Bella akan memulai kerja hari ini, setelah berpikir keras semalam. Akhirnya dia memutuskan untuk benar-benar memakai hijab, tidak hanya saat di kantor melainkan di waktu lainnya juga. Sebenarnya ada perasaan sedikit sedih dalam hati Bela meninggalkan ibunya seorang diri di rumah. Untuk sementata waktu dia mengandalkan anak tetangga sebelahnya untuk menjaga ibunya. Mungkin setelah ini dia akan mencari seseorang yang bisa merawat ibunya dengan baik. Mengingat gaji yang di tawarkan oleh Tamara pada kontrak kerjanya semalam lumayan besar.
Kedatangan Bella di kantor sudah ditunggu seorang karyawan bernama Lia yang sengaja ditugaskan untuk menunjukkan ruang kerja Bella serta pekerjaan Bella nantinya. Melihat ruangan kerja yang bagus dia merasa benar-benar telah dihargai oleh Tamara."Udah mulai masuk kerja kan, makan siang bareng yuk" Renata mengirim sebuah pesan kepada Bela."Ok" balasnya singkat.Saat hendak menuju ke pantry membuat kopi, Bella berpapasan dengan seorang pria dengan wajah yang tampan, postur tubuh tegak dan nampak begitu atletis. Pikir Bella mungkin dia adalah pimpinannya, namun saat Bella memperhatikan akan masuk ke ruangan yang mana. Ternyata dia memasuki ruangan para karyawan."Ada karyawan yang ganteng juga dikantor ini. Lumayan bisa cuci mata tiap hari kalau liat modelannya kaya begitu" ucap Bela dalam hati sambil terkekeh."Karyawannya saja bisa seganteng itu, apalagi pimpinannya ya. Sampai-sampai bu Tamara sangat over protektif terhadap suaminya" Bella kembali berbicara dalam benaknya.Dengan membawa secangkir kopi ke mejanya Bella membuka kembali lembaran kertas yang akan dikerjakannya."Ehem... " Suara deheman di depan meja Bella. Bella terkejut saat pria yang dilihatnya tadi sekarang berdiri dihadapannya sekarang ini."Kamu hanya membuat satu cangkir kopi. Buat saya mana? " tanyanya kepada Bella."Iya, anda mau saya bikinkan kopi" kata Bella yang sedikit terkejut dengan penampakan pria yang dilihatnya di lorong tadi."Gila ganteng banget kalau diliat dari dekat begini. Oh my god, bisa kejang-kejang ni jantung kalau liat beginian tiap hari" kata Bella dalam hatinya saat bertatap muka dengan pria tadi."Aduh Bella, sadar woy. Malu kali sama hijab yang kamu pakai. Insyaf woy" tolak hatinya yang begitu ingin memuji ketampanan pria tadi tanpa di sadari dia menggelengkan kepalamya."Kenapa kamu menggeleng seperti itu ke saya? Kamu tidak ingin membuatkan saya kopi? Kalau begitu saya ambil yang punya kamu" katanya yang ingin meraih cangkir kopi milik Bella."Bukan begitu, saya akan buatkan kopi untuk anda pa. kopi itu sudah saya minum tadi, tidak etis kalau saya memberikan bekas saya" sahut Bella."Tidak apa-apa. Saya suka jika bisa berbagi sentuhan dengan bibir kamu" ucapnya seperti menggoda Bella. Entah apa yang telah merasuki pikiran pria itu, dia begitu lepas sekali berkata-kata hal yang menggoda seperti itu. Sebelumnya tidak pernah dia melakukan hal seperti itu."Wah sayko ni orang, baru kenal juga udah berani ngomong sedikit vulgar. Ternyata tampangnya saja yang tampan tapi akhlaknya sangat berbeda jauh dengan rupanya" ucapnya Bella dalam hati. Bella merasa sedikit illfeel kepada pria yang kini tengah menjadi lawan bicaranya. Pria yang sempat dia kagumi sebelumnya."Sepertinya saya tidak merasa asing dengan tatapan dari bola matamu itu. Entah kita pernah berjumpa sebelumnya, tapi dimana ya. Tapi saya merasa begitu dekat seolah-olah saya sudah mengenalmu dan hal membuat saya tertarik untuk mengetahuinya. Mungkinkah kamu itu soulmate saya" Katanya kemudian mengambil cangkir kopi milik Bela tadi dan meminumnya. Kemudian menyeringai sebuah senyuman manis, yang hampir saja membuat jantung Bella meledak karena degup jantungnya begitu cepat."Antarkan dokumen buat perjanjian kontrak dengan perusahaan NASA ke ruang saya" Kemudian dia pun masuk ke dalam ruangan CEO. Bella menatap ke arah pintu yang telah tertutup dan terkejut kalau pria itu ternyata CEO nya. Yang tidak lain adalah suami bu Tamara.Pantas saja istrinya over protektif, suaminya genit begitu. Mentang-mentang dia merasa memiliki wajah yang nyaris sempurna, sesukanya merayu wanita lain selain istrinya. Ternyata semua laki-laki itu sama, mata keranjang dan buaya. Bella merasa kasian dengan Tamara istri CEO itu, dia berpikir kalau Tamara selalu sakit hati karena memiliki suami yang suka merayu perempuan. Sebagai sesama wanita, dia akan membela bu Tamara sebagai seorang istri yang bersuamikan seorang playboy. Tentu pastinya sudah seringkali berselingkuh dibelakang Tamara.Sebuah panggilan masuk dari telpon meja kerjanya."Iya halo"." Tolong ke ruangan saya, saya ingin kamu mengantarkan berkas ini kebagian perencanaan " Perintah sang CEO kemudian menutup panggilan telponnya. Ada sedikit rasa cemas dalam hati Bella jika masuk ke dalam sana. Takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan olehnya."Tok... Tok... Tok... " Bela mengetuk pintu sebanyak tiga kali."Masuk"."Mana berkas yang bapa ingin saya antarkan? " tanya Bella langsung."Ini" Unjuknya seraya melihat beberapa dokumen lagi. Percakapan keduanya seakan tidak begitu formal."Bella" Panggilnya membuat sang pemilik nama tertegun diam."Nama kamu Bella ya, apakah kita pernah bertemu sebelumnya? " tanyanya seperti penasaran."Tadi kita sempat berpapasan saat saya ingin ke pantry tadi pa" Jawab Bella seadanya. Memang saat dia menuju pantry kali pertama dia bertemu dengan si CEO genit ini."Bukan pertemuan yang tadi. Tapi sebelumnya, karena saya merasa seakan saya itu terkoneksi dengan kamu" kata si CEO Bella.Dimeja terpampang jelas siapa nama si pemilik meja. Andi Prasetyo Wardhana itulah nama CEO genit Bela."Modus terus pa jangan sampai kendor" Bella membatin dengan cara sang bos mencoba memodusi dia."Dasar ya, mungkin pria yang bernama Andi emang playboy" kata Bella dalam hati sambil mengingat mantan Renata yang bernama Andi super playboy nya waktu menjalin hubungan dengan sahabat karibnya itu."Saya rasa bapak perlu periksa diri ke dokter untuk mengetahui kalau bapa sedang halu atau memiliki gangguan dalam mengingat" kata Bella asal dan terdengar ketus. Tapi malah membuat Andi tersenyum."Aku memang seperti pernah melihat bola matamu itu sebelumnya" Andi mencoba meyakinkan dirinya dan mencoba agar Bella bisa mengingat dan memberikan sebuah jawaban kepadanya."Banyak diluaran sana orang yang memiliki bola mata seperti saya ini pa" Bella mencoba memberikan penjelasan agar si bosnya ini tidak selalu mempertanyakan kalau mereka pernah bertemu sebelumnya."Bisa jadi. Ya sudah lupakan saja" Katanya seraya melambaikan tangan menyuruh Bella keluar.Akhirnya Bella bisa bernafas lega, semoga ini pertama dan yang terakhir kalinya bosnya bersikap seperti mereka pernah saling mengenal satu sama lain.Hari ini akan ada meeting bersama dengan bosnya di sebuah hotel berbintang lima yang terkenal dikota ini. Bella mematut dirinya didepan cermin, pashmina herwarna peach yang dipakainya sebagai penutup kepala nya. Dipadukan dengan blazer coklat dengan dalaman kemeja senada dengan kerudungnya. Serta trouser berwarna coklat senada dengan blazernya memberikan penampilan elegan yang anggun kepada Bela. Dia terlihat begitu memukau hari ini. Hari ini merupakan meeting dengan rekan bisnis yang sangat penting, jadi dia harus menampilkan ke profesionalannya agar tidak mempermalukan bosnya. "Pak, ini file untuk meeting siang nanti" Bella menyodorkan map berwarna biru kepada bosnya. "Baik akan saya cek, terimakasih" ucapnya tanpa melihat ke arah Bella. Ada rasa nyeri menyelimuti hati Bella ketika Andi tidak terlihat ramah dan sedikit merayu seperti biasanya. "Sadar Bel, dia itu suami orang. Jangan genit minta dirayu. Kamu mau dicap sebagai pelakor" tegurnya didalam hati agar tidak berharap sesua
Tamara yang terkejut oleh teriakan suaminya itu, langsung gugup ketika melihat tatapan mengerikan yang diarahkan oleh suaminya itu. Tak pernah dia melihat sorot mata seperti itu dari Andi, meskipun dia begitu marah dengan sifat cemburu Tamara. Tapi tatapan tajam seperti itu tidak pernah Andi perlihatkan kepadanya. Tamara pun langsung terdiam gugup dan juga takut. "Ada apa pak Andi" tanya seorang pria paruh baya yang baru saja ikut keluar dari kamar yang dimasuki oleh Andi tadi. Kini mereka berdiri berdampingan di luar kamar. "Aku tidak menyangka kamu mas. Ternyata kamu akan menikmati wanita murahan ini bersama pria tua ini" decih Tamara seolah dia jijik. Tamara berakting seolah-olah dia telah dikhianati. Dia sengaja melakukan hal tersebut agar mendapat simpatik orang-orang yang melihat kejadian tadi. "Tutup mulut kamu Tamara" teriak Andi begitu lantang. "Maksudnya apa ini?" tanya pria paruh baya itu bingung kepada wanita yang ada didepannya yang tengah mengarahkan handphone ke arah
Memang Andi selalu bersikap dingin dan acuh kepada dirinya. Namun kali ini berbeda, dirinya benar-benar marah pada Tamara. Sudah bisa dipastikan dia juga akan menjaga jarak dengan Tamara. Padahal hubungan mereka sedikit membaik sebelumnya, Andi sudah bersikap mulai mencoba untuk menerima kehadiran Tamara dalam hidupnya. Selama tiga tahun pernikahan, tak pernah sedikit pun Andi menghangatkan tubuh Tamara. Selalu dia berkata, tidak ingin menyentuh Tamara tanpa memiliki cinta. Sehingga membuat Tamara sedikit heran, apakah dirinya normal. Sebab itulah Tamara terlalu over protektif takutnya Andi tidak akan pernah mencintai dirinya. Tidak seperti dirinya yang mencintai Andi. Kejadian tiga tahun yang lalu lah membuat Tamara mencintai Andi begitu dalam. Lebih tepatnya cinta pada pandangan pertama. Tamara selalu melakukan berbagai cara untuk memiliki Andi seutuhnya. Namun tidak pernah berhasil. Sebuah panggilan masuk dari mommy. Ya, ibu Andi. Mertuanya Tamara, Listy. Tamara sudah yakin sekal
Bella, pulang dengan raut wajah yang sedih. Bagaimana tidak? Beberapa karyawan dikantor ada yang mencibir dirinya. Meski Renata membela dirinya dan juga mengatakan untuk tidak terlalu memikirkan perkataan buruk dari orang lain. Tapi tetap saja, dia merasa risih dan dianggap pelakor. Padahal dirinya tidak sehina yang mereka katakan. Saat ingin menyebrang jalan, Bella tidak sadar kalau dirinya hampir saja akan ditabrak sebuah mobil. Untung ada seseorang yang menarik dirinya untuk mundur ke belakang. "Ya Allah neng cantik, jangan berpikir ingin bunuh diri. Kalau ada masalah lebih baik diselesaikan secara perlahan. Jangan neng pikir, kalau neng mati masalah selesai. Tapi malah akan menimbulkan masalah baru" jelas seorang wanita paruh baya yang terlihat kurus dan juga dekil. Beliau membawa seorang anak kecil yang ada di dalam gerobaknya. Terlihat kurus dan seperti kurang gizi. "Maaf bu. Saya tidak menyadari kalau saya jalan di tengah jalan" jawab Bella yang memang tidak sadar tadi. Dia te
Bu Fatimah mengangguk setuju dan tersenyum bahagia. Masih ada orang baik yang mau menerima beliau, serta bersikap ramah seperti ini. Tak henti-hentinya beliau mengucapkan rasa syukur atas kejadian hari ini. "Bu, saya mau tanya. Apakah Fitria sudah memiliki identitas? Maksudnya seperti akta kelahiran atau sudah tercatat di catatan sipil" tanya Bella. Dia berniat ingin mengadopsi Fitria menjadi anak angkatnya. "Belum neng, saya tidak terlalu paham masalah seperti itu. Maklum ibu tidak sekolah tinggi. Hanya lulusan SD" jawab bu Fatimah lemah. "Gini bu, saya berniat ingin mengadopsi Fitria jadi anak angkat saya jika ibu berkenan. Biar nanti untuk identitas Fitria saya yang akan urus ke catatan sipil bu" Bella mengutarakan niat baiknya yang sedari tadi merasa iba dengan kondisi Fitria yang terlihat begitu memprihatinkan. "Ya Allah neng, neng Bella baik sekali. Mau mengadopsi Fitria yang tidak tau asal usulnya ini. Padahal neng baru kenal kami, tapi neng Bella sudah sangat begitu perhat
Bu Fatimah melangkahkan kakinya ke kamar Bella. kemudian mengetuk pintu kamar Bella. Beliau masih tidak percaya jika sekarang beliau telah menemukan keberadaan majikan yang sangat dirindukannya selama ini. Sedangakn Fitria tengah asyik bermain dengan sebuah boneka yang ditemukan dalam lemari dikamar tamu tadi. Bella pun membuka pintu kamar setelah mendengar suara ketukan. "Eh, bu Fatimah. Masuk bu, saya mau kenalin bu Fatimah sama mama saya" Bella tersenyum manis kepada bu Fatimah. Bu Fatimah pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Bella. Terlihat seorang wanita yang terbaring lemah, meski terlihat tua. Namun pancaran aura kecantikan dari si pemilik wajah tidak pudar, meski telah dimakan usia. "Kenalkan bu Fatimah ini ibu saya. Namanya Nilam Sari" ujar Bella tersenyum kepada ibunya. Mata bu Fatimah tak kuasa menahan buliran bening yang mengalir di pelupuk matanya. Ada rasa bahagia yang menjalar dihatinya. Begitu pula dengan bu Nilam. Beliau merasa kehangatan yang dulu pernah d
Andi yang baru saja tiba dikantor merasa kaget melihat para karyawan berkerumun. "Ada apa ini?" tanya Andi. "Ini pak, Bella sekretaris bapak pingsan setelah dimarahi sama mertua bapa" jawab salah satu karyawannya. Dia merasa ikut kesal dengan mertua bosnya itu. Selalu memarahi karyawan perempuan yang kerja di perusahaan Andi. Para karyawan di kantor Andi sama sekali tidak ada respek kepada Tamara maupun mamanya, karena bagi mereka semua mereka berdua hanya tukang bikin onar dikantor. Malah para karyawan sangat prihatin dengan Andi karena memiliki istri dan mertua jahat seperti mereka. "Mertua saya tadi kesini. Ngapain dia datang kesini? Ada urusan apa dia memarahi Bella?" Andi tampak sedikit emosi. Kemudian dia melihat kondisi Bella yang tengah dipangku oleh Gris. Gris menaruh minyak kayu putih dihidung Bella. "Gris bantu saya, kita bawa Bella ke rumah sakit atau klinik terdekat. Takutnya dia kenapa-kenapa. Tolong temani saya, saya tidak ingin ada fitnah yang keji lagi terhadap Be
"Maksud kamu apa Bel?". "Apakah kamu adik ipar pak Andi?" Gris begitu penasaran dengan cerita hidup Bella. Melihat Bella yang terlihat serba salah, Gris pun mengerti. Mungkin Bella tadi keceplosan berbicara sesuatu yang rahasia tentang keluarganya. Tapi, Gris tidak menyalahkan Bella. Sebab, semua ini salahnya yang begitu penasaran dengan Bella yang begitu histeris setelah bertemu dengan mamanya Tamara, mertua bosnya. "Kalau kamu merasa tidak nyaman untuk menceritakan semua itu. Tidak apa-apa. Aku tidak memaksa". "Setiap orang memiliki cerita dan rahasia yang tidak pantas untuk dikonsumsi oleh orang lain". "Tapi please. Jangan anggap aku orang asing, jika kamu membutuhkan teman untuk berbagi kisahmu. Aku ada untukmu, kamu bisa pakai bahuku untuk menyandarkan beban hatimu" Gris menggenggam erat tangan Bella. "Jangan pernah berpikir, kamu sendirian. Aku akan menemanimu. Aku akan selalu menjadi orang pertama yang berdiri membelamu Bel" Gris memberikan semangat untuk Bella. "Thanks Gr
Tamara sudah pulih, kini dia bersiap untuk memulai aksi balas dendamnya kepada Andi dan Bella. Setelah semua barang milik Gery dijual oleh Baron, kini dia memiliki sedikit modal untuk melakukan aksinya. Belum lagi uang yang tersimpan di rekening Gery yang lumayan banyak. Membuat Tamara tidak merasa miskin lagi. Kini dia tengah berencana untuk mengambil semua hartanya yang telah diberikan Gery kepada istrinya. Apalagi keberadaan istri Gery telah diketahui, Baron dan anak buahnya memang bisa diandalkan untuk masalah mencari tahu keberadaan istri Gery. Kehidupan Bella dan Andi pun juga selalu mereka awasi, apalagi sekarang gugatan cerai yang diajukan oleh Andi telah diputuskan. Secara resmi kini mereka telah bercerai. Membuat Tamara begitu membenci Andi dan Bella. "Kita lanjutkan rencana kita, sesuai rencana yang telah kita susun" ucap Tamara kepada Baron dan Ruby serta anak buah Baron. Sedangkan Tessa hanya duduk mengamati mereka sambil memakan buah apel yang sudah terpotong dalam piri
Ruby menggeledah isi kamar Gery, mungkin ada barang yang bisa menghasilkan uang. Sebab dia tahu sekarang Tamara tidak punya apa-apa lagi. "Memangnya apa yang kamu cari sih dari tadi" Tessa menggerutu melihat tingkah Ruby. "Aku lagi mencari barang yang berguna biar bisa dijual. Coba tante bantu aku nyari-nyari" ucap Ruby kesal karena tersinggung dengan ucapan Tessa bernada marah kepadanya. "Memang jenius kamu Ruby" wajah Tessa terlihat kegirangan dengan pemikiran Ruby yang tidak terpikir olehnya sebelum ini. Setelah bekerjasama, akhirnya lumayan banyak barang yang terkumpul oleh mereka berdua. Terdapat lima jam tangan mahal yang harganya tentu saja puluhan hingga ratusan juta. Ada tiga cincin berlian, satu sertifikat rumah atas nama Gery. Serta mereka menemukan kunci rumah dan juga kunci mobil. Mungkin kedua barang itu milik Gery tanpa sepengetahuan Tamara. "Sayang, bisa kamu cek alamat rumah ini. Cari tau siapa pemiliknya, apa rumah itu ditempati atau tidak?" Ruby meminta bantuan
Ruby memeriksa kondisi Gery yang sudah tidak bergerak lagi setelah mendapatkan pukulan dari Tamara yang tepat mengenai kepalanya. Sudah bisa dipastikan kalau Gery kini sudah meninggal apalagi genangan darah yang menghiasi lantai keramik putih apartemen kini terlihat begitu sangat kontras merah dan putih. Tamara masih terus saja berteriak dan menangis tidak karuan. Ruangan itu pun kini dipenuhi dengan darah, entah itu darah dari Gery ataupun darah Tamara. Ya , Tamara mengalami pendarahan yang hebat setelah mendapat tendangan dari Gery sebelumnya."Bagaimana sekarang Ruby" Tessa begitu panik dengan keadaan saat ini. Apalagi kondisi Tamara yang terlihat seperti orang gila. Namun tidak berapa lama kemudian Tamara jatuh pingsan karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit akibat pendarahan dan rasa kekecewaan dihatinya. Semua kepedihan, semua kehancuran yang Tamara alami berputar-putar dalam kepalanya hingga membuatnya jatuh pingsan karena dia tidak bisa menerima kekalahannya."Tamara" teriak
"Pa, aku sudah menemukannya" ucap Listy pada sambungan telponnya. "Kini Nilam tengah terbaring lemah di rumah sakit pa. Semuanya sungguh diluar dugaan pa, seolah takdir telah bermain-main"."Aku tidak bisa menjelaskan semuanya pa, jika papa ingin tau keadaannya papa bisa datang kesini dan melihat kondisinya"."Dia sedang menderita kangker pa" Listy terisak berbicara dengan papanya di telpon. Dia sangat bersedih melihat kondisi sepupunya itu dengan kondisi yang begitu menyedihkan. Seandainya saja, dia menemukan Nilam lebih awal mungkin dia tidak akan menderita dan penyakitnya tidak akan separah ini. Listy merasa sangat begitu berterimakasih kepada Nilam yang kabur dari perjodohannya dengan Rudi di waktu lampau. Meski dia tau semua itu ulah suaminya sendiri yang membantu pelarian Nilam dengan kekasihnya. Sebab, jika dia tidak menggantikan posisi Nilam untuk melakukan perjodohan dengan Rudi. Dia tidak akan pernah tau betapa beruntung dirinya dicintai oleh Rudi. Listy bahkan tidak akan
Nilam bertemu dengan Rafly ditaman tempat mereka biasanya ketemuan. Pertemuan mereka dibantu oleh pengasuh Nilam sejak kecil. Bi Fatimah lah orang yang selalu membantu Nilam untuk bisa keluar dari rumahnya."Mas, aku mau mohon sama kamu bawa aku pergi dari sini. Kita kabur saja mas, aku tidak mau dijodohkan sama papa mas" Nilam menangis dalam pelukan Rafly. "Tapi sayang, aku tidak ingin dianggap lelaki pengecut sama papamu karena membawamu pergi dan kabur dari sini" Rafly mencoba untuk menenangkan Nilam dan memberikan pengertian kepadanya bahwa yang dia katakan itu salah. "Tapi aku tidak mau dijodohkan dengan Rudi mas, aku menganggap dia seperti kakakku. Dia pun juga begitu, dia hanya menganggap aku seperti adiknya. Rasanya sulit bagi kami untuk menerima perjodohan ini mas" Nilam menjelaskan. Sebab, dia tau Rafly kadang merasa cemburu dengan Rudi. Dia pun yakin jika Rudi juga tidak menginginkan perjodohan ini. Apalagi dia tahu Rudi sedang mencari perempuan yang sudah membuat dirinya
"Nilam, besok malam kamu dan Rudi akan melangsungkan pertunangan" ucap Bima tiba-tiba saat mereka sedang makan malam. Anjas dan Marina hanya terdiam mendengar ayah dan ayah mertuanya memberitahukan berita baik tersebut. Namun itu justru merupakan berita petaka bagi Nilam."Maksud papa apa?" jawab Nilam lembut. Dia tidak berani menatap mata Bima, karena dia tahu betapa kerasnya watak sang papa. "Apa telingamu sudah tuli Nilam?" kalimat yang terdengar begitu singkat diucapkan oleh Bima tapi terasa bergidik bagi siapapun setelah mendengarnya."Tapi pa aku sama Rudi cuma..." belum sempat Nilam menyelesaikan kalimatnya. Bima meletakkan garpu dan sendoknya ke meja dengan begitu nyaringnya. Seperti dia tengah menggebrak meja makan pada saat itu. Suasana pun seketika menjadi hening, tak ada aktivitas tengah makan lagi diantara semuanya. Baik Nilam, Anjas maupun Marina."Tidak ada kata penolakan atau alasan apapun. Pokoknya besok malam kamu dan Rudi akan melangsungkan pertunangan" Bima menata
Rudi menatap sedih melihat kondisi Nilam yang memprihatinkan saat ini. Ada rasa penyesalan didirinya karena membiarkan Nilam waktu itu pergi bersama Rafly. Rudi lah orang yang membantu Nilam untuk kabur dengan Rafly karena hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Nilam. Ayah Nilam berniat ingin menjodohkan Nilam dengan dirinya. Namun Nilam menolak perjodohan tersebut, apalagi perjodohan tersebut dilakukan karena menguntungkan untuk bisnis kedua keluarga. Nilam tidak ingin dianggap sebagai barang yang dijadikan ajang untuk kepentingan dua keluarga yakni keluarga Dewantara dan keluarga Wardana. Rudi pun tidak menginginkan hal tersebut, karena kini dia sedang jatuh cinta dengan wanita misterius yang baru ditemuinya. Rudi juga tengah mencari-cari keberadaan si gadis misterius yang sudah memikat hatinya pada pertemuan pertamanya. Jadi dia juga menolak perjodohan dirinya dengan Nilam. Karena dirinya menganggap Nilam seperti adiknya sendiri. ***𝘍𝘭𝘢𝘴𝘩𝘣𝘢𝘤𝘬***Rudi tengah menunggu ked
"Eh Ruby, kamu bisakan menggugurkan kandungan?" tanya Tessa kepada Ruby, dia tidak setuju jika Tamara ingin mempertahankan kandungannya tersebut. Cukup sekali dia membiarkan Tamara mempertahankan kandungannya, hingga akhirnya hanya menyusahkan kehidupan mereka saja. Dan Tessa tidak hal itu terulang lagi. "Tergantung usia kandungannya juga tan, kalau masih muda bisa digugurin dengan obat sih tan. Biasanya digunakan oleh oknum tertentu secara ilegal" jawab Ruby. Secara dialah seorang perawat yang jelas tahu tentang masalah aborsi yang biasa dilakukan teman- teman sejawatnya. "Baguslah kalau begitu, sebaiknya kamu gugurin kandunganmu itu secepatnya Tamara. Mama tidak mau direpotkan dengan masalah kehamilan kamu ini" perintah Tessa kepada Tamara. Dengan raut wajah yang kesal karena telah mengalami hari yang buruk hari ini. "Mah, bisa nggak sih mulut mama itu diam nggak ngoceh terus. Kepalaku rasanya mau meledak tau mah"."Coba kebawelan mama itu dikurangi, stress aku kalau begini terus
"Ma...." kata Tamara. Wajahnya memucat saat melihat kondisi Wulan yang tidak bergerak sama sekali. Tubuhnya lemas terkulai, padahal sebelumnya ia telah mengutuk Wulan agar secepatnya mati. Namun, setelah melihat tubuh kaku Wulan yang tak bergerak. Membuat tubuh Tamara gemetar ketakutan. "Apakah dia sudah mati ma?" tanya Tamara gagap. "Aku tidak tahu, mama juga tidak tahu". "Kamu itu bodoh sekali, kenapa kamu harus menekan bantalnya begitu kuat? Seharusnya kamu itu hanya menakutinya saja". "Kalau dia beneran mati. Kita bakalan akan masuk penjara. Kita ini sudah hampir masuk penjara. Tapi sekarang kamu hanya menambah dan memperburuk situasi saat ini" gumam Tessa dengan nada marah kepada Tamara. "Sebaiknya kita pergi dari sini saja ma. Kalau ada yang melihat perbuatan kita, kita tidak bisa kabur lagi" usul Tamara yang memucat karena takut. "Aku tidak mau masuk penjara ma. Aku tidak mau" Tamara terlihat sangat ketakut