Risha yang berdiri di lobi rumah sakit tampak tersenyum saat melihat Adhitama datang. Dia buru-buru mengulurkan tangan saat melihat suaminya itu mendekat. Mereka sepakat memeriksakan calon anak ke dua mereka bersama meski datang menggunakan mobil berbeda. "Aku tidak terlambat kan?" tanya Adhitama. "Tidak!" Risha memberikan senyuman manis ke Adhitama lantas mereka berjalan menuju poli kandungan di mana Risha sudah mendaftar jauh-jauh hari. Risha tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Berbeda saat dulu mengandung Lily, Risha merasa mendapat dukungan penuh dari pria yang dicintainya ini. "Kamu tersenyum terus, apa hal baik terjadi?" Adhitama memandang Risha penuh cinta, kemudian membenarkan hijab Risha yang sedikit kusut di samping muka. "Semua hal baik terjadi padaku setiap hari semenjak aku tahu Mas Tama sangat mencintaiku," balas Risha. "Tapi jujur saja aku bahagia karena hari ini kita bisa melihat adik Lily bersama," imbuhnya. Adhitama merasa hatinya menghangat me
Audrey berada di kantor agensi tempatnya bernaung. Dia tampak berdiri menghadap ke luar jendela sambil bersedekap dada.Tak berselang lama seorang pria masuk dan menyapanya.“Anda seharusnya tidak perlu menerima pekerjaan itu, Pak Adhitama saat ini sedang mencari tahu tentang Anda secara detail.”“Buat dia mendapatkan apa yang dia mau,” balas Audrey.“Maksud Anda?”Audrey memutar tumit menatap dingin pria yang mengajaknya bicara. Pria itu langsung menundukkan pandangan karena takut padanya.“Apa aku perlu mengajarimu? Selama ini kamu sudah lihat sendiri bagaimana caranya aku bertahan sambil menyembunyikan identitas asli, kalau kamu sudah tidak bisa membantuku, lebih baik pergi,” kata Audrey.Pria itu menggeleng menolak ucapan Audrey.“Tapi bukankah kemarin Anda sengaja terluka agar dipecat? Kenapa Anda berubah pikiran? Ini tidak seperti Anda.”Audrey hanya menyipitkan mata, tanpa bicara dia bisa dengan mudah membuat si lawan bicara yang umurnya jauh lebih tua darinya itu buru-buru per
Malamnya Adhitama pulang larut. Adhitama bahkan tak sempat bertemu Lily karena anak itu sudah tidur.Setelah melihat putri kecilnya di kamar, Adhitama kembali ke kamarnya. Di sana Risha baru saja meletakkan teh yang baru saja dia buat ke meja.“Mau aku siapkan air hangat?” tanya Risha sambil mendekat ke arah Adhitama. Dia membantu pria itu melepas kancing kemejanya.“Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri,” kata Adhitama. Dia menyambar bibir Risha dan menciumnya begitu lama.“Mas Tama kangen ya sama aku?” goda Risha saat tautan bibir mereka terlepas.“Banget.” Adhitama kembali mencium bibir Risha, dan kali ini dengan sedikit lumatan hingga lidah mereka saling bertautan.“Sudah, Mas mandi dulu sana.” Pipi Risha sudah bersemu merah. Dia tahu malam itu Adhitama pasti akan mengajaknya mendayung nirwana.Adhitama mengangguk, menyesap sedikit teh yang Risha buat sebelum masuk ke kamar mandi.Sesaat kemudian, Adhitama keluar dengan handuk yang melingkar di pinggang. Dia melihat Risha ber
Pagi harinya Adhitama tampak berhadap-hadapan dengan Audrey di depan. Seperti biasa Audrey datang untuk mengantar Lily ke sekolah. Risha yang melihat menjadi takut jika sampai Adhitama kelewat batas dalam memarahi Audrey. Namun ternyata Adhitama hanya meminta Audrey agar tidak terlalu keras ke Lily. "Maaf Pak." Hanya itu kata yang Audrey ucapkan ke Adhitama. Setelah itu dia mengajak Lily berangkat. Lily sendiri bersikap biasa, bahkan sudah cerewet ke Audrey seperti sebelumnya. Risha yang melihat tersenyum. Dia mensejajari Adhitama lalu berkata," Syukurlah Lily memiliki sifat yang mudah memaafkan." "Dia sepertiku," kata Adhitama sedikit narsis. Risha melebarkan mata, dia hampir saya terbahak mendengar omongan Adhitama. *** Di sisi lain siang itu Alma duduk di meja kerjanya dengan wajah cemas. Dia takut kalau sampai Risha dan Adhitama menceritakan pertemuan mereka di rumah sakit tadi. Alma tidak fokus, pikirannya sudah sampai ke mana-mana. Sampai-sampai Alma terke
Sementara Andre berada di ruang kerja Adhitama, Haris dan Alma pergi keluar untuk bertemu klien. Mereka masih berada di mobil menuju tempat pertemuan. Sesekali Haris menoleh Alma yang diam duduk di sampingnya memandang aspal jalanan lewat kaca depan. Haris merasa tak bisa terus seperti ini hingga berusaha memecah keheningan yang terjadi di antara dirinya dan Alma. “Apa kamu benar-benar pergi ke dokter kemarin?" tanya Haris. "Iya Pak," jawab Alma singkat. "Kalau begitu masukkan saja tagihan pemeriksaanmu ke admin biar nanti diganti," ucap Haris. Alma yang mendengar seketika kaget. Dia menolak dengan berkata biaya yang dia keluarkan untuk periksa tidak sebesar itu. "Lalu apa kata dokter? Apa sekarang sudah lebih baik? Atau kamu masih merasa kurang enak badan?" tanya Haris. “Sudah,” jawab Alma," Setelah minum obat rasanya tidak seburuk kemarin," imbuh wanita itu sambil menunduk. Alma diam-diam meremas ujung blouse yang dipakai karena gugup. Haris hanya mengangguk la
Alma tertegun, dia tak menyangka Haris akan menyatakan perasaan seperti ini. "Pak Haris, saya .... " Belum juga Alma membalas, Haris sudah lebih dulu bicara. "Aku tidak butuh jawabanmu, aku hanya ingin mengungkapkan isi hatiku," kata Haris. "Rasanya lega," imbuhnya kemudian sambil memulas senyuman. Alma terpaku, dia tak bisa berkata-kata dan bingung harus berbuat apa. Mereka tiba di kantor dan langsung menuju tempat masing-masing. Alma hanya bisa memandang punggung Haris yang menghilang setelah masuk ke ruang kerja. Alma bingung, merasa apa yang barus terjadi hanya mimpi. Dia duduk di belakang mejanya kemudian meraih sepucuk amplop yang tadi pagi dia letakkan di dalam laci. "Bagaimana ini? Haruskah aku memberikannya ke Pak Haris?" gumam Alma. *** Sementara di ruangan lain, Risha tak langsung pergi setelah Adhitama dan Andre selesai makan. Dia duduk di sofa, menahan Adhitama kembali bekerja dan bersandar manja ke dada pria itu. "Kenapa? Apa ada yang kamu pikirka
Setelah selesai bermanja-manjaan dengan Adhitama, Risha lantas pamit pergi. Namun, baru beberapa langkah, Risha buru-buru mengurungkan niat. Dia menghubungi Haris lebih dulu dan menanyakan apa pria itu sibuk. Haris menjawab belum ada pekerjaan yang mendesak, hingga Risha mengajaknya untuk bertemu. Namun, bukannya meminta Risha datang ke ruangannya, Haris meminta adik angkatnya itu menunggu di kafe dekat kantor. Risha awalnya merasa aneh, tapi setelah Haris datang dan langsung memesan makanan, dia tahu kalau pria itu belum makan siang. "Kita bisa pergi ke restoran atau tempat makan, kenapa memilih di sini? Makanan kafe tidak begitu enak," kata Risha. "Tidak apa-apa yang pasti bisa mengganjal perut dan aku tidak sampai terkena sakit maag," jawab Haris dengan nada candaan. Risha yang mendengar tertawa kemudian membalas," Makanya cepat cari pasangan supaya ada yang memperhatikan Kak Haris untuk hal-hal kecil semacam ini." Haris hanya tersenyum tipis, dia kembali menyantap m
Hari berganti tapi Adhitama terus memikirkan permintaan Risha. Bahkan sebelum berangkat tadi wanita itu mengingatkannya untuk bicara ke Andre lagi.Hingga Adhitama memutuskan memanggil Andre dan Haris untuk datang menemuinya di rooftop gedung Mahesa setibanya dia di sana.Andre dan Haris yang datang bersamaan terkejut saat tahu mereka sama-sama diundang Adhitama.Mereka bingung sampai menatap pada Adhitama yang sudah menunggu.“Apa yang sebenarnya mau kamu lakukan?” tanya Haris.“Iya, Pak. Sebenarnya ada apa ini? Pak Tama tidak akan melakukan sesuatu pada saya, kan?” tanya Andre panik.Tatapan Adhitama beralih ke Andre, lalu berkata, “Memangnya kamu pikir aku akan berbuat apa? Kamu bicara seolah kamu orang penting saja.”Andre langsung melipat bibir mendengar ucapan Adhitama,“Ada apa sebenarnya? Kenapa harus bicara di rooftop?” tanya Haris lagi.Adhitama menatap Haris dan Andre bergantian, lalu menjawab, “Risha ngidam.”Haris dan Andre terkejut sampai melongo.“Lalu, apa hubungannya
Alma tak menyangka Haris akan menahannya di rumah pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan mengikuti apa keinginan Haris. Bahkan seperti apa yang pria itu katakan, sudah ada banyak baju untuknya di sana.Meskipun agak canggung kepada pembantu rumah, tapi Alma mencoba untuk bersikap baik.Seperti pagi itu, dia bangun pagi lantas pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.Awalnya pembantu rumah Haris kaget bahkan memohon Alma untuk tidak melakukan itu. Namun, Alma bersikeras, dia berkata tidak mau menumpang dan makan secara cuma-cuma di sana.“Sudah sewajarnya, karena Mba Alma calon istri Tuan Haris.”Ucapan pembantu membuat Alma menghentikan gerakan tangannya memotong wortel, dia menoleh karena kaget.Bagaimana bisa pembantu rumah tahu kalau dia calon istri Haris?“Apa Pak Haris bilang aku ini calon istrinya?” tanya Alma setengah tak percaya.“Iya, dia bahkan meminta kami menjaga Mba Alma seperti menjaga keluarga sendiri,” kata pembantu itu. “Syukurlah kare
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di