Kediaman Sagara.Malam ini, hujan turun dengan derasnya, mengguyur jalanan dan mengubah kota menjadi lautan air. Suara gemuruh petir terdengar menggelegar di langit, dan angin kencang menerpa pepohonan yang bergoyang seolah menari dalam badai.Brak!!Alfred berhasil mendongkrak pintu kamar Linda di bantu beberapa pelayan.Sungguh terkejut semua yang melihat, tubuh Linda tergeletak di lantai, pergelangan tangan kanannya mengeluarkan darah, lalu ada bekas serpihan kaca yang besar di tangan kirinya.Tanpa berpikir panjang, Alfred berlari menghampiri Linda dan segera memeriksa kondisinya.“Linda! Linda!” Alfred menepuk sedikit wajahnya dengan panik. "Tolong, bangun! Jangan meninggal, Linda!"Melihat bahwa Linda tak kunjung sadar, Alfred segera mengambil ponselnya dan menelepon ambulans. Dalam sekejap, petugas pun medis tiba di kediaman Sagara dan segera membawa Linda ke rumah sakit.Di ruang rumah sakit, Alfred menunggu dengan cemas. Ia tak tahu harus berbuat apa selain berdoa."Jangan sa
"Hahaha, lucu sekali anak ini." tawa ceria Rangga saat melihat status Instagram mantan istrinya.Rangga sedang duduk santai di sofa, ia menatap layar ponselnya membuka sosmed. Tak sengaja, ia menemukan sebuah video di Instagram milik Tiara. Biasanya, ia tak terlalu tertarik dengan unggahan-unggahan di media sosial, tetapi kali ini entah mengapa ia merasa ada yang berbeda.Video itu menunjukkan Satria si balita gembul itu sedang asik membuat bola-bola salju, lalu ada video pasukan pinguin juga Satria yang bertepuk tangan dengan mata membulat tanpa berkedip, video-video ini membuat hati Rangga semakin dihancurkan oleh rasa rindu.Setelah resmi berpisah, Rangga terpaksa membereskan barang-barangnya lamanya, sebelum menyimpan di dalam gudang, Rangga mulai membuka album foto lamannya.Rangga melihat kembali foto-foto saat Satria itu baru saja lahir, juga dirinya yang selalu merawat dan menyayangi layaknya anak kandung, kini tidak ada lagi istilah ayah angkat, toh salahnya telah tega mengab
Di hari Pernikahan Rangga dan Sonya.Tiara duduk dengan hati yang berdebar di ruang tamu rumah orang tuanya. Suasana siang ini terasa lebih sepi dari biasanya. Di hadapannya, sang ibu dan ayah duduk dengan wajah yang serius, seakan sudah bisa menebak apa yang akan Tiara katakan.Tiara menarik napas panjang. Ia sudah menyiapkan kata-kata, tapi tak ada satu pun yang bisa mengungkapkan perasaan yang kini sedang mengguncang hatinya. Ia ingin mengatakan semuanya dengan baik, tetapi rasanya tak ada kata yang cukup untuk menjelaskan keputusan besar yang hendak ia ambil."Mama, Papa... Tiara ingin minta restu," ucapnya dengan suara pelan, mencoba menguasai diri."Restu? Restu menikah?" tanya Yanti, masih tampak bingung.Tiara mengangguk sejenak, berusaha mencari kekuatan dalam dirinya. "Tiara ingin menikah lagi dengan Mas Sagara, ayah kandung Satria!" jawabnya dengan perlahan.Tiba-tiba ruangan itu terasa hening. Theo dan Yanti saling bertukar pandang. Sagara, mantan suami Tiara. Pria yang du
Disebuah cafe yang tidak jauh dari rumah orangtua Tiara dan Yunus.Tiara duduk di sebuah meja kecil di sudut cafe, ditemani oleh adiknya, Yunus. Suasana cafe siang ini cukup ramai dengan musik lembut dan aroma kopi yang menyebar memenuhi udara."Yun, sudah lama ya kita gak duduk berdua seperti ini, terakhir kali mungkin dulu sebelum kakak menikah." ucap Tiara dengan suara pelan, memecah keheningan di antara mereka.Yunus mengangguk, matanya menatap cangkir kopi di tangannya. "Iya, Kak. Aku ingat. Sejak kakak menikah, kita jadi jauh gini, ya?" ucap Yunus lirih.Tiara menghela napas panjang. "Aku juga bingung, Yun. Dua pernikahan kakak penuh masalah, kamu sebagai adikku satu-satunya jadi terabaikan, maafkan kakak ya." ucap Tiara lalu menggenggam tangan adiknya.Yunus tersenyum lembut, meletakkan cangkir kopinya di atas meja. "Nggak! Kakak gak salah apa-apa sama Yunus, justru Yunus mau minta maaf gak pernah bisa bantu apa-apa kalau kakak sedang dalam masalah, padahal dari dulu aku suka s
Sagara memandang langit senja dengan tatapan kosong. Angin sore menyentuh wajahnya, tapi tak cukup kuat untuk mengusir kegelisahan yang menghantui."Linda masuk rumah sakit, Sagara. Percobaan bunuh diri." ia menerima kabar mencengangkan ini dari paman Alfred.Berita itu seperti sambaran petir bagi jiwanya, akhirnya ia memutuskan untuk menemui Linda, mantan wanitanya yang pernah ia lamar.Tentu saja hatinya kembali merasa terhukum dan menyesal, lantaran tega menghancurkan perasaan seseorang wanita yang amat mencintai dirinya.Begitu sampai di rumahnya sendiri, Sagara berlari secepat mungkin, langkahnya ringan meski perasaan di dalam dadanya berat.Pintu kamar terbuka perlahan, dan di sana, di atas ranjang, Sagara melihat Linda terbaring. Matanya terpejam, wajahnya pucat, namun bibirnya tersenyum tipis saat melihat Sagara memasuki ruangan."Linda..." suara Sagara serak, hampir tidak keluar.Mendengar suara Sagara, Linda membuka mata perlahan. "Sayang..., akhirnya kamu datang," gumamnya
Tiara baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Udara pagi yang sejuk dan sinar matahari yang menyelinap melalui tirai jendela memberikan suasana yang menenangkan.Setelah mandi dan bersiap, ia berjalan ke ruang makan, di mana anaknya sudah duduk sarapan ditemani pengasuhan. Satria menggerakkan sendok kecilnya dengan semangat, meski tidak semuanya sampai ke mulutnya.Tiara tersenyum melihat tingkah lucu anaknya yang selalu ceria di pagi hari. "Selamat pagi, Laras," sapa Tiara kepada pengasuh anaknya."Selamat pagi Nyonya..." seru Laras."Agii, Mama," sapa Satria, tersenyum lebar melihat ibunya. Tiara pun tersenyum lalu mencium kening Satria.Tiara duduk di sebelah anaknya dan mulai menyiapkan sarapan sederhana, diatas meja sudah tersedia roti panggang dengan selai kacang, juga segelas susu hangat."Apa semalam tuan tidak pulang, nyonya?" tanya Laras.Tiara menatapnya bingung. Pengasuh itu memang selalu sangat peduli dengan keadaan majikannya, lantaran sudah lama bekerja dengan G
Keesokan harinya.Ting tong...Ting tong...Seseorang memencet bel berkali-kali, Yanti yang baru bangun langsung membuka pintu rumahnya."Mama!!" teriak Tiara, sorot matanya berkaca-kaca."Tiara... Loh tumben kamu pulang, Nak?" Yanti tercengang tiba-tiba melihat kedatangan putrinya dan cucunya, ia juga melihat ada tiga koper yang dibawa oleh Tiara."Hiks... Huhuhuhu, Tiara pulang Ma." rengek Tiara memeluk erat ibunya, air matanya mengalir deras membasahi daster yang Yanti sedang kenakan.Tiara duduk terdiam di ruang tamu rumah orang tuanya, matanya masih sembab dan wajahnya pucat. Di hadapannya, ada ibu dan ayahnya yang sedang saling melirik dengan perasaan khawatir.Mereka sudah bisa menebak ada yang tidak beres ketika Tiara tiba-tiba pulang lebih awal dari rencananya, yang katanya sedang mempersiapkan pernikahan dengan Sagara."Mama, Papa… Maafkan Tiara, Tiara memang sangat bodoh." suara Tiara terhenti, napasnya tersendat. "Tiara... Tidak tahu harus cerita mulai dari mana."Yanti su
"Mas, Aku mau membatalkan pernikahan kedua kita, tolong jangan paksa aku."Kata-kata Tiara seperti petir yang menyambar jiwa Sahara, membuat dirinya terdiam. Apalagi saat Tiara bercerita soal Linda.Wajahnya langsung pucat pasi. Semua kebohongan yang selama ini ia bangun kini terungkap begitu saja. Tiara tahu. Tiara sudah tahu segalanya."Mas, kenapa?" suara Tiara pecah. "Kenapa kamu tega menyembunyikan hal ini dariku? Kenapa kau tidak mau jujur soal hubunganmu dengan Linda!!"Sagara jadi diliputi rasa bersalah. Ia ingin berkata sesuatu, namun kata-kata itu terasa terjebak di tenggorokannya."Honey, aku... aku tidak tahu harus bagaimana. Kalau aku cerita soal Linda, kamu pasti tidak mau rujuk sama aku, aku juga takut kamu akan membenciku. Yang aku inginkan sejak dulu hidup bersama denganmu dan Satria, anak kita!""Jangan jadikan Satria sebagai alasan!!" pekik Tiara."Jadi, kamu pikir menyembunyikan semuanya adalah pilihan yang bijak? Aku bahkan tidak tahu kalau Mas melamar Linda lebih
Pov Sagara.Ciuman yang awalnya biasa saja itu berubah menjadi lumutan yang penuh gelora, hingga tanganku mulai menyikap pakaian tipis Tiara untuk bermain di area lain."Mas! Tunggu ini belum malam!" protes Tiara."Tapi, aku benar-benar tidak tahan, Honey. Ingin cepat-cepat punya anak lagi darimu." ucap ku sambil menatapnya untuk meminta izin pada Tiara.Mendengar ucapku yang memaksa, seketika rona di kedua pipi chubby Tiara pun terlihat jelas. Ia tidak berkata apapun, namun ia mengangguk pelan.Begitu aku mendapat izin dari Tiara, aku tentu tidak membuang waktuku. Aku langsung menggendongnya ke lantai atas tempat kami bersenggama tanpa henti.Aku menariknya lalu memaksanya berbaring di ranjang villaku yang berukuran king size. Tubuhku langsung menindihnya, lalu mulutku menyentuh mulut Tiara dengan tidak sabar.Bibir kenyal Tiara sungguh membuatku mulai kehilangan akal, aku pun terhisap kedalam lautan gairah, rasanya seperti tenggelam teraduk-aduk, semakin lama semakin dalam.Tak saba
Sagara duduk di balkon villa, ia menatap matahari yang perlahan naik merangkak dari balik pegunungan.Udara pagi di gunung terasa amat sejuk, namun hatinya dipenuhi dengan kehangatan kenangan yang datang begitu saja. Ia teringat pada hari perpisahannya dengan Linda, wanita yang pernah mengisi hari-harinya yang sepi dan terpuruk.Linda, dengan segala kehangatan dan cinta yang ia berikan, telah pergi meninggalkan dirinya. Sagara masih ingat betul malam itu, ketika mereka duduk bersama di ruang tamu, berdua dalam diam yang penuh dengan rasa sakit. Ada banyak hal yang tidak terucap, tapi hati mereka sudah sama-sama tahu, kalau inilah saatnya.*Flashback on."Maafkan aku sudah berbohong," ucap Linda, suaranya penuh kesedihan.Sagara menatapnya dengan sendu. "Maafkan aku, sudah mengecewakan dan menyakitimu dengan keputusan ini.Mendengar itu Linda tersenyum miris, matanya yang penuh emosi membuat Sagara semakin sedih. "Lebih baik aku mati, dari pada hidup tanpa menjadi pendampingmu.""Kita
Malam-malam di kantor polisi setempat, seorang petugas menyeruput kopi supaya matanya tetap melek saat bertugas malam di kantor.Brak!!Pintu terbuka sangat kencang. Si petugas terperanjat dari kursinya, dan hampir menumpahkan secangkir kopi yang baru ia seruputnya sedikit."PAK POLISI...!! TOLONG KAMi...!!" teriak Yanti dan Theo yang baru saja datang, wajah mereka nampak sangat khawatir dan panik."Kenapa ibu, bapak ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya si petugas polisi membetulkan seragamnya."Putri kami di culik pak...!!" pekik Yanti histeris."Hmm, baik... Segera akan saya buat laporan penculikan dan menghubungi polisi yang bertugas." ucapnya si petugas, ia langsung menyiapkan mesin tik-nya dan kertas.'Hari gini ada aje anak yang diculik malam-malam, nih orang tua gimana sih, gak bisa jaga anaknya apa,' pikir si petugas, tidak biasanya terjadi penculikan di daerah yang makmur ini, selama beberapa tahun daerah ini aman-aman saja, kalau ada pun cuma kasus copet yang ada di pas
Dengan segera, Sagara melumat bibir ranum Tiara dengan rakus. Sudah lama sekali dia merindukan kehangatan tubuh Tiara setelah berbulan-bulan berpisah."Tiara..." ucapnya lembut dan penuh hasrat yang menggelora. Tangannya meraih pinggang Tiara, ia menarik dan menempelkan tubuh mungil itu kedalam dekapannya."Mas! Tolong jangan!" ucapnya tegas.Namun Sagara tidak peduli, ia tidak mau berhenti, detak jantung Tiara terdengar bersahutan dengan suara detak jantung milik Sagara, yang menandakan keduanya sudah larut dalam pusaran arus gairah yang sudah lama tertahan.Dengan paksa Sagara mencium bibirnya, ia terus melumatnya habis bibir Tiara. Aliran air shower yang tiada henti membasahi tubuh polos mereka, segalanya jadi terasa licin dan basah.Tiara ingin menolak namun ciuman mantan suaminya. Namun ia tak mampu, ciuman dan sentuhan hangat Sagara menimbulkan sengatan listrik yang dashyat di sekujur tubuhnya, hingga tubuhnya jadi lemas tak bertenaga.Sagara tak mau berhenti, ia terus menghujan
Plak.."Hei! Jangan kurang aja kamu!" Tiara menepis kasar tangan yang mulai menggerayangi pahanya."Loh... Bukan kah ini yang kamu mau, makanya dari tadi terus menggodaku," pemuda itu menyeringai, membasahi bibirnya dengan lidah.Tiara pun menjadi ketakutan.Cepat-cepat ia beranjak dari sana lantaran tidak tahan lagi melihat tatapan kurang ajar dari pemuda brondong yang baru ia temui.Saat berjalan dalam keadaan sempoyongan Tiara malah menabrak seorang pria.Brukk..“Ah, ma-maaf, aku gak sengaja!” ucap Tiara, yang tak ingin orang yang ditabraknya itu marah. Namun, bukannya marah. Malah hal yang tak terduga pun dialami Tiara malam itu."Mas!!""Ti... Tiara!!""Hei nona, mana bisa kau pergi begitu saja!" sang pemuda brondong mengejar Tiara, dan langsung menahan lengan Tiara, dan hal itu membuatnya cukup kesal. Terlebih lagi, si pemuda brondong itu meneliti tubuhnya dengan tatapan kurang ajar nan mesum, membuat Tiara semakin risih.“Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!” pekik Tiara semba
"Ini kesempatan kita," ucap Reni sambil memakai lipstik nya."Siapa tahu salah satu dari brondong itu, bisa jadi suami masa depan kita." seru Hana, memakai bedak.Tiara tertawa. "Jangan terlalu berharap, mereka itu masih mahasiswa, umur mereka masih 4 tahun di bawah kita, kerja saja belum, uang jajan masih dari orangtua, mau kasih makan apa kalau menikah." cebik Tiara."Ciee, ehem... Yang sudah janda memang beda, tapi mereka itu anak-anak orang kaya loh..." kekeh Reny."Aku sudah tidak peduli, mantan suamiku yang pertama juga anak konglomerat," seru Tiara."Sudahlah Beb... Jangan terlalu serius malam, ini kita senang-senang saja sama mereka, jangan pikirkan lagi soal dua mantan suamimu yang s*alan itu, lebih baik main-main sama brondong, say..." Hana menepuk pundak Tiara."Yahh... Kalian berdua benar, aku butuh hiburan bukan kepastian." ucap Tiara bercanda."Yuk gas, kita taklukkan para brondong itu malam ini." ucap Reny dengan semangat menggebu-gebu.Ketiganya keluar dari toilet dan
"Mas, Aku mau membatalkan pernikahan kedua kita, tolong jangan paksa aku."Kata-kata Tiara seperti petir yang menyambar jiwa Sahara, membuat dirinya terdiam. Apalagi saat Tiara bercerita soal Linda.Wajahnya langsung pucat pasi. Semua kebohongan yang selama ini ia bangun kini terungkap begitu saja. Tiara tahu. Tiara sudah tahu segalanya."Mas, kenapa?" suara Tiara pecah. "Kenapa kamu tega menyembunyikan hal ini dariku? Kenapa kau tidak mau jujur soal hubunganmu dengan Linda!!"Sagara jadi diliputi rasa bersalah. Ia ingin berkata sesuatu, namun kata-kata itu terasa terjebak di tenggorokannya."Honey, aku... aku tidak tahu harus bagaimana. Kalau aku cerita soal Linda, kamu pasti tidak mau rujuk sama aku, aku juga takut kamu akan membenciku. Yang aku inginkan sejak dulu hidup bersama denganmu dan Satria, anak kita!""Jangan jadikan Satria sebagai alasan!!" pekik Tiara."Jadi, kamu pikir menyembunyikan semuanya adalah pilihan yang bijak? Aku bahkan tidak tahu kalau Mas melamar Linda lebih
Keesokan harinya.Ting tong...Ting tong...Seseorang memencet bel berkali-kali, Yanti yang baru bangun langsung membuka pintu rumahnya."Mama!!" teriak Tiara, sorot matanya berkaca-kaca."Tiara... Loh tumben kamu pulang, Nak?" Yanti tercengang tiba-tiba melihat kedatangan putrinya dan cucunya, ia juga melihat ada tiga koper yang dibawa oleh Tiara."Hiks... Huhuhuhu, Tiara pulang Ma." rengek Tiara memeluk erat ibunya, air matanya mengalir deras membasahi daster yang Yanti sedang kenakan.Tiara duduk terdiam di ruang tamu rumah orang tuanya, matanya masih sembab dan wajahnya pucat. Di hadapannya, ada ibu dan ayahnya yang sedang saling melirik dengan perasaan khawatir.Mereka sudah bisa menebak ada yang tidak beres ketika Tiara tiba-tiba pulang lebih awal dari rencananya, yang katanya sedang mempersiapkan pernikahan dengan Sagara."Mama, Papa… Maafkan Tiara, Tiara memang sangat bodoh." suara Tiara terhenti, napasnya tersendat. "Tiara... Tidak tahu harus cerita mulai dari mana."Yanti su
Tiara baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Udara pagi yang sejuk dan sinar matahari yang menyelinap melalui tirai jendela memberikan suasana yang menenangkan.Setelah mandi dan bersiap, ia berjalan ke ruang makan, di mana anaknya sudah duduk sarapan ditemani pengasuhan. Satria menggerakkan sendok kecilnya dengan semangat, meski tidak semuanya sampai ke mulutnya.Tiara tersenyum melihat tingkah lucu anaknya yang selalu ceria di pagi hari. "Selamat pagi, Laras," sapa Tiara kepada pengasuh anaknya."Selamat pagi Nyonya..." seru Laras."Agii, Mama," sapa Satria, tersenyum lebar melihat ibunya. Tiara pun tersenyum lalu mencium kening Satria.Tiara duduk di sebelah anaknya dan mulai menyiapkan sarapan sederhana, diatas meja sudah tersedia roti panggang dengan selai kacang, juga segelas susu hangat."Apa semalam tuan tidak pulang, nyonya?" tanya Laras.Tiara menatapnya bingung. Pengasuh itu memang selalu sangat peduli dengan keadaan majikannya, lantaran sudah lama bekerja dengan G