Emilia mengajak Andini membahas presentasi mereka di sebuah kafe. Betapa sulitnya ia meminta izin kepada Andhika yang heran kenapa tidak dilakukan di rumah entah siapa. Kenapa sampai harus di kafe?Andini jelas tak bisa menjawab dan akhirnya dengan berat hati Andhika mengizinkan dengan syarat diantar oleh Gery.Hari ini sepulang kerja, Gery langsung menjemput Andini di sekolah menuju tempat janjian. Emilia mengatakan mereka akan ketemu di kafe."Mbak Andini masuk dulu saja, nanti kami menyusul. Saya parkir mobil," kata Gery.Andini pun turun lebih dulu dan memasuki kafe. Rupanya justru ia yang tiba terlebih dahulu daripada yang lain padahal setahunya tadi Emilia, Putri dan Dona pergi sebelum dirinya dari sekolah. Ia pun sengaja memilih tempat yang mudah terlihat jika ketiganya datang.Ketika Gery memasuki kafe, langsung berjalan ke arah Andini. "Temannya belum datang?" tanya Gery sambil melihat sekeliling.Andini menggeleng. "Belum. Mungkin kena macet."Gery mengangguk. "Saya tunggu
Hari berikutnya Andini masih menunggu dengan sabar kabar dari Emilia, Putri atau Dona, tapi nyatanya tak ada satupun yang memberi tahu apapun. Bahkan di sekolah ketiganya tampak seperti orang tak kenal. Hari berikutnya lagi juga masih sama, akhirnya ketika hendak pulang, Andini memberanikan diri mencegat Emilia."Apa sih lo ?" sergah Emilia kesal."Tugasnya gimana?" tanya Andini."Gampang itu. Nanti gue hubungi. Masih lama ini, ribut amat sih! Dahlah gue mau pulang!" setelah mengatakan itu, Emilia berbalik pergi dan meninggalkan Andini terburu-buru.Andini menatap kepergian Emilia dengan bingung. Mengapa teman sekelasnya itu harus marah, padahal ia hanya bertanya biasa."Dia nggak ngerjain tugasnya?" Tiba-tiba Katya sudah berdiri tepat di belakang Andini."Iya. Aku sudah nunggu kapan buat diskusi, masih belum juga," jawab Andini jujur."Terus gimana? Nggak ada diskusi sama sekali?" Kali ini Elke yang bertanya."Cuma sekali sih, itu juga Mas Dhika marah-marah karena tempatnya di kafe.
Andini bisa merasa lega sebab setelah itu tak ada lagi kejadian buruk menimpanya. Kalaupun ada yang kurang menyenangkan, hanya sebatas Emilia dan beberapa teman lain yang menganggap ia tak layak berada di SMA Sage. Namun, secara umum ia tetap bisa fokus belajar. Kemudian hari untuk syuting iklan dimulai. Andini masih tidak percaya bahwa ia betul-betul dikontrak menjadi bintang iklan. Syutingnya sendiri dilakukan di akhir pekan saat ia libur sekolah."Lakukan saja seperti kamu biasanya. Ingat, kamu bagian dari Wisesa, jadi anggap sebagai membantu keluarga," kata Andhika yang ikut menemani Andini syuting. Saat ini mereka tengah menyiapkan set dan make up untuk para pemeran termasuk Andini.Dengan adanya laki-laki itu sangat tidak membantu Andini sama sekali. Ia merasa tidak nyaman dan takut melakukan kesalahan. "Kami tidak menjadikanmu bintang iklan karena kamu terkenal dan jago akting. Sedari awal kamu bukan artis. Ingat kan alasannya apa?" sambung Andhika."Ya." Tentu saja Andini in
Andini Yusfiani gugup bukan kepalang. Gadis remaja itu tengah berjalan mengekor di belakang wanita berkelas nan anggun, Aruna Wisesa, menaiki tangga teras menuju pintu utama. Ia menggenggam erat tas pakaiannya yang lusuh seolah itulah pegangan hidupnya. Sesampainya di depan pintu, tanpa menunggu harus mengetuk atau memencet bel, pintu sudah dibuka oleh seorang wanita yang lebih muda dari Aruna dan sepertinya ART di rumah itu. Terbukti segera menyilakan mereka masuk. Mereka berhenti di ruang keluarga di mana ada seorang laki-laki muda yang Andini yakini sebagai sang tuan rumah, Andhika Wisesa, berada. "Halo, Mi," sapa laki-laki itu seraya bangkit dari duduknya untuk memeluk Aruna setelah meletakkan tablet di sampingnya. Aruna berdecak setelah menerima salam putra bungsunya itu. "Harusnya kamu yang sambut Mami!" omelnya. Andhika hanya tersenyum tipis lalu menatap Andini dari atas ke bawah. "Ah, iya. Ini Andini. Sudah besar kan, ya, dia sekarang," kata Aruna dengan senyuman le
Andini susah payah membawa belanjaannya sendiri tanpa bantuan Andhika sama sekali. Kali ini hanya berdua, perempuan yang menemani mereka sudah pergi lebih dulu dan Andhika tak langsung mengajaknya pulang. Andhika ada janji dengan teman-temannya di salah satu restoran yang ada di mall tersebut. Karena ia tidak mengatakan Andini harus duduk di mana, akhirnya gadis itu duduk di meja sebelahnya. "Asisten lo ?" tanya teman Andhika yang seorang laki-laki yang penampilannya menarik bahkan lebih menonjol jika dibandingkan dengan Andhika yang jauh lebih sederhana. Andhika hanya menanggapi dengan senyuman tipis. Untungnya ia masih memiliki hati dengan memesankan Andini minuman. Ia sendiri sedang tidak melakukan pertemuan bisnis dengan temannya, hanya temu kangen sebab temannya itu baru datang ke Indonesia. Andini tidak tahu jam berapa dan tidak ada kesempatan untuk melihat jam sama sekali. Ketika akhirnya ia melihatnya di ponsel, ia terkejut bahwa waktu ashar sudah lama berlalu. Ia mengg
Andhika saat ini sudah berada di rumah setelah Scarlett menelepon dan menyuruhnya segera pulang. Begitu ia datang, Scarlett berteriak tak karuan bagai orang kesurupan sambil menuduhnya selingkuh. Dengan sabar ia terus membujuknya untuk tenang dan mengajak semuanya ke ruang keluarga."Bisa-bisanya kamu nggak cerita sama aku hal sepenting ini!" seru Scarlett dengan air mata berderai. "Kamu tahu, aku sengaja nggak kasih tahu bahwa aku pulang hari ini mau kasih kejutan, eh nggak tahunya malah aku yang dapat kejutan!""Maaf. Aku berencana kasih tahu saat kamu sudah pulang biar nggak ganggu proses syuting kamu," balas Andhika lembut."Bohong! Kamu sengaja, kan, memang?" Lagi-lagi Scarlett tidak mau percaya dan menatap Andini penuh kebencian seolah berhadapan dengan saingan.Andini sendiri yang tubuhnya gemetar hebat dan ketakutan akibat teriakan dan tatapan penuh kebencian Scarlett, tengah duduk sambil dirangkul erat oleh Tati."Andini cuma anak asuh mami. Dua di sini karena sekolah barunya
Seharusnya Andhika mengantar Andini, bahkan Aruna sudah membuat putranya itu berjanji, tapi akibat kedatangan Scarlett yang tiba-tiba, akhirnya hanya menyuruh Irawan mengantarnya.Di kelasnya yang baru seluruh siswa menatap Andini, tapi sebagian tampak memberikan tatapan sinis dan merendahkan. Ia teringat perkataan Scarlett bahwa ia tak cocok berada di SMA Sage yang elit."Hai, aku Elke." Gadis berambut ikal pendek yang duduk satu deret dengannya itu tersenyum dan mengulurkan tangannya, setelah Andini duduk di tempat yang ditunjuk untuknya.Andini membalas jabatan tangan Elke sambil tersenyum tipis setelah ia duduk. "Andini."Namun, keduanya tak bisa berkenalan lebih jauh karena pelajaran sudah dimulai. Kebetulan bahasa Inggris. Meskipun cara mengajarnya berbeda dengan yang ia terima selama ini, tapi ia bisa mengikutinya dengan baik. Ketika jam istirahat tiba, Elke mengajak Andini ke kantin sambil mengenalkan apa saja yang mereka lewati dan seperti apa sekolah mereka yang bernuansa h
"Siapa lo yang sebenarnya?" tanya Scarlett tanpa menyembunyikan kekesalannya."Maaf, Mbak, maksudnya gimana?" Andini yang juga diselimuti rasa takut akan dibawa entah ke mana, menunjukkan wajah kebingungan atas pertanyaan Scarlett tersebut.Scarlett mendengkus jengkel. "Tante Aruna nggak mungkin sembarangan memasukkan cewek antah berantah ke rumah Andhika sampai Andhika sendiri nggak bisa nolak! Dengan alasan sebagai anak asuh? Cuih, gue lebih percaya simpanse bisa ngomong!""Astaghfirullah!" ucap Andini. "Nggak usah sok religius deh lo !" sentak Scarlett sambil meliriknya sekilas."Astaghfirullah. Saya memang anak asuhnya Bu Aruna sejak saya SD," kata Andini jujur.Lagi-lagi Andini mendengkus untuk menampik jawab tersebut. "Alaaa, ngaku aja deh lo ! Siapa lo yang sebenarnya?""Demi Allah, Mbak. Saya memang anak asuhnya Bu Aruna."Satu alis Scarlett naik. "Lo pikir gue percaya? Nggak pernah ada ceritanya anak asuh sampai diajak tinggal bareng dan lucunya di rumah anak cowoknya yang b
Andini bisa merasa lega sebab setelah itu tak ada lagi kejadian buruk menimpanya. Kalaupun ada yang kurang menyenangkan, hanya sebatas Emilia dan beberapa teman lain yang menganggap ia tak layak berada di SMA Sage. Namun, secara umum ia tetap bisa fokus belajar. Kemudian hari untuk syuting iklan dimulai. Andini masih tidak percaya bahwa ia betul-betul dikontrak menjadi bintang iklan. Syutingnya sendiri dilakukan di akhir pekan saat ia libur sekolah."Lakukan saja seperti kamu biasanya. Ingat, kamu bagian dari Wisesa, jadi anggap sebagai membantu keluarga," kata Andhika yang ikut menemani Andini syuting. Saat ini mereka tengah menyiapkan set dan make up untuk para pemeran termasuk Andini.Dengan adanya laki-laki itu sangat tidak membantu Andini sama sekali. Ia merasa tidak nyaman dan takut melakukan kesalahan. "Kami tidak menjadikanmu bintang iklan karena kamu terkenal dan jago akting. Sedari awal kamu bukan artis. Ingat kan alasannya apa?" sambung Andhika."Ya." Tentu saja Andini in
Hari berikutnya Andini masih menunggu dengan sabar kabar dari Emilia, Putri atau Dona, tapi nyatanya tak ada satupun yang memberi tahu apapun. Bahkan di sekolah ketiganya tampak seperti orang tak kenal. Hari berikutnya lagi juga masih sama, akhirnya ketika hendak pulang, Andini memberanikan diri mencegat Emilia."Apa sih lo ?" sergah Emilia kesal."Tugasnya gimana?" tanya Andini."Gampang itu. Nanti gue hubungi. Masih lama ini, ribut amat sih! Dahlah gue mau pulang!" setelah mengatakan itu, Emilia berbalik pergi dan meninggalkan Andini terburu-buru.Andini menatap kepergian Emilia dengan bingung. Mengapa teman sekelasnya itu harus marah, padahal ia hanya bertanya biasa."Dia nggak ngerjain tugasnya?" Tiba-tiba Katya sudah berdiri tepat di belakang Andini."Iya. Aku sudah nunggu kapan buat diskusi, masih belum juga," jawab Andini jujur."Terus gimana? Nggak ada diskusi sama sekali?" Kali ini Elke yang bertanya."Cuma sekali sih, itu juga Mas Dhika marah-marah karena tempatnya di kafe.
Emilia mengajak Andini membahas presentasi mereka di sebuah kafe. Betapa sulitnya ia meminta izin kepada Andhika yang heran kenapa tidak dilakukan di rumah entah siapa. Kenapa sampai harus di kafe?Andini jelas tak bisa menjawab dan akhirnya dengan berat hati Andhika mengizinkan dengan syarat diantar oleh Gery.Hari ini sepulang kerja, Gery langsung menjemput Andini di sekolah menuju tempat janjian. Emilia mengatakan mereka akan ketemu di kafe."Mbak Andini masuk dulu saja, nanti kami menyusul. Saya parkir mobil," kata Gery.Andini pun turun lebih dulu dan memasuki kafe. Rupanya justru ia yang tiba terlebih dahulu daripada yang lain padahal setahunya tadi Emilia, Putri dan Dona pergi sebelum dirinya dari sekolah. Ia pun sengaja memilih tempat yang mudah terlihat jika ketiganya datang.Ketika Gery memasuki kafe, langsung berjalan ke arah Andini. "Temannya belum datang?" tanya Gery sambil melihat sekeliling.Andini menggeleng. "Belum. Mungkin kena macet."Gery mengangguk. "Saya tunggu
Andini baru saja memberikan uang kepada Irawan untuk mengganti yang digunakan membeli cilok dan batagor ketika mobil Andhika memasuki carport. Awalnya sopir pribadi tersebut tidak mau menerimanya, tapi karena terus dipaksa akhirnya mau. Karena tidak tahu jumlah pastinya, ia memberikan lebih."Kamu ngapain di sini?" tanya Andhika yang melihat Andini berada di lantai dasar.Bukan apa-apa, lebih karena di lantai itu hanya ada gudang, dapur kotor, dua kamar pegawai, garasi dan ruangan untuk Irawan berjaga jika sedang tidak mengantarkan siapapun."Oh, barusan kasih uang untuk Pak Ir," jawab Andini sambil menunggu Andhika naik terlebih dahulu.Kening Andhika berkerut. "Uang?""Tadi nitip belikan cilok dan batagor.""Oh." Setelah memberikan respon pendek, tanpa berkata apa-apa lagi, Andhika masuk ke lift dan langsung naik hingga lantai teratas.Sementara itu Andini naik menggunakan tangga hingga ke lantai teratas juga dan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk melanjutkan belajar mata pelaja
Aditi berhasil membujuk Andini untuk membintangi iklan Padme dan body lotion Pure Bliss varian baru. Tidak jadi spray cologne. Menurut kakak Andhika tersebut setelah dikaji ulang, image Andini lebih cocok membintangi iklan body lotion.Pertemuan di kantor Andhika kemarin membuat Andini kepikiran hingga kini. Di sekolah, ia nyaris tidak bisa konsentrasi. "Kamu kenapa dari tadi kayak antara ada dan tiada gitu?" tanya Elke ketika jam istirahat, usai makan dan kini mereka tengah duduk di gazebo.Andini menggeleng. Ia ingat peringatan Andhika ketika masih tinggal di hotel dan baru memulai pelajaran tata krama bahwa sedekat apapun kita dengan orang lain, tidak semua hal bisa dibicarakan. "Nggak apa-apa." Andini menggeleng sambil tersenyum tipis. "Cuma nggak bisa tidur aja.""Scarlett gimana? Masih gangguin kamu?"Andini mengangguk."Kadang aku tuh pengen semua orang tahu sifat aslinya gimana," geran Elke.Saat asyik mengobrol, datang Rishi bersama seorang temannya dan keduanya langsung du
✉️ KatyaSepupuku kebetulan ada di hotel yang sama.Andini melihat foto yang dikirimkan Katya kepadanya. Foto berangkulan Scarlett bersama laki-laki yang lebih pantas disebut ayahnya. Jika saja Scarlett bukan kekasih Andhika, mungkin terserah saja dia mau berhubungan dengan siapa, karena itu hak masing-masing orang."Ini maksudnya apa pergi dengan orang yang berbeda?" gumam Andini tak percaya.✉️ AndiniDia sama siapa?Saudaranya?Tadi dari rumah Mas Dhika, tapi pulang marah-marah.✉️ KatyaOh ya?Kenapa? Berantem sama Kak Dhika?✉️ AndiniIya. Gara-gara dia nyuruh-nyuruh aku terus.Dia ditegur Mas Dhika dan ngambek.Pulang.✉️ KatyaWkwkwk Rasain!Aku nggak tahu sih dia sama siapa.Kemarin juga beda orang.Sulit untuk nggak curiga.Tapi hobinya memang godain suami orang.Atau...jadi sugar baby.✉️ AndiniMas Dhika tahu nggak ya?✉️ KatyaEntahlah, tapi semoga segera lepas.Menjijikkan!✉️ AndiniAamiin.Andini teringat saat bertemu di Bali pun dengan orang yang berbeda. "Apa Mbak
"Andini! Ambilkan gue minuman lagi!" Teriak Scarlett dari ruang keluarga kepada Andini yang tengah berada di kamar.Tadinya Andini ingin membuat kue yang berbahan sederhana bersama Tati. Kebetulan di rumah ada bahan-bahannya. Namun, karena kedatangan Scarlett yang tiba-tiba, membuat rencana tersebut gagal dan Andini memutuskan berdiam diri di kamarnya. Tati pun menyuruhnya sembunyi saja.Sebelumnya selain minuman, Andini mau menerima perintah Scarlett untuk mengambilkan camilan karena kebetulan Andhika juga memanggilnya. Tapi sekarang...Panggilan pertama dan kedua masih berusaha Andini abaikan."Andini! Lo punya kuping nggak sih?""Ish! Ngapain sih teriak-teriak kayak orang nggak punya tata krama!" gerutu Andini sambil bangkit dari yang tadinya baca novel di atas tempat tidur.Dengan perlahan saking malasnya, Andini keluar dari kamarnya dan turun ke lantai dua."Sudah aku bilang, jangan perintah Andini! Dia bukan pembantu! Butuh apa-apa tinggal panggil Bu Tati!" Tepat saat Andini me
Film yang dipilih oleh Katya memang bagus, Andini sampai lupa bahwa ia menontonnya bersama dengan Rishi dan teman-temannya juga. Untungnya saat menonton ia duduk di tengah antara Amal dan Elke sehingga mengurangi rasa bersalahnya. Meskipun semua murni kebetulan, ia tetap merasa bersalah.Kini mereka makan malam bersama di sebut restoran Italia berkat suara terbanyak. Di sana, tadinya Rishi ingin duduk dekat Andini tapi ditolak karena takut ketahuan Andhika dan disangka bohong. "Eh, Kak Rishi kayaknya naksir kamu deh," bisik Amal yang duduk di depan Katya saat mereka tengah menunggu pesanan datang.Elke yang duduk di depan Andini mengangguk. "Kupikir juga gitu, tapi nggak terang-terangan."Katya yang di samping Andini tersenyum sinis. "Semoga aja biar Emilia mampus.""Eh, jangan gitulah," sahut Andini tak nyaman. Meskipun ia tidak suka Emilia, tapi ia juga tak ingin ada yang mengolok Emilia seperti itu. Apalagi jika ada hubungan dengannya. Ia sudah trauma dengan Scarlett."Kelihatan k
Meskipun Elke memang berniat menjemput Andini, tetapi karena Andhika ingin bertemu, maka gadis itu menjemput Katya dan Amal terlebih dahulu barulah Andini. Tentu saja menggunakan sopir."Oh, Amal anaknya Pak Jamal Badawi." Andhika manggut-manggut setelah bertemu langsung dengan Katya dan khususnya Amal."Iya, Kak." Amal tersenyum sopan. Andhika mengangguk. "Ya sudah. Tapi maaf, ya, Saya cuma izinkan Andini buat nonton sama makan saja entah itu sebelum atau sesudahnya. Ini nggak ada cowoknya, kan?" Elke, Katya dan Amal serempak menggeleng."Nggak kok, Kak. Kita juga jomlo ini," jawab Elke sambil nyengir."Ya sudah.""Kami pamit, ya," ucap Elke mewakili yang lain."Mas Dhika, saya pergi dulu. Assalamu'alaikum," pamit Andini."Wa'alaikumussalam," balas Andhika.Keempat gadis remaja tersebut pun meninggalkan rumah melalui pintu depan dan sampai carport langsung masuk ke dalam mobil MPV putih. "Agak...seram juga, ya, Kak Andhika tuh?" komentar Amal ketika mereka sudah berada di perjalan