Siang itu Sevia terlihat gelisah karena tidak mendengar kabar dari Anwar sejak kemarin. Dia ketakutan dan cemas jika sampai Anwar gagal lalu malah menyeret namanya. Sevia juga sudah mencoba menghubungi pria itu, tapi nomornya tidak aktif sampai membuatnya semakin panik. Akibatnya Sevia sampai tidak fokus bekerja, dia bahkan sampai terkena marah Tere. “Kamu ini kenapa, sih? Kamu tahu nggak? Kamu sudah melakukan banyak kesalahan seharian ini!” amuk Tere saat mereka ada di mobil untuk pulang. Sevia hanya menatap datar ke Tere dan tak menunjukkan kegelisahannya sama sekali. “Aku yang kena omelan orang PH dan dibilang nggak becus ngurus kamu!” Tere benar-benar tak habis pikir karena pekerjaan Sevia semakin hari semakin berantakan. Tere terus mengomel sepanjang perjalanan sampai lelah karena Sevia tidak menanggapi satu pun rasa kesalnya. Hingga Tere membahas sesuatu setelah beberapa saat yang lalu tampak membaca pesan di ponselnya. “Ada berita yang menyebut kalau Pak Adhitama ke
Setelah pergi mengantar Lily menemui Risha, Haris berangkat bekerja seperti biasa. Namun, sayangnya dia tidak berkonsetrasi sama sekali sampai membuat Alma harus bolak-balik mencetak beberapa dokumen karena Haris selalu salah membubuhkan tandatangan. Alma masuk ruangan Haris membawa dokumen yang ketiga kalinya dia cetak. Dia menatap Haris yang sepetrti melamun, lalu berjalan mendekat ke meja Haris untuk meminta tandatangan. “Ini berkasnya, Pak. Tandatangannya di sini, ya.” Alma sampai menunjuk ke tempat yang harus ditandatangani agar Haris tidak salah tandatangan lagi. Kali ini Alma memilih menunggu untuk memastikan Haris tak salah lagi. Haris menatap sekilas ke Alma, lalu menandatangani berkas itu. Alma merasa lega, sekarang sudah benar dan dia tidak perlu kembali mencetak dokumen itu. Alma menutup berkas itu dan hendak membawanya keluar, tapi melihat Haris yang wajahnya murung membuat Alma penasaran. Dia merasa perlu menanyakan tentang kondisi atasannya ini. “Apa An
Adhitama sangat terkejut mendengar ucapan Risha. Dia malah bingung harus bagaimana karena Risha tiba-tiba berkata mau membuat adik untuk Lily. “Tunggu sebentar, aku belum siap. Aku takut tidak bisa melakukannya dengan baik,” ujar Adhitama. Risha mengulum bibirnya mendengar ucapan Adhitama. Dia tiba-tiba saja merasa malu. “Em ... itu, ya nggak sekarang juga,” balas Risha, “lagi pula kamu masih sakit.” Adhitama terlihat salah tingkah, begitu juga dengan Risha. Keduanya sama-sama malu seolah hal itu baru pertama kali akan mereka lakukan. “Aku mau masak dulu, tolong jagain Lily. Takut dia bangun dan menangis lagi,” ujar Risha karena bingung harus bagaimana. Adhitama hanya mengangguk, lalu menatap Risha yang pergi. Saat Risha sudah keluar dari kamar. Adhitama mengumpat dalam hati karena geram dengan ucapannya sendiri. Dia merutuk karena tidak tepat merespon ucapan Risha. Adhitama menatap Lily yang tidur, hingga berpikir jika sudah waktunya Lily memiliki kamar sendiri. A
Pagi itu kediaman Adhitama kembali seperti empat tahun yang lalu, bedanya kini ada suara riang dari gadis kecil yang selalu membuat seisi rumah bahagia, juga kehangatan yang lebih terasa. Adhitama baru saja keluar dari kamar mandi, dia senang mendapati Risha sibuk mengambilkan baju ganti untuknya. "Lily di mana?" tanya Adhitama sambil mengeringkan rambut. "Tadi aku antar ke bawah dulu, katanya mau minum susu," balas Risha. Dia menoleh sebentar dan tampak malu melihat Adhitama bertelanjang dada. Risha menggelengkan kepala pelan. "Minggu lalu belum pakai yang ini 'kan?" tanya Risha seraya memperlihatkan setelan jas ke Adhitama. "Harusnya Mas Tama ikut caraku menyusun baju-baju supaya dalam minggu itu nggak pakai baju yang sama dua kali." Risha bicara lagi. Risha meletakkan jas Adhitama ke atas ranjang setelah itu berniat mencarikan suaminya dasi dengan warna yang serasi. Namun, tak Risha duga Adhitama lebih dulu merapatkan tubuh dan memeluknya dari belakang. Risha ka
Sementara itu setelah Adhitama berangkat ke kantor tadi, Risha mengajak Lily pergi ke rumah Kakek Roi untuk menitipkan anak itu di sana.Kakek Roi tentu tidak akan menolak permintaan tolong Risha, karena kedatangan Lily jelas akan membuat suasana rumah menjadi sangat ceria.Risha dan Kakek Roi kini duduk di ruang keluarga membahas soal kondisi Adhitama, sedangkan Lily sendiri bermain di depan bersama pembantu.“Kondisi Mas Tama sudah jauh lebih baik, jadi Kakek tidak perlu cemas,”ujar Risha menjelaskan. “ Bahkan Mas Tama sudah memaksa masuk kerja,” imbuhnya.Kakek Roi bisa bernapas lega mendengar cerita Risha. Pria tua itu mengangguk-angguk dengan wajah penuh syukur.“Baguslah, dengan begini aku bisa tenang,” balas Kakek Roi. Pria itu mempersilahkan Risha meminum teh yang baru saja pelayan sajikan sebelum bicara lagi.“Kamu sendiri bagaimana, Sha? Apa kamu masih ingin tinggal di Jogja? Bagaimana kalau tinggal di rumah ini saja?”Risha terkejut mendengar tawaran Kakek Roi, hampir saja
Sevia pergi ke gedung Mahesa Grup setelah mendengar cerita Tere tentang Adhitama yang memutuskan kontraknya menjadi Brand Ambassador. Wanita tak tahu malu itu cuek dengan banyaknya orang yang menatap padanya. Dia berjalan santai melewati meja resepsionis begitu saja dengan gaya angkuh dan sombong. Namun, Sevia tak menduga ternyata resepsionis itu tidak tinggal diam. Si resepsionis mengejar lalu menghentikan langkahnya. “Apa maksudnya ini? Apa kamu berani padaku?” Sevia menghardik sambil menatap kesal. “Maaf, Anda mau menemui siapa?” Resepsionis itu bertanya dengan sangat sopan meski tahu kalau Sevia pasti ke sana mencari Adhitama. Sevia tertawa hambar mendengar pertanyaan resepsionis, lantas membalas, “Apa aku perlu menjelaskan padamu?” Resepsionis itu masih memulas senyuman ramah kemudian menjelaskan, “Begini Bu, Pak Adhitama bilang kalau beliau hari ini hanya akan menemui orang yang sudah membuat janji dengannya. Jadi, jika Anda belum membuat janji, lebih baik Anda memb
Saat pintu terbuka, tidak hanya Risha yang kaget melihat pemandangan di ruang kerja Adhitama. Andre yang berdiri di sebelah Risha bahkan membungkam mulut menggunakan sebelah tangan.Mereka syok menyaksikan apa yang sedang Sevia dan Adhitama lakukan.“Risha!” Adhitama mendorong tubuh Sevia menjauh. Wajahnya merah menahan amarah dan takut jika Risha kecewa.“Ini tidak seperti apa yang kamu lihat,” kata Adhitama.Risha diam, tangannya mengepal erat di sisi badan.Pikiran Risha sejenak kosong, beruntung dia tidak sampai limbung atau pingsan.Tidak!Tidak mungkin Risha jatuh hanya karena melihat hal semacam ini. Risha terlalu kuat jika hanya untuk menghadapi ular betina seperti Sevia.“Kamu bisa meninggalkan kami,” kata Risha ke Andre lalu melangkah masuk.Tatapan mata Risha tertuju pada Adhitama kemudian Sevia yang terlihat jelas di matanya sedang tersenyum miring.Risha menghentikan langkah, dia kemudian menoleh Andre dan memberi perintah ke sekretaris Adhitama itu,” Tolong, tutup rapat
Adhitama menggeleng, sedangkan Risha masih saja menatap curiga. “Aku benar-benar tidak pernah bersentuhan dengan Sevia,” ucap Adhitama. Kini dia berusaha sebisa mungkin menjelaskan pada Risha untuk menghindari kesalahpahaman. “Tidak pernah bersentuhan apa? Niki pernah mengirim foto Mas Tama sedang memapah Sevia masuk klinik!” bantah Risha yang kesal. "Aku bahkan sempat berpikir dia hamil." Adhitama diam mendengar ucapan Risha, dia ingin menceritakan kebodohannya, tapi urung dan malah berakhir menyipitkan mata curiga. “Kamu memata-mataiku?” tanya Adhitama penasaran. “Buat apa mata-matain Mas Tama! Tidak usah mengalihkan pembicaraan, Mas mengelak karena tidak mau disalahkan!” amuk Risha. “Sekarang maunya Mas Tama bagaimana?” tanya Risha dengan nada suara tinggi. Belum juga Adhitama membalas, tapi Risha sudah ingin berdiri. Menyadari hal itu Adhitama tak tinggal diam dan langsung mencekal pergelangan tangan Risha. Adhitama masih mendapatkan tatapan kesal dari Risha, kemudian wanit
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny