"Kenapa kalian menangis?" ucap Bastian mendekati kita. Kulihat ada sedikit basah di sudut matanya. Apakah dia ikut menangis? Jika aku bertanya, ia pasti akan mengelak. Bisa jadi, mungkin dia terharu dengan ucapan ibu. Lalu, Bu Danisa dan aku terkekeh geli, menyudahi rasa sedih yang melanda hati kita masing-masing."Sering-sering kunjungi Ibu, ya? Ajak Gita juga." katanya sambil menepuk lenganku.Aku mengangguk."Sabar, Bu. Tunggu aku menikahinya, mereka berdua akan tinggal bersama kita," kata Bastian, membuatku menyikut tubuh dan melotot ke arahnya.Dia mengaduh kesakitan dan mengelus bagian yang aku sikut tadi. Lalu, ia tersenyum yang menyadarkanku bahwa pria itu memang sangat rupawan."Ada sesuatu yang tidak bisa kita paksakan. Karena ada hati orang lain yang harus kita jaga perasaannya." Perkataan ibu sangat bijak, aku pun setuju dengannya."Itu benar, Bu," kataku.Bastian menarik napas dan membuangnya kasar. Mungkin dia tidak setuju dengan kalimat ibu. Ya sudahlah, terserah dia s
Bastian bungkam dan terlihat enggan menjawab pertanyaan. Setelah membuka jendela kaca mobil, dia menekan tombol merah dan kertas parkir pun keluar. Lalu, dia melajukan mobil dengan pelan dan mencari tempat yang kosong untuk memarkirkan mobil.Gita yang tadinya duduk bersandar, seketika menegakkan tubuh dan mengedarkan pandangan ke sekeliling."Kita mau jalan-jalan ya, Om?" Dia membalikkan badan menghadap Bastian."Iya, Sayang." Tangan kiri mengusap kepalanya dengan lembut dan memamerkan senyum manis."Hole!" Wajah bocah tiga tahun itu seketika menjadi riang setelah melihat bangunan megah yang dipenuh lampu."Tapi ini udah malam, Bas. Kita bisa pergi nanti Minggu siang." Keysha melirik jam yang ada di tangannya."Iya, tapi bukan dengan aku, kan?" jawabnya cepat, membuat Keysha membuang napas berat. Ia tak suka dengan tindakan Bastian kali ini. Jam tujuh lewat 30 menit seharusnya mereka sudah ada di rumah. Bagaimana kalau nanti Ikbal meneleponnya? Apa yang akan ia katakan?"Sudahlah,
"Let's go ke toko mainan!" Muncul rasa salut dan kagum dengan cara Bastian yang menaklukkan Gita, Keysha mengikuti langkah pria tersebut. Meskipun Gita bukan darah dagingnya, tetapi dia tahu bagaimana menghadapi dan terlihat menyayanginya. Di toko itu, Gita seperti melihat harta karun. Bola matanya tak berhenti melebar memindai deretan mainan yang tertata rapi di rak toko. Bastian memilih tiga mainan yang cocok untuk usianya, tetapi Keysha melarang karena harga yang fantasis."Enggak apa-apa, sekali-sekali dikasih mainan yang bagus." Itulah katanya kemudian Bastian membayar sejumlah uang di kasir. "Om!" Gita mengulurkan kedua tangan, seperti sedang meminta digendong. Bastian yang mengerti maksudnya pun mengangkat tubuh Gita."Makasih, ya, Om." Gita mencium pipi kirinya, "Om baik banget. Gita sayang Om." Lalu, disusul ciuman mendarat ke pipi kanan Bastian.Pemandangan itu membuat Keysha tak sadar menyunggingkan senyuman."Entah siapa yang mengajari Gita, dia, kok, so sweet banget,
"Kamu dari mana?" Suaranya datar dengan ekspresi yang tak bisa dimengerti Keysha. "Eh, Mas. Udah pulang? Katanya jam tujuh ada meeting terakhir. Ini baru jam sembilan, Mas udah sampai?" Keysha berjalan melewatinya, tidak menjawab pertanyaan malah balik bertanya. Dia khawatir ketahuan dan merasa bersalah"Iya, rapat di-cancel karena klien minta di-reschedule, makanya aku langsung pulang." Ikbal mengikuti langkah Keysha masuk ke dalam.Si Bunda langsung membawa Gita ke dalam kamar dan menggantikan pakaiannya dengan hati-hati agar tidak mengganggu tidurnya. Sementara Ikbal duduk menunggu di ruang tamu sambil memainkan ponsel. Tak lama, Keysha pun keluar menemui suaminya."Kamu udah makan, Mas?" tanyanya lalu menuju dapur dan mengambil air untuk diminum."Udah." Ikbal ikut berjalan ke dapur."Kamu dari mana sama Pak Bastian? Tadi pas aku jemput kamu di rumah mama, mama bilang kamu udah pulang. Tapi pas aku nyampe di rumah, kamu nggak ada. Aku telepon, ponselnya mati." Ucapan Ikbal sepert
Keysha masih membisu, tetap mengunyah nasi yang ada di mulut."Hooh ya, aneh. Apa jangan-jangan Pak Bas kita ...." sambung Denada, lalu dia menjeda ucapannya. Mereka bertiga saling tatap kemudian tertawa berbarengan lagi seperti mengerti apa yang ada di benak Denada. Kecuali Keysha masih tidak menanggapi ghibah-nya mereka. Dia pun pura-pura cuek dan tidak mengklarifikasikan pendapat mereka tentang Bastian, dia khawatir bakal ketahuan statusnya."Dan anehnya lagi, ya, baru Keysha satu-satunya perempuan yang bisa sedekat itu dengan pak Bas kita. Selama ini yang menemaninya, ya, selalu pak Kevin. Coba kalian ingat-ingat siapa lagi yang pernah dekat dengannya? Pak Ikbal? Iya, karyawan kesayangannya, marketing handalnya. Siapa lagi?" Amanda nyerocos dari tadi membuat kuping Keysha gatal."Eh, Key. Selama ini 'kan kamu dekat, tuh, sama pak Bas. Sering keluar bareng acara meeting di luar. Kamu tahu, dong, sifat dan sikapnya. Pasti, pak Bas pernah ngobrol sama kamu, biasanya ngobrolin apa?"
Setelah menempuh perjalanan laut, mereka sampai ke pulau Bidadari yang pantai yang aduhai indahnya, tidak kalah dengan pulau Bali. Sajian pesona keindahan dengan pasir putih bersih dan air kebiruan nan jernih, memanjakan indra penglihatan mereka semua. Ucapkan kekaguman pun terlontar di bibir mereka.Destinasi pertama yang mereka kunjungi adalah benteng Martello. Mereka melihat puing-puing sisa sejarah zaman era penjajahan Belanda.Setelah itu, mereka diberi kebebasan untuk menikmati pantai tanpa keterikatan jadwal. Untuk tiket masuk, biaya transport, makan dan penginapan, perusahaan yang menanggungnya semua.***"Key, kita main banana boat, yuk!" Ajakan Amanda membuat Keysha gelisah.Keysha memang menyukai alam seperti pantai dan pergunungan, tetapi dia sedikit trauma dengan keberadaan di tengah laut. Dia akan mengalami thalassophobia di mana kondisi ketakutan terhadap badan air laut yang tampak luas."Ayolah, sudah jauh-jauh sampai ke sini, masa duduk-duduk aja. Kalau gitu, sama aja
"itu, bukan?"Denada menunjuk ke arah laut yang jaraknya enam atau tujuh meter dari kakinya berpijak. Mereka memicingkan mata memastikan orang yang meronta meminta pertolongan dengan tangan melambai adalah Keysha. "Iya, benar, itu dia. Ayo, Man, minta tolong ke sana, kayaknya Keysha kesulitan berenang. Cepat!" perintah Citra membuat Amanda segera lari mencari pertolongan."Tolong! tolong!" teriak Amanda meminta bantuan ke arah staff marketing yang sedang bermain voli. Bastian yang ikut bermain bersama menoleh ke arah Amanda. Perempuan yang terlihat basah kuyup itu berlari menghampiri Bastian."Ada apa?" Bastian menghentikan permainannya dan mendekati."Itu, Pak. Keysha ...." Suara gadis itu tercekat karena embusan napas yang tak beraturan. Tergurat dengan jelas rasa panik yang melanda hati gadis itu. Mendengar nama Keysha, wajah Bastian berubah menjadi tegang dan gelisah."Keysha? Kenapa dia?" Bastian menganjurkan napas dengan irama tak tentu, menyiratkan rasa khawatir di hatinya yan
"Tak seharusnya kamu membiarkan Keysha mengikuti permainan tadi. Dia fobia air laut. Dia bisa mabuk berat dan kehilangan keseimbangannya jika berada di tengah laut. Sebagai suami, seharusnya kamu lebih tahu hal itu dibandingkan aku!" Bastian berhasil menghantamkan palu di hati Ikbal. Pandangan lelaki itu tertuju pada Keysha yang masih terduduk di atas pasir, ditemani ketiga wanita yang mengajaknya bermain tadi. Jelaslah, dia tahu fobia yang dialami wanita tersebut, mereka pernah bersama selama tiga tahun lamanya.Naluri kelelakian Ikbal terluka mendapati penjelasan Bastian yang seolah lebih tahu segala hal tentang istrinya, ketimbang dirinya. Dia bahkan tidak mengetahui fobia yang dialami Keysha karena sang istri tidak pernah memberitahunya."Maaf, Pak Ikbal. Lebih baik sekarang Anda bawa Keysha ke penginapan, mengecek kondisinya lebih penting daripada melanjutkan perdebatan ini." Kevin menepuk bahunya berharap dia tidak memperpanjang masalah tersebut.Ikbal melirik sekilas pada sang
"Eh, sekretarisku. Ini habis dari kantor. Lembur ada meeting dadakan." Ronald menjawab sedikit salah tingkah. "Kalau anak ini?" Keysha mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut. Anak itu mundur dan bersembunyi di belakang gadis yang Keysha belum tahu namanya."Anaknya Bagas, tahu kan?""Bagas, adik kamu?" Bastian menerkanya.Dia mengangguk, "istrinya baru meninggal enam bulan yang lalu, kecelakaan.""Inalilahi ... Sorry ya, aku enggak tahu." "Ya, enggak apa-apa. Jadi sekarang aku yang merawatnya dan kadang gantian sama mama.""Oh, sekretarismu bantuin kamu jaga anak ini juga?" Keysha melihat keakraban dari mereka, anak itu terkesan nyaman memegang tangan sang sekretaris."Halalin segera, biar enggak jadi cibiran orang, masa sekretaris merangkap jadi babysitter." Keysha menggodanya. "Iya, iya, tunggu aja undangannya." Ronald menyambut godaannya dengan kekehan. "Gitu dong move on, bagaiman
"Iya setelah dapat dan sekarang body-ku enggak seksi lagi? Mulai pelan mencampakkanku." Mulutnya tak berhenti menggerutu seperti langkahnya yang terus melaju.Perlahan, Bastian bisa membaca aura kecemburuan dari istrinya semakin memuncak. Dia pun menarik sedikit kedua sudut bibir dan menarik lengan Keysha. "Hei, kamu cemburu?" Wanita itu menahan kaki lagi dan menatap lekat suaminya. Mau mengakuinya, tetapi kok, malu. Namun, syukurlah akhirnya dia peka, batinnya."Au ah, gelap." Lalu, Keysha kembali melangkah menjauhi pemilik mata elang itu. Sementara Bastian masih terpaku memandang punggung Keysha yang semakin lama semakin menjauh."Jadi mikir nih untuk punya anak kedua kalau ngidamnya kayak gini. Parah, kudu siapin stok kesabaran berkarung-karung. Perasaan dulu dia enggak pernah cemburuan kayak begini banget. Selalu percaya karena dia tahu sebesar apa cintaku untuknya." Bastian bermonolog dalam hati sembari menggele
"Sayang, kita ke sana, yuk! Biar kamu minum teh hanget dulu. Sekalian sarapan, aku khawatir kamu masuk angin." Mata Keysha mengikuti arah pandang suaminya. Sebuah tenda kaki lima orang berjualan makanan."Kamu mau makan apa?" tanya Bastian yang duduknya agak berjauhan dengan Keysha. "Ada bubur, soto Surabaya ama tupat tahu.""Bubur aja." Sorot matanya tertuju ke gerobak mamang yang berbaju kuning. "Buburnya enggak pake sambal, kacang, kerupuk dan satu lagi, enggak pake lama." Bastian geleng-geleng lalu menuju ke mamang berbaju kuning itu kemudian kembali duduk di tempat semula. Suasana di sana masih belum begitu ramai "Nih, minum dulu." Teh hangat disodorkan di depannya.Ada resah di wajah suami melihat acara muntah-muntah tadi. Bibir Keysha sedikit pucat dan paras terlihat lemas. Bukannya dia tidak mau membantu, kalian bisa tahu, kan reaksinya, gaes.Dua bubur panas tersaji di meja. Baru beberapa suap bubur itu masuk
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Bastian ketika melihat Keysha bersiap dengan kaos lebar yang menutup perut buncitnya dan celana panjang lengkap dengan sepatu kets."Mau jalan keliling kompleks. Kata dokter kalo mau normal, kudu banyak jalan." Keysha berlalu begitu saja melewatinya. "Tunggu, aku temani, ya. Mumpung Sabtu, aku hari ini enggak ke kantor." Bastian beranjak dari duduk dan berjalan menuju ke arahnya."Enggak usah, Mas. Aku bisa sendiri. Kamu jangan mendekat." Dia membentang salah satu tangannya dan tangan lain menutup hidung."Astaga. Iya, aku jaga jarak nanti pas kamu jalan. Aku enggak dekat-dekat. Kamu di depan, entar aku ikutin kamu dari belakang. Aku cuma ingin temani, enggak mau kamu kenapa-napa nanti. Itu aja, oke?" Lelaki itu menahan langkah dan memberi penjelasan. Berharap dia diizinkan ikut. Dia hanya ingin pastikan kalau istrinya aman-aman saja saat jalan pagi.Dengan terpaksa, Keysha mengangguk setuju, "tapi
"Tapi waktu itu kamu jadi pergi 'kan?" Ibu memotong pembicaraannya."Iya, mau enggak mau, bisnis itu penting sekali. Tapi apa, Bu? Tiap jam aku harus video call-an. Terus, pas dia mau tidur, aku harus tunggu dia sampai tidur, baru boleh dimatiin video call-nya. Itu pun karena aku suruh dia ambil bajuku untuk dia cium. Manjanya kelewatan banget. Sementara tadi?"Bastian menarik napas panjang sebelum melanjutkan keluhannya."Bekas saliman tangan dan bekas kecupan di kening, buru-buru dia cuci. Kayak jijik gitu sentuhan suaminya."Kalimat terakhirnya beriringan dengan gelak tawa Danisa."Sabar. Sabar." Wanita mengelus lengannya. Tawaan itu belum berakhir, masih berlanjut untuk beberapa detik kemudian."Perasaan, istri teman-temanku kalau ngidam enggak kayak gitu deh. Ngidamnya cuman makanan doang, martabak, soto, bakso, atau apa gitu. Istriku, kok, beda, ya?""Iya, itu yang Ibu bilang tadi, reaksi setiap ibu hamil itu beda-beda. Ada yang ngidam makanan,
"Bentar, nih mau cukur dulu. Udah lebat." Berbagai alasan dia lontarkan untuk mengulur waktu agar bisa berlama-lama berada di kamar, syukur-syukur dia diizinkan tidur di kamar itu lagi."Enggak pake acara cukur-cukuran. Ayo, silakan keluar! Cukur di kamar tamu." Sekuat tenaga dia mendorong lagi tubuh suaminya. Sebenarnya bukan sang suami tidak bisa menahan tubuh, dia hanya melihat kondisi tubuh sang istri seperti itu. Dia tidak tega menggunakan tenaga untuk memaksa mempertahankan diri. Pintu kamar segera dikunci ketika sang suami berhasil diseret ke luar."Key, jangan gitu dong. Sayang, please, salahku apa? Izinkan aku tidur di sini malam ini." Lelaki itu masih mengiba, berharap hati Keysha luluh. Akan tetapi, usaha permohonannya tidak digubris sang istri. Tidak ada sahutan apapun di balik pintu kamar itu."Key, tolong bukakan pintu, aku lupa sesuatu. Madu yang kamu beli, ketinggalan di kamar. Please izinkan aku masuk untuk mengambilnya." Wajahny
Extra part 1"Mau ngapain kamu ke sini, Mas?" Wajah jutek Keysha di balik pintu kamar kala membuka pintu setelah mendengar ada ketukan."Mau mandi, nih, habis pulang dari kantor, gerah." Sang suami masuk dengan santai sambil melonggarkan dasi yang seakan mencekiknya seharian. "Di kamar tamu, kan ada kamar mandi juga, kenapa enggak mandi di situ aja?" Wajahnya masih menunjukkan ketidakrelaan sang suami masuk ke kamar."Di sana kamar mandinya enggak ada air panas, water heater-nya rusak. Kamu juga tahu, kan?" Bastian masih dengan nada selembut mungkin, membuka jam tangan branded yang melingkar di pergelangan tangan dan meletakkan tas kerja di meja.Tatapan Keysha masih menyoroti setiap gerak-geriknya sambil menutup hidungnya."Suami pulang bukan disalim, eh, matanya jutek gitu, sih?" Sengaja lelaki berkemeja putih itu mengulurkan tangannya untuk disalam.Dengan malas akhirnya Keysha mendekati, meraih dan mencium punggung
Bastian paling pintar menggombali mantan pacarnya. Keysha yang mendapatkan kalimat itu langsung merasa melayang jauh di angkasa. Rona wajah si istri pun mulai memerah. Dia pun menggigit bibir menahan untuk tidak tersenyum."Kupastikan kamu tidak bisa ke mana-mana lagi. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak akan segan-segan membawamu ke puncak kebahagiaan yang selama ini sudah tertunda akibat ketidak-gentle-anku waktu itu.""Sorry ya, waktu itu aku yang menikah duluan, aku...." Kalimat Keysha terpangkas karena aksi kilat Bastian. Lelaki itu menghentikan paksa kalimatnya dengan mengecup bibirnya lalu menarik diri.Mata Keysha melebar saat mendapatkan perlakuan nakal dari mantan pacar yang kini sah menjadi suaminya. Bertahun-tahun pacaran dulu, mereka tidak pernah sekalipun melakukan hubungan seintim itu. Mereka hanya sekadar melakukan genggaman tangan, pelukan dan kecupan kening."Kamu dengar, Key. Memang kamu istri keduaku, tapi aku pastikan sekara
Air mata Tisna pun luluh begitu saja tanpa ditahan. Dia sangat senang bisa menjadi istri dari lelaki itu. Meski dia tahu, maut yang ada di depannya sekarang akan memisahkan mereka."Mas, aku titip Keysha. Aku mohon kamu jangan pernah menyakiti perasaannya. Awas aja kalau nanti dia ngadu kalau kamu mem-bully dia." Wanita itu menoleh ke arah Keysha, begitu juga dengan Bastian yang melirik sekilas ke arahnya."Iya, aku janji." ***"Gimana saksi? Sah?""Sah.""Sah."Untaian doa pun terdengar sebelum Keysha mencium tangan suami barunya dan disusul kecupan kening Keysha dari Bastian. Mata pengantin wanita tak sengaja mengarah ke arah Tisna yang sedang memejamkan mata seperti tertidur. "Tisna?" Bergegas Keysha berlari menghampiri temannya yang duduk di kursi roda dengan tangan yang sudah terlulai lemas. Keysha meraih tangan yang dingin, diraba denyut nadi yang tak bernada. Hampir semua orang mengelilingi dan menatap iba wanita itu yang terlihat s