"Kenapa tegang begitu Za? Kan aku enggak nyodorin bom sih."
Rania juga tidak tahu apa yang membuat dirinya seberani ini pada orang di hadapannya.
"Ah, aku lupa. Dari dulu kau tidak suka kalau makan dari alat makan orang lain dan dari piring orang lain karena menurutmu itu tidak sehat dan sama saja seperti berbagi penyakit, kan?" sindir Rania lagi.
"Tapi sayangnya kalau kau tidak mau makan ini maka aku pun tak harus memenuhi janjiku padamu untuk tetap waras dan menghindari stres selama aku mengandung janinmu ini."
Dan aku tidak menyangka kalau dia akan memakan ini setelah dia dengar apa yang kukatakan. Jadi
"Mama, ayo cepetan!""Iya Marsha sebentar saja."Rania sudah gemas dan dia tidak bisa menunggu lagi buat yang satu ini."Bisa kau jelaskan padaku?"Menjawab iya atau tidak saja itu pasti tidak sulit bukan? Tidak akan memakan waktu berjam-jam.“Ayo, kita lihat apa yang sudah kamu buat untuk surprise-nya.”Pandai dia lagi-lagi mengalihkannya pada Marsha. Eh tapi apa yang dia janjikan pada putriku? Kenapa dia menyuruh Marsha untuk minta a
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan dengan project di Selatan Hongkong. Itu cocok untuk menggoyahkan keputusannya.""Baik Tuan Clarke, saya akan melakukan sesuai yang Anda perintahkan."Sesaat mendengar percakapan itu Rania memang belum mengatakan apapun dan tubuhnya membeku seakan-akan gamang perasaannya.Apakah dirinya salah mendengar?"Reza--""Ini untukmu. Tadi pagi kau makan sudah terlalu banyak kalori dan siang ini light seperti ini lebih bagus. Habiskan sekarang."
"Kenapa diam? Kenapa tidak menjawabku?" Rania makin gemas."Aku bukan lagi anak umur tujuh belas tahun yang mudah terpedaya dan malu-malu untuk bertanya. Aku sekarang lebih berani dan aku tidak bisa dipermainkan begini terus." seru Rania dan dia sudah menggebu-gebu ingin sedikit saja pertanyaannya direspon."Reza Flatcer Clarke, jawab aku."Reza memang tidak mengatakan apapun justru merapikan bantal dan menepuknya seakan dia mau tidur di sana.Lalu apakah Rania akan menyerah? Membiarkan dirinya kembali ngedumel sendiri dan mencari jawaban berdasarkan instingnya sendiri tanpa pernah mendapatkan penjelasan dari Reza?
"Eeeh- Reza!"Rania ingin mendorong tapi memang tenaganya tidak sekuat seseorang yang bersamanya."Ini yang kau inginkan, kan?ā"Aakh, Reza, jangan begini! Apa dari tadi kau tidak tidur? Re-rezaaaa, jawab aku!"Tapi apakah Rania dipedulikan oleh Reza dan pria itu mau menjawabnya?"Aaakh, Rezaaaaa, hentikan! Za!"Meski Rania memekik dan berusaha agar dirinya dilepaskan tapi pria yang bersama dengannya tidak sama sekali terpengaruh dan melakukan sesuai yang diinginkan olehnya."Apa sekarang kau sudah mulai menyukaiku kembali sampai kau sengaja memberikan kenikmatan itu?"Reza menggerakkan jari-jari tangannya memegang bagian puncak Rania. Bagian yang seharusnya tidak terjamah olehnya karena dia hanya memasukkan benih selama ini.Tapi hari ini adalah pengecualian. Dia membuat wanita itu bergelinjang dan merasakan sensasi yang tidak pernah dilupakan oleh Rania selama ini.Sebuah rasa yang membuat dirinya semakin tergerus kesadaran pikirannya karena reaksi tubuhnya yang sudah dipenuhi oleh
"Gaji seorang sekretaris untuk perusahaan sekelas Light Up, dengan semua tunjangan lainnya bersih itu tidak lebih dari dua puluh lima juta."Rania belum melanjutkan ucapannya karena hatinya yang tak sanggup bicara dan di sini David menjelaskan lebih dulu sambil dia menunduk sebentar."Pak bagus, Tuan Clarke tidak suka kalau Nyonya Rania bicara terlalu banyak dengan orang lain dan mari ikut saya kita bisa menunggunya di ruang kerja. Tuan Clarke akan ikut bergabung mungkin beberapa jam ke depan.""Ah, Baiklah! Daripada gajiku nanti jadi disuspens selama tiga atau empat bulan."Tak mau mengundang masalah lebih banyak Bagus sudah berdiri da
"Za, tapi--"Rania tahu pekerjaan pria itu sangat banyak dan dia sudah tidak pergi kemana-mana berbulan-bulan. Seharusnya Rania memang membiarkannya pergi.Tapi melihat Reza yang sudah berdiri dan tadi bicara sambil berjalan menuju pintu membuat dirinya cepat-cepat keluar dari tempat tidur."Jangan berlari. Aku tidak ingin terjadi sesuatu dengan yang ada di perutmu!"Makanya membuat pria itu panik dan sudah kembali menatap Rania yang akhirnya berhenti berlari."Kau mau apa?"Wajah itu masih terlihat dingin sama seperti kemarin-kemarin.Tidak ada satupun ekspresi yang berubah dari Reza tapi entah kenapa Rania menganggap itu sebagai sesuatu yang lain."Mungkin aku bodoh Za."Rania mengutarakan itu sambil menghempaskan napas pelan dan mendekat padanya."Dan mungkin aku bodoh jika memintamu untuk kembali dalam waktu seminggu." Rania bicara begitu di bibirnya.Karena selama beberapa bulan ini aku sudah terbiasa tinggal bersama denganmu. Kau mengurusku walaupun kau menyebalkan dan kau juga
"Ayo turun, Paman Bagus!"Reza tidak mau menanggapi dulu yang tadi diutarakan oleh Bagus.Dia memilih turun dan menuju ke pesawat jetnya."Bocah itu! Kurasa Rania tak membencinya juga sudah bagus.""Paman ayo kita turun daripada nanti kena marah sama Tuan Clarke yang agung.""Hah, bisa saja kau David! Ayolah!"Keduanya sudah menyusul Reza menuju pesawat yang siap membawa mereka."Kau tetap akan menaruh Rania di pulau ini Reza?"Selepas pesawat take off, bagus kembali lagi membahas masalah ini yang dijawab dengan anggukan kepala Reza."Ini kurasa yang terbaik untuknya. Aku tidak ingin Febry mengetahui sesuatu tentangnya dan Putriku Marsha.""Hmm. Dia tidak akan terima Reza. Dan ayahmu Michael juga kurasa tidak akan pernah setuju.""Dia bukan ayahku!"Tapi membahas nama itu, mata Reza terlihat menahan sesuatu yang tak nyaman di hatinya. Ada perasaan yang tak bisa diutarakan. Ini membuatnya membuang wajahnya ke jendela."Reza, aku minta maaf. Tapi dia masih keluarga ayahmu. Dia adik dari
"Dalam darahnya mengalir darah Ganesha, Paman!"Cuma entah kenapa kalau sudah membahas nama Ganesha Rahardja dan dihubungkan dengan Rania Juwita Rahardja, Reza masih terbayang-bayang sesuatu yang membuat pikirannya tak jernih."Reza, tapi--""Mommy, Paman tahu bagaimana Daddy yang sedang mabuk karena ulah Ganesha yang aku ingat sekali dia mengajak daddy pergi lalu pulangnya dia kembali membawa tiga orang wanita dan melakukan sesuatu di depan mommy hingga membuat mommy tak tahan lagi dan menghampirinya lalu dia terpelanting dalamkondisi hamil, lalu--""Reza, jangan kau berpikir sesuatu yang picik!"&n
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi