Sementara itu Kakek Roi tampak memperhatikan dari jauh, melihat Adhitama yang pergi membawa Sevia, sedangkan Risha malah pergi bersama Haris.Tentu saja hal itu membuat Kakek Roi bingung. Dia hendak menyusul Risha, tetapi Arin mencegah langkahnya.“Papa mau ke mana?” tanya Arin menghalangi langkah Kakek Roi.“Aku ingin melihat kondisi Risha, dia seperti tak baik-baik saja,” jawab Kakek Roi. Arin melirik ke arah pintu keluar, lantas kembali memandang Kakek Roi.“Papa tidak bisa meninggalkan pesta begitu saja, bagaimana reaksi para tamu jika Papa pergi? Aku yakin Risha baik-baik saja, lagi pula dia juga bersama kakaknya. Papa tetaplah di sini,” ucap Arin membujuk.Kakek Roi memandang ke pintu keluar dengan ekspresi cemas, tetapi akhirnya dengan terpaksa tetap tinggal di pesta meski dengan banyak pikiran macam-macam.Di luar hotel, Haris membawa Risha masuk ke dalam mobil, dia cemas melihat Risha yang kesakitan sambil memegangi perut. “Kamu baik-baik saja? Apa sangat sakit?” tanya Hari
Adhitama memejamkan mata dan mengatur napasnya.Wajar Risha mengabaikannya, ia meninggalkan istrinya begitu saja di pesta.Namun, ia juga tidak bisa membiarkan Sevia kesusahan bernapas seperti tadi.Adhitama tidak senang berada di situasi seperti ini. Ia harus pulang, ia harus bertemu Risha.Adhitama bangkit dari duduknya dan kembali masuk ke ruang perawatan Sevia. Dia melihat wanita itu masih berbaring meski tidak memejamkan mata.“Kamu istirahat dulu di sini sampai benar-benar pulih. Aku tidak bisa menemanimu. Aku harus kembali,” ujar Adhitama datar.Sevia mengangguk pelan, tidak bisa menahan Adhitama di sana, dia takut kalau pria itu benar-benar marah kepadanya.“Iya, tidak apa-apa,” balas Sevia patuh. Adhitama hendak berbalik pergi, tetapi tertahan ketika mendengar Sevia berkata, “Mas Adhitama, pasti tidak akan cerita yang sebenarnya pada Kakek Roi, ‘kan? Aku tahu kalau Kakek Roi sangat menyayangi Kak Risha.”Alis Adhitama berkerut samar.“Mas Adhitama pernah cerita seperti itu,”
Adhitama memilih pergi saat mulut Arin tak lagi mengeluarkan kata-kata untuk menjawab.Adhitama bergegas pulang, ia harus bertemu dengan Risha di rumah. Namun, Adhitama lupa, Risha tidak ada di rumahnya. Adhitama memandang ruang tamu rumah sesaat setelah pembantu membukakan pintu.Tidak mendapati Risha di sana, perasaannya suram. “Apa mungkin dia pulang ke apartemen?” Adhitama bergumam lirih, hingga pembantunya mengira dia sedang memberi perintah."Maaf, Tuan?"Adhitama menoleh, menatap datar pembantunya kemudian meminta pembantu itu kembali beristirahat karena hari sudah malam.Adhitama menaiki anak tangga menuju kamar, tangannya melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya. Punggungnya yang tegap tampak sedikit membungkuk seolah ada beban yang menekan pundaknya.Adhitama membuang dasi sembarangan lalu melepas jas yang dipakai. Pikirannya melayang, memikirkan ucapan Sevia. “Apa mungkin Risha berbuat sejauh ini hanya untuk bercerai dariku?”Adhitama menggelengkan kepala. Pikirannya
Sudah lewat tiga hari dari pesta Kakek Roi dan hari itu Adhitama pergi ke kantor seperti biasa.Meskipun masih tak ada kabar dari Risha, tetapi Adhitama tidak memiliki waktu untuk memikirkan masalah rumah tangganya.Lagipula semenjak saat itu Risha selalu pergi darinya. Mungkin istrinya ingin waktu sendiri. Jadi, saat ini, Adhitama akan membiarkan Risha untuk menenangkan dirinya, dan jika sudah waktunya, Adhitama yang akan menjemput Risha.Saat ini, ia harus kembali bekerja. Adhitama sangat disiplin, memiliki masalah, tetapi tetap bisa fokus bekerja.Dia bergelut dengan dokumen yang perlu diperiksa saat Andre tiba-tiba membahas hal di luar pekerjaan setelah meminta tanda tangannya. “Pak, Pak Haris masih tidak masuk kantor, padahal ini sudah tiga hari,” ucap Andre.Tangannya berhenti di salah satu dokumen mendengar ucapan Andre. Sekarang, yang disampaikan Andre membuat Adhitama agak gelisah.“Jika tidak ada lagi yang akan kamu bahas, kamu boleh pergi,” balas Adhitama tak acuh.Namun,
Risha saat ini sedang duduk di atas ranjang pesakitan rumah sakit. Risha memandang lurus ke jendela, tetapi tatapannya tampak begitu kosong, bahkan wajahnya juga terlihat sangat pucat.Haris yang baru saja menemui dokter mendekat melihat Risha yang terus melamun.“Istirahatlah agar kondisimu semakin membaik,” ucap Haris.Risha hanya diam, setelah beberapa saat kemudian menoleh karena Haris menyentuh tangannya. Dia menatap sendu, terlihat jelas banyak kesedihan dan kepedihan dari pancaran mata Risha.Haris tidak tega melihat kondisi Risha. Adik angkatnya itu sekarang tak ceria dan tak selalu tersenyum seperti dulu.“Bawa aku pergi dari sini, Kak, terserah mau ke mana asal bisa pergi dari sini,” pinta Risha dengan tatapan memelas.“Tapi kondisimu belum stabil, tunggu kesehatanmu pulih, ya.” Haris mencoba membujuk.Risha menggeleng dengan air mata yang menggenang di pelupuk.“Aku merasa sesak di sini,” lirih Risha seperti menahan sakit.Haris benar-benar tak tega melihat kondisi Risha
Risha masih mencoba mengendalikan rasa sesaknya. Mengatur emosi yang didominasi oleh rasa sakit dan kecewa hingga akhirnya ia bisa sedikit tenang.Perlahan Risha melepas pelukan Haris, menyeka air mata yang membasahi paras cantiknya. “Aku memang sangat benci dengan segala sikap dan perlakuan Mas Tama. Tetapi, aku juga tak bisa memungkiri kalau aku benar-benar mencintainya. Dia adalah cinta pertamaku, satu-satunya pria yang aku cintai,” ucap Risha lirih. Haris hanya diam mendengar ucapan Risha. Dia tahu kalau Kakek Roi dan Kakek Risha memang bersahabat sejak lama, bahkan dulu mereka sering sekali bermain golf atau sekadar minum kopi bersama sambil membawa Adhitama dan Risha saat mereka masih kecil.Haris sendiri masih tak menyangka jika Risha bisa jatuh cinta pada Adhitama sedalam itu. Dia juga masih ingat hari di mana Risha berkata padanya bahwa sangat bahagia dijodohkan dengan Adhitama.Kini Haris tahu alasan Risha memilih bertahan sejauh ini, meski pada akhirnya sekarang Risha ber
Saat Risha tiba di rumah orang tuanya bersama Haris, ia duduk cukup lama di tepian ranjang, memandang meja kerja yang ada di kamarnya.Risha berjalan mendekat lalu membuka laci yang ada di sana. Dia melihat kotak berwarna cokelat tergeletak apik di laci itu.Risha mengeluarkannya kemudian membuka, dia melihat foto-foto masa kecilnya juga beberapa benda lain. Risha tersenyum kecil melihat foto-foto masa kecil yang membahagiakan, meskipun air mata ikut menetes bersamaan dengan senyumnya.Risha melihat dirinya dan Adhitama di dalam foto itu. Di sana mereka masih kecil.Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Ia senang menatap foto itu, namun gurat kepedihan juga ada di dalam tatapan matanya.“Ternyata waktu berlalu begitu cepat,” gumam Risha dengan senyum getir di wajah.Risha ingat pertemuan pertama mereka saat dia berumur delapan tahun sedangkan Adhitama berumur sebelas tahun. “Kamu dulu sangat baik dan perhatian,” gumam Risha menambah rasa pedih yang menyiksa di rongga dada.Sikap Ad
Malam itu Adhitama masih lembur di kantor. Dia mengecek beberapa berkas yang masih bertumpuk di meja kerjanya.Sudah beberapa hari ini, ia lebih memilih menghabiskan hari-harinya di kantor. Ia tidak ingin pulang ke rumah di mana hanya para pembantunya yang menyambutnya.Saat Adhitama masih fokus bekerja, ponsel Adhitama berbunyi. Ada nama Ayah tertera di sana. Pria itu mengambil ponsel dan mendekatkannya ke telinga. “Ada apa, Pa?” ‘Kakek memintamu datang ke rumah. Datanglah sekarang!’ perintah Roshadi dari seberang panggilan.Adhitama mengerutkan kening mendengar perintah Roshadi. “Aku sibuk, Pa.”‘Jangan keras kepala! Cepat ke sini!’Adhitama cukup terkejut mendengar Roshadi berbicara agak memaksa. Namun, ia tidak ingin membuat ayah dan kakeknya mungkin akan memarahinya lagi atas sikapnya belakangan ini, jadi ia lebih baik menuruti permintaan ayahnya untuk pulang.Saat ini ia sedang tidak berada dalam suasana hati yang baik. Adhitama tidak ingin menambah pikiran dengan menerima amuk
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny
Di sisi lain, Risha dan Adhitama pergi mengantar Lily ke sekolah. Risha menoleh Lily yang duduk di bangku belakang, sedikit ragu untuk bicara. “Nanti Bunda sama Papa tidak bisa jemput Lily, jadi Kakek Roshadi yang jemput, ya.” Risha berpesan lebih dulu agar Lily tidak bingung. “Iya,” balas Lily tanpa bertanya Risha mau ke mana. Risha mengusap lembut rambut Lily lalu mencium kening anak itu. Setelahnya dia melambai pada Lily yang sedang masuk ke gedung sekolah. Risha dan Adhitama meninggalkan sekolah Lily, mereka pergi ke rumah sakit sesuai dengan jadwal yang diberikan dokter. Risha sudah mendapat kamar karena mendaftar lebih dulu sebelumnya. “Mas Tama kalau mau pulang tidak apa-apa, misal mau kerja atau apa. Aku tidak apa-apa di sini sendirian,” ucap Risha setelah berada di kamar inap. “Tidak, aku mau di sini menemanimu,” balas Adhitama. “Tindakannya masih nanti sore, jadi semisal Mas Tama ingin mengurus pekerjaan dulu juga tidak apa-apa,” ucap Risha lagi. “Tadi pag
Pagi itu Alma datang ke perusahaan untuk mengemasi barang-barangnya. Dia melihat beberapa rekan kerjanya masih seperti kemarin, menatapnya sinis, tapi Alma tidak peduli.Alma bergegas menuju ruang kerjanya, fokus membereskan barang-barang. Saat dia masih memasukkan barangnya ke kardus, Haris tampak datang dan langsung membantunya.“Biar aku saja,” kata Alma sambil meraih barangnya dari tangan Haris.“Tidak apa-apa,” balas Haris. Pria itu tersenyum dan bersikeras tetap ingin membantu.Alma tidak bisa mengelak, akhirnya dia membiarkan Haris membantu mengemas barang-barang miliknya.Saat sedang membereskan barang, ponsel di meja Alma berdering. Alma agak tak enak hati saat melihat nama Andre terpampang di sana.“Jawab saja,” kata Haris saat melihat Alma seperti berpikir.Alma mengangguk lalu menjawab panggilan dari Andre.“Halo," sapa Alma.“Aku diberitahu kalau kamu diminta datang ke ruang HRD,” kata Andre dari seberang panggilan."Oh iya, terima kasih sudah memberitahuku,” balas Alma,
Siang itu Audrey menjemput Lily di sekolah seperti biasa. Audrey memandang pada Lily yang baru saja masuk mobil. “Sudah,” kata Lily setelah memasang seatbelt. Anak itu tersenyum ke Audrey lalu duduk anteng di kursinya. Audrey mengangguk lalu mengemudikan mobil meninggalkan area sekolah. Dia menoleh pada Lily yang duduk di sampingnya dengan tenang. Audrey mengerutkan kening, tak biasanya Lily diam seperti ini, biasanya anak itu banyak bicara menceritakan apa yang dia lalui di sekolah hari ini. Audrey menepis pikirannya, untuk apa dia peduli pada perasaan anak kecil. “Lily." Audrey akhirnya mulai bicara. “Iya," balas Lily sambil menoleh ke samping. Sejenak wajah polos Lily membuat Audrey berpikir untuk mengurungkan niatnya. “Aku akan pergi dan tidak akan bisa menjadi pengawalmu lagi,” kata Audrey berterus terang. Lily sangat terkejut. Anak itu mengerutkan kening karena bingung. “Kenapa?” tanya Lily, “apa Lily nakal?” “Tidak, aku memang harus pergi,” ujar Audrey tan
Saat malam hari, mereka mengadakan acara barbeque-an di depan villa. Lily asik bermain bersama Audrey. Mereka berjongkok sambil melihat sesuatu di tanah, entah apa yang sedang diamati Lily. Adhitama hanya bisa memandang dan mengamati Lily yang sedang main bersama Audrey. Dia dan yang lain berada di satu meja. “Kapan Kak Haris akan menikahi Alma?” tanya Risha sambil memandang Haris dan Alma bergantian. “Secepatnya,” jawab Haris, “aku juga akan mengajak Alma pindah ke rumah, tapi bagaimana? Itu masih rumah orang tuamu,” imbuh Haris. “Ya, pakai saja. Asal Kakak tidak menjualnya, tidak masalah bautku jika terus kakak tempati, atau ambil saja aku bisa minta rumah ke Mas Tama," balas Risha dengan nada candaan. Haris dan yang lain tertawa. “Sepertinya Lily sangat dekat dengan Audrey,” kata Haris sambil mengamati Lily yang kini sedang berlarian di sekitar pohon besar yang terdapat di depan villa. “Ya, mungkin karena Lily menganggap Audrey sebagai kakak. Umur mereka selisih sekitar li