Akibat mengetahui seberapa kayanya keluarga Wisesa, Andini jadi sulit tidur. Ia merasa minder berada di tengah-tengah mereka, walaupun saat ini hanya seorang Andhika, tapi bagaimanapun laki-laki itu seorang pemimpin perusahaan besar. Sedikitnya kini ia mengerti tentang penolakan terhadap dirinya. Saat Andini akhirnya keluar untuk sarapan, Andhika sudah menunggu dan segera menyuruhnya duduk. Keduanya sarapan dalam diam. Kali ini laki-laki itu hanya sarapan roti dan kopi hitam, sedangkan Andini sepiring nasi goreng. Kemudian, berbeda dengan kemarin, ketika berangkat sekolah, Andini dijemput oleh Irawan yang sudah menunggu di lobi. Sedangkan Andhika berangkat sendiri bahkan meninggalkannya lebih dulu sebelum ia selesai makan karena ada meeting katanya."Gimana, Neng?" tanya Irawan di tengah perjalanan menuju sekolah."Apanya, Pak?""Sekolahnya. Betah?"Andini tersenyum tipis. "Sejauh ini saya bisa menerima pelajaran dengan baik, alhamdulillah," jawabnya diplomatis."Alhamdulillah. Semo
Sepulang sekolah, Andhika sendiri yang menjemput meskipun yang menyetir adalah Gery dan mengantarnya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut setelah melihat wajah Andini yang murung."Kenapa kamu nggak bilang kalau kena bola? Kalau masih pusing jangan diam saja! Bener-bener deh bikin repot!" sentak Andhika."Maaf, tapi saya nggak apa-apa," kata Andini dengan gelengan pelan.Andhika mendengkus. "Kalau baik, kenapa mukamu begitu?"Andini menoleh dan menatap Andhika bingung. Dan ia lebih bingung lagi bagaimana laki-laki itu bisa tahu? Apakah petugas ruang kesehatan memberitahunya? "Maaf, muka saya begini itu gimana ya?" tanya Andini lirih. "Sudahlah." Andhika melengos dengan wajah kesal. "Heran, baru berapa hari sih kamu di sini, susah ada saja masalah," gerutunya sebelum kembali memeriksa pekerjaannya.Andini menundukkan kepalanya dan tanpa sadar meremas ujung hijabnya. Ketika tiba di rumah sakit dengan ditemani oleh Andhika dan Gery, Andini diperiksa secara menyeluruh apakah b
Pada akhirnya Gery tetap tinggal di hotel menemani Andini, selain juga karena diminta membawakan baju ganti Andhika yang semuanya memang perintah laki-laki itu.Berbeda dengan biasanya, Gery mengajak Andini sarapan buffet di restoran hotel. Keduanya meletakkan barang bawaan di salah satu meja sebelum mengambil sarapan.Wah, begini ternyata restoran hotel bintang lima, batin Andini seraya berjalan canggung di samping Gery. "Silakan, mau yang mana?" kata Gery.Menyusuri meja di mana beraneka menu sarapan dihidangkan membuat Andini bagaimanapun tetap merasa tergiur karena semua tampak lezat. "Saya bingung," kata Andini jujur.Gery terkekeh lalu mulai menunjukkan apa saja yang ada di sana sebelum mengambil yang diinginkan. Andini sendiri akhirnya mengambil nasi, sup, ayam goreng dan atas saran Gery juga sedikit buah sedangkan minumnya ia hanya mengambil segelas air putih. Sekretaris Andhika sendiri mengambil buah, sup dan kopi.Dan siapa sangka keduanya bertemu dengan Andres ketika hend
Keringat dingin mulai dirasakan Andini. Bukan ia tidak mendengar gosip tentangnya, Emilia dan kawan-kawan jelas sudah berbaik hati untuk memberitahukan tapi mendengar sendiri dari mulut wali kelasnya, rasanya jauh lebih menyakitkan.Rain menghela napas panjang. "Saya sebagai wali kelasmu, tentu tahu siapa walimu saat ini. Reputasi Pak Andhika terlalu bagus untuk dipertaruhkan, apalagi Bu Aruna. Sebelum saya mengambil sikap, saya butuh keterangan darimu."Andini mengangguk dan tanpa sadar air matanya meleleh. Ia pun mengusapnya dengan punggung tangan."Foto-foto ini benar kamu?" Rain menunjukkan foto-foto yang ada di ponselnya.Andini mengangguk pelan."Jadi benar kamu keluar-masuk hotel? Bahkan hari ini pun keluar dari hotel?"Andini kembali mengangguk. "Saya... memang tinggal di hotel."Kedua alis Rain terangkat. "Oh. Kenapa?""Mas Andhika yang mengajak saya untuk tinggal di hotel," jawab Andini sambil menunduk dan berusaha keras untuk menahan air matanya.Kali ini kening Rain menger
Namun pada akhirnya Andini tidak jadi pulang. Ia minta izin Aydin tetap di sekolah karena tidak ingin dianggap anak emas dan alasan sebenarnya juga takut dibalas dengan cara yang lain lagi. Aydin mengalah dan membiarkannya tetap tinggal setelah berjanji akan memberitahunya jika terjadi sesuatu.Di kelas, Emilia yang melihat wajah kuyu Andini mengira ia ditegur oleh guru sehingga menatapnya mengejek."Kenapa?" tanya Elke berbisik.Andini menggeleng. Tidak bisa menjawab karena masih jam pelajaran juga.Barulah ketika istirahat makan siang dan berkumpul di kantin yang mana kali ini bersama dengan Amal dan Katya."Kenapa kamu berkali-kali dipanggil tadi?" tanya Katya seraya menyumpit sosis di kotak bentonya."Bukan karena gosip itu, kan?" Setelah mengatakan itu, Elke langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.Setelah keheningan sepersekian detik, kedua mata Amal dan Katya melebar dan serentak memekik."Jadi, itu tentang kamu?" tanya Amal seraya mengusap tangan Andini dengan simpatik.
Wajah pucat dan terkejut Andini jelas tak mungkin luput dari perhatian Aditi."Aku minta maaf mengangkatnya, karena kupikir itu penting sebab terus berdering. Apalagi nomernya tidak terdaftar di kontakmu. Aku tidak tahu harus merasa bersalah atau justru senang...ada apa, Andini?" Kali ini nada Aditi melembut.Andini membuka mulutnya, tapi tak ada suara yang keluar. Ia merasakan keringat dingin membasahi tubuhnya dan kedua tangannya gemetar hebat."Andini?" Aditi mengulurkan tangannya dan saat menyentuh bahu gadis di depannya, ia membelalak terkejut. "Kamu kenapa? Apa yang terjadi?"Andini menggeleng dan justru kini air mata yang mengalir di kedua pipinya. Karena hal itu, akhirnya Aditi membawanya kembali ke ruang tamu dan mendudukkannya di sofa."Oke, tenang dulu. Setelah itu bicara pelan-pelan, nanti kita atasi bersama apa masalahnya. Nggak usah takut, oke?" bujuk Aditi sambil meneliti kondisi Andini yang tampak syok. Lalu ia mengambil ponselnya sendiri dan menghubungi adiknya. "Andh
Aditi dan sekretarisnya pergi terlebih dahulu. Kedatangan keduanya selain mengunjungi Andini juga untuk membahas produk Pure Bliss. Sayang sekali semuanya rusak akibat telepon tak terduga, tetapi juga sebuah keberuntungan karena Andini bisa diselamatkan lebih cepat. Tentu, sambil menunggu kedatangan Aydin, sekretaris Aditi sudah mengumpulkan beberapa informasi terkait Andres."Gery, cari tahu siapa yang membuat gosip tersebut dan siapa Andres," perintah Andhika begitu sekretarisnya datang."Baik, Pak." Gery pun menghubungi sana-sini untuk mencari tambahan bukti."Kata Mbak Aditi belum makan. Kamu mau apa?" tanya Andhika. Tidak lembut, tapi juga tidak terdengar marah. Hanya seperti orang lelah. Andini yang masih di ruang tamu menggeleng. Ketegangan membuat rasa laparnya menguap. "Saya nggak apa-apa."Gery yang baru menutup ponselnya memperhatikan lalu mendekati Andhika. "Pak, mungkin kalau makanan berat sulit masuk. Kalau bakso, saya kira masih bisa," bisiknya.Andhika meliriknya. "Hu
"Mbak Andini nggak betah, ya, di sini?" tanya Tati. Mereka baru saja selesai salat dzuhur dan kini tengah makan siang.Meskipun Tati seorang pembantu, keluarga Wisesa tidak pernah melarangnya makan satu meja khususnya saat hanya ada sedikit orang. Tentu saja kebaikan mereka tidak pernah disalahgunakan hingga kurang ajar. Mereka tahu kapan bisa dan tidak bisa melakukannya.Mendengar pernyataan Tati, Andini menunduk sambil mengiris dagingnya. Ia tidak tahu harus menjawab bagaimana."Kalau Ibu tahu, pasti sedih banget. Tapi saya ya nggak bisa nyalahin Mbak Andini. Jauh-jauh datang ke sini malah dijahatin Mbak Scarlett dan Mas Dhikanya juga gitu. Untungnya sekarang udah baik lagi," kata Tati tampak senang.Sudah baik mungkin bukan kata yang tepat dan Andini tidak berani membenarkan pernyataan itu sebab menurutnya Andhika hanya melakukan tanggung jawabnya apalagi mengenai masalah yang baru saja terjadi. Siapa yang tega memfitnahku, Ya Allah? Batin Andini sedih."Ibu nggak tega ninggalin M
Andini bisa merasa lega sebab setelah itu tak ada lagi kejadian buruk menimpanya. Kalaupun ada yang kurang menyenangkan, hanya sebatas Emilia dan beberapa teman lain yang menganggap ia tak layak berada di SMA Sage. Namun, secara umum ia tetap bisa fokus belajar. Kemudian hari untuk syuting iklan dimulai. Andini masih tidak percaya bahwa ia betul-betul dikontrak menjadi bintang iklan. Syutingnya sendiri dilakukan di akhir pekan saat ia libur sekolah."Lakukan saja seperti kamu biasanya. Ingat, kamu bagian dari Wisesa, jadi anggap sebagai membantu keluarga," kata Andhika yang ikut menemani Andini syuting. Saat ini mereka tengah menyiapkan set dan make up untuk para pemeran termasuk Andini.Dengan adanya laki-laki itu sangat tidak membantu Andini sama sekali. Ia merasa tidak nyaman dan takut melakukan kesalahan. "Kami tidak menjadikanmu bintang iklan karena kamu terkenal dan jago akting. Sedari awal kamu bukan artis. Ingat kan alasannya apa?" sambung Andhika."Ya." Tentu saja Andini in
Hari berikutnya Andini masih menunggu dengan sabar kabar dari Emilia, Putri atau Dona, tapi nyatanya tak ada satupun yang memberi tahu apapun. Bahkan di sekolah ketiganya tampak seperti orang tak kenal. Hari berikutnya lagi juga masih sama, akhirnya ketika hendak pulang, Andini memberanikan diri mencegat Emilia."Apa sih lo ?" sergah Emilia kesal."Tugasnya gimana?" tanya Andini."Gampang itu. Nanti gue hubungi. Masih lama ini, ribut amat sih! Dahlah gue mau pulang!" setelah mengatakan itu, Emilia berbalik pergi dan meninggalkan Andini terburu-buru.Andini menatap kepergian Emilia dengan bingung. Mengapa teman sekelasnya itu harus marah, padahal ia hanya bertanya biasa."Dia nggak ngerjain tugasnya?" Tiba-tiba Katya sudah berdiri tepat di belakang Andini."Iya. Aku sudah nunggu kapan buat diskusi, masih belum juga," jawab Andini jujur."Terus gimana? Nggak ada diskusi sama sekali?" Kali ini Elke yang bertanya."Cuma sekali sih, itu juga Mas Dhika marah-marah karena tempatnya di kafe.
Emilia mengajak Andini membahas presentasi mereka di sebuah kafe. Betapa sulitnya ia meminta izin kepada Andhika yang heran kenapa tidak dilakukan di rumah entah siapa. Kenapa sampai harus di kafe?Andini jelas tak bisa menjawab dan akhirnya dengan berat hati Andhika mengizinkan dengan syarat diantar oleh Gery.Hari ini sepulang kerja, Gery langsung menjemput Andini di sekolah menuju tempat janjian. Emilia mengatakan mereka akan ketemu di kafe."Mbak Andini masuk dulu saja, nanti kami menyusul. Saya parkir mobil," kata Gery.Andini pun turun lebih dulu dan memasuki kafe. Rupanya justru ia yang tiba terlebih dahulu daripada yang lain padahal setahunya tadi Emilia, Putri dan Dona pergi sebelum dirinya dari sekolah. Ia pun sengaja memilih tempat yang mudah terlihat jika ketiganya datang.Ketika Gery memasuki kafe, langsung berjalan ke arah Andini. "Temannya belum datang?" tanya Gery sambil melihat sekeliling.Andini menggeleng. "Belum. Mungkin kena macet."Gery mengangguk. "Saya tunggu
Andini baru saja memberikan uang kepada Irawan untuk mengganti yang digunakan membeli cilok dan batagor ketika mobil Andhika memasuki carport. Awalnya sopir pribadi tersebut tidak mau menerimanya, tapi karena terus dipaksa akhirnya mau. Karena tidak tahu jumlah pastinya, ia memberikan lebih."Kamu ngapain di sini?" tanya Andhika yang melihat Andini berada di lantai dasar.Bukan apa-apa, lebih karena di lantai itu hanya ada gudang, dapur kotor, dua kamar pegawai, garasi dan ruangan untuk Irawan berjaga jika sedang tidak mengantarkan siapapun."Oh, barusan kasih uang untuk Pak Ir," jawab Andini sambil menunggu Andhika naik terlebih dahulu.Kening Andhika berkerut. "Uang?""Tadi nitip belikan cilok dan batagor.""Oh." Setelah memberikan respon pendek, tanpa berkata apa-apa lagi, Andhika masuk ke lift dan langsung naik hingga lantai teratas.Sementara itu Andini naik menggunakan tangga hingga ke lantai teratas juga dan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk melanjutkan belajar mata pelaja
Aditi berhasil membujuk Andini untuk membintangi iklan Padme dan body lotion Pure Bliss varian baru. Tidak jadi spray cologne. Menurut kakak Andhika tersebut setelah dikaji ulang, image Andini lebih cocok membintangi iklan body lotion.Pertemuan di kantor Andhika kemarin membuat Andini kepikiran hingga kini. Di sekolah, ia nyaris tidak bisa konsentrasi. "Kamu kenapa dari tadi kayak antara ada dan tiada gitu?" tanya Elke ketika jam istirahat, usai makan dan kini mereka tengah duduk di gazebo.Andini menggeleng. Ia ingat peringatan Andhika ketika masih tinggal di hotel dan baru memulai pelajaran tata krama bahwa sedekat apapun kita dengan orang lain, tidak semua hal bisa dibicarakan. "Nggak apa-apa." Andini menggeleng sambil tersenyum tipis. "Cuma nggak bisa tidur aja.""Scarlett gimana? Masih gangguin kamu?"Andini mengangguk."Kadang aku tuh pengen semua orang tahu sifat aslinya gimana," geran Elke.Saat asyik mengobrol, datang Rishi bersama seorang temannya dan keduanya langsung du
✉️ KatyaSepupuku kebetulan ada di hotel yang sama.Andini melihat foto yang dikirimkan Katya kepadanya. Foto berangkulan Scarlett bersama laki-laki yang lebih pantas disebut ayahnya. Jika saja Scarlett bukan kekasih Andhika, mungkin terserah saja dia mau berhubungan dengan siapa, karena itu hak masing-masing orang."Ini maksudnya apa pergi dengan orang yang berbeda?" gumam Andini tak percaya.✉️ AndiniDia sama siapa?Saudaranya?Tadi dari rumah Mas Dhika, tapi pulang marah-marah.✉️ KatyaOh ya?Kenapa? Berantem sama Kak Dhika?✉️ AndiniIya. Gara-gara dia nyuruh-nyuruh aku terus.Dia ditegur Mas Dhika dan ngambek.Pulang.✉️ KatyaWkwkwk Rasain!Aku nggak tahu sih dia sama siapa.Kemarin juga beda orang.Sulit untuk nggak curiga.Tapi hobinya memang godain suami orang.Atau...jadi sugar baby.✉️ AndiniMas Dhika tahu nggak ya?✉️ KatyaEntahlah, tapi semoga segera lepas.Menjijikkan!✉️ AndiniAamiin.Andini teringat saat bertemu di Bali pun dengan orang yang berbeda. "Apa Mbak
"Andini! Ambilkan gue minuman lagi!" Teriak Scarlett dari ruang keluarga kepada Andini yang tengah berada di kamar.Tadinya Andini ingin membuat kue yang berbahan sederhana bersama Tati. Kebetulan di rumah ada bahan-bahannya. Namun, karena kedatangan Scarlett yang tiba-tiba, membuat rencana tersebut gagal dan Andini memutuskan berdiam diri di kamarnya. Tati pun menyuruhnya sembunyi saja.Sebelumnya selain minuman, Andini mau menerima perintah Scarlett untuk mengambilkan camilan karena kebetulan Andhika juga memanggilnya. Tapi sekarang...Panggilan pertama dan kedua masih berusaha Andini abaikan."Andini! Lo punya kuping nggak sih?""Ish! Ngapain sih teriak-teriak kayak orang nggak punya tata krama!" gerutu Andini sambil bangkit dari yang tadinya baca novel di atas tempat tidur.Dengan perlahan saking malasnya, Andini keluar dari kamarnya dan turun ke lantai dua."Sudah aku bilang, jangan perintah Andini! Dia bukan pembantu! Butuh apa-apa tinggal panggil Bu Tati!" Tepat saat Andini me
Film yang dipilih oleh Katya memang bagus, Andini sampai lupa bahwa ia menontonnya bersama dengan Rishi dan teman-temannya juga. Untungnya saat menonton ia duduk di tengah antara Amal dan Elke sehingga mengurangi rasa bersalahnya. Meskipun semua murni kebetulan, ia tetap merasa bersalah.Kini mereka makan malam bersama di sebut restoran Italia berkat suara terbanyak. Di sana, tadinya Rishi ingin duduk dekat Andini tapi ditolak karena takut ketahuan Andhika dan disangka bohong. "Eh, Kak Rishi kayaknya naksir kamu deh," bisik Amal yang duduk di depan Katya saat mereka tengah menunggu pesanan datang.Elke yang duduk di depan Andini mengangguk. "Kupikir juga gitu, tapi nggak terang-terangan."Katya yang di samping Andini tersenyum sinis. "Semoga aja biar Emilia mampus.""Eh, jangan gitulah," sahut Andini tak nyaman. Meskipun ia tidak suka Emilia, tapi ia juga tak ingin ada yang mengolok Emilia seperti itu. Apalagi jika ada hubungan dengannya. Ia sudah trauma dengan Scarlett."Kelihatan k
Meskipun Elke memang berniat menjemput Andini, tetapi karena Andhika ingin bertemu, maka gadis itu menjemput Katya dan Amal terlebih dahulu barulah Andini. Tentu saja menggunakan sopir."Oh, Amal anaknya Pak Jamal Badawi." Andhika manggut-manggut setelah bertemu langsung dengan Katya dan khususnya Amal."Iya, Kak." Amal tersenyum sopan. Andhika mengangguk. "Ya sudah. Tapi maaf, ya, Saya cuma izinkan Andini buat nonton sama makan saja entah itu sebelum atau sesudahnya. Ini nggak ada cowoknya, kan?" Elke, Katya dan Amal serempak menggeleng."Nggak kok, Kak. Kita juga jomlo ini," jawab Elke sambil nyengir."Ya sudah.""Kami pamit, ya," ucap Elke mewakili yang lain."Mas Dhika, saya pergi dulu. Assalamu'alaikum," pamit Andini."Wa'alaikumussalam," balas Andhika.Keempat gadis remaja tersebut pun meninggalkan rumah melalui pintu depan dan sampai carport langsung masuk ke dalam mobil MPV putih. "Agak...seram juga, ya, Kak Andhika tuh?" komentar Amal ketika mereka sudah berada di perjalan