"Kamu berantem lagi sama kakakmu?"
Di mobil, Shaun memberanikan diri bertanya pada Alila yang wajahnya terlihat pucat dan lemas. Dia sekedar ingin tahu saja apa yang terjadi karena Alila tampak tidak bersemangat.
"Enggak. Tapi aku kasihan banget sama kakakku itu. Wanita yang disukainya sangat mempengaruhi kakakku. Sulit kayaknya ngelepasin diri kalau udah terikat kayak gitu, ya?"
Alila sebetulnya tidak ingin menceritakan apa pun tentang keluarganya pada Shaun. Apalagi ini menyangkut aib kakaknya. Cuma, dia tidak punya teman bicara dan dia juga tidak bisa cerita pada orang tuanya makanya terpaksalah dia mencoba mencari jawaban dari orang lain.
"Ya mau bagaimana? Dia baru bisa akan terbuka jika sudah melihat kenyataan seperti apa wanita itu. Tapi biasanya susah, sih. Pasti akan terus kepikiran dengannya."
"Kau sama seperti ayahmu. Ikut campur saja dengan hidupku! Dan gara-gara kau, istriku jadi pergi dari rumahku tanpa izin!"Entahlah apa yang salah dengan pikiran Arthur. Apakah dia masih mabuk? Tapi sepertinya dia sudah tidak lagi hangover. Kesadarannya sudah pulih, tapi entah kenapa pikirannya jadi tak jelas."Caca masih tidur?"Arthur sudah menuju kamarnya lagi dengan suaranya yang pelan dia menanyakan sesuatu pada perawat yang mengangguk."Jika Caca mencariku, katakan aku ada beberapa urusan di luar. Tolong bantu Caca jika membutuhkan sesuatu. Panggil dokter jika memang penting! Apa kalian mengerti?""Baik, Tuan, kami paham."Mereka tentu tidak tahu ke mana Arthur akan pergi. Tapi dia sudah menghubungi seseorang lagi di tele
"Ayo!"Arthur tadi sudah mengajak Alila untuk pergi. Tapi wanita itu malah mengajaknya bicara, sehingga dia tak sabaran dan sudah menarik tangan Alilah di lobi sekolahnya."Alila—""Shaun, sebaiknya kau jaga sikapmu dengan Alila, karena dia adalah istriku dan sebaiknya kalian tidak terlalu dekat!"Tak suka nama Alila dipanggil, saat itu juga Arthur melirik si pemanggil dengan tatapan marah. Kemudian dia menarik lagi tangan Alila, pergi dari lobi yang membuat Alila juga tak bisa berkata apa-apa pada Shaun."Arthur, ada apa denganmu? Kenapa kau membicarakan masalah hubungan kita di lobi tadi? Anak-anak banyak yang memperhatikanku."Dan di dalam mobil, Alila tentu saja protes. Alila yakin sekali kalau mereka semuanya pasti akan menjadikannya bahan pembicara
"Memang kau pikir aku akan memberikanmu yang enak-enak?"Arthur tahu kalau yang dia lakukan pada wanita yang kini berada di bawah tubuhnya sangat menyakitkan, apalagi tangannya juga mencengkram tubuh wanita itu bukan dengan kasih sayang, tapi sesuatu yang menunjukkan kemarahannya. Makanya dia tidak peduli dengan teriakan Alila yang mengeluh kesakitan.Arthur tetap saja melakukan niatannya dan kini dia juga sudah merobek pakaian bawah Alila. Rasanya malas menurunkan kain segitiga itu dari kaki Alila. Dia merobek sekenanya sebelum menurunkan sleting celananya sendiri."Ssssh … sakit, Arthur."Seandainya gerakan Arthur tidak menyakiti tubuh Alila, harusnya semua yang dia lakukan saat menyentuh tubuh wanita itu bisa membuat Alila basah dan dia tidak akan kesakitan saat Arthur memasukan sesuatu yang tumpul
Arthur, kau bisa lihat sendiri bajuku robek. Bagaimana aku bisa menutupi tubuhku?Sebenarnya kata-kata itu ingin dilontarkan dari bibir Alila. Cuma karena rasa sesak di dalam hatinya akibat perbuatan Arthur yang ada dia hanya menatap Arthur dengan air mata yang mulai tumpah."Dasar gadis manja! Yang bisa kau lakukan hanya menangis setelah berbuat salah, hm?"Lagi-lagi kata-kata yang lumayan menyakiti hati Alila keluar lagi dari bibir Arthur."Aku tidak suka kau memakai pakaian yang seperti itu. Kancing baju di depan. Rok pendek. Buang semua pakaianmu yang seperti itu. Kecuali kau mau menjadi wanita murahan!"Itu yang dikatakan Arthur sambil dia membuka kancing baju kemejanya sendiri.Dia membiarkan aku memakai kemejanya?
"Kenapa kau tidak mau membuka mulutmu, Al? Kau takut aku memasukkan sesuatu ke dalam sini dan kau mati setelah memakannya?"Sebetulnya Alila tidak mau jujur pada Arthur, tapi dia tidak bisa berbohong kalau memang dia takut akan mati setelah memakan makanan yang disiapkan oleh Arthur, sehingga Alila mengangguk dan lagi-lagi pria itu terlihat gemas. Cuma, dia tidak bicara apa pun, justru menyuap makanan ke dalam mulutnya sendiri."Jika makanan ini kuracun, maka aku yang mati duluan. Kau mengerti tidak?"Alila sebetulnya ingin mengangguk tapi tangannya malah melakukan sesuatu yang lain."Kau berpikir ini mimpi?"Dan lagi-lagi Alila pun mengangguk mendapati pertanyaan itu. Arthur melihat tangan Alila mencubit pipinya sendiri. Seakan-akan wanita itu tidak percaya, tapi memang d
Kau aneh. Dan seharusnya aku tidak takut padamu. Tapi aku juga tidak tahu kenapa sekarang aku malah jadi ngeri. Ada yang salahkah denganku? Atau ada yang salah dengan mudah semua kebaikanmu ini?Sebetulnya banyak yang ingin Alila sampaikan."A—aku …."Tapi yang keluar hanya kata-kata ini yang membuat dirinya juga frustasi. Kenapa dia harus takut dengan Arthur? Apa dia sudah mulai mengalami gangguan mental?"Tak bisa menjawab dan ingin membuat masalah lagi denganku, Al?"Cepat-cepat Alila menggelengkan kepalanya. Siapa juga yang mau disiksa seperti tadi?"Sssh …."Apa maunya? Dududuh, kenapa dia ke sini? Mau menyiksaku lagi, kah?
"Berapa lama aku tidur?"Sesaat sebelumnya saat seorang wanita baru saja membuka matanya dan dia agak sedikit menyesal karena bisa-bisanya tidur seperti orang mati. Bahkan dia tidak menyadari kalau langit sudah berubah gelap. Dan tentu yang tidak disadarinya juga kapan pria yang ada disampingnya tadi bangun.Apa itu isinya bajuku?Dia sudah mengubah posisinya jadi duduk dan melihat satu paper bag yang ada di ujung tempat tidurnya. Hanya sekedar ingin tahu saja apa isi paper bag itu, makanya dia mengulurkan tangannya dan melihat isinya yang tentu saja membuat dirinya meringis.Hanya ini yang harus kupakai? Aish, kenapa tak memberikanku kaos dan celana training saja?Melihat isinya, dirinya agak sedikit kecewa. Tapi dia tetap memakainya ka
Sadarlah Alila. Kau lihat sendiri, cintanya pada Caca membuatnya melihat semua wanita mirip dengan Caca. Termasuk dirimu. Tidak ada yang lebih penting baginya daripada Caca dan mungkin saja dia melakukan denganmu saat dia memikirkan Caca!Alila sebetulnya ingin menangis mendengar ini. Tapi rasa di dalam hatinya yang sudah sangat perih sekali membuat dirinya malah tersenyum."Ya mungkin saja. Karena setiap wanita yang kau lihat memang mirip seperti dirinya karena kau mencintainya."Alila berbicara dengan sangat santai. Meski hatinya memang berdebar dan penuh dengan rasa marah.Ini juga yang membuat pria di sampingnya manggut-manggut."Betul juga. Bisa jad
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi