risha cepat-cepat mengambil baju ganti kemudian masuk lagi ke kamar mandi. Adhitama dan Lily hanya memandangi tingkah Risha, sampai Adhitama bertanya apa Lily tidak mandi juga, karena hari itu mereka harus pergi ke rumah sakit. "Mandi, nanti nunggu Bunda," balas Lily. Adhitama tersenyum tipis, dia mengusap punggung Lily lantas anak itu kembali menyandarkan kepala di dada
Setelah mendengar dan melakukan perjanjian dengan dokter, Adhitama, Risha dan Lily keluar dari ruang pemeriksaan. Risha dan Adhitama menggandeng Lily di tengah, mendengarkan celotehan anak itu dan keinginan Lily yang tiba-tiba saja mengajak pergi ke kebun binatang. "Ayolah, Bunda. Lily mau ke kebun binatang, mau lihat hewan-hewan seperti saat sama Paman Haris.” Lily terus merengek sambil sesekali menghentak-hentakkan kaki. Risha terlihat bingung karena Lily merengek. Bukannya dia tak mau menuruti permintaan Lily, tapi dia terlalu malas jika harus pergi bersama Adhitama. "Papa masih ada urusan, Papa harus bekerja, kapan-kapan saja ya!" Risha menolak dengan halus. Lily menoleh Adhitama, mata cantiknya memandang memelas ke sang papa. "Papa sibuk?" tanya Lily manja. "Tidak begitu," balas Adhitama. Lily merasa memiliki dukungan, dia lantas kembali merengek pada Risha. “Ayolah, Bunda!” Lily terus membujuk bahkan hampir menangis. Risha tak punya pilihan dan berujung m
Risha sejenak mengurungkan niat untuk pergi. Dia menoleh Adhitama yang menatapnya. Bahkan meski terdengar ingin percaya, tapi bagi Risha masih tak ada sorot kejujuran di mata Adhitama. Risha tidak bisa melihat perasaan Adhitama. Mungkin hati Risha sudah mati untuk bisa merasakan juga. "Jadi, apa kamu ingin bilang aku harus menyelamatkan nyawamu dulu supaya kamu bisa bersikap baik padaku?" Risha menatap dingin Adhitama sambil tersenyum sumbang. Risha tergelak ironi lantas kembali berkata," Bahkan kalaupun aku benar-benar pernah menyelamatkan nyawamu, aku tidak akan pernah memintamu untuk bersikap baik padaku sekarang." Risha berpaling pergi meninggalkan Adhitama. Dia mendekati Lily lantas mengajak anak itu kembali berjalan melihat binatang lain. Adhitama sendiri tertegun, dia merasa kejujurannya tentang alasan dibalik sikapnya ke Sevia tak berarti apapun bagi Risha. Adhitama merasa hatinya sakit. Dia frustasi memikirkan cara agar Risha bisa luluh kembali. Sungguh A
Lily tertidur pulas setelah puas dan lelah mengelilingi kebun binatang. Anak itu berada di pangkuan Risha yang tadi baru saja berdebat dengan Adhitama lagi.Risha ingin pergi ke rumah Haris karena sudah berjanji ke kakak angkatnya itu. Namun, Adhitama tak mau mengantar.Adhitama berkata bahwa Lily butuh istirahat untuk tindakan medis yang akan dilakukan besok.Risha mulai kesal menghadapi sikap Adhitama yang mulai menjadikan Lily sebagai alasan, kali ini Risha memang tidak bisa egois karena alasan yang diberikan Adhitama memang masuk akal.“Apapun yang ingin kamu tunjukkan sekarang, aku tetap tidak akan goyah dengan keputusan menginginkan perpisahan,” kata Risha.“Aku tidak akan melepasmu,” balas Adhitama dingin. “Apalagi sekarang ada Lily di antara kita.”Risha tertawa perih.“Apa kamu melakukan ini karena tahu Kakek Roi ingin menyerahkan 50 persen hartanya ke Lily?” tanya Risha. Dia enggan berbasa-basi lagi.Berbeda dari Adhitama, Risha memang lebih terbuka. Selain itu, Risha memilik
Risha diam mendengar Adhitama mengatakan suka padanya. Risha bingung, dia menatap heran pria itu dan malah bertanya apa dia tidak salah dengar.“Sha, aku sudah menurunkan egoku, jadi dengarkan aku!” kata Adhitama.“Kamu bahkan tidak menggunakan kata tolong, ucapanmu itu seperti perintah bukannya permintaan.” Meski menjawab dengan ketus, tapi dada Risha berdebar tak karuan mengingat ucapan Adhitama sebelumnya.“Aku meminta hakku sebagai suami, hak untuk didengarkan,” ucap Adhitama lagi.Risha membuang muka. Bersyukur bukan hak lain yang Adhitama minta.Namun, Risha masih pada pendirian. Dia tidak ingin sedikitpun membuka hati lagi untuk Adhitama.“Berkata menyukaiku tidak akan bisa mengobati rasa sakit yang sudah kamu buat. Menyukaiku juga tidak akan membuatku mengurungkan niat berpisah darimu,” kata Risha. “ Sebenarnya aku datang ke Jakarta tidak hanya untuk memeriksakan Lily, aku juga ingin mengajukan perceraian denganmu,”imbuhnya.“Aku tidak akan pernah setuju, aku tidak akan melepa
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny