"Dania, siapa dia?" Adam mengeryitkan dahi menatap heran pada lelaki yang tiba-tiba masuk ke kamarnya, lalu mengamuk.Seketika Rayyan tercengang melihat pada Adam yang sedang memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut, seperti orang yang sedang kesakitan."Mas, Mas, baik-baik saja?" sergah Dania terlihat panik."Siapa dia, Dania!" lirih Adam menatap pada Dania."Dia, dia, dia temen aku, Mas!" jawab Dania sekilas melihat pada Rayyan kemudian menjatuhkan tatapannya pada Adam.Rayyan mendengus berat, lalu berjalan menuju pintu keluar. Sesaat ia memicingkan netranya pada Dania sebelum ia pergi berlalu.Dania berdecak kesal. Ia tidak bisa meninggalkan Adam yang terlihat sedang menahan sakit untuk mengejar Rayyan."Bagus Adam, dengan kamu seperti itu, maka Dania tidak akan pernah bisa meninggalkan kamu. Jadi ibu bisa menikmati kembali masa-masa indah Ibu jadi orang kaya," batin ibu Ratna tersenyum bahagia."Adam, kenapa kamu, Nak?" tanya Ibu Ratna terlihat panik.Adam memegangi kepalanya,
Dania tidak bisa mencegah kepergian Rayyan. Wajah' merah padam, menandakan jika lelaki itu sedang murka."Kenapa Mas ke sini?" tanya Dania pada Adam yang masih terlihat pucat."Mas khawatir sama kamu, jadi Mas meminta Dania untuk mengantarkan Mas mencari kamu," balas Adam. Sorot matanya teduh menatap pada Dania penuh kasih sayang.Sekilas Dania melirik pada Nadia. "Tadi kebetulan aku lagi jenguk Mas Adam, eh kamunya nggak' ada di sana jadi aku antar Mas Adam ke sini," jelas Nadia."Ya sudah, Mas tunggu aku di mobil dulu ya!" tutur Dania pada Adam, wanita itu menunjuk pada mobil yang terparkir di pinggir taman."Dania, sejak kapan kamu memiliki mobil semewah itu." Netra Adam berbinar, sekilas ia melihat pada mobil Pajero milik Dania yang terparkir. Adam menyetuh kedua bahu Dania. "Dania, maafkan Mas, banyak kenangan yang sudah Mas lupakan. Bahkan saat kamu sekarang sudah menjadi orang yang sukses," tutur Adam menatap lekat pada Dania dengan raut wajah sedih.Lagi, Dania hanya mampu men
"Iya sayang, kamu yang harus membayar tagihan rumah sakit, siapa lagi?" Adam mengeryitkan dahi seperti orang yang tidak memiliki kesalahan apapun pada Dania. Seperti biasa, tanpa sungkan ia meminta pada Dania.Dania mendengus berat. "Baiklah aku akan membayar tagihan itu. Tapi Mas harus janji sesuatu sama aku," tegas Dania."Janji!" Adam menautkan kedua alisnya menatap pada Dania."Janji apa?" sergah Adam dengan wajah' penasaran."Nanti saja kita bahas Janji itu," balas Dania. Membuat wajah Adam penuh tanya."Baik, Sus, saya akan segera menyelesaikan administrasinya sekarang juga!" tutur Dania pada Suster yang masih berada di ruangan Adam."Baik ibu, silahkan ibu segera ke loket pembayaran. Saya akan memeriksa keadaan pasien dulu," sahut suster.____Sepanjang perjalanan Dania tidak bergeming. Bibirnya mengerucut karena kesal. Uang 150 juta miliknya melayang begitu saja."Sayang, kok dari tadi kamu diam terus?" seloroh Adam yang duduk pada bangku di samping Dania."Iya, aku memang lag
POV AdamDania memalingkan wajahnya saat aku hendak mengecup lembut bibir wanita itu. Bergegas ia bangkit dari hadapanku dengan wajah terkejut."Sayang, kenapa?" sergahku, mendongak menatap Dania.Wajah Dania nampak menegang. Beberapa saat kemudian Dania menjadi salah' tingkah. Antara gugup dan takut."Dania, kenapa, ada apa, sayang? Apakah kamu tidak merindu aku?" Aku bangkit mensejajari Dania. Menjatuhkan tatapan lekat pada wanita itu.Dania menepis tanganku saat aku hendak menyingkirkan helaian rambut yang menutupi sedikit wajahnya. "Mas, kita tidak mungkin melakukan hal itu!" cetus Dania membalas tatapanku."Kenapa sayang, apa yang salah. Aku adalah suamimu dan kamu adalah ...!""Mas, kita sudah berpisah, Mas!"" cetus Dania.Wajahku seketika berubah pias. Harus dengan cara apalagi aku menahan Dania untuk tetap di sini.Segera aku memegangi kepalaku yang tidak sakit. Menjatuhkan tubuh, terduduk di atas lantai."Mas, Mas Adam, kenapa?" Dania terlihat panik. Aku terus berpura-pura
POV RayyanBruak!"Sial!" desisku pelan. Tubuhku terjatuh saat seseorang tiba-tiba menabrakku."Maaf, maaf!" serunya saat aku hendak bangkit.Mataku membeliak melihat lelaki yang menabrakku tidak lain adalah Adam, suami Dania. Seketika kedua alisku saling bertaut, menjatuhkan tatapan tajam pada lelaki yang buru-buru pergi meninggalkanku itu."Hey ....!" teriakku. Namun lelaki bernama Adam itu sudah lebih dulu menghilang di tengah-tengah pengunjung pusat perbelanjaan yang sedang ramai."Benar-benar sial!" desisku segera kembali ke meja makan."Kamu baik-baik saja, kan, Ray?" seloroh Dion. Pasti dia juga melihat saat lelaki brengsek itu menabrakku tadi."Dasar lelaki buta!" hardikku, menarik bangku yang berada di hadapan Dion.Lelaki itu mengusap bahuku, "Sabar-sabar!" ucapnya. "Maklum, dia buru-buru!" imbuh Dion."Kamu kenal dengan dia?" sergahku menjatuhkan tatapan mengintimidasi."Kenal!" balas Dion santai."Bagaimana bisa kamu kenal dengan lelaki brengsek itu?" cetusku semakin pena
Aku bangkit saat melihat Dania menuruni anak tangga kantornya. Wajah' sendu itu selalu saja membuatku rindu. Gadis malang yang terlalu baik untuk di sakiti itu membuat sedikit lengkungan saat melihat ke arahku."Ray!" panggil suara Dania saat ia tiba di hadapanku."Ada suatu yang ingin aku katakan kepadamu?" ucapku dengan nada datar."Ada apa, Ray?" cetus Dania terlihat senang namun terkejut melihat padaku."Duduklah!" titahku seraya menjatuhkan tubuhku pada bangku di samping Dion."Loh, ini bukannya Dokter yang menangani Mas Adam di rumah sakit?" Dania mengacungkan jari telunjuknya ke arah Dion yang sedari tadi menundukan wajahnya seperti seorang pengecut."Benar sekali Dania. Dokter ini kan yang sudah memberikanmu diagnosa jika Adam kehilangan ingatannya!" cetusku geram.Sedikitpun Dania tidak berkedip menatap pada Dion. Wajahnya terlihat bingung melihat Dion dengan seksama."I-iya!" lirih Dania. "Bagaimana bisa kamu kenal dengan dia, Ray?" Dania mengalihkan tatapannya kepadaku, ter
POV Nadia.Dadaku bergemuruh melihat pemandangan mobil yang berada di depan rumah Adam. Bagaimana tidak, Rayyan sudah kembali berbaikan dengan Dania. Padahal aku sudah bersusah payah untuk memisahkan mereka."Sialan!" decihku kesal. "Jalan, Pak!" ucapku pada supir taksi online. Melihat mereka bermesra-mesraan semakin membuat hatiku memanas.Dreg, Dreg,Aku meraih ponsel yang berada di dalam tas. Nama Om Sato terpampang pada layar yang berkedip. "Untuk apa lelaki tua bangka itu menghubungiku!" gerutuku kesal. Lelaki tua yang tidak sadar umur itu terus saja menggangguku. Ia membeli kepuasan dengan kekayaannya. Jika bukan karena uang, aku tidak akan sudi menemani lelaki itu.Kubiarkan panggil itu hingga berhenti. Lagi, ponsel yang ada di tangan bergetar kembali dengan nama Om Sato yang muncul pada layar. Lebih baik aku angkat saja, daripada nanti Om Sato marah padaku dan jatah bulananku hangus."Iya, Om?" sapaku setelah menekan tombol hijau pada layar."Di mana, Nad? Om kangen nih!" u
POV AuthorGerimis jatuh membahasi bumi, butiran lembut itu menyentuh lembut pori-pori kulit Dania. Wanita yang sedang berdiri di depan halte itu memundurkan sedikit tubuhnya agar hujan tidak membahasi baju yang ia kenakan. Sebuah map hijau ia genggam erat di depan dada. Mulai hari ini babak baru kehidupannya akan di mulai. Menyandang status janda dengan segala polemiknya.Lelaki yang keluar dari gerbang gedung pengadilan negeri itu menoleh ke arah Dania. Wajahnya terlihat sedih. Saat Adam hendak melangkahkan kakinya menghampiri Dania, ibu Ratna menarik kasar pergelangan tangan putranya."Hanya sebentar saja, Bu!" lirih Adam. Wajahnya penuh pengharapan agar wanita berwatak keras kepala itu mengizinkannya."Untuk apa, Dam, perempuan sombong seperti itu tidak perlu kamu perjuangan!" desis Ibu Ratna dengan nada berisik namun berwajah sinis."Tolonglah, Bu!" Lagi, Adam memasang wajah memelas."Hanya sebentar!" cetus Ibu Ratna mengacungkan jari telunjuknya pada Adam dengan tatapan tajam.