Home / Romansa / Aku Bukan Pelakor / 4. Kebenaran Kehamilan

Share

4. Kebenaran Kehamilan

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2022-05-10 15:51:31

Waktu masih pagi. Beberapa ibu-ibu sudah berkumpul mengelilingi gerobak sayur yang kebetulan berhenti di depan salah satu rumah warga. Mereka berbelanja sekaligus membicarakan hal apa yang terjadi di sekitar mereka.

Terutama mengenai kejadian beberapa hari lalu yang menimpa putri pertama keluarga Pak Baron yang mengalami kegagalan pernikahan karena calon suaminya masih memiliki seorang istri. Kabar itu menggegerkan kampung Anyelir dalam sekejap.

"Enggak nyangka ya, Ibu-Ibu kalau Nada seperti itu," ucap seorang ibu-ibu yang memilah sayuran di hadapannya.

Seorang ibu lain yang memakai daster bunga-bunga menimpali, "Iya. Ternyata dia mau menikah dengan suami orang."

"Padahal, banyak pemuda di kampung yang terang-terangan menyukai dia dan bermaksud melamar dia. Termasuk anak saya si Sapto. Tapi Nadanya malah nolak. Eh, nggak tahunya malah maunya sama pria yang udah punya istri."

Dari jauh terlihat Ibu Susi yang berjalan dengan cepat menuju kumpulan para ibu di gerobak sayur. Wajahnya sumeringah seperti baru saja memenangkan sebuah lotre.

"Pagi, Ibu-Ibu," sapanya ketika sudah berada di dekat gerobak. Dia semakin menampilkan senyum lebar pada semua orang.

"Pada ngomongin apa ini? Seru sekali kelihatannya?" tanyanya sembari memperhatikan satu persatu orang-orang yang ada di sana.

"Ya ngomongin yang lagi hangat, Bu. Apa lagi memangnya?" jawab salah satu dari mereka.

"Oh. Masalah Nada anaknya Pak Baron, ya?" Semua orang mengangguk. Bu Susi melirik semua orang yang kembali memilih belanjaan mereka. Senyumnya tidak pernah luntur sedikit pun. Dia seperti menunggu sesuatu.

"Eh, ibu-ibu," panggilnya yang berhasil mendapat perhatian dari warga yang lain. "Si Nada, kan dulu sering keluar dengan calon suaminya yang tidak jadi tuh. Kalian apa enggak curiga?"

Beberapa orang di sana saling berpandangan dengan seseorang yang ada di sampingnya, sebelum kembali menatap pada Ibu Susi. Tampak jelas kebingungan pada wajah-wajah itu. "Maksud Bu Susi apa, sih?" tanya salah satu dari mereka.

Lagi-lagi Ibu Susi memperlihatkan senyum misteriusnya yang membuat semua orang semakin merasa bingung juga penasaran. Ibu Susi memang terkenal dengan biang gosipnya. Akan tetapi memang tidak dipungkiri juga kalau berita yang dibawa perempuan janda itu memang selalu ter up to date.

"Kita pakai pikiran terbuka ya, Ibu-Ibu. Ng ga munafik ini saya. Begini, ya. Apa, sih yang dilakukan seorang laki-laki dan perempuan menginap berdua-duaan kalau enggak ...." Kali ini Ibu Susi menggantungkan ucapannya. Akan tetapi dia mengangkat tangan kanan dengan dua jari tegak yaang mengangguk-angguk beberapa kali sebagai sebuah isyarat.

"Kita pikir secara logika saja lah, Bu. Apalagi kalau laki-lakinya sudah pernah merasakan itu." Ibu Susi menekan kata itu pada kalimatnya. "Dan kita juga bisa menebak kalau laki-lakinya kemarin mengalami masalah dengan sang istri yang pastinya mereka tidak akan melakukan hubungan suami istri. Laki-laki sekarang mana ada, sih, Bu yang tahan berduaan dengan lawan jenis. Apalagi kalau ada kesempatan. Nggak menutupi nih ya, Bu. Pikiran saya nih trapeling loh, Bu."

"Trapeling apa, Bu?" tanya salah satu ibu-ibu di sana.

Bu Susi berdecak. "His. Trapeling tuh bahasa inggri, Bu. Itu tuh yang artinya keliling-keliling," jasa Bu Susi dengan menggebu. Namun, ada keraguan dalam jawabannya sendiri.

Detik kemudian dia mengibaskan tangan. "Ya pokoknya itulah Ibu-Ibu. Pikiran saya ini jadi macam-macam. Masa sih laki-laki sama perempuan pergi berdua nggak melakukan itu? Nggak mungkin," ujarnya kemudian.

Semua orang mengangguk. "Bener juga," timpal salah satu dari mereka. "Enggak mungkin, kan kalau mereka main remi."

"Anak saya Safira juga pernah bilang loh, Bu kalau calon suami Nada yang kemarin itu sempat menyuruh salah satu OB di kantor untuk membelikan tespek," jelasnya. Gerakan ibu-ibu penggosip pun refleks dia lakukan dengan menjawil salah satu orang yang berdiri di sampingnya.

"Yang bener, Bu?" tanya beberapa ibu-ibu dengan nada terkejut secara berbarengan. Tentu saja itu mengejutkan mengingat selama ini Nada adalah sosok yang kalem.

Ibu Susi mengangguk. "Benar, Ibu-Ibu. Kejadiannya juga belum lama. Coba pikir. Kalau bukan buat Nada, buat siapa? Sedangkan kita tahu kemarin kalau calon suaminya Nada itu ada masalah sama istrinya."

"Wah. Jangan-jangan Nada hamil lagi?" Beberapa orang mengangguk.

"Enggak sangka, ya. Padahal, kan anaknya kalem."

"Eh jangan salah," ucap Ibu Susi tiba-tiba. "Yang kalem, kan biasanya yang menghanyutkan." Semua kembali berbisik membenarkan apa yang dikatakan Ibu Susi.

Pandangan salah satu dari mereka menangkap kehadiran dari seorang gadis yang terlihat mendekat ke arah mereka. Dia pun segera memberi tahu yang lainnya perihal kedatangan orang itu.

"Eh. Sudah-sudah. Ada Tari tuh," ucapnya sembari melirik ke arah kedatangan Tari.

Semua pun diam. Sosok gadis berambut panjang sudah datang mendekat. "Selamat pagi, Ibu-Ibu," sapa gadis itu dan semuanya pun menjawab sapaan itu secara bergantian.

Beberapa dari mereka saling melirik saat Tari mulai memilah sayuran di hadapannya. Terakhir semua menatap Ibu Susi pertanda bahwa perempuan itu harus menanyakan perihal yang mereka bahas barusan. Tahu dari mana akan hal itu? Entahlah. Hanya mereka yang tahu.

Bu Susi memutar bola matanya malas. Kenapa perihal eksekusi harus selalu dirinya yang beraksi? Namun, tak ayal dia tetap melakukannya juga. Bu Susi berdehem. "Nak Tari?" panggilnya.

Tari yang baru saja memegang sayur kangkung menoleh saat mendengar namanya dipanggil. "Iya, Bu?"

"Bagaimana kabar kakak kamu?" tanya Bu Susi.

Tari sudah menduga. Bagaimanapun kejadian beberapa hari lalu mengenai pernikahn sang kakak pasti akan tetap menjadi bahan omongan untuk beberapa hari ke depan. Dia pun sudah mempersiapkan diri tadi sebelum berangkat belanja mengenai ini.

Tari tersenyum. "Alhamdulillah baik, Bu." Dia menjawab dengan tenang.

Ibu Susi mengangguk. "Syukurlah." Setelahnya Bu Susi diam. Namun, hal itu tidak membuat beberapa ibu-ibu di sana merasa kurang puas karena bukan itulah yang dia maksud.

Salah satu dari mereka yang berada di samping Bu Susi menyikut lengan perempuan berdaster hijau itu sehingga membuat si empunya menoleh. "Cepat tanyakan." Pelaku penyikutan itu berbicara dengan menggerakkan bibir tanpa suara.

Ibu Susi memutar bola matanya malas, tetapi dia tetap melakukannya. Dia kembali memanggil Tari dan mulai bertanya, "Apa benar kakak kamu sedang hamil?" tanyanya tanpa basa-basi.

Kali ini Tari memperlihatkan wajah terkejut, juga tidak suka akan hal itu. "Maksud Ibu Susi apa, ya?"

"Em, bukan apa-apa. Ibu hanya ingin bertanya langsung saja pada keluarga Nada. Daripada simpang siur enggak jelas. Soalnya ada yang tahu beberapa waktu lalu sebelum acara nikahan kalau calon suami kakak kamu menyuruh salah satu OB di kantornya untuk membeli tespek," jelasnya dengan melirik semua yang ada di sana.

Tari diam. Ingin rasanya dia menyumpal mulut Ibu Susi yang memang terkenal dengan biang gosipnya. Ingin sekali dia mengatakan kalau mungkin saja tespek itu untuk istri pria kurang ajar yang sudah menipu kakaknya. Akan tetapi dia mengurungkannya karena itu sama saja kalau dia mempermalukan kakaknya kembali.

"Iya, Nak Tari. Coba cari tahu. Kalau memang iya segera carikan jodoh untuk kakak kamu. Atau kakak kamu menerima perjodohan dengan Rizal yang dia tolak dulu. Daripada keburu besar perutnya." Salah satu ibu-ibu berbicara memberi saran.

Tari tidak ingin berlama-lama di sini. Sayur kangkung yang ada di tangan segera dia bayar. Padahal seharusnya masih banyak lagi yang harus dia beli. Hanya saja keadaan ini membuat dirinya ingin segera pulang.

Tari segera menuju ke kamar sang kakak. Dia melihat kakaknya tengah duduk di ujung ranjang tepat di depan jendela dengan padangan kosong ke luar ruangan. Hal yang biasa kakaknya lakukan beberapa hari ini.

Namun, pandangan Tari jatuh pada tangan sang kakak yang memegangi perutnya. Kenapa? Apakah kakaknya lapar? Sekelebat pertanyaan di tukang sayur tadi pun memenuhi otaknya.

Tari berjalan mendekat ke arah Nada, duduk di samping sang kakak lalu memaksa kakaknya untuk menghadap ke arahnya. "Kak. Katakan yang sejujurnya," ucap Tari dengan mimik wajah bersungguh-sungguh.

"Apa benar Kakak hamil?" tanya Tari langsung pada intinya.

Sayangnya, tidak ada jawaban yang dia terima. Kakaknya itu hanya menunduk membuat dia merasa gemas.

Tari mendesis. "Katakan, Kak. Apakah Kakak hamil?" tanyanya lagi dengan mengguncangkan bahu sang kakak.

Nada yang merasa dituntut pun akhirnya mengangguk. "I---iya."

"Apa!" teriak seseorang dengan suara menggelegar di ambang pintu.

Related chapters

  • Aku Bukan Pelakor   5. Terusir

    Seorang pria datang bertamu ke kediaman Pak Baron hari ini. Beberapa buah-buahan menjadi buah tangannya untuk datang. Dia cukup bangga kala mendapatkan sambutan ramah dari sang tuan rumah. "Keadaan Ibu bagaimana, Pak?" tanya pria itu yang tidak lain adalah Rizal. Seseorang yang sebelumnya sempat dijodohkan dengan Nada tetapi perempuan itu menolak. Pak Baron tersenyum. "Sudah mendingan, Nak Rizal. Terima kasih. Ini semua berkat Nak Rizal yang sudah mau memanggilkan dokter keluarga Nak Rizal," ucap Pak Baron tampak tidak enak. Rizal membalas senyuman itu. "Ah. Itu bukan apa-apa, Pak. Selagi saya bisa membantu, akan saya bantu. Karena keluarga Pak Baron sudah saya anggap keluarga sendiri." Pria itu memang Pintar berkata-kata manis.Pak Baron semakin merasa tidak enak pada Rizal. "Boleh saya melihat keadaan Ibu, Pak?" "Oh. Boleh-boleh." Pak Baron dengan senang hati mempersilakan. Pria paruh baya itu masih beruntung karena Rizal masih mau berhubungan baik dengan dirinya setelah putrinya

    Last Updated : 2022-06-20
  • Aku Bukan Pelakor   6. Pergi Dari Rumah

    Nada menatap sendu pintu rumahnya yang sudah tertutup rapat. Bahkan dia juga melihat sang ayah yang mulai menutup jendela dengan sedikit tatapan tajam ke arahnya. Seolah-olah dari tatapan itu Pak Baron ingin mengatakan kalau dia sudah sangat membenci anaknya. Nada menunduk, tidak menyangka kalau kehidupan akan berubah sedrastis ini. Dia rasa baru beberapa hari lalu Nada merasakan kebahagiaan akan melepas masa lajang dengan pria yang dia cintai. Akan tetapi, dia tidak menyangka kalau pria itu juga yang telah memberikan luka pada dirinya. Menipu akan status, menjanjikan pernikahan, membuat keluarganya malu dengan kebenaran yang ada. Kini, dia pun harus terusir dari rumah yang sudah membesarkan dirinya karena kehamilan yang ingin dia pertahankan, juga penolakan dirinya untuk menikahi Rizal. Pria yang baru saja disebutkan namanya mendekati Nada. "Sudah aku katakan. Terima saja lamaran dariku. Kamu akan sedikit memberi kebahagiaan pada kedua orang tuamu. Dan anakmu yang tidak memiliki a

    Last Updated : 2022-06-27
  • Aku Bukan Pelakor   7. Kedatangan Aska

    Sebuah mobil terparkir di depan kediaman Pak Baron. Si pemilik yang masih berada di dalam mobil memandang keadaan sekitar yang tampak sepi meski di seberang jalan ada beberapa ibu-ibu yang berkumpul mengelilingi sebuah gerobak sayur. Kehadiran mobil mengkilat yang jarang tentu saja menyita perhatian warga sekitar. Apalagi para ibu-ibu yang suka bergosip. Kebetulan sekali mereka sedang berkumpul sembari berbelanja pada tukang sayur keliling yang berhenti tak jauh dari kediaman Pak Baron.Tinggu. Asal kalian tahu saja kalau beberapa ibu-ibu kepo memang sengaja memberhentikan tukang sayur itu di sana karena mereka menunggu informasi baru mengenai Pak Baron. Seorang ibu-ibu dengan daster merah bergambar ayam menatap begitu intens pada mobil itu. "Eh Ibu-Ibu," panggilnya pada semua yang sedang berbelanja di sana. "Itu mobil siapa yang parkir di rumah Pak Baron?" Tangannya menunjuk pada kuda besi mengilat di seberang jalan. Semua yang ada di sana menoleh ke arah yang ibu itu tunjuk. Sala

    Last Updated : 2022-06-30
  • Aku Bukan Pelakor   8. Mencari

    Pagi ini, Saka berdiri di ambang pintu divisi yang dia pimpin. Tentu saja dia mencari keberadaan Safira untuk menanyakan soal Nada yang sudah tidak masuk semenjak seminggu yang lalu. Mereka berdua memang satu kampung tinggalnya. Pandangan Saka jatuh pada sosok yang dia cari sedang mengerjakan sesuatu. "Safira," panggilnya. "Iya, Pak," jawab Safira sembari mengalihkan pandangan ke arah pemilik ruangan. Dia melihat atasannya berdiri di ambang pintu, segera dia berdiri dari duduknya. "Ikut saya ke ruangan saya." Setelahnya dia gegas pergi menuju ruangannya diikuti dengan pandangan Safira yang memasang wajah bingung karena mendapat panggilan dari atasannya.Safira yang tiba-tiba saja dipanggil oleh menejernya tentu saja merasa terkejut. Beberapa karyawan wanita mendekati meja Safira. "Hei. Ada apa tiba-tiba kau dipanggil Pak Saka?" Seorang karyawan dengan rambut panjang bertanya pada Safira. Sedangkan Safira masih memasang wajah bingung. Dia mengedikkan bahu lalu menggeleng. "Aku juga t

    Last Updated : 2022-07-17
  • Aku Bukan Pelakor   9. Mengajak Nada

    Nada duduk pada sebuah kursi di trotoar jalan. Dia memandang kumpulan pemuda di seberang jalan yang tampak tertawa dengan duduk melingkari sebuah meja. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang seru. Tangan kanan tidak terasa terangkat dan bertengger di atas perutnya yang masih rata. Dia mengingat kenangan saat Saka sering mengajaknya keluar dan minum bersama sembari bersenda gurau. Tiba-tiba saja tatapannya menerawang ketika mengingat pengkhianatan dan kebohongan pria itu. Ingin sekali dia memutar waktu karena menyesal pernah mengenal Saka. Tidak. Untuk anak dalam kandungannya dia tidak menyesal sama sekali karena bagi Nada itu adalah sebuah anugerah. Di saat kegiatannya hanya diam, sebuah suara menyapa indra pendengaran. "Nada." Nada menoleh, dia terkejut ketika melihat keberadaan Aska di sampingnya. Pria itu berdiri menggunakan kacamata hitam. "Kak Aska," panggil Nada dengan rasa terkejut. Perempuan itu tidak menyangka akan bertemu dengan mantan calon kakak iparnya di t

    Last Updated : 2022-07-21
  • Aku Bukan Pelakor   10. Mencari Kontrakan Untuk Nada

    Nada menatap Aska penuh dengan kebingungan, mencari pengertian dari mimik wajah dari pria di hadapannya. "Mak—maksud Kak Aska apa, sih?" Aska menghela napas dalam. "Kamu akan tinggal di sini. Daripada kamu luntang-lantung di jalan, mending di sini bukan? Apalagi kamu sedang hamil," ucap Aska tanpa menoleh. Bola mata Nada melotot. Dalam hati bertanya-tanya tahu dari mana Aska kalau dirinya sedang hamil? Menyadari keterdiaman Nada, Aska melirik perempuan itu. Terlihat mimik terkejut di sana. "Jangan terkejut. Saya sudah tahu semuanya dari adik kamu." Nada hanya diam dalam lamunan. "Ayo turun." Hingga perkataan Aska menyadarkan dirinya. Dia melihat pria itu yang ingin membuka sabuk pengaman. "Tunggu, Kak," ucapnya yang spontan memegang tangan Aska agar pria itu tidak membuka sabuk pengamannya. Arah pandangan Aska yang ke bawah membuat dirinya turut ikut melihat apa yang pria itu lihat. Bola mata Nada melebar saat menyadari tangannya yang telah lancang memegang tangan Aska. "Maaf-ma

    Last Updated : 2022-07-28
  • Aku Bukan Pelakor   11. Bosan

    Sesuai kesepakatan kemarin antara dirinya dan juga Aska. Untuk sementara Nada akan tinggal di apartemen pria itu yang katanya menganggur. Sedangkan Aska akan mencarikan kontrakan yang sesuai dengan keinginan Nada. Bosan. Satu kata yang kini dirasakan oleh wanita yang tengah hamil muda itu. Sendirian di apartemen tanpa melakukan apa pun. Menonton tivi? Sudah dia lakukan sejak pagi. Akan tetapi, itu tidak juga membuat rasa bosan dalam diri Nada hilang. Nada menyandarkan punggung pada sandaran sofa, dia mengembuskan napasnya kasar dengan bola mata yang mengedar. Saat dia mengamati suasana apartemen, sebuah ide tiba-tiba datang dalam benaknya. Perempuan itu pun bangkit dengan cepat. "Daripada melamun, lebih baik aku bersih-bersih apartemen saja. Anggap saja ini sebagai bentuk terima kasih pada Kak Aska atas tumpangannya untuk tinggal." Nada mengangguk. Perempuan itu mulai beranjak untuk mencari alat bersih-bersih. Pertama-tama dia akan mencari kemoceng dan lap bersih untuk membersihkan

    Last Updated : 2022-11-21
  • Aku Bukan Pelakor   12. Kontrakan Sederhana Pilihan Nada

    Baik Nada dan Aska langsung menoleh ke asal suara dan melihat sosok perempuan dengan kaus putih bergambar beruang dari salah satu pintu.Jika Aska tampak bingung dengan sosok itu, berbeda dengan Nada yang malah mengembangkan senyumnya. "Salsa?" panggil Nada dengan senyum lebar.Kedua perempuan itu pun langsung berjalan cepat untuk saling mendekat. "Hei. Hati-hati," ujar Aska dengan sedikit rasa panik kala melihat Nada yang berlari.Aneh. Meski dalam keadaan khawatir ekspresi pria itu masih saja sama. Aska berdecak lalu mendekati Nada dan sosok perempuan yang memanggil nama mantan calon adik iparnya itu.Aska masih berdiri menatap dua perempuan di hadapannya, sepertinya tengah melepas rindu. Detik kemudian dia melihat Salsa yang menatapnya."Pest. Dia siapa?" tanya Salsa pada Nada.Nada menatap sejenak Aska di mana wajah pria itu langsung membuat dirinya merasa kikuk. "Oh. Kenalin, Sa. Ini Kak Aska. Kak Aska ini Salsa," ujar Nada memperkenalkan dua orang yang belum saling mengenal itu.

    Last Updated : 2023-09-14

Latest chapter

  • Aku Bukan Pelakor   84. Akhir Dari Segalanya

    Aska dan Nada menyalami tangan Pak Baron dan Bu Mila. Setelah pernikahannya yang berjalan dua hari lalu, hari ini sesuai jadwal Aska akan mengajak Nada untuk bulan madu sebagai kado pernikahan mereka. "Hati-hati di jalan, ya. Ingat. Jangan bertengkar." Pak Baron memberi pesan pada anak dan menantunya.Aska dan Nada mengangguk bersama-sama. "Iya, Pak." Pasangan suami istri itu berjalan bersama menaiki mobil Aska. Keduanya duduk pada bangku belakang karena kali ini mobil dikemudikan oleh sopir.Nada merangkul lengan sang suami. "Memangnya kita mau ke mana sih? Kamu belum memberi tahu aku loh kita mau ke mana-mananya. Kamu cuma bilang kalau kita mau bulan madu."Aska tersenyum. "Namanya juga kerutan.""Ih kamu mah." Nada mencubit pelan lengan suaminya. Aska pun terkekeh. "Ciba tebak aja dong. Kalau benar, nanti aku tambahin hari dalam bulan madu kita," ujar Aska kemudian."Kalau itu sih maunya kamu." Keduanya pun tertawa.Namun, Nada tampak berpikir. Dia menidurkan kepala di pundak san

  • Aku Bukan Pelakor   83. Mengatasi Masalah Tanpa Masalah

    Safira sedang berdiri di sudut tempat memerhatikan keluarga Pak Baron yang sedang mengadakan sesi foto dengan para pengantin. Bukan, bukan karena dia ingin ikut berfoto, tetapi karena dia sedang menunggu seorang perempuan yang kini juga sedang ikut berfoto. Kalian tentu tahu siapa.Safira mengentakkan kakinya karena kesal. "His. lama banget sih mereka foto-foto. Nggak penting banget deh." Dia melipat tangan dengan menunjukkan ekspresi kesalnya.Dia masih menunggu. Beberapa saat kemudian dia langsung menerbitkan senyum kala melihat seseorang yang dia tunggu berjalan ke arah dirinya. Entah mau ke mana yang jelas pasti perempuan itu akan melewati dirinya.Tepat ketika Rina. Orang yang sejak tadi dia tunggu melewati Safira, perempuan itu langsung meraih lengan Rina. Rina yang terkejut pun langsung menatap ke arah tanganya lalu menatap pelaku itu.Dia lagsung mengembuskan napas kasar kala melihat keberadaan Safia di sana. "Mau apa kamu?" tanyanya dengan malas."Kamu ikut aku sebentar," uja

  • Aku Bukan Pelakor   82. Sah

    Nada yang sedang menangis di pelukan kakaknya melihat keberadaan sang bapak dan ibunya di ambang pintu. Dia pun melepaskan pelukannya pada Reno. "Bapak? Ibu?" panggilnya yang membuat Tari dan Reno langsung mengalihkan pandangan. Mereka melihat kedua orang tua mereka di sana.Pak Baron dan Bu Mila tersenyum ke arah ketiga anaknya. Mereka berjalan mendekat, lebih tepatnya mendekati Nada. Reno dan Tari yang paham pun mulai menyingkir sebentar. Berdiri di depan Nada tepat, lalu menatap perempuan itu lekat-lekat.Pak Baron merasa terharu dengan keadaan ini. Keadaan yang pernah mereka lewati tetapi berakhir tragis. Pak Baron menangkup wajah Nada. "Maafkan untuk semua kesalahan yang pernah bapak perbuat sama kamu sehingga kamu melewati semua hal berat ini." Dia berujar lirih.Nada menggeleng pelan. "Tidak, Pak. Nada yang harusnya meminta maaf karena Nada menyusahkan Bapak. Menyusahkan Ibu. Nada berterima kasih pada kalian atas semua yang pernah kalian beri untuk Nada," ujar perempuan itu den

  • Aku Bukan Pelakor   81. Pergi ke Makam

    "Aku akan menikah dengan Nada," ujar Aska. Ekspresinya datar dengan pandangan tajam mengarah ke depan. Tepatnya pada sosok pria yang memakai seragam tahanan. Siapa lagi kalau buka Saka?Saka yang mendengar itu hanya bisa diam tertunduk. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Kesalahannya di masa lalu benar-benar membuat Saka menyesal dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menebusnya. Dia telah menjadi penyebab kematian dari darah dagingnya sendiri dan membuat perempuan yang dia cintai kecewa juga marah padanya.Lantas, apakah ada hak untuk Saka meminta Aska untuk tak melanjutkan rencana yang baru saja dikatakan padanya itu?"Untuk apa kau mengatakannya padaku? Bukankah sejak lama kau memang ingin bersama dengan dia?" tanya Saka.Aska melipat tangan di depan dada. "Ya. Aku hanya ingin kau tahu saja." Tak banyak yang dikatakan oleh Aska. Pria itu hanya datang untuk memberitahu hal ini. Bukan untuk menjenguk sang adik. Bahkan sesuatu pun tidak dia bawakan untuk Saka."Aku harap ka

  • Aku Bukan Pelakor   80 Menemui Danu

    Harapan telah terkabul. Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya kini Nada sudah membuka matanya. Iris itu tampak bergerak memandangi keadaan sekitar dan mencari tahu keberadaan dirinya di mana saat ini. Yang Nada ingat adalah kali terakhir dia yang sedang disekap oleh seseorang yang tak lain adallah ayah dari sosok Alva.Nada menggerang kala merasakan sakit di kepala. "Aku di mana?" tanyanya kemudian.Aska yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut melihat pergerakan dari atas brankar milik Nada. Dia menyadari kalau kekasihnya kini sudah sadarkan diri. "Nada," panggil Aska yang langsung berlari mendekati Nadda."Kak Aska," panggil Nada dengan suara yang sangat lirih."Kamu sudah sadar, Sayang? Kamu sudah bangun. Sebentar. Aku akan panggilkan dokter untuk kamu," ujar pria itu dengan menekan sebuah tombol yang ada di bagian belakang brankar dan menempel pada tembok.Aska mendengar desisan dari Nada. "Sabar, Sayang. Sabar. Dokter akan segera datang."Pria itu duduk di samping brank

  • Aku Bukan Pelakor   79. Perawatan Nada

    Sejak Nada memasuki rumah sakit dan tak sadarkan diri, Aska tak pernah sekalipun meninggalkan kekasihnya itu. Duduk pada kursi di samping brankar, Aska terus menggenggam tangan Nada dan menempelkan di pipinya. Pandangan Aska terus tertuju pada Nada seolah pria itu tak ingin lagi kehilangan kekasihnya."Bangun, Sayang. Bangun. Kamu harus segera sadar," ujar Aska. Salah satu tangan pria itu harus diperban karena luka akibat terlalu banyak memukul Danu sampai lepas kendali."Sayang. Setelah ini kita harus mengadakan pernikahan. Aku tidak mau ditunda lagi apa pun alasannya nanti," ujar Aska. Pria itu seperti sedang berbicara secara langsung pada Nada. Tatapannya penuh ancaman dan nada bicaranya penuh penekanan.Aska mencium tangan Nada dengan penuh cinta. "Bangun lah. Bukankah kau sudah mendapat perawatan? Kau pernah di posisi yang lebih berbahaya dari ini dan kau bisa melewatinya. Kau cepat bangun tapi kenapa rasanya lama sekali bangunnya. Kau tahu? Aku sampai mengantuk," ujar Aska sedik

  • Aku Bukan Pelakor   78. Penyelamatan Nada

    "Akh! Sakit!" teriak Nada kala rambut panjangnya ditarik secara kasar. Wajahnya kini mendongak dengan tangan yang terikat ke belakang tubuh. Perempuan itu kini tengah duduk di sebuah kursi dengan tangis yang terus mendera sedari tadi karena penyiksaan yang dia dapat.Wajah Nada tampak penuh lebam dengan sudut bibir yang mengeluarkan darah karena sobek. Penampilan Nada begitu kacau."Sakit. Tolong hentikan," ujar Nada dengan tangis. Kepalanya terasa perih kala pria di hadapannya ini mencengkeram rambutnya dengan sangat kuat."Apa? Apa?" Danu. Pelaku itu mendekatkan telinga ke wajah Nada. "Menghentikan?" tanyanya kemudian."Mimpi," ujarnya dengan keras dan kasar mendorong kepala Nada. Dia melepaskan sesaat rambut perempuan itu sebelum akhirnya kembali menariknya secara kasar."Apa kau bilang tadi? Sakit?" Danu bertanya dengan tatapan tajam. Detik selanjutnya dia tertawa dengan nada yang sangat menyeramkan."Rasa sakitmu ini tidak setara dengan sakit hati yang aku rasakan karena aku kehil

  • Aku Bukan Pelakor   77. Pencarian Nada

    Bu Mila tidak bisa diam. Sejak tadi perempuan itu duduk, berdiri dan berjalan tiada henti dengan perasaan gelisah. Kabar mengenai penculikan Nada tentu saja menggemparkan keluarganya. Semua dibuat panik dan khawatir.Tari yang melihat ibunya terus menerus seperti itu menggeleng. Dia merasa kasihan. "Ibu. Ibu duduk dulu. Ibu yang tenang." Tari mendekati ibunya. Dia memegangi pundak Bu Mila lalu mengajaknya duduk bersama."Yang tenang, Bu. Jangan sampai kegelisahan Ibu ini membuat Ibu menjadi sakit nantinya," lanjut Tari."Gimana ibu bisa tenang, Tar kalau kakak kamu diculik orang?" tanya Bu Mila dengan perasaan sedih. Entah sudah berapa kali dia menangisi Nada."Maafin, Salsa ya Bu Mila. Salsa nggak bisa jagain Nada," ujar Salsa yang merasa bersalah."Tidak, Nak. Ini bukan salah kamu." Pak Baron berujar. Sejak tadi temannya Salsa itu terlihat sangat bersalah dengan kejadian yang menimpa Nada.Rina keluar dari dalam rumah. Dia membawa beberapa gelas minuman untuk semua yang ada di sana.

  • Aku Bukan Pelakor   76. Pemakaman

    Danu berjalan santai menyusuri lorong rumah sakit dengan tangan kanannya yang memegang sebuah pisang. Dia menikmatinya sepanjang perjalanan sembari sesekali bersiul dan bersenandung. Pria itu tampak menunjukkan wajah yang bahagia.Asal kalian tahu saja, Danu baru saja pergi meninggalkan rumah sakit untuk melakukan hal yang biasanya dia lakukan. Kali ini Danu mendapatkan uang yang cukup banyak sehingga itulah dia tampak bahagia. Namun, dia tidak tahu apa yang telah terjadi di ruangan putranya.Ketika berjalan, dia tampak kebingungan dengan beberapa petugas medis yang berlari-lari. "Mereka kenapa?" tanyanya pada diri sendiri namun memilih acuh pada keadaan.Sampai akhirnya kala keberadaan pria itu sudah di dekat ruangan yang di mana anaknya dirawat, Danu mendengar suara teriakan dari sana. "Itu suara Niken?" Keningnya mengerut, menandakan kalau pria itu tengah kebingungan."Ngapain dia teriak-teriak begitu? Pakai acara nangis segala." Danu masih melangkah dengan santai menuju ruangan. Sa

DMCA.com Protection Status