"Anak, Bunda," Ayunda langsung mencium pipi mungil putranya dengan penuh cinta. Dia yang merasa lelah melakukan pekerjaan hari ini begitu mudahnya merasa segar kembali hanya dengan melihat wajah sang anak ketika kembali ke rumah. "Gimana hari ini, Ken rewel nggak, Ma?" tanya Ayunda pada sang Mama yang seharian penuh menjaga sang putra. "Enggak kok, cucu Oma baik banget," Wina tampak tersenyum karena merasa bahagia bisa menjaga cucunya. Lagi pula dia hanya dirumah saja tanpa ada yang menemani, akan tetapi kini setelah ada Kenzie dia merasa memiliki teman bermain, meskipun masih bayi. Saat keduanya sedang berbincang di teras tiba-tiba saja ada yang datang bertamu. "Permisi," kata Adel. Ayunda dan Wina pun menoleh. "Nyonya Adel," kata Ayunda yang cukup mengenali Adel. "Boleh kita bicara sebentar," pinta Adel. "Dia siapa? Teman kamu?" tanya Wina yang merasa asing dengan wajah Adel. "Dia istrinya David, Ma," jawab Ayunda. "Setelah Ibunya istrinya yang datang ke sini
"Tapi dia milik ku," kata David lagi sambil terus mengingat wajah Ayunda. Rasa tak percaya akan semuanya, hingga banyaknya foto pernikahan Ayunda yang dia lihat berhasil menyadarkan bahwa Ayunda telah menjadi milik orang lain.Benar-benar menjadi milik orang lain!Semua perjuangannya ternyata sia-sia, semua cinta yang dimiliki ternyata tidak berarti apa-apa. "Kamu harus bangkit, kenapa jadi selemah ini?! Kamu bukan lelaki yang lemah David, ini bukan David yang aku kenal selama ini," kata Adel lagi menyemangati David. Tak terasa genggaman tangan David terlalu kuat hingga memecahkan botol minuman di tangannya. Beling yang menancap di tangannya pun tak lagi terasa sakit seiring darah segar yang mulai menetes.Tahukan sakitnya hatinya seperti apa?Ya, lebih sakit dari tusukan beling ditangannya! Saat itu Adel pun mengobatinya agar lukanya tidak semakin mengeluarkan darah. "Kamu harus bisa bangkit, ingat Mama tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Mama Wina butuh kamu, kamu
Ayunda telah menutup hatinya untuk David, apapun yang terjadi kini dan dulu semuanya telah berubah. Sepertinya Adel pulang dengan membawa kekecewaan mendalam. Sekalipun Adel datang dan menceritakan banyak hal tidak akan mungkin bisa meluluhkan hatinya yang begitu keras. Rasa cinta yang begitu besar telah habis terkikis karena David sendiri. Kerasnya kehidupan membuatnya banyak belajar tentang pengorbanan, hingga dia pun menyadari bahwa dirinya tidak pernah mendapatkan cinta yang tulus selama ini. Persetan dengan cinta, cinta hanya membawanya pada penderita saja. Kini dia hanya ingin fokus untuk membesarkan putranya. Bahkan Ayunda juga tidak bisa lebih lama menantikan perceraiannya dengan Erwin di sah kan oleh pengadilan. Hingga akhirnya dirinya yang mengajukan permohonan cerai di pengadilan negeri. Awalnya Erwin tak percaya dengan itu semua, karena dia telah memutuskan untuk tidak menceraikan Ayunda. Entah mengapa kini Ayunda mampu memikatnya, membuatnya terus saja
Ayunda pun kini menatap wajah Erwin dengan sinis. Wajah Ayunda tak lagi selembut dulu, berikut dengan hatinya yang juga begitu keras. Erwin sadar akan hal itu, tapi entah mengapa kini dia semakin penasaran dengan Ayunda. Semakin Ayunda bersikap dingin, semakin membuatnya kesulitan untuk melupakan. Semakin Ayunda menolak semakin membuat rasa penasarannya menggebu-gebu, selama ini belum ada sejarahnya dia ditolak oleh wanita. Sehingga tidak mungkin juga untuk kali ini ditolak kan? "Ayunda, aku ingin meminta maaf," ucap Erwin dengan begitu jelas ditelinga Ayunda. Ayunda pun tersenyum miring mendengarnya, dia seperti tidak mengharapkan maaf dari Erwin sama sekali. "Ayunda?" kata Erwin yang merasa jika Ayunda tidak tertarik untuk berbicara padanya. "Kali ini apa yang kau inginkan sehingga repot-repot minta maaf pada ku?" tanya Ayunda dengan sinis. "Aku bersungguh-sungguh dalam meminta maaf," terang Erwin. Tapi Ayunda tidak tertarik sama sekali untuk semua itu. Erwin
Tak ada kesedihan yang tampak diraut wajahnya, Ayunda tampak lebih cerah karena kini telah kembali ditengah-tengah keluarga. Bahkan dia juga sudah berhasil melalui semua rintangan terberat yang dia rasakan selama hidupnya. Dalam hati dia berdoa semoga kedepannya tidak akan pernah terulang kembali, semoga saja bisa memperbaiki diri agar lebih baik. Dan Ayunda tak akan mau jatuh ke lubang yang sama. Cukup sudah kehancuran yang mengerikan itu, kini dia kembali bangkit. Bahkan saat berada di keramaian ini dia tampak lebih percaya diri. Seakan semua yang terasa sesak kini menjadi lebih lega. Ayunda ingin sekali berteriak sekeras-kerasnya, berterima kasih kepada dirinya sendiri telah bekerja sama untuk bebas dari semua lukanya. Ternyata menutup hati adalah pilihan yang sangat tepat. "Kamu darimana aja? Aku nyariin kamu," kata Tere yang sempat tidak melihat keberadaan sang sahabat. "Aku di sini aja," jawab Ayunda, kemudian meneguk minumannya. "Yunda, kamu sadar nggak di
Ditengah kegelapan malam David sendiri di kamarnya, tidak ada cahaya lampu yang menerangi. Hanya ada rembulan malam memantulkan cahaya. Pintu kamar memang tertutup rapat, akan tetapi jendela kamar terbuka lebar. Gorden yang bergerak sesuai dengan tiupan angin yang kadang kencang kadang tidak. Kini David duduk di lantai bersandar pada sisi ranjang, di hadapannya di penuhin dengan botol minuman yang cukup memabukkan. Sayangnya tidak lantas membuatnya menjadi mabuk. Karena yang memabukkan dirinya hanya seorang wanita dengan kulit sawo matang, tubuh tinggi, rambut hitam pekat yang sering kali dibiarkan terurai. Tatapan wanita itu pun sangat meneduhkan hati, bertambah dengan bulu matanya yang melentik. Tidak ada yang tidak sempurna dari wanita itu, bahkan hanya sekedar bekas tangannya saja yang menyentuh sebuah benda pun begitu membuat David tergila-gila. Andaikan dia diberikan pilihan antara kehilangan kekayaan atau memiliki wanita itu, tentulah dia memilih untuk kehilan
Zidan masih berada di post satpam bermain catur bersama dengan seorang satpam penjaga rumahnya. Bahkan Dirga juga berada di sana, padahal malam sudah semakin larut tapi masih belum tidur. Tapi tiba-tiba saja matanya melihat sebuah mobil yang berhenti di depannya pintu gerbang. "Bos, apa itu maling?" tanya satpam tersebut. "Maling?" Zidan pun bingung. "Apa iya maling pakai mobil BM*?" timpal Dirga. Tak lama berselang pengemudi mobil itupun turun dan ternyata itu adalah orang yang sangat dibenci oleh Zidan dan keluarganya. "Itu David?" tanya Dirga memastikan. "Untuk apa dia datang ke sini?!" Zidan sudah sangat geram. Jangankan untuk melihat wajahnya mendengar namanya disebutkan pun sudah membuat emosi Zidan mendidih dengan mudahnya. Lihat saja Zidan langsung saja menghampirinya. David kini berdiri di depan pintu gerbang dan Zidan pun membuka pintu gerbang. Keadaan David sangat berantakan, persis seperti perasaannya yang kini juga sangat berantakan. Akan tetapi
"Ya ampun, David. Apa yang terjadi pada mu?" Hera terkejut melihat keadaan anaknya yang babak belur saat dibawa pulang ke rumah. "Kamu kenapa?" tanya Hera sambil mengikuti langkah kaki sang anak yang kini duduk di sofa ruang tamu. Tapi David tidak berbicara padahal ibunya terlihat sangat khawatir padanya. "Kamu minum?" Hera pun mengibas-ngibaskan tangannya karena tak suka mencium aroma alkohol. Huuuufff.... David menarik napas berat sambil memijat pelipisnya. Tak lama kemudian Hera pun memanggil Adel untuk mengobati David. Adel mengompres wajahnya dengan perlahan. "David, sebenarnya apa yang terjadi? Jangan buat Mama khawatir!" omel Hera. "Tidak ada yang harus dikhawatirkan, Ma. David bukan anak kecil lagi," jawab David. "Atau jangan-jangan kamu masih berusaha untuk menemui Ayunda!" tebak Hera. David pun memilih untuk tidak menjawab karena dia tahu ibunya tidak akan suka dengan apa yang dia lakukan. Tapi melihat raut wajah anaknya Hera yakin apa yang dikatakan
Zidan keluar dari kamar dan terus berjalan. Tapi ternyata di hadapannya ada David yang juga baru saja keluar dari kamarnya. Zidan yang berjalan di belakang David belum menyadari ada seseorang yang siap mencekiknya karena ulahnya semalam. Benar saja tanpa aba aba Zidan pun merangkul pundaknya. David pun seketika tersadar ada Zidan didekatnya. Tapi tatapan mata Zidan terlihat tidak baik-baik saja. "Ada apa?" tanyanya tanpa rasa bersalah. Tentu saja David tidak merasa bersalah karena Zidan gagal meminum obatnya kan? Terbukti kemarin ada satu obat yang ditunjukkan padanya. Lalu ada masalah apa? Yang ada David yang menelannya karena Zidan, bahkan dia sangat tersiksa istrinya tengah datang bulan. Sialan.... "Ada apa kata mu?!" tanya Zidan kembali seakan tak percaya dengan pertanyaan David dengan wajah santai tanpa rasa bersalah sama sekali. Zidan pun semakin mencekik leher David, dia tak bisa membendung emosinya. "Lepas!" David pun memberontak hingga berhasil mel
"Kamu belum makan kan?" tanya Wina. Tere pun menggeleng pelan sebagai jawaban. Sebelumnya dia memang ingin minum dan makan sedikit saja untuk menambah tenaga. Tapi yang terjadi justru pintu kamar terkunci dan peristiwa itupun terjadi. "Saya temani," Wina pun memegang tangan Tere dan membawanya pergi ke ruang makan sambil menunggu kamar tersebut dibersihkan oleh pembantu. Selain diminta untuk mengganti sprey juga membersikan beling kaca yang berserak di lantai. Sedangkan Tere hanya diam dan mengikut pada apapun yang dikatakan oleh Wina. Andaikan saja Wina jahat dan memberikannya racun dia tidak akan menolak sama sekali. Dia begitu kacau membuatnya tidak memilki gairah untuk melanjutkan hidupnya lagi. "Tere, ayo makan," Wina pun kembali menyadarkan Tere dari diamnya. Dia hanya duduk sambil melihat sepiring nasi goreng di atas meja makan yang baru saja dibuat oleh Wina sendiri. Tengah malam seperti ini menurutnya lebih baik makan nasi goreng pasti rasanya lebih enak
Wina pun menutup pintu kamar agar Tere tak mendengar suara mereka. Anaknya harus diberikan peringatan habis-habisan, jika tidak maka ini bisa saja terulang kembali. Dia bisa mati berdiri akibat ulah anaknya ini. Sudah cukup putrinya yang merasakan menderita karena suaminya, jangan lagi ada wanita lainnya dan anaknya yang menjadi penjahatnya. Tidak. Kini keduanya berdiri di depan pintu kamar, mulut Wina tak sabar untuk segera mendengar jawaban dari sang anak dari setiap pertanyaannya. "Zidan, apa yang kamu lakukan?" tanya Wina secara langsung. Tidak ada basa-basi lagi dan Zidan harus menjelaskan dengan cepat tanpa bertele-tele. "Ma, Zidan nggak sepenuhnya salah," ucap Zidan yang juga berusaha untuk membela diri. "Kamu bilang apa?" Wina ingin sekali memukul sang anak saat ini juga. Mungkin otak anaknya sedang berpindah dari tempatnya hingga akhirnya dia menjadi seperti ini. "Tidak waras," gerutunya yang tidak bisa menerima jawaban sang anak. Bahkan tangannya sudah siap
Akhirnya Zidan pun mendapatkan puncaknya, kini dia terkulai lemas di atas tubuh Tere. Perasaannya kini jauh lebih lega dari pada sebelumnya. Sesaat kemudian dia pun mulai bergerak untuk turun dan menyadari bahwa Tere tidak sadarkan diri. Ada rasa panik yang mulai melanda, dia merasa malu mengingat kembali apa yang dia lakukan barusan. Setelah memakai pakaiannya kembali dia pun mencoba untuk membangunkan Tere. "Tere!" panggilnya. Zidan benar-benar bingung dengan dirinya yang tidak bisa mengusai dirinya sendiri hingga ini terjadi. "Tere," panggil Zidan lagi tapi Tere tidak juga sadarkan diri. Dia pun menarik selimutnya untuk menutupi tubuh polos wanita itu. Kemudian meraih ponselnya bertujuan untuk meminta orang rumah untuk membukakan pintu kamar. Kenapa sebelumnya dia tidak melakukan ini? Seharusnya dia melakukan ini sebelum semuanya terjadi kan? Tidak. Sebelumnya reaksi obat yang membuatnya kehilangan kesadarannya. Pikirannya hanya tentang menuntaskan sesua
Zidan ingin sekali menguasai dirinya sendiri, tapi obatnya jauh lebih kuat dari pada dirinya. "Kak, lepas!" seru Tere sambil menusukkan kuku-kukunya pada punggung Zidan. Dia berharap dengan begitu Zidan akan merasa sakit dan segera menghentikan semua ini.Atau pun mungkin saja Zidan akan tersadar hingga tidak lagi seperti iblis.Tere takut jika Zidan seperti ini, bagaimana dia bisa menyerah dirinya seperti ini?Sambil berlinang air mata Tere pun terus berusaha sekuat tenaga untuk mencakar punggung Zidan. Tapi ternyata tidak menjadi masalah sama sekali, karena Zidan terus saja melakukan aksinya. Tangannya semakin menjelajah liar di tubuh Tere, bersamaan dengan hisapan pada tengkuk yang menciptakan warna merah keunguan.Kini tangan Zidan memegang tengkuknya, sedangkan sebelah lagi menjalar ke bawah sana.Tere merasa bukan menjadi seorang istri yang jatuh melayani suaminya, tepatnya seperti seorang wanita yang tengah melayani nafsu gila iblis. "KAK ZIDAN!!" Seru Tere semakin ke
Zidan pun masuk ke dalam kamar, ternyata bertepatan dengan Tere yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono nya. Ini untuk pertama kalinya terjadi, dan cukup mengejutkan untuk Tere. Tere pun menundukkan kepalanya sambil berjalan ke arah almarmari, mencari pakaiannya. Mungkin karena terlalu banyak menangis membuatnya tidak bisa fokus. Bahkan dia mandi karena ingin menyegarkan tubuhnya yang terasa kelelahan. "Kau sengaja ingin menunjukkan ini?" sinis Zidan. Dia yakin wanita di hadapannya ini sedang merencanakan sesuatu hal. Mengingat kelakuan Tere yang begitu diluar batas, tidak tutup kemungkinan apa yang dia ucapkan benarkan? Ataupun mungkin Tere ingin menggodanya? "Aku tidak tertarik sama sekali," kata Zidan lagi dengan angkuhnya. Kemudian dia pun membalikkan badannya karena ingin segera pergi. Tapi ternyata pintu tidak bisa dibuka. "Siapa yang mengunci?" tangannya bingung. Cepat-cepat Tere pun memakai piama tidurnya agar lebih menutupi tubuhnya.
Dengan membawa perasaan bahagia Ayunda pun kembali ke kamarnya. "Akhirnya Zidan akan tunduk pada Tere," kata Ayunda dengan senyuman penuh dengan kemenangan. "Kakak kenapa?" tanya Ayunda melihat wajah David yang mulai memerah. Tapi belum juga menjawab pertanyaannya David sudah kembali masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. "Aneh," kata Ayunda yang tidak ambil pusing dengan keadaan David. Menurutnya David sedang ingin cepat-cepat buang air hingga harus dituntaskan dengan segera.. Hingga Sesaat kemudian David pun keluar dari kamar mandi. "Kak, Ken sama Mama ya?" "Iya, kata Mama Papa minta Ken tidur dengan mereka," jawab David. Segera David pun naik ke atas ranjang bersebelahan dengan Ayunda. Tapi pikirannya sudah semakin dikuasai oleh obat sialan barusan. Bagaimana ini? Dia terus menatap wajah Ayunda yang ada di sampingnya. "Kak, kira-kira ini akan berhasil nggak ya?" tanyanya berharap semuanya lancar jaya. "Kita doa kan saja." "Semog
"Ini, Bos," Bimo pun mengantarkan obat yang diminta oleh David. "Terimakasih," kata David. Terimakasih? Bimo cukup bingung karena mendengar ucapan terimakasih dari mulut bosnya. "Kenapa?" tanya David yang bingung dengan reaksi Bimo. "Tidak, Bos saya permisi," pamit Bimo. "Hem!" Setelah Bimo pergi mobil Zidan pun terlihat mulai memasuki pintu gerbang. David pun masih berdiri di teras menunggu Zidan keluar dari mobilnya. "Aku ingin bicara," kata David. "Aku juga," balas Zidan. "Kita bicara dibelakang saja," kata David. Zidan pun mengangguk dan keduanya menuju taman belakang, duduk di kursi saling berhadapan dengan meja berbentuk bulat yang berada di tengah keduanya. Huuuufff... "Bik, tolong buatkan kopi," kata Zidan saat melihat seorang art di kejauhan sedang melintas. Tak berselang lama dua cangkir kopi pun tiba dan kini diletakkan di atas meja. "Setelah kejadian kemarin aku terus diancam oleh Tuan Herlambang," kata Zidan yang memulai pembicaraan. "Kej
Ayunda pun telah membawa Tere untuk kembali ke rumahnya. Dia benar-benar tidak bisa meninggalkan Tere di apartemennya sendiri.Tidak, setelah hari ini bukan tidak mungkin Tere akan mengulanginya kembali dan dia pasti akan merasa bersalah. Bahkan Ayunda pun sudah menceritakan tentang apa yang barusan dilakukan oleh Tere yang hampir mengakhiri hidupnya pada Wina. "Ma, Tere mencoba untuk bunuh diri," kata Ayunda. "Ya ampun, apa itu benar?" tanya Wina yang benar-benar terkejut mendengarnya. "Iya, Ma. Untung aja Yunda cepat datang kalau nggak?" Ayunda pun menggelengkan kepalanya karena tak sanggup melanjutkan ucapannya. "Mama jadi kasihan sama dia, Kakak kamu kok tega sekali melakukan hal jahat ya?" Wina dibuat geleng-geleng kepala oleh tingkah putranya yang tak pernah dia bayangkan selama ini. "Iya, Ma." "Sekarang Tere dimana?" "Di kamarnya, tapi kayaknya Yunda bakalan tidur sama Tere terus deh, Ma." "Kenapa begitu?" "Biar Kak Zidan nggak bisa jahatin Tere." "Trus