Share

Santet Pengasihan

Author: Hawa Hajari
last update Last Updated: 2021-09-03 20:25:53

“Assalamu’alaikum...” Aku melempar salam di depan rumah Pak Madya.

Kebetulan istri Pak Madya yang keluar, wanita paruh baya berwajah teduh dan berkerudung panjang.

“Wa’alaikumussalam. Oh, Kang Oded. Cari Bapak? Masuk dulu, Kang,” kata istri Pak Madya ramah. Pintu rumah dibukanya lebar-lebar.

“Duduk dulu, ya. Bapak sedang di kamar mandi,” istri Pak Madya mempersilakan aku untuk duduk di kursi tamu.

Istri Pak Madya menghilang ke dalam lagi. Tak berapa lama, dia muncul dengan sebuah nampan berisi segelas kopi dan sepiring kecil pisang goreng.

“Silakan dinikmati dulu. Mungkin Bapak agak lama, Kang.” Istri Pak Madya masuk ke dalam lagi.

Aku duduk menunggu sambil menikmati hidangan. Aku melamun lagi. Sejak Tisni ketahuan berselingkuh, aku jadi sering melamunkan masa lalu.

Tisni, istri cantik yang aku banggakan. Aku jatuh cinta sejak pertama kali bertemu. Sepuluh tahun yang lalu, aku terpaku saat melihatnya membantu membungkus tas ransel produksi rumahan milik ayahnya.

“Adik kerja di sini?” Aku mendekatinya. Saat itu aku belum tahu dia putri pemilik usaha tas ransel yang ingin aku pasarkan.

Tisni menengadah karena terkejut, kemudian menunduk malu-malu saat menjawab,

“Bukan, Pak. Saya anak Pak Ilham,” ujarnya lirih sekali.

Pipinya bersemu merah, menambah cantik rupanya yang sudah jelita. Kemudaan dan kecantikannya memikat hatiku yang sudah lama membujang. Saat itu juga aku bertekad, ingin melamarnya menjadi istriku. Mendadak saja ada kemantapan dalam jiwa, bahwa inilah jodohku.

“Jangan panggil Pak, dong. Aku belum setua itu, panggil saja Aa atau Akang. Oya, namaku Oded,” kataku mengenalkan diri.

Tisni melirik sekilas ke arahku, kemudian mengangguk lagi dengan semu merah di pipi. Ah, manisnya.

“Ba, baik, Pak... Eh, Kang Oded,” jawabnya terbata. Aku tersenyum puas.

“Kamu belum menyebutkan nama,” kataku mengingatkan.

“Tisni...” katanya singkat, kemudian menunduk dengan pipi merona lagi.

Hmmm... Aku yakin telah jatuh cinta padanya seratus persen.

“Wah. Kamu sudah datang, Ded?” Mendadak ayah Tisni muncul, memutuskan percakapan yang sedang asyik-asyiknya.

“Iya, Pak Ilham. Barusan saja, kok. Ini putrinya Bapak? Cantik,” pujiku terang-terangan.

Aku lirik Tisni dengan sudut mata. Ah! Dia tersipu lagi. Pemalu betul gadis ini, menambah rasa sayang di dalam hati.

“Oh, jelas! Anak saya ini kembang kampung,” balas ayah Tisni bangga. Senyum lebar menghias wajahnya yang dipenuhi cambang lebat.

“Mari duduk dulu. Sulit tidak mencari alamat saya?” Ayah Tisni menunjuk kursi sofa yang ada di sudut ruangan, sofa berwarna kusam yang sudah tak jelas warna dasarnya.

“Tidak, Pak. Saya sudah diberi petunjuk jelas oleh paman Andi,” jawabku dengan senyum menghias bibir.

Aku mengetahui tentang Pak Ilham dan usahanya dari pamanku Andi. Paman Andi memiliki usaha jahitan busana tailor. Lama malang melintang di usaha jahit menjahit, hingga akhirnya kenalan dan pelanggan Paman Andi sangat banyak. Bahkan, dari Paman Andi pula aku belajar menjahit dan ikut membuka usaha jahitan.

Salah satu kenalan Paman Andi ialah Pak Ilham, pengusaha tas ransel rumahan. Pertama kali melihat tas ransel buatan Pak Ilham di ruang pamer milik Paman, aku langsung tertarik untuk memasarkannya. Aku minta alamat Pak Ilham kepada Paman Andi.

Jadilah aku sekarang ada di sini, menyambangi usaha Pak Ilham untuk melebarkan pintu rezeki. Tak aku sangka, di kampung ini aku bertemu dengan gadis semenawan Tisni. Meskipun telah banyak melihat gadis di kota, Tisni yang gadis kampung justru terasa istimewa. Wajahnya sangat berkelas, tidak seperti perempuan kampung pada umumnya.

Aku bergerak bersama Pak Ilham mendekati sofa yang warnanya entah hijau zaitun entah cokelat daun kering. Aku mendaratkan pantat di salah satu sofa, terasa betul busanya sudah kempes akibat termakan usia.

“Jadi kamu ingin memasarkan tas ransel yang saya produksi?” Pak Ilham langsung membuka percakapan.

“Betul, Pak. Kebetulan saya punya beberapa teman yang memiliki toko pakaian dan alat tulis sekolah. Saya ingin mencoba memasarkannya di kota,” aku menjawab mantap.

“Saya lihat tas produksi Bapak bagus jahitannya, harganya juga bersaing. Saya yakin bisa memasarkannya,” tambahku untuk meyakinkan Pak Ilham.

Sambil mengobrol, sesekali aku melirik ke arah Tisni. Gadis itu kembali asyik membungkus tas-tas produksi ayahnya. Tangannya terlihat cekatan memasukkan tas, merapikan plastik pembungkus, dan menyematkan selotip untuk menutup rapat plastik bungkus. Tipe istri yang teliti, sempurna! Kekagumanku kepada Tisni semakin bertambah.

Aku semakin sering mengunjungi ayah Tisni untuk membicarakan bisnis tas. Selain soal bisnis, tujuanku tentu saja untuk melihat Tisni lagi. Hari demi hari berlalu, aku semakin akrab dengan Tisni dan ayahnya. Aku dan keluarganya semakin mengenal lebih dekat.

Satu hal yang sangat aku sukai dari Tisni. Dia tak hanya cantik, tapi juga santun. Makanya aku heran ketika dia berani berkata ketus kepadaku tempo hari, sampai berani mengatakan bahwa dia sudah tak ada rasa lagi padaku.

Aku tak menyangka Tisni bisa mengkhianatiku. Jujur saja, aku sangsi dengan ucapannya. Timbul kecurigaan dalam hatiku, jangan-jangan Tisni disantet oleh Rudi? Kalau tidak, mana mungkin istri yang sangat mencintaiku itu bisa berpaling kepada Rudi?

“Assalamu’alaikum. Ah, Kang Oded! Lama nggak kelihatan. Ke mana saja?” Sapaan Pak Madya membuat lamunanku buyar seperti asap tertiup angin.

“Wa’alaikumsalam, Pak. Ada di rumah, sedang banyak pekerjaan,” kataku berbohong.

“Alhamdulillah! Lancar rezekinya, Kang,” balas Pak Madya dengan senyum cerah di wajah. Beliau lalu duduk di hadapanku.

“Musala masih ramai, Pak?” Tanyaku berbasa-basi, sebelum masuk ke maksud sebenarnya.

“Yah begitulah, Kang. Masih satu shaf yang ramai waktu shalat Magrib. Kalau Zuhur sih, paling saya sendiri yang shalat. Hahahaaa...” Pak Madya tertawa miris.

Aku ikut tertawa, meskipun ada rasa sungkan karena aku juga jarang shalat di musala.

“Begini, Pak Madya. Saya mau minta saran,” kataku memulai urusan.

Aku membetulkan duduk saat mulai berbicara. Pak Madya mengamatiku dengan pandangan mata bertanya-tanya.

“Saya sedang ada masalah dengan istri. Sekarang dia nggak mau pulang ke rumah,” kataku sungguh-sungguh. Sorot mataku lurus memandang manik mata Pak Madya, untuk menunjukkan betapa aku serius.

“Wah! Sudah berapa lama istri nggak pulang, Kang?” tanya Pak Madya terkejut, bahkan alis putihnya sampai bertaut.

“Sudah seminggu ini lah, Pak. Dia pilih menginap di mess pabrik konfeksi tempat kerjanya,” jawabku sambil menghela napas berat.

“Apa mungkin hanya ngambek saja, Kang? Dijemput bisa langsung pulang, apalagi jika dijajani baju atau skin care,” balas Pak Madya dengan sedikit senyum di sudut bibir.

Aku menggeleng lemah. Andai saja Tisni hanya ngambek biasa, tentu aku tak akan segalau ini.

“Bukan hanya ngambek, Pak. Istri saya juga minta cerai,” jelasku sambil menunduk lesu.

“Hm. Kelihatannya bukan main-main marahnya istri Kang Oded,” timpal Pak Madya, sebelah tangannya mengusap-usap dagunya yang ditumbuhi segelintir janggut putih.

“Lumayan, Pak. Istri saya juga sekarang seperti membenci saya. Apa dia kena santet ya, Pak?” Aku mengungkapkan kecurigaan.

Pak Madya terkejut mendengar perkataanku, mulutnya sampai terbuka sebagian.***

Hawa Hajari

Apa betul dugaan Kang Oded? Menurutmu Kang Oded ini orangnya gimana? Lanjut besok ke: Mencari Penengah.

| 1

Related chapters

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Mencari Penengah

    “Santet? Kok Kang Oded bisa menyangka begitu?” Pak Madya mengerutkan dahi, sebelah tangannya menggaruk telinga kiri. Wajah Pak Madya terlihat kebingungan.“Karena sikapnya aneh, Pak. Istri yang dulu sangat cinta pada saya sekarang berbalik membenci. Bukankah santet pengasihan begitu, Pak? Membuat istri membenci suami atau sebaliknya, hingga akhirnya suami-istri berpisah,” kataku panjang lebar.Pak Madya mengangguk-angguk. Tapi ekspresi wajahnya tak bisa aku tebak, setuju atau tidak setuju dengan kecurigaanku barusan. Pak Madya menghela napas.“Kita jangan berprasangka buruk dulu, Kang. Mungkin ada masalah lain yang membuat istri menjadi berubah sikap,” Pak Madya memberi nasihat.Aku terdiam. Ya, masalahnya ada pada Rudi. Pasti Rudi yang membuat istriku berubah. Aku semakin yakin, Rudi yang sudah menyantet istriku. Kalau tidak, mana mungkin istri yang pendiam sepert

    Last Updated : 2021-09-04
  • Aku Diabaikan Saat Setia   Tetangga Saja Tahu

    “Apa Teh Lisa tahu?” Tanyaku penasaran. “Ya. Tisni jarang ada di rumah kan, Kang?” Teh Lisa mengerjapkan mata saat berbalik tanya. Melihat gelagatnya yang mencurigakan, aku jadi punya insting bahwa Teh Lisa tidak jujur. “Tolong, Teh. Beri tahu saya apa yang Teteh tahu,” ujarku memelas, memohon kejujurannya. Kupandangi sepasang mata Teh Lisa dengan sorot permohonan yang sungguh-sungguh, berharap Teh Lisa merasa iba dan mau berpihak kepadaku. Teh Lisa menundukkan kepala, lalu melirikku takut-takut. “Kang Oded jangan marah, ya?” Pintanya dengan wajah seperti tak enak. “Iya, Teh. Saya nggak akan marah,” ujarku meyakinkannya. Senyum aku bentangkan selebar mungkin, berharap sikapku akan membuatnya menjadi berani berkata yang sebenarnya. Teh Lisa menghela napas, lalu ikut duduk di kursi kosong

    Last Updated : 2021-09-05
  • Aku Diabaikan Saat Setia   Hatiku Hancur

    “Ceritakan semua yang Teh Lisa tahu. Jangan ada yang ditutupi lagi,” pintaku dengan tatapan serius.Jujur saja, jantungku berdebar keras saat mengatakan permintaan itu. Hatiku dipenuhi prasangka sekaligus ketakutan akan hal yang mungkin aku dengar. Aku takut kecurigaanku terbukti bahwa Tisni telah... Ah, tak sanggup aku memikirkannya.Teh Lisa menoleh ke arah Mang Beben yang masih menjemur pakaian penyewa kos. Mang Beben balas memandang Teh Lisa, terlihat kepalanya mengangguk kecil sebagai tanda dukungan untuk istrinya.Teh Lisa memutar kepalanya kembali kepadaku. Ia mencondongnkan tubuhnya sedikit ke arahku sambil berbisik,“Tisni sudah sering pergi berdua kemana-mana dengan Mas Rudi, Kang...” ujarnya pelan, tapi terdengar jelas di telingaku.Aku terdiam. Sering pergi berdua? Kapan itu terjadi? Ke mana saja? Menga

    Last Updated : 2021-09-06
  • Aku Diabaikan Saat Setia   Suami Bujangan

    “Aku mau dijemput pulang. Sekarang!” Kata Tisni tegas.Mataku melotot.Tiba-tiba sudut mataku melihat bayangan berjaket merah-hitam muncul dan mematikan mesin motor di depan rumah. Sosok itu sangat familiar, lantaran kelewat sering berkunjung. Rudi melepaskan helm dari kepala, menurunkan ritsleting jaket, kemudian menyampirkan jaket dan helm di atas sepeda motor.Sebelum beranjak, ia menyugar rambutnya beberapa kali sambil bercermin di kaca spion. Melihat gelagatnya, Rudi baru pulang dari kantor dan langsung ke rumahku. Aku mendapat ide.“Oke. Nanti Rudi yang jemput kamu pulang,” kataku senang, merasa sudah menemukan jalan keluar terbaik dari masalah.“Hah?” Hanya itu reaksi Tisni. Setelah itu ia terdiam.“Kamu tunggu saja di sana, sebentar lagi Rudi yang jemput,” tegasku lagi sebelum

    Last Updated : 2021-09-07
  • Aku Diabaikan Saat Setia   Reaksi Bapak

    Hari berganti.“Mengapa usaha tas nggak jalan lagi, Pak?” Akhirnya kesampaian juga niatku untuk bertanya, saat Bapak duduk santai di depan rumah setelah bangun tidur. Ya, bangun tidur. Selepas shalat subuh tadi, Bapak tidur lagi. Alasannya mengantuk akibat bangun sebelum subuh.“Bapak kena tipu!” Jawab mertuaku langsung, kemudian mengembuskan napas sedih.Aku terkesiap. Mengapa aku tidak tahu kabar berita ini? Tepatnya, Tisni tidak bercerita apa-apa.“Apa ada toko yang ingkar bayar, Pak?” Telisikku lebih jauh.“Ceritanya cukup panjang,” Bapak membetulkan letak duduknya, kakinya yang semula terangkat satu di atas kursi kini diturunkan.“Enam bulan sebelum bangkrut ada kenalan yang menyarankan untuk menambah pemasaran tas sampai ke luar kota. Dia lalu menge

    Last Updated : 2021-09-08
  • Aku Diabaikan Saat Setia   Reaksi Ibu

    “Tisni dan Oded sedang ada masalah,” kata Bapak memulai, mata beliau memandang Ibu lama.Ibu yang dipandangi seserius itu memiringkan sedikit kepalanya, kemudian memerhatikan ekspresi Bapak dengan dahi berkerut.“Serius ya, Pak? Bapak sampai muram begini,” sahut Ibu sambil terus mengamati ekspresi Bapak.“Kata Oded Tisni sudah melakukan... perbuatan jahat, Bu,” Bapak tersendat. Melihat gayanya, Bapak tampak tidak tega mengatakan kata “selingkuh”.“Perbuatan jahat apa, Pak? Bicaranya yang jelas, dong.” Ibu terlihat penasaran tingkat tinggi. Andai dewa dewi itu nyata, pasti rasa penasaran Ibu sudah sampai ke tempat tinggal para dewa di kahyangan.“Iya, maksud Bapak...”Kriettt! Bunyi pagar rumah yang dibuka memotong ucapan Bapak.Sontak kami

    Last Updated : 2021-09-09
  • Aku Diabaikan Saat Setia   Buku Nikah

    “Bu!” Bapak meraih tubuh Ibu yang lunglai, kemudian membaringkan pada sofa panjang.“Cepat ambil minyak kayu putih, Tis,” perintah Bapak sembari menoleh ke arah Tisni.Tisni tergeragap, ia sadar dari sikap terbengong akibat terkejut melihat Ibu jatuh. Tergopoh-gopoh, Tisni memasuki kamarnya dan mencari barang yang diinginkan Bapak.Aku mematung di tempat, tak tahu apa yang harus dilakukan. Aku menatap ke arah Ibu yang tengah dikipasi oleh Bapak.“Ini minyak kayu putihnya, Pak,” Tisni datang setengah berlari, di tangannya teracung sebotol kecil minyak kayu putih dan sehelai tisu.Bapak menyambut botol yang diulurkan Tisni, lalu membuka tutupnya. Cairan beraroma kuat di dalam botol dituangkan sedikit ke tisu. Tisu yang sudah basah oleh minyak itu lalu digerak-gerakkan di depan hidung Ibu.Entah kar

    Last Updated : 2021-09-10
  • Aku Diabaikan Saat Setia   Gugat Cerai

    Di dalam kamar, di atas kasur, mataku terbuka tiba-tiba. Tak ada keributan yang membuat terjaga, tapi seolah ada yang membangunkanku dari mimpi. Tidurku tak nyenyak lantaran mimpi buruk yang tak jelas.Hawa dingin masih terasa menyiksa di kulit, bahkan azan Subuh belum berkumandang.Pertengkaran semalam dengan Kang Oded masih berbekas di jiwaku. Aku tak mengira Kang Oded bersikukuh tak mau menceraikan. Mengapa ia tak mau mengikhlaskan semua yang sudah terjadi agar kami dapat berpisah baik-baik?Aku tak habis pikir dengan keinginan Kang Oded. Apakah ia tak memikirkan perasaanku sama sekali? Apakah ia tak sadar bahwa aku sudah membencinya, hingga tak mungkin aku melayaninya sebagai istri.Masih segar dalam ingatan, mata merah Kang Oded saat mengatakan tak mau menceraikan aku.“Buku nikah ada padaku, kamu nggak akan bisa cerai dariku!”Astaga! Kang O

    Last Updated : 2021-09-11

Latest chapter

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Ekstra Part 4: Resti dan Dewi

    Tisni membalik badan dan melangkah pergi, setelah sebelumnya berpamitan pada sahabatnya Dewi dan Resti di pintu gerbang mess. Dewi dan Resti sama-sama menatap tas ransel yang tergantung di punggung Tisni, menjauh bersama pemiliknya. Sosok Tisni lenyap di balik angkot yang membawanya pergi secepat kedatangannya yang mengebut.“Kasihan Tisni ya, Res,” desah Dewi pelan. Napasnya mengembus pelan namun berat.“Maksudmu?” sahut Resti. Bola hitam mata Resti bergulir ke sudut, melirik Dewi di sampingnya.“Ya, Tisni hanya dikadalin Mas Rudi,” jelas Dewi. Sekarang Dewi menggeleng-gelengkan kepala dengan raut wajah prihatin.“Hm, sebetulnya aku sudah menduga sejak lama lho, Dew,” balas Resti. Kepalanya ditelengkan miring, hingga wajahnya lurus ke arah wajah Dewi.“Oya? Kok bisa, Res? Kamu punya firasat begitu?” kejar Dewi. Dewi bal

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Ekstra Part 3: Kang Oded Mengejar Cinta

    Pasrah. Itulah sikap yang kupilih. Biar saja semua orang membicarakanku sekehendak hati. Lebih baik aku fokus pada pekerjaan. Meskipun dalam hati kecil, terbersit rasa penasaran. Siapa dalang penyebar fitnah ini?Suatu hari, aku ungkapkan ganjalan hati tentang hal ini pada Boy dan Beni. Mereka berdua sudah aku percaya, karena terbukti berulang kali tak pernah mencampuri urusan orang lain jika tak diminta.“Kalau menurutku, penyebar fitnah itu ya Santi sendiri,” ujar Beni sambil merokok.Usai satu kalimat, ia mengisap benda haram itu dengan nikmat. Asap keluar dari dua lubang hidungnya membentuk dua jalur asap.“Menurutku juga begitu. Santi sakit hati, makanya mengarang kisah untuk menyudutkanmu, Kang,” timpal Beni.Beni seorang perokok berat, levelnya melebihi Boy. Sekarang saja ia mengeluarkan bungkus rokok kedua, lalu sebatang rokok berpindah

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Ekstra Part 2: Kang Oded Mencari Pengganti

    Tiada hari tanpa penyesalan. Menyesal kurang memerhatikan Tisni, menyesal kurang menunjukkan rasa cintaku padanya, menyesal menganggap keluhannya sebagai angin lalu, menyesal dan menyesali banyak hal. Ribuan penyesalan silih berganti menghinggapi benak, hingga aku tenggelam dalam lautan keputusasaan.“Sudah, Ded. Jangan terlalu dipikirkan. Semua yang telah berlalu, anggaplah masa lalu kelabu. Pikirkan langkah baru,” nasihat Paman Andi kepadaku, sok bergaya menjadi pujangga.Tak aku jawab perhatian kakak ayahku itu. Hanya sorot mata pilu yang kuberikan sebagai tanggapan. Meskipun mulutku terkunci, sejatinya hatiku ingin menampik.“Mudah bagi Paman bicara itu, karena bukan Paman yang patah hati,” bisik hati kecilku.Lepasnya Tisni sebagai istri merupakan kehilangan besar yang berdampak hebat bagi jiwa dan ragaku. Baru dua minggu surat cerai dari Pengadilan Agama kuterima, berat

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Ekstra Part 1: Isi Hati Mas Rudi

    Cantik. Itu yang kulihat ketika pertama kali mengenal Tisni. Wajahnya lugu khas gadis kampung, namun ia tak terlihat kampungan. Kulitnya putih bersih dan halus, matanya tidak liar jelalatan, bahkan ia lebih sering menunduk jika berbicara dengan lelaki atau orang yang lebih tua.Kang Oded sendiri teman yang cukup menyenangkan. Sejak kantorku menyewa jasanya untuk membuat seragam kantor, kami mulai dekat. Awalnya aku ke rumahnya untuk urusan proyek baju seragam, lalu kunjunganku berlanjut untuk sekedar mengobrol santai.Keberadaan Tisni yang cantik menjadi daya tarik tersendiri bagiku untuk terus berkunjung ke rumah Kang Oded. Dengan bertandang ke rumahnya, aku berharap dapat menikmati wajah cantik Tisni.Saat Kang Oded meminta bantuanku untuk mengajari Tisni komputer, aku langsung menyanggupi. Ini kesempatan untuk berdekat-dekatan dengan Tisni. Siapa yang tak suka berdekatan dengan perempuan cantik yang harumnya melambung

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Syarat

    Keesokan harinya, sebuah paket besar datang ke rumah. Saat itu, kami sekeluarga sedang makan siang bersama.“Paket!” seru Abang pengantar paket dari ekspedisi.Aku menghambur ke pintu depan, lantaran tahu Ibu sudah cukup tua untuk berlari menyambut paket.“Ya?” Sapaku pada Abang paket.“Paket buat Ibu Tisni?” tanyanya, sementara mata Abang paket terpaku pada label di atas paket besar yang ditopang oleh kedua tangannya.“Saya sendiri,” jawabku antusias.“Silakan,” ujar Abang paket seraya menyerahkan paket besar seukuran kardus minuman mineral ke arahku.Aku menyambut paket terbungkus kertas tebal cokelat itu, sedangkan Abang paket mencatat sesuatu dalam notesnya.“Terima kasih,” ujarku otomatis.Aku berjalan masuk kembali sambi

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Nenek Minum Jamu

    Haruskah aku menerima Kang Oded kembali, setelah semua kekecewaan yang ia berikan? Rasanya tak mungkin aku menjilat ludah sendiri. Egoku mengajak untuk menolak tawaran Kang Oded.Tetapi ... Bukankah aku juga gegabah? Aku balas semua kelakuannya dengan pengkhianatan, sebelum kami resmi berpisah. Kalau dipikir-pikir lagi, aku pun sama bersalahnya dengan Kang Oded.Aku bingung.“Aku pikirkan dulu, Kang,” kataku akhirnya.Kang Oded mengangguk pelan. Tak kulihat kemarahan ataupun kekecewaan dari raut wajahnya. Mungkin reaksiku sudah diperkirakan olehnya.“Akang tunggu, Dik,” balasnya, tatapannya penuh ke arah mataku.“Oya, Akang mau berpantun dulu. Boleh?” tambahnya, tak terduga.“Boleh, Kang,” jawabku sambil mengangguk.“Ke Cikini membeli dukuhWayah gini masih

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Masih Ada Cinta

    “Tisni? Tumben pulang di hari kerja begini,” sapa Ibu dengan nada suara terkejut.Tiba-tiba saja sosok Ibu muncul dari belakang dia. Tergopoh-gopoh Ibu mendekatiku dengan raut wajah yang sulit dilukiskan. Sorot mata Ibu heran menatapku, tapi bibir beliau tersenyum semringah.“Ayo lekas masuk, kok malah bengong di depan rumah,” seloroh Ibu.Senyum Ibu semakin lebar saat menggandeng tanganku dan menuntun untuk memasuki rumah. Aku tersadar dari rasa terpana yang menghipnotis, lalu dengan pasrah mengikuti langkah Ibu yang mendahului gerakan kakiku.“Kebetulan sekali kamu datang, Tis. Kamu jadi bisa bertemu Oded,” celetuk Ibu.Gandengan tangan Ibu semakin erat, sementara tatapan Ibu beralih-alih antara aku dan Kang Oded di hadapan. Aku mematung, bingung harus bereaksi yang patut. Sementara itu, Kang Oded juga tampak gugup dan grogi berhadapan dengan

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Bagai Tebu dan Botol

    Saat sadar, aku sudah berada di atas kasur di mess. Bagaimana caranya aku sampai di sini? Apakah aku bermimpi?Aku terbatuk, ada sesuatu yang gatal di kerongkongan.“Kamu sudah sadar, Tis? Duh, Tisni. Aku cemas banget,” suara Dewi mengalun.Ternyata Dewi sudah ada di sebelahku, dengan Resti di belakangnya. Aku betul-betul merasa kebingungan saat ini.“Apa yang terjadi?” Tanyaku lemah.“Kamu pingsan. Mas Rudi memanggilkan taksi dari aplikasi untuk kita tumpangi,” jawab Dewi.Ah, sekarang ingatanku kembali. Kejadian di kantor Mas Rudi kembali berputar dalam memori. Kilasan peristiwa menyakitkan yang ingin aku lenyapkan selamanya. Peristiwa terburuk dalam hidupku hingga saat ini.Tiba-tiba tanganku sudah ada dalam genggaman Dewi. Hangat telapak tangannya di tanganku terasa sangat nyaman, memberi ketenangan

  • Aku Diabaikan Saat Setia   Jelaskan Padaku

    “Mas Rudi keterlaluan!” jeritku sambil menangis.Air mata berjatuhan, membasahi pipi dan baju yang aku kenakan. Tanpa sadar, tanganku meremas-remas kuat ujung baju hingga kusut.Dewi memelukku erat, bahkan matanya ikut berkaca-kaca dan basah. Ia memang sahabat sejati, dalam senang dan susah. Bahkan di saat aku berbuat buruk, tak sedikit pun ia mengutuk.Resti terdiam di tempat duduk, sedangkan kepalanya tertunduk. Jemari lentik memungut kartu undangan yang tergeletak di lantai, lalu meluruskan permukaan yang terlipat.“Sabar, Tis. Sabar...” ujar Dewi lirih sekali.Dalam suaranya, aku merasakan sikap prihatin dan simpati yang besar. Pelukannya tak mengendor, meskipun bahuku terguncang-guncang karena tangisan.“Aku harus minta penjelasan dari Mas Rudi!” Aku memekik, memuntahkan rasa sesak yang bergumpal dalam dada.&nb

DMCA.com Protection Status