"Tapi aku menginginkanmu Arthur."
"Al--"
"Heuheuheuuuu ... Aku janji, aku akan pergi jauh! Suatu saat nanti kau akan melihatku tidak lagi mengejarmu! Aku akan meninggalkanmu bersama dengan wanita yang kau cintai yaitu Caca! Aku tidak akan berlama-lama denganmu! Tapi biarkan aku mendapatkan sedikit kelembutanmu. Aku akan menjadikannya sebagai kenangan dalam hidupku dan aku tidak akan lagi mengganggumu. Aku akan pergi dan kau tidak akan pernah melihatku lagi seperti Alila yang sama! Aku tidak akan lagi mengganggumu."
Alila tahu dia tidak seharusnya berkata begini dan merendahkan dirinya sendiri!
Ini menyakiti hatinya! Apalagi kalau sampai Arthur menolaknya tentu dia tidak akan pernah melupakan hal ini.
Tapi bukan kah Alila mencari alasan kenapa dia harus melupakan Arthur? Bu
Belajar? Aku juga tidak tahu dari mana Aku belajar. Aku hanya menggunakan instingku saja. Aku memang bukan wanita yang kau inginkan dan kau cintai karena aku hanya kau anggap sebagai adik dari sahabatmu saja tapi apa yang kulakukan sekarang padamu kuharap ini tidak akan pernah kau lupakan. Aku bukan orang yang akan kau puaskan tapi aku yang akan memuaskanmu. Kau akan tergila-gila padaku. Tapi saat itu mungkin kita tidak akan lagi bersama. Setidaknya ada sedikit kenangan manis yang tidak akan kau lupakan dariku.Alila sadar kalau yang dia lakukan ini di luar dari batas yang bisa ditoleransi oleh dirinya.Tapi Alila memang tulus mencintai Arthur. Ada rasa ingin untuk tetap bersama dengan pria itu, hanya saja Alila semakin lama bersama Arthur semakin kehilangan kepercayaan dirinya sehingga dia lebih memilih untuk pergi.Merasa tersakiti terus-menerus apalagi membayangkan Arthur bersama dengan Caca membuat dirinya tidak kuat. Tapi Alila juga tidak bisa membohongi dirinya kalau tubuh Arthu
"Al, kenapa kau tidur dengan posisi seperti ini? Apa badanku tidak terasa berat bagimu?""Oh ya ampun, akhirnya kau bangun juga. Aku sudah sesak napas. Tadi baru tidur sebentar aku sudah kayak kehilangan napas karena kau menindihku. Yang ada aku tidak bisa tidur.""Jadi dari tadi kau tidak tidur?"Pria itu bergeser tak lagi menindih tubuh Alila dan kini menatap wanita di hadapannya yang juga sudah mengangguk.Sungguh rasa bersalah sangat besar sekali di dalam hatinya. Dia tak menyangka kalau dirinya bisa kehilangan kesadarannya dipengaruhi oleh alkohol dan rasa lelahnya. Biasanya dia tidak seperti ini."Bagaimana caranya aku tidur kalau kau masih tetap berada di sana?"Sebetulnya Arthur menunjukkan wajah bersalah. Cuma Alila sedang tida
"Kurasa kau masih mabuk!"Tentu saja ucapan Arthur ini hanya dianggap angin lalu oleh Alila yang tidak pernah berharap kalau dia memiliki kakak seperti Caca."Hei aku serius. Kau memiliki wajah yang mirip dengannya, ditambah lagi dia lebih tua darimu dan Rich. Kalau tidak salah, kalian punya keluarga yang hilang bukan? Maksudku anak pertama dari orang tuamu? Apakah dia seumuran dengan Caca?"Kalau dia adalah kakakku, maka aku tidak akan pernah berharap bisa hidup di dunia ini. Melihat kakakku bersanding denganmu dan kau sangat mencintainya akan membuat hidupku seperti di neraka!Itu kata hati Alila yang kini tersenyum menatap Arthur seakan-akan merendahkan pikiran pria itu"Bilang saja kau melakukan denganku karena kau merindukannya. Kau menganggapku seperti dia. Makanya kau bicara begini. Tapi kau jangan khawatir, aku akan pergi. Dan disaat itu kau!" seru Alila menekan di kata terakhirnya."Aku pastikan lagi kalau melihatnya pasti akan seperti melihatku.""Hahaha."Malas Arthur memba
"Tidak ada siapapun di sini Al. Ayo kita berenang!""Eh apa?"Setelah mengajak istrinya, Arthur berdiri membuat Alila yang baru saja dilepas tali bathrobe-nya mendongak menatap pada Arthur namun saat itu juga dia memalingkan wajahnya yang memerah."Kau membuang handukmu sembarangan saja. Kau tidak takut ada yang melihat tubuhmu yang polosan, kah?""Hah? Hanya kau yang melihatnya. Kenapa aku harus takut? Kau sudah melihat semua bagian tubuhku. Ayo cepat kita berenang!"Arthur lebih dulu melemparkan handuknya dan dia yang polosan menuju ke arah bibir pantai. Jelas membuat Alila menggigit bibirnya.. Tapi sesuatu yang dilihatnya memang membuat tubuh Alila jadi memanas.Sssh, bagian belakangnya itu. Wow. Tegak dan berisi, padat, sintal, sepertinya kalau dipegang sangat menggemaskan, aku mau meremasnya.Cuma ketika dia melihat bagian di bawah pinggang Arthur saat pria itu berjalan menuju air memang membuat dirinya kebakaran sendiri.Tubuh Arthur memang proporsional. Jika dia melepaskan semu
"Arthur?"Akhirnya setelah berdiam diri beberapa saat Alila memberanikan diri memanggil nama pria itu yang masih membiarkan tubuh mereka terbuka di bibir pantai. terpaan air laut masih sering bolak-balik menutupi tubuh mereka."Hm?" Arthur merespon."Sampai kapan kita mau di sini?" tanya Alila yang tentu saja terdengar di telinga Arthur meski dia bicara lirih.Makin lama bersandar di tubuh pria itu dan mendengarkan detak jantungnya semakin membuat hati Alila tak menentu.Ada rasa dalam dirinya yang mulai rileks saat berada dalam dekapan Arthur. Tapi hatinya merasa sakit karena yakin sekali suatu saat nanti dirinya akan dibuang oleh Arthur. Bagaimana kalau itu terjadi?"Selamanya,"Kata-kata yang membuat Alila tak menyangka kalau akan dijawab seperti itu. Dia pun memberanikan diri mendongak menatap suaminya."Al, katakan kenapa kau mencintaiku?""Aku juga tidak punya alasannya. Aku hanya mencintaimu tanpa syarat."Lagi-lagi sebuah jawaban yang membuat Arthur mencubit hidung Alila."Kau
"Sssh, kau memaksaku menjawabnya Lil Fox?"Tapi bukan menjawab pertanyaan Alila, Arthur malah mengecup bibir Alila dan bertanya begitu setelah tadi dia melumat bibir wanita itu sampai rasanya bibir Alila agak bengkak."Ssssh."Alila tentu saja ingin jawaban.Cuma sayang tangan pria itu sudah bergerak menyentuh bagian pucuk gunungnya saat dia menyabuni Alila setelah puas menyiksa bibir Alila. Jelas saja wanita yang dari tadi menahan tubuhnya yang sudah merinding tak kuat dan sudah meringis.Ada desahan pelan yang terurai dari bibir Alila. Sebuah keadaan yang membuat Arthur senang karena dia juga sulit untuk menjawab pertanyaan Alila."Mau lagi?"
Sehari sebelumnya ..."Nona Caca Anda sudah bangun? Silakan diminum dulu air putihnya."Seorang suster menghampiri Caca yang baru membuka matanya dan masih sedikit linglung."Aku ada di mana?"Caca belum bisa berpikir jernih tentang keberadaannya. Dia masih agak takut-takut dan terpaksa sang suster yang sudah terbiasa dengannya beberapa hari ini selalu bangun dengan kondisi tak mengingat apapun mencoba mengingatkan kondisi Caca dan kejadian yang menimpanya."Jadi Arthur menolongku?"Ada semu merah di wajah Caca ketika mendengar penjelasan dari sang suster dan dia juga sudah meminum air putih yang tadi diberikan oleh suster tersebut"Ya tuan Walsh sangat mengkhawatirkan kondisi Anda dan dia meminta kami untuk menjaga Anda."Ada rasa bahagia lagi di dalam hati Caca mendengar penjelasan sang suster.Merasa dikhawatirkan ini sesuatu yang positif untuk dirinya dan membuat mood booster bagi tubuhnya."Boleh aku bertemu dengan Arthur, ehm maksudku Arthur Walsh.""Beliau sedang keluar ada beb
"KAU TAHU APA ALASANNYA DIA MELAKUKAN INI DI SEKOLAH ANAKKU?"Sehari sebelumnya Reza sangat marah sekali saat mendapatkan informasi dari orang kepercayaannya dan juga sahabatnya, David.Matanya memicing kesal. Dia melemparkan berkas yang baru saja diberikan David tentang kejadian di sekolah."Dan berani beraninya dia mengganti nama anakku?"Ini pula yang membuat Reza kesal.Alila Clarke, berubah menjadi Alila Walsh. Phak sekolah melakukan sesuai yang diinginkan oleh Arthur.Ras
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi