Aku kembali bisa merasakan jatuh cinta. Cinta yang hangat dan begitu sangat menenangkan. Rayyan benar-benar membuatku kasmaran hingga aku melupakan semua masalah yang sedang aku hadapi."Sayang, aku sudah menunggumu di bawah!" tulis pesan yang Rayyan kirimkan padaku.Kusapu benda berwarna warni pada pipiku. memalingkan wajahku ke kiri dan ke kanan untuk memastikan bahwa riasan naturalku sudah sempurna. Segera kusambar tas yang berada di atas nakas samping ranjang, lalu bergegas turun dari lantai atas. "Maaf aku sudah membuatku menunggu!" ucapku melemparkan senyuman kecil pada Rayyan yang duduk di bangku kemudi. Iya, begitulah lelaki itu memintaku untuk memanggilnya, Rayyan. "Baiklah, tidak masalah, sekalipun menunggu itu adalah sebuah pekerjaan yang menjenuhkan, tetapi jika untuk menunggu kamu aku rela, sekalipun itu seumur hidupku," goda Rayyan menyungingkan senyuman kecil padaku.Aku tersipu malu, aku yakin pasti saat ini wajahku sedang memerah seperti udang rebus. Aku milih diam
POV AUTHORSuara ketukan bolpoin yang terdengar teratur menggambarkan benak Dania yang sedang mengembara. "Tidak, aku yakin Ibu hanya sedang berpura-pura saja. Jika dia tidak menginginkan uangku pasti dia menginginkan agar aku kembali lagi bersama Mas Adam," guman Dania dengan benak menerka-nerka.Dania menutup layar laptop, lalu beranjak bangun dari bangku. Ponsel yang berada di atas meja bergetar dengan layar berkedip. Sesaat Dania menjatuhkan tatapannya pada Layar ponsel. "Rico!" lirih Dania pada panggilan video call yang sedang lelaki itu lakukan pada nomornya.Dania meraih benda pintarnya dari atas meja. Bukan untuk mengangkat telepon Rico melainkan untuk memastikan ponselnya. "Maaf, aku sudah tidak percaya lagi dengan keluargamu, Mas! Semenjak kamu lebih memilih percaya pada ibumu, dan membiarkan mereka memanfaatkanku, aku sudah berhenti mencintaimu," ucap Dania pada layar ponsel yang sudah mati.____Dania masih menatap pantulan dirinya di depan cermin. Mengoleskan lipstik
Tubuh Nadia bergetar hebat. Menunggu jawaban dari lelaki berseragam putih yang duduk pada bangku di hadapannya. "Benturan yang terlalu kuat pada kepala pasien mengakibatkan memorinya mengalami kerusakan dan jika kita terus memaksa pasien' untuk mengingat, hal itu justru dapat berakibat kerusakan yang sangat fatal sekali pada ingatannya."Bibir Dania bergetar, sementara Ibu Ratna terus terisak di dalam pelukan Rico. "Tapi, Mas Adam masih mengingat kami, Dok?" debat Dania. Wajahnya terlihat sangat kacau sekali."Betul sekali, menurut pemeriksaan yang sudah kami lakukan, pasien mengalami kehilangan memori satu tahun belakang ini saja dan untuk tahun-tahun berikutnya ingatan itu masih tetep ada dan tidak hilang."Dada Dania terasa begitu berat. Hal itu berarti, jika Adam masih menganggap Dania masih sebagai istri sah nya."Yang pasien butuhkan sekarang adalah dukungan keluarga. Terutama Mbak Dania, karena sepertinya sosok Mbak Dania sangat berarti sekali untuk Pak Adam," tutur Dokter i
"Ini adalah kesempatanku untuk menyatukan Dania dengan Adam kembali," batin Bu Ratna, sorot matanya tertuju pada Dania yang sedang sibuk penyuapkan nasi kepada Adam."Udah sayang!" ucap Adam dengan mulut yang masih penuh pada Dania.Dania tidak bergeming. Ia segera meletakkan piring yang masih berisi nasi itu di atas nakas."Adam, kenapa makan kamu sedikit sekali?" tanya Bu Ratna. "Makanlah, yang banyak biar kamu bisa segera sembuh!" tutur wanita itu melihat pada Adam yang sedari tadi tidak berkedip mengawasi Dania."Bu, bolehkah ibu tinggalkan aku dan Dania sebentar." Adam menatap pada Ibu Ratna yang duduk di sampingnya.Wanita bertubuh bugar itu turun dari bibir rajang. Berjalan ke arah pintu ruangan Adam meninggalkan Dania dan Adam.Sesaat suasana di dalam ruangan berpendingin itu terasa begitu hening sekali. Dania sedari tadi hanya terdiam dengan wajah murung membuat Adam semakin penasaran."Sayang!" "Iya Mas!" sahut Dania tergeragap. "Mas butuh apa lagi?" tanya Dania berusaha u
"Demikian meeting kita hari ini. Terima untuk semua perhatiannya." Lelaki dengan jas hitam itu bangkit dari bangku dan berjalan cepat menuju pintu ruangan. Nadia bergegas mengemasi barang-barangnya dan berjalan cepat mengejar Rayyan."Pak Ray, tunggu!" panggil Nadia. Rayyan menghentikan langkah kakinya kemudian menoleh ke balik punggung pada Nadia.Tatapan Rayyan tidak seramah saat lelaki itu menjadi Rian. Saat lelaki itu sudah menunjukan siapa sebenarnya dirinya, anak dari pemilik MNC Cinema itu berubah 180 derajat, sangat bertolak belakang sekali dengan kepribadian Rian yang ramah dan humble."Pak, saya ingin bicara sebentar dengan, Bapak," ucap Nadia dengan nafas yang hampir putus karena berlari mengejar Rayyan."Saya tidak ada waktu!" Rayyan memutar tubuhnya dan kembali berjalan."Pak tunggu, Pak! Ini soal Dania," teriak Nadia seketika menghentikan langkah kaki Rayyan. Huf! Nadia meniup kecil dari bibirnya dan berjalan menghampiri Rayyan."Berikan saya waktu sebentar, saya ingin
"Dania, siapa dia?" Adam mengeryitkan dahi menatap heran pada lelaki yang tiba-tiba masuk ke kamarnya, lalu mengamuk.Seketika Rayyan tercengang melihat pada Adam yang sedang memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut, seperti orang yang sedang kesakitan."Mas, Mas, baik-baik saja?" sergah Dania terlihat panik."Siapa dia, Dania!" lirih Adam menatap pada Dania."Dia, dia, dia temen aku, Mas!" jawab Dania sekilas melihat pada Rayyan kemudian menjatuhkan tatapannya pada Adam.Rayyan mendengus berat, lalu berjalan menuju pintu keluar. Sesaat ia memicingkan netranya pada Dania sebelum ia pergi berlalu.Dania berdecak kesal. Ia tidak bisa meninggalkan Adam yang terlihat sedang menahan sakit untuk mengejar Rayyan."Bagus Adam, dengan kamu seperti itu, maka Dania tidak akan pernah bisa meninggalkan kamu. Jadi ibu bisa menikmati kembali masa-masa indah Ibu jadi orang kaya," batin ibu Ratna tersenyum bahagia."Adam, kenapa kamu, Nak?" tanya Ibu Ratna terlihat panik.Adam memegangi kepalanya,
Dania tidak bisa mencegah kepergian Rayyan. Wajah' merah padam, menandakan jika lelaki itu sedang murka."Kenapa Mas ke sini?" tanya Dania pada Adam yang masih terlihat pucat."Mas khawatir sama kamu, jadi Mas meminta Dania untuk mengantarkan Mas mencari kamu," balas Adam. Sorot matanya teduh menatap pada Dania penuh kasih sayang.Sekilas Dania melirik pada Nadia. "Tadi kebetulan aku lagi jenguk Mas Adam, eh kamunya nggak' ada di sana jadi aku antar Mas Adam ke sini," jelas Nadia."Ya sudah, Mas tunggu aku di mobil dulu ya!" tutur Dania pada Adam, wanita itu menunjuk pada mobil yang terparkir di pinggir taman."Dania, sejak kapan kamu memiliki mobil semewah itu." Netra Adam berbinar, sekilas ia melihat pada mobil Pajero milik Dania yang terparkir. Adam menyetuh kedua bahu Dania. "Dania, maafkan Mas, banyak kenangan yang sudah Mas lupakan. Bahkan saat kamu sekarang sudah menjadi orang yang sukses," tutur Adam menatap lekat pada Dania dengan raut wajah sedih.Lagi, Dania hanya mampu men
"Iya sayang, kamu yang harus membayar tagihan rumah sakit, siapa lagi?" Adam mengeryitkan dahi seperti orang yang tidak memiliki kesalahan apapun pada Dania. Seperti biasa, tanpa sungkan ia meminta pada Dania.Dania mendengus berat. "Baiklah aku akan membayar tagihan itu. Tapi Mas harus janji sesuatu sama aku," tegas Dania."Janji!" Adam menautkan kedua alisnya menatap pada Dania."Janji apa?" sergah Adam dengan wajah' penasaran."Nanti saja kita bahas Janji itu," balas Dania. Membuat wajah Adam penuh tanya."Baik, Sus, saya akan segera menyelesaikan administrasinya sekarang juga!" tutur Dania pada Suster yang masih berada di ruangan Adam."Baik ibu, silahkan ibu segera ke loket pembayaran. Saya akan memeriksa keadaan pasien dulu," sahut suster.____Sepanjang perjalanan Dania tidak bergeming. Bibirnya mengerucut karena kesal. Uang 150 juta miliknya melayang begitu saja."Sayang, kok dari tadi kamu diam terus?" seloroh Adam yang duduk pada bangku di samping Dania."Iya, aku memang lag