Tubuh Nadia bergetar hebat. Menunggu jawaban dari lelaki berseragam putih yang duduk pada bangku di hadapannya. "Benturan yang terlalu kuat pada kepala pasien mengakibatkan memorinya mengalami kerusakan dan jika kita terus memaksa pasien' untuk mengingat, hal itu justru dapat berakibat kerusakan yang sangat fatal sekali pada ingatannya."Bibir Dania bergetar, sementara Ibu Ratna terus terisak di dalam pelukan Rico. "Tapi, Mas Adam masih mengingat kami, Dok?" debat Dania. Wajahnya terlihat sangat kacau sekali."Betul sekali, menurut pemeriksaan yang sudah kami lakukan, pasien mengalami kehilangan memori satu tahun belakang ini saja dan untuk tahun-tahun berikutnya ingatan itu masih tetep ada dan tidak hilang."Dada Dania terasa begitu berat. Hal itu berarti, jika Adam masih menganggap Dania masih sebagai istri sah nya."Yang pasien butuhkan sekarang adalah dukungan keluarga. Terutama Mbak Dania, karena sepertinya sosok Mbak Dania sangat berarti sekali untuk Pak Adam," tutur Dokter i
"Ini adalah kesempatanku untuk menyatukan Dania dengan Adam kembali," batin Bu Ratna, sorot matanya tertuju pada Dania yang sedang sibuk penyuapkan nasi kepada Adam."Udah sayang!" ucap Adam dengan mulut yang masih penuh pada Dania.Dania tidak bergeming. Ia segera meletakkan piring yang masih berisi nasi itu di atas nakas."Adam, kenapa makan kamu sedikit sekali?" tanya Bu Ratna. "Makanlah, yang banyak biar kamu bisa segera sembuh!" tutur wanita itu melihat pada Adam yang sedari tadi tidak berkedip mengawasi Dania."Bu, bolehkah ibu tinggalkan aku dan Dania sebentar." Adam menatap pada Ibu Ratna yang duduk di sampingnya.Wanita bertubuh bugar itu turun dari bibir rajang. Berjalan ke arah pintu ruangan Adam meninggalkan Dania dan Adam.Sesaat suasana di dalam ruangan berpendingin itu terasa begitu hening sekali. Dania sedari tadi hanya terdiam dengan wajah murung membuat Adam semakin penasaran."Sayang!" "Iya Mas!" sahut Dania tergeragap. "Mas butuh apa lagi?" tanya Dania berusaha u
"Demikian meeting kita hari ini. Terima untuk semua perhatiannya." Lelaki dengan jas hitam itu bangkit dari bangku dan berjalan cepat menuju pintu ruangan. Nadia bergegas mengemasi barang-barangnya dan berjalan cepat mengejar Rayyan."Pak Ray, tunggu!" panggil Nadia. Rayyan menghentikan langkah kakinya kemudian menoleh ke balik punggung pada Nadia.Tatapan Rayyan tidak seramah saat lelaki itu menjadi Rian. Saat lelaki itu sudah menunjukan siapa sebenarnya dirinya, anak dari pemilik MNC Cinema itu berubah 180 derajat, sangat bertolak belakang sekali dengan kepribadian Rian yang ramah dan humble."Pak, saya ingin bicara sebentar dengan, Bapak," ucap Nadia dengan nafas yang hampir putus karena berlari mengejar Rayyan."Saya tidak ada waktu!" Rayyan memutar tubuhnya dan kembali berjalan."Pak tunggu, Pak! Ini soal Dania," teriak Nadia seketika menghentikan langkah kaki Rayyan. Huf! Nadia meniup kecil dari bibirnya dan berjalan menghampiri Rayyan."Berikan saya waktu sebentar, saya ingin
"Dania, siapa dia?" Adam mengeryitkan dahi menatap heran pada lelaki yang tiba-tiba masuk ke kamarnya, lalu mengamuk.Seketika Rayyan tercengang melihat pada Adam yang sedang memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut, seperti orang yang sedang kesakitan."Mas, Mas, baik-baik saja?" sergah Dania terlihat panik."Siapa dia, Dania!" lirih Adam menatap pada Dania."Dia, dia, dia temen aku, Mas!" jawab Dania sekilas melihat pada Rayyan kemudian menjatuhkan tatapannya pada Adam.Rayyan mendengus berat, lalu berjalan menuju pintu keluar. Sesaat ia memicingkan netranya pada Dania sebelum ia pergi berlalu.Dania berdecak kesal. Ia tidak bisa meninggalkan Adam yang terlihat sedang menahan sakit untuk mengejar Rayyan."Bagus Adam, dengan kamu seperti itu, maka Dania tidak akan pernah bisa meninggalkan kamu. Jadi ibu bisa menikmati kembali masa-masa indah Ibu jadi orang kaya," batin ibu Ratna tersenyum bahagia."Adam, kenapa kamu, Nak?" tanya Ibu Ratna terlihat panik.Adam memegangi kepalanya,
Dania tidak bisa mencegah kepergian Rayyan. Wajah' merah padam, menandakan jika lelaki itu sedang murka."Kenapa Mas ke sini?" tanya Dania pada Adam yang masih terlihat pucat."Mas khawatir sama kamu, jadi Mas meminta Dania untuk mengantarkan Mas mencari kamu," balas Adam. Sorot matanya teduh menatap pada Dania penuh kasih sayang.Sekilas Dania melirik pada Nadia. "Tadi kebetulan aku lagi jenguk Mas Adam, eh kamunya nggak' ada di sana jadi aku antar Mas Adam ke sini," jelas Nadia."Ya sudah, Mas tunggu aku di mobil dulu ya!" tutur Dania pada Adam, wanita itu menunjuk pada mobil yang terparkir di pinggir taman."Dania, sejak kapan kamu memiliki mobil semewah itu." Netra Adam berbinar, sekilas ia melihat pada mobil Pajero milik Dania yang terparkir. Adam menyetuh kedua bahu Dania. "Dania, maafkan Mas, banyak kenangan yang sudah Mas lupakan. Bahkan saat kamu sekarang sudah menjadi orang yang sukses," tutur Adam menatap lekat pada Dania dengan raut wajah sedih.Lagi, Dania hanya mampu men
"Iya sayang, kamu yang harus membayar tagihan rumah sakit, siapa lagi?" Adam mengeryitkan dahi seperti orang yang tidak memiliki kesalahan apapun pada Dania. Seperti biasa, tanpa sungkan ia meminta pada Dania.Dania mendengus berat. "Baiklah aku akan membayar tagihan itu. Tapi Mas harus janji sesuatu sama aku," tegas Dania."Janji!" Adam menautkan kedua alisnya menatap pada Dania."Janji apa?" sergah Adam dengan wajah' penasaran."Nanti saja kita bahas Janji itu," balas Dania. Membuat wajah Adam penuh tanya."Baik, Sus, saya akan segera menyelesaikan administrasinya sekarang juga!" tutur Dania pada Suster yang masih berada di ruangan Adam."Baik ibu, silahkan ibu segera ke loket pembayaran. Saya akan memeriksa keadaan pasien dulu," sahut suster.____Sepanjang perjalanan Dania tidak bergeming. Bibirnya mengerucut karena kesal. Uang 150 juta miliknya melayang begitu saja."Sayang, kok dari tadi kamu diam terus?" seloroh Adam yang duduk pada bangku di samping Dania."Iya, aku memang lag
POV AdamDania memalingkan wajahnya saat aku hendak mengecup lembut bibir wanita itu. Bergegas ia bangkit dari hadapanku dengan wajah terkejut."Sayang, kenapa?" sergahku, mendongak menatap Dania.Wajah Dania nampak menegang. Beberapa saat kemudian Dania menjadi salah' tingkah. Antara gugup dan takut."Dania, kenapa, ada apa, sayang? Apakah kamu tidak merindu aku?" Aku bangkit mensejajari Dania. Menjatuhkan tatapan lekat pada wanita itu.Dania menepis tanganku saat aku hendak menyingkirkan helaian rambut yang menutupi sedikit wajahnya. "Mas, kita tidak mungkin melakukan hal itu!" cetus Dania membalas tatapanku."Kenapa sayang, apa yang salah. Aku adalah suamimu dan kamu adalah ...!""Mas, kita sudah berpisah, Mas!"" cetus Dania.Wajahku seketika berubah pias. Harus dengan cara apalagi aku menahan Dania untuk tetap di sini.Segera aku memegangi kepalaku yang tidak sakit. Menjatuhkan tubuh, terduduk di atas lantai."Mas, Mas Adam, kenapa?" Dania terlihat panik. Aku terus berpura-pura
POV RayyanBruak!"Sial!" desisku pelan. Tubuhku terjatuh saat seseorang tiba-tiba menabrakku."Maaf, maaf!" serunya saat aku hendak bangkit.Mataku membeliak melihat lelaki yang menabrakku tidak lain adalah Adam, suami Dania. Seketika kedua alisku saling bertaut, menjatuhkan tatapan tajam pada lelaki yang buru-buru pergi meninggalkanku itu."Hey ....!" teriakku. Namun lelaki bernama Adam itu sudah lebih dulu menghilang di tengah-tengah pengunjung pusat perbelanjaan yang sedang ramai."Benar-benar sial!" desisku segera kembali ke meja makan."Kamu baik-baik saja, kan, Ray?" seloroh Dion. Pasti dia juga melihat saat lelaki brengsek itu menabrakku tadi."Dasar lelaki buta!" hardikku, menarik bangku yang berada di hadapan Dion.Lelaki itu mengusap bahuku, "Sabar-sabar!" ucapnya. "Maklum, dia buru-buru!" imbuh Dion."Kamu kenal dengan dia?" sergahku menjatuhkan tatapan mengintimidasi."Kenal!" balas Dion santai."Bagaimana bisa kamu kenal dengan lelaki brengsek itu?" cetusku semakin pena