Melihat Melani memperhatikan arah Liam, begitupun dengan Grace. ia melihat Liam yang sering melirik jam tangannya, seolah memberikan kode pada Grace untuk segera bergegas.Grace pun menganggukkan kepalanya.“Iya, dia orangnya, Kak.”Entah mengapa Melani malah menghela napasnya dan memperhatikan Grace kembali. Saat itu Grace tidak memiliki banyak waktu untuk berbincang-bincang lebih lama dengan Melani.“Kak, aku benar-benar minta maaf atas semua kesalahan dan tindakan selama kerja di sini, dan terima kasih banyak sudah menganggap Grace sebagai adik kakak sendiri. Mulai hari ini Grace tidak bisa lagi kerja di sini, Kak.”“Sebenarnya kakak sudah nyaman kamu kerja di sini. kalau begini, kakak jadi sulit mengetahui kondisimu.”“Bagaimana lagi, Kak. Mungkin nanti suatu saat aku bisa bebas dari sana.”Melihat gerak gerik Liam yang sudah tak tenang menatap Grace, kini perlahan Grace berpamitan. Mereka sempat berpelukan dahulu sebelum akhirnya Grace meninggalkan toko tersebut. Setelah Grace s
Liam pun menjawab panggilan telepon tersebut. “Bicaralah,” Liam menyuruh Grace berhenti bicara karena ia sedang menjawab panggilan telepon yang tampaknya dari kantor.[“Tuan hari ini ada pertemuan dengan beberapa CEO Mancanegara, apa Tuan ingat jadwal tersebut?”]“Pukul berapa?”[“Pukul 08.00 pagi ini, Tuan. Undangannya juga tertera untuk 2 orang, apa saya perlu menemani Tuan Liam?”]“Tidak usah, kirimkan saja alamatnya sekarang.”[“Tunggu Tuan, ini sepertinya memang mengharusnya 2 orang yang mendatangi caraa tersebut.”]Sepertinya sekretaris Liam tampak memaksakan jika Liam harus menghadiri acara tersebut tidak hanya seorang diri, tujuannya pun ingin dirinya ikut bersama Liam.Akan tetapi, panggilan telepon tersebut segera mungkin dimatikan oleh Liam. Padahal sepertinya sekretaris pribadinya masih ingin berbicara.Grace masih memandangi Liam diam di tempat tidur, ia juga hendak berbicara lagi namun Liam sudah lebih dahulu berbicara padanya.“Jangan dilanjutkan bicaramu, aku sibuk.
Siapa yang bisa menyangka akan mengalami perubaha drastic seperti yang Grace alami? Bahkan Grace sendiri pun tidak pernah menyangkanya.*** Kali ini Grace dan Liam sudah memasuki ruangan. Di sana sudah banyak CEO luar negeri yang hadir, dan sepertinya acara juga akan segera dimulai.“Liam, oh my God, long time no see you.”“Ya, I think so.”“Is this your wife?”“You right, she is my wife. You can call her Grace,” ujar Liam yang mengenalkan Grace pada temannya tersebut.Secara spontan Grace turut tersenyum manis untuk memberikan sapaan pada teman suaminya tersebut.“A beautiful name, according to your wife’s face, liam.”“Thank you, she is beautiful,” timpal Liam yang mmebuat Grace tersipu malu.Belum pernah Grace mendengarkan Liam memujinya sekalipun, entah kali ini dikatakan secara tulus atau tidak oleh Liam, namun Grace tetap cukup senang mendengarnya.“Thank you very much,” ucap Grace yang malu menerima sanjungan-sanjungan dari rekan kerjanya Liam. Acara sudah dimulai dengan
Grace segera bergegas ke kamarnya untuk mencari dompet miliknya, setelah itu ia pun terburu-buru keluar dari kamar. Anak tangga dari lantai 2 dengan cepat ia turuni.Saat itu, Liam yang berjalan dari pintu masuk menuju ruangan tengah, Grace segera menghampirinya.“Ini uang kamu, aku kembalikan 2 kali lipat!”Uang seratus dua lembar ia berikan di depan wajah Liam. Jelas saja Liam pun bingung dengan kekesalan Grace.“Aku sudah bilang jangan dikembalikan, uangku berhamburan daripada ini.”“Tapi kamu bakal minta yang berlebihan dari ini kan?”“Bisa masak?” tiba-tiba pertanyaan ini muncul dari Liam.Grace pun menganggukkan kepalanya, “Ambil uang yang tidak seberapa ini, lalu masaklah untukku.”“Ini beneran?” Grace seakan tidak percaya.“Cepatlah, 1 jam lagi aku harus pergi.”“Mau makan apa?”“Apa pun.”Setelah mengatakan hal tersebut Liam pun masuk ke ruang kerjanya. Begitu juga dengan Grace yang mulai ke dapur, melihat bahan masakan yang kiranya dapat ia gunakan. Sayangnya, di rumah
Pagi itu Grace sudah siap berangkat menuju rumah sakit, beruntungnya tidak ada Liam. Jika ada mungkin saja ia akan dimarahi oleh Liam. Saat itu Liam akan berangkat bersama pengawal Liam. Ia segera menuju depan rumah untuk bersiap magang pertama kalinya. “Mau berangkat sekarang, Bu?”“Iya.”Sudah tiba Grace di rumah sakit, Grace segera turun, namun pengawal Liam menghentikannya sebentar untuk bertanya. “Ibu nanti pulang jam berapa?”“Malam, tidak perlu dijemput.”“Tapi Bu, ini perintah dari Tuan Liam.”“Bilang saja sama Tuan kamu seperti yang saya katakan tadi.”“Baik, Bu.”Magang pertama dipenuhi kekesalan, lelah dan pusing memikirkan hidupnya dengan luka yang tidak berkesudahan. Untuk pertama kalinya magang di rumah sakit, namun wajah Grace tidak cukup baik untuk hari ini. ditambah lagi Sisil, yang tidak ada pada 1 rumah sakit tersebut, ia berada di rumah sakit yang lainnya. Maka dari itu ia hanya memendam ceritanya seorang diri saja.Pukul 20.00“Masih di rumah sakit Grace?”
“Aku masih punya juga kartu yang lain.”“Aku tidak mau terlalu berhutang budi denganmu. Setelah ini kamu juga masih mau menyiksaku?” penasaran Grace pun bertanya.“Kalau tidak ada masalah jelas tidak akan.”Grace diam, memandangi jalanan yang panjang menuju rumah dengan memikirkan laki-laki yang ada di sampingnya ini terus menerus membuatnya berpikir setiap hari. Rasanya tiada hari tanpa memikirkan Liam. Bukan berarti Grace sudah terlalu menyukai Liam, akan tetapi ia justru mengkhawatirkan hidupnya akan bagaimana dengan Liam. Sebenarnya ia memang belum siap untuk menjalani rumah tangga dengan siapa pun. Namun, Ibunya tidak akan mengerti apapun yang dirasakan oleh dirinya. Sesampainya di rumah, mereka segera mulai membawa barang-barang yang sudah dibeli. Akan tetapi saat Grace hendak membawanya, Liam tidak mengizinkannya.“Jangan dibawa, Grace.”“Lalu bagaimana semuanya sampai di dalam rumah?”“Nanti pengawal yang akan menaruh di dalam. Bawa yang kamu perlukan saja.”Akhirnnya Gr
Grace sudah sarapan lebih pagi, meski ia ke rumah sakit pada pukul 07.00, alhasil selama dari pukul 04.30 ia hanya sibuk membaca materi karena masa magangnya tidak lama lagi akan berakhir, artinya ia akan mengalami ujian magangnya.Harinya sama seperti biasanya saja, tidak ada yang berbeda. Akan tetapi, hari ini Grace pulang magang lebih cepat sekali dari biasanya, yakni pada sore hari. Ia terlalu sering pulang saat malam hari, padahal masih dalam proses magang.“Aku hari ini pulang lebih cepat, aku pulang naik angkutan umum, tidak perlu dijemput,” ucap Grace di dalam panggilan pada Liam. Ia menghindari masalah dengan mengatakan kepulangannya ke rumah pada Liam.[“Naiklah taksi.”]“Tidak perlu, Liam.”Panggilan itu berakhir, Grace enggan naik taksi seperti yang disarankan oleh Liam. Entah mengapa meskipun Liam terkadang memperlakukan Grace dengan kasar, ia tidak pernah ketinggalan menjemput Grace dan tidak pernah membiarka
Grace terkejut ada Liam di sana, dengan paha ayam terakhir yang ada di mulutnya.“Itu yang kamu bilang tidak lapar?”“Ini karena dipaksa.”“Cepatlah selesaikan, setelah ini pulang.”Tanpa kata apa pun, Grace tetap menghabiskan makanan tersebut. setelahnya ia juga membersihkan dan membereskan benda di atas meja tersebut.“Besar juga kantormu,” celetuk Grace saat mulai berjalan menuju lift untuk menuju lantai bawah.“Bukankah kamu pernah ke mari?”“Tidak pernah, ini baru pertama kali.”“Sekarang mereka melihatmu dengan penampilan seperti ini,” ucap Liam ketika mereka hanya berdua saja di dalam lift.“Tapi aku tidak pakai yang aneh kok.”“Menurut mereka aneh.”“Letak anehnya di mana?”Liam hanya mengangkat kedua bahunya saja. Ia mengatakannya aneh namun tidak menjelaskannya.“Aku tahu.”“Apa yang kamu tahu?”“Tadi sempat dengar mereka
Panggilan telepon dari Liam membuyarkan waktu santainya Grace. Ia segera pergi ke kantor Liam bersama pengawal. Pemandangan kantor Liam sebenarnya cukup bagus, namun tetap saja gendung itu terlalu tinggi, apalagi Grace langka pergi ke sana. “Untuk masuk ke ruangan Tuan itu menggunakan kode, namun hanya beberapa orang yang tahu, mungkin nyonya bisa hubungi Tuan saja.” Pengawal menjelaskan ruangan Liam sangat terjaga.Saat itu Grace sebenarnya enggan menghubungi Liam kembali, yang paling tak diinginkan adalah bentakan dari Liam. Bukan hanya itu saja, apa yang dilakukan Grace selalu saja salah di mata Liam.“Aku sudah di depan ruanganmu.”[“Jangan sampai ada orang lain di sana.”]“Hanya aku sendiri.”Akhirnya tak lama kemudian Grace berhasil masuk me ruangan tersebut. Sudah pasti ruangannya luas dan banyak berkasnya. Panggilan telepon itu terus berlangsung, Liam meminta Grace mencari berkas yang ada di sana. Setelah berkas ditemukan Grace masih harus tetap berada di sana, karena Liam
Liam begitu penasaran dengan apa yang Ayahnya bicarakan dengan Grace. Akan tetapi, meski ia negitu penasaran, ia tidak menanyakan pada Ayahnya langsung sebab Ayahnya pasti tidak akan memberitahunya. Semenjak ada Grace sseolah perhatian Ayahllnya pun cukup besar pada Grace, padahal Liam adalah anak kandungnya. Malam hari sekitar pukul 10 malam, Liam sudah selesai bekerja dari kantor, tanpa menghubungi Grace ia segera berada di halaman rumah sakit. Beruntungnya tak lama Liam di sana Grace memang telah selesai melaksanakan tugasnya. “Aku tak mau debat panjang, katakan apa yang Ayah bicarakan denganmu? “ tanya Liam saat Grace baru saja masuk ke mobil tersebut.“Apa kamu memang sepenasaran itu, Liam?”Liam tidak menjawab namun dari wajahnya memberi arti jika dirinya memang sangat penasaran sekali. “Ayahmu membicarakan kamu, banyak yang dibahas juga tentangmu, bagaimana sikapmu, aku juga menjawab apa yang ada karena Ayahmu tahu itu. Membahas harta atau yang lainnya pun tidak sama sekal
“Kira-kira Tuan kamu sudah pulang belum?” tanya Grace pada supir yang mengawalnya.“Sudah, Nyonya.”Batin Grace sudah menebak jika Liam tidak tahu ke mana pergi dirinya pasti akan mengakibatkan kekacauan di rumah. “Astaga!” Grace teringat sebelum pergi tadi pagi masih meninggalkan berkas yang amat berantakan karena ia belum sempat membereskannya.“Ada apa, Nyonya?”“Oh enggak-enggak.”Begitu sampai, Grace segera memasuki rumah perlahan, takut sekali akan dimarahi oleh Liam. Baru saja membuka pintu, Grace sudah disapa dengan wajah mengintimidasi dirinya. Grace melihat sekeliling, tidak ada lagi berkas yang berserakan, hanya melihat berkas di dalam 1 tumpukan saja.“Jawab pertanyaanku, jangan pura-pura bodoh!”“Dari tempat Ayahmu, apakah itu seperti Ibuku?”“Ayah? Ada urusan apa kamu ke sana? Oh kamu mengadukan semuanya?”Grace menghela napasnya, tidak ada kalimat baik yang keluar
“Saya hanya akan memberikan nilai tinggi pada mahasiswa koas yang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik,” ucap dosen yang menerima laporan tersebut.Satu per satu dipanggil menghadap secara pribadi pada Dosen tersebut, hal itu yang membuat perasaan menjadi tidak karuan. “Sepertinya saya melihat jika laporan ini masih mulus dan mendadak dikerjakan, benar?”Grace menghela napas, ia tidak bisa berbohong. “Maaf, Pak. Laporan saya sempat terbuang karena kelalaian saya, alhasil saya mengerjakannya semalam, namun sesuai dengan data yang saya temukan selama berada di rumah sakit.”“Saya tidak meminta kamu mengucapkan kata maaf.”Grace tidak tahu harus berbuat apa, pikirannya kacau, tidak biasa ia akan seperti ini. Selama ia berkuliah mendapatkan nilai buruk adalah kelangkaan baginya. Ia selalu berusaha lebih dari teman-teman yang lainnya.“Kalau laporan ini tidak saya beri nilai apa kamu siap mengulangi?”Dengan berat hati Grace menjawab, “Saya akan mengulanginya jika apa yang saya
Melihat Grace meninggalkan rumah sesegera mungkin membuat Liam yang baru saja tiba di rumah cukup kesal. Ia baru saja pulang kerja, jika orang yang normal mungkin sebelum membuang berkas tersebut Liam seharusnya bertanya dahulu pada Grace.Berkas yang awalnya berantakan pun tak akan mungkin dirapikan oleh Liam. Ia bergegas memanggil pekerja yang ada di sekitar rumahnya.“Bereskan kamar saya dan bagian depan, jangan buang apa pun haya bereskan saja,” ucap Liam pada pembantu tersebut.Biasanya, pembantu tersebut hanya bekerja untuk para pengawal Liam saja, diberikan tempat tinggal, tidak mungkin pula jika Grace yang akan mengurusnya.Setelah memberikan perintah tersebut, Liam pergi ke depan, melihat para pengawalnya yang sepertinya terlihat bingung dan takut melihat Liam. “Awasi pembantu di rumah.”“Baik, Tuan.”“Siapa yang mengantar Grace pergi?” tanya Liam pada pengawal yang lainnya.Mereka saling tatap, menandakan ada hal yang tidak beres.”Maaf, Tuan, sewaktu kami menanyakan akan
Malamnya Grace penuh dengan tangisan dan kekesalan. Meski begitu pagi harinya harus pergi ke rumah sakit. Akan tetapi ketika pagi telah menyapa, tubuhnya terasa sangat remuk. Ia berusaha untuk berdiri menuju kamar mandi, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Ia mulai kesal jika mengingat kejadian malam tadi yang sudah berlalu.“Sial!” ucap Grace ketika hendak berjalan yang kesusahan. Padahal menurut Grace harusnya biasa saja, karena ketika melihat Ibunya melakukannya dengan sangat sering tak pernah begini. Tak mungkin pula Grace akan menanyakan hal ini pada Ibunya, yang ada Ibunya akan menertawakannya. Pada akhirnya Grace menangis karena sakit, kesal dan merasa hancur. Bisa dipastikan jika dirinya tidak bisa ke rumah sakit. “Jangan menangis terus, Grace. aku pusing mendengarmu menangis sepanjang malam!” “Kamu yang buat aku begini!” Grace sedikit menaikkan nada suaranya dengan tangisannya pula. “Itu hukuman untukmu!” “Itu juga karena kamu tidak mau menjemputku.” “Bukan tida
“1 Jam di sana kamu akan jadi patung, Grace.” “Hah?” dengan kagetnya Grace menjadi salah tingkah. “Mau tidur bukan? Ini kali pertama aku di sini denganmu.” Deg deg! Perasaan yang luar biasa berbeda bagi Grace. ia sangat ketakutan sendiri. Dengan tatapan Liam yang tegas, matanya tajam, tubuhnya kekar, suaranya berat juga.Meski takut dan sangat khawatir, Grace memberanikan diri untuk duduk di tepi tempat tidur tersebut. “Kemarilah,” ucap Liam yang membuat Grace semakin tidak karuan. Pikirannya sangat kacau sekali. Ia tidak mampu berkata-apa, raut wajahnya sudah sangat menjelaskan segalanya. “Aku tidak akan melakukan apa-apa, Grace. berpikir yang jernih.” Anehnya ada perasaan yang berbeda dari Grace. antara kecewa dan juga lega. Pikirannya campur aduk. Ia mengatur napasnya dahulu dan akhirnya bisa mulai berbaraing di pinggir sekali sampingnya Liam. Tampaknya Liam sengaja membuat Grace ketakutan seperti itu, sampai saat ini Grace saja masih tidak bisa menebak bagaimana Liam dalam
Suara klakson mobil yang tak jauh dari sana berbunyi, jelas Grace mengenali mobil tersebut. itu adalah mobil milik Liam, Grace sangat mengetahuinya. Ia tampak khawatir karena di hadapannya daa Reno. Sudah pasti Liam akan salah paham dan pertengkaran terjadi.“Pulanglah dahulu, Reno,” ucap Grace dengan sedikit khawatir.“Kenapa mobil itu jemput kamu?”“Kayaknya begitu.”“Orangtuamu?”“Mungkin,” ucap Grace dengan sedikit senyum canggungnya.“Ya sudah, aku duluan. Selamat malam.”Grace tersenyum dan sedikit mneunduk untuk menunjukkan rasa sopannya pada Reno. Tidak lama kemudian ia segera berjalan dengan cepat menuju mobil tersebut. benar saja di sana memang ada Liam yang sudah mengamatinya dari tadi. Buru-buru Grace masuk ke mobil.“Jangan salah paham dulu, Liam,” ucap Grace mengawali percakapannya dengan Liam.“Aku tidak bertanya apapun.”Wajah bingung dengan perasaan ane
Hari-hari Grace kini akan mulai kembali melanjutkan pendidikan Koasnya. Ia harus sibuk ke sana ke mari lagi, ke kampus dan juga ke rumah sakit. Akan tetapi, kehidupannya tidak jauh berbeda dari yang Grace inginkan, yakni ada sedikit kebebasan yang sama saat ia tinggal bersama Ibunya. Sepulang kuliah ia masih bisa main ataupun berkerja paruh waktu. Namun, saat bersama Liam, ia sama sekali tidak diperbolehkan pergi ke mana-mana setelah dari kampus. Bagi beberapa orang mungkin hal tersebut adalah yang baik, tidak perlu susah payah lagi mencari uang untuk kuliah dan kebutuhannya. Namun, Grace yang terbiasa melakukan semua hal sendiri tidak bisa menerima hal tersebut dengan mudah. Kali ini sudah ke 1 tahun Grace menjalani masa Koas di sebuah rumah sakit. Namun, selama 1 tahun tersebut juga Grace setiap harinya dipenuhi kekhawatiran mengenai janji yang ia buat untuk menyetujui permintaan dari Ayahnya Liam. Sampai sekarang Liam sama sekali tidak menyentuhnya. Sebenarnya ada juga perasaan l