Azkia menatap sendu seorang laki-laki yang sedang tiduran di atas kasur. Dengan langkah pelan, ia berjalan memasuki kamar laki-laki itu. Berjalan mendekat ke kasur laki-laki itu.
Ia duduk di tepi kasur laki-laki itu. Senyumannya muncul saat ia memandang banyak buku yang berjatuhan di lantai.
Sekarang Aksa yang ada di dekatnya bukanlah Aksa yang ia kenal. Karena Aksa yang ia kenal adalah laki-laki yang sangat suka dengan kebersihan dan kerapian. Setiap ada barang yang tidak rapi, pasti laki-laki itu akan langsung merapihkan barang tersebut. Tetapi itu Aksa yang ia kenal. Aksa yang sekarang berbeda. Kamarnya sangat berantakan, rambutnya yang acak-acakan. Sangat berbanding terbalik dengan sifat Aksa yang aslinya.
"Besok lo masuk sekolah, 'kan?" tanya Azkia sambil memandang wajah Aksa.
"Lo ngapain di sini? Bukannya lo besok ada ujian?" tanya Aksa tanpa memandang ke arah Azkia.
"Gua udah nggak peduli lagi sama ujian. Karena sekarang yang terpentin
Putra dan Cakra sedang ada di markas Natch. Tentu saja mereka didampingi oleh para anggota Salamander dan Natch yang sekarang sedang bersama di dekat warung.Mereka masih memikirkan tentang keadaan Aksa. Rasanya mereka belum bisa tenang sebelum melihat wajah sahabatnya itu secara langsung.Cakra ingin sekali memandang wajah sahabatnya itu secara langsung. Dan menanyakan tentang kondisinya bagaimana sekarang.Sedangkan Putra ingin sekali mendengar suara tawa Aksa. Terakhir kali ia mendengar suara tawa laki-laki itu adalah saat malam terakhir mereka liburan. Dan itu pun sudah tiga hari yang lalu.Saat suasana di antara mereka sedang hening. Ada satu orang dari anggota Natch berlari ke arah mereka. Dengan keringat yang sudah membasahi keningnya, ia mendekat ke arah Putra dan Cakra."Orland, lo ngapain lari-lari malam-malam kayak gini? Lagi bosen lo?" tanya Putra sambil menatap laki-laki yang berlari ke arahnya."Ada pertempuran di bawah jembata
Aqilla sekarang sedang ada di sebuah cafe bersama Shila. Aqilla tidak sengaja bertemu dengan Shila saat ia sedang menunggu taksi di dekat cafe itu. Jadi karena ia ingin bertanya tentang Aksa kepada perempuan itu, makanya ia ajak perempuan itu untuk minum bersama di cafe.Tatapan Shila terfokus pada sebuah mesin ketik yang ada di bawah kursi Aqilla. Ia tidak menyangka kalau ada yang masih menggunakan mesin itu di zaman sekarang."Itu mesin ketik kamu?" tanya Shila sambil menatap wajah Aqilla."Ini harusnya milik Aksa. Tapi saya belum sempat ngasih ini ke dia," jawab Aqilla."Milik Aksa? Kok bisa?""Sebenarnya dia pengen sekali punya mesin ketik sejak SMP. Tapi belum kesampaian sampai sekarang. Jadi saya ingin memberikan Aksa mesin ketik ini. Hitung-hitung biar Aksa nggak terus-terusan sedih. Oh, iya. Apa saya bisa minta tolong?""Minta tolong apa?""Tolong berikan mesin ketik ini pada Aksa. Saya yakin, dengan mesin ketik ini bisa
Seminggu sudah berlalu. Ujian yang menentukan lulus atau tidaknya para kelas XII pun sudah selesai dilaksanakan. Dan sekarang adalah saatnya untuk memastikan kalau mereka berhasil melewati ujian tersebut dengan baik. Supaya mereka tidak perlu mengulang kembali.Semua murid SMA Nusa Bangsa sedang melakukan upacara. Upacara kali ini sangat penting bagi para kelas XII. Karena di upacara ini akan diumumkan tentang informasi kelulusan mereka.Dengan sangat khidmat. Mereka mendengarkan Kepala Sekolah yang sedang mengucapkan amanat.Setelah menunggu sekitar menit, sekaranglah saat yang mereka tunggu-tunggu. Sang kepala sekolah sudah mulai membahas tentang kelulusan kelas XII. Membuat semua murid yang ada di sana sangat penasaran."Tetapi sebelum saya mengucapkan tentang hasil ujian kalian. Saya mohon terlebih dahulu untuk kelima perwakilan dari kelima SMA segera berjalan ke tengah lapangan," ucap Diaz sekalu kepala sekolah.Tidak lama setelah itu, m
Semua perwakilan dari sekolah lain sekarang sedang beristirahat di ruangan OSIS. Mereka tidak langsung pulang, karena kepala sekolah SMA Nusa Bangsa ingin bertemu mereka sekali lagi untuk mengucapkan kalimat terima kasih.Tetapi situasi yang seharusnya bahagia itu menjadi tegang. Saat Aqilla menampar pipi keras sebelah kanan Aksa di depan para perwakilan sekolah lain."Woi, kalem. Jangan asal nampar gitu," ucap Raka sambil menengahi Aqilla dan Aksa."Aqilla apa lo tau apa yang lo lakuin barusan? Jangan sampai hubungan sekolah lo dan SMA Angkasa rusak karena kelakuan lo tadi," ucap Rio memperingati Aqilla."Lo pernah janji buat nggak akan pernah pergi dari gua. Tapi seminggu belakangan ini lo menghilang entah ke mana. Dan sekalinya gua ketemu lo, gua lihat lo mencium kening sahabat gua. Sebenarnya apa yang lo mau, Alvin?" tanya Aqilla tanpa menghiraukan perkataan para orang yang ada di sekitarnya.Aksa tersenyum kecil saat mendengar itu. Secara perl
Aksa, Azkia, dan Fanny sekarang sedang berada di sebuah bioskop. Tentu saja mereka masih menggunakan seragam sekolah. Karena mereka langsung ke bioskop setelah dari sekolah. Ditangan Azkia sekarang ada dua tiket film. Sebuah film bergenre romantis. Yang seharusnya ia tonton bersama Aksa untuk menghilangkan semua beban yang sudah ia tanggung selama ujian. "Sa, lo masuk duluan," ucap Azkia sambil menyerahkan satu buah tiket kepada Aksa. "Oh, oke," ucap Aksa sambil mengambil tiket itu lalu melenggang pergi. "Dan ini buat lo," ucap Azkia memberikan tiketnya pada Fanny. "Lah, buat apa? Kan harusnya yang nonton ini lo sama Aksa," ucap Fanny bingung. "Lo sayang sama Aksa, 'kan? Ini kesempatan terakhir lo buat berduaan sama Aksa. Jadi gunakan kesempatan ini sebaik mungkin." "Apa maksudnya kesempatan terakhir?" "Dengerin gua baik-baik dan gua mohon jangan emosi. Malam ini Aksa bakalan dijodohkan. Perjodohan ini untuk keba
Fanny menutup wajahnya dengan guling. Ia merasa sangat sedih, karena kesempatan terakhirnya berakhir dengan sangat buruk.Tadi saat ada di bioskop ia sempat yakin, bahwa hubungannya dan Aksa akan semakin bagus. Tetapi ternyata salah. Aksa sekarang sudah kembali menjadi sosok laki-laki dingin seperti saat Fanny pertama kali melihatnya.Mendekati Aksa sama saja menyakiti perasaannya sendiri. Dan Fanny belum siap untuk tersakiti lebih jauh lagi.Fanny sangat merindukan sosok Aksa yang dulu. Sosok Aksa yang hangat, selalu terlihat ceria, dan siap kapan pun ia membutuhkan bahu untuk bersandar. Tetapi sayang. Sosok Aksa yang itu sudah lenyap dari dunia ini untuk selamanya. Sama persis seperti kalimat Aksa pada saat mereka ada di dalam gedung bioskop.Fanny mengelap air matanya, saat mendengar pintu kamarnya mulai terbuka. Dengan mata sendu, ia menatap seorang wanita paruh baya yang sekarang ada di ambang pintu kamarnya."Kenapa, Ma?" tanya Fanny la
Acara makan malam sudah hampir dimulai. Tetapi sahabat Fitri belum juga datang. Padahal sekarang Fanny, Robert, dan Fitri sudah menunggu kedatangan mereka di ruang tamu.Dengan bosan mereka menunggu tamu tersebut sambil menonton acara TV.Fanny sekarang sudah terlihat sangat cantik. Padahal ia tidak memakai makeup apa pun di wajahnya. Ia hanya menggunakan bedak bayi punya Atlanta dan sedikit parfum.Ia sangat penasaran dengan sahabat Fitri yang akan mampir ke rumah. Karena sangat dari tadi Fitri terlihat sedang seperti orang yang sedang mencemaskan sesuatu. Tetapi apa itu?Tidak lama setelah itu denger ada suara mobil dari depan rumah mereka. Sontak Fitri berdiri lalu beranjak ke luar untuk melihat siapa yang datang. Fitri tersenyum lebar saat mengetahui sahabat lamanya sekarang sudah sampai."Lo tambah cantik aja," ucap sahabatnya sambil memeluk tubuh Fitri."Lo juga. Gimana kabar lo?" tanya Fitri sambil membalas pelukan sahabat
Acara makan malam sudah dimulai. Shila, Fitri, Robert, Fanny dan Aksa sudah berada di meja makan. Mereka sedang menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh Fitri.Sesekali Aksa tersenyum, karena merasa sangat nostalgia. Ia sudah lama sekali tidak makan makanan Fitri. Dan sekalinya ia memakan masakan wanita paruh baya itu, membuatnya langsung merasa sangat bahagia.Bagi Aksa, masakan Fitri adalah yang terbaik. Bahkan seorang chef sekalipun tidak akan bisa mengalahkan masakan seorang Fitri.Tetapi itu dulu. Sekarang semuanya sudah berbeda. Bagi Aksa yang sekarang masakan Fitri adalah masakan biasa. Tidak ada sesuatu yang spesial di dalam masakan perempuan itu."Gua dengar anak lo udah lulus. Bagaimana kedepannya? Mau kuliah atau langsung kerja?" tanya Shila membuka topik pembicaraan."Kalau gua sih maunya dia kuliah dulu. Tapi entah dia maunya gimana," jawab Fitri sambil memandang Fanny."Saya mau kuliah dulu. Akan sangat merepotka
Atlanta sekarang sudah beranjak remaja. Sekarang ia sudah resmi menjadi murid SMA Nusa Bangsa. Dan sudah mendapatkan satu teman saat masa MOS.Hari-hari yang ia jalani sangatlah membosankan. Karena setiap hari ia hanya di rumah. Menonton TV, membaca buku, mengerjakan soal-soal. Cuma itu kegiatannya.Tetapi itu semua akan berubah jika Aksa datang. Kedatangan laki-laki itu membuat harinya menjadi lebih menyenangkan. Setiap laki-laki itu datang, pasti laki-laki itu akan membawanya jalan-jalan berkeliling kota, membeli es krim di suatu tempat, dan bermain bersama-sama. Tetapi sangat disayangkan, karena laki-laki itu sangat jarang berkunjung.Dan seperti hari ini. Atlanta sangat bosan. Makanya ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Tetapi di tengah jalan atau tepatnya di depan sebuah pintu kamar, ia hentikan langkahnya.Sekarang ia ada di depan pintu kamar yang selalu terkunci. Kamar itu sangat jarang dibuka dan kalau pun dibuka pasti saat itu Atlanta sedang ti
Tiga tahun sudah semenjak hari pernikahan Aksa dan Fanny. Betapa bahagianya Cakra saat mendengar Fanny sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Dengan kecepatan penuh, Cakra mengendarai motornya ke rumah sakit, untuk menjenguk perempuan itu dan mengucapakan selamat pada sahabatnya karena sudah menjadi seorang ayah.Saat sudah sampai di rumah sakit. Dengan cepat Cakra langsung berlari ke arah ruang perawatan Fanny. Saat sudah sampai di ruangan tersebut, Cakra melihat Aksa yang sedang duduk di sofa menemani Fanny yang sedang tertidur lelap."Yo, Kapten," ucap Cakra sambil memasuki ruangan."Yo. Lama nggak ketemu," ucap Aksa sambil mengalihkan pandangannya ke arah Cakra."Kan sekarang lo sudah jadi seorang ayah, nih. Ceritalah gimana perasaan lo sekarang.""Bahagia banget. Saking bahagianya gua nggak tau bagaimana cara ngasih taunya ke lo.""Oh, begitu. Kalau 'gitu udah cukup. Asalkan lo bahagia itu sudah cukup."Pandangan Cakra beralih
Cakra mengambil sebuah dua gelas minuman di atas meja, lalu berjalan menuju Putra yang sedang berkumpul bersama anggota Natch.Cakra menyodorkan salah satu gelasnya ke arah Putra. Sebagai isyarat untuk laki-laki itu minum minuman tersebut. Dan dengan senang hati Putra menerima minuman itu, lalu meminumnya sedikit."Semuanya datang?" tanya Cakra sambil menatap Putra."Dua puluh persen dari anggota Heaven datang," jawab Putra setelah meminum minumannya."Kok cuma dua puluh persen? Bukannya semua anggota Heaven diundang?""Mereka bakalan datang kalau semua tamu undangan yang lainnya sudah pulang. Pikirin aja baik-baik, kalau mereka semua datang sekarang, tempat ini bakalan penuh dengan anak geng motor, nanti para tamu undangan yang lain pada takut. Bisa-bisa acara ini jadi hancur.""Benar juga, ya. Tumben otak lo lancar.""Otak gua memang lancar. Noh otak lu yang mampet."Cakra tersenyum kecil mendengar itu. Pandangann
Malam hari ini, Azkia menginap di rumah Aksa. Karena besok ia harus membantu Shila untuk mempersiapkan semuanya yang dibutuhkan saat acara pernikahan Aksa dan Fanny.Di kamar tamu lah ia berada sekarang. Ia sudah sangat sering menggunakan kamar tamu ini. Bahkan saking seringnya ia tidur di kamar ini, ia sampai-sampai sudah menganggap kamar tamu ini adalah kamarnya sendiri.Azkia tersenyum tipis, saat melihat Aksa memasuki kamarnya. Ia menatap wajah Aksa dengan saksama, seakan bertanya alasan kenapa laki-laki itu datang ke kamarnya malam-malam seperti ini.Mengetahui ada Aksa, Azkia langsung duduk di pinggir kasur. Supaya lebih sopan. Karena bagaimana pun Aksa lah tuan rumah. Jadi kurang sopan jika ia tiduran di atas kasur, saat ada laki-laki itu.Azkia terheran-heran saat tiba-tiba Aksa jongkok tepat di hadapannya. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan laki-laki itu? Memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun, lalu tiba-tiba jongkok d
Aksa menatap Azkia secara saksama. Sejak tadi perempuan itu terus mengoceh hal-hal yang tidak penting. Dan Aksa hanya diam sambil berharap kalau ocehan Azkia akan segera berakhir.Dan harapan Aksa menjadi kenyataan. Tetapi itu bukan karena Azkia sudah selesai dengan ocehannya. Melainkan karena Fanny datang ke rumahnya. Dan sekarang sedang menunggunya di ruang tamu."Besok penentuan hari pernikahan lo sama Fanny. Jadi gua mohon jangan ikut-ikutan kalau Heaven sedang ada masalah dengan geng motor lain. Karena itu sangat berbahaya bagi lo," ucap Azkia sambil meredakan emosinya."Kalau gua sampai ikutan?" tanya Aksa dengan polosnya."Gua nggak bakalan izinin lo keluar dari kamar. Gua bakalan kunci kamar lo sampai seminggu, biar lo mati bosan di dalam kamar.""Wih, ngeri amat. Lo ini seorang kakak atau pembunuh kejam?""Dua-duanya. Kenapa? Mau ngeluh? Gua bilangin ke Bunda nih ya kalau lo nggak mau nurut sama gua.""Aduh, mainnya nga
Fitri tersenyum lebar saat melihat Aksa sekarang sedang berada di depan rumahnya bersama dengan Fanny. Sudah lama sekali, laki-laki itu tidak kembali ke rumahnya. Sekalinya laki-laki itu kembali hanya sekedar untuk mengantarkan Fanny.Rasanya miris sekali, saat mengingat bahwa dulu Aksa adalah bagian dari keluarganya. Tetapi sekarang Aksa sudah terlihat seperti orang asing. Yang bahkan sama sekali tidak terlihat merindukannya."Nggak masuk dulu?" tanya Fitri saat Aksa mau berbalik.Gerakan Aksa langsung terhenti saat mendengar suara Fitri. Rasa rindu yang selama ini ia telah lupakan, sekarang kembali muncul. Membuatnya ingin memeluk tubuh Fitri dengan erat. Lalu melepaskan semua rasa rindu yang telah ia simpan rapih-rapih selama ini."Saya harus kembali ke rumah sakit untuk membantu Bunda. Jadi mungkin lain waktu," ucap Aksa lalu tersenyum kecil."Atlanta juga butuh sosok kakak laki-laki. Jadi bisa temui dia? Biar dia tau kalau dia punya kakak laki
Aksa menatap perempuan yang ada di hadapannya secara saksama. Ini sama sekali tidak ada di dalam rencananya. Sebelumnya ia hanya berencana makan ramen bersama Putra sambil membahas beberapa hal. Tetapi siapa sangka Azkia dan Fanny berada di sana juga.Dengan paksaan Putra, akhirnya Aksa mau berbagi meja dengan Azkia dan Fanny. Sebenarnya ini adalah rencana Putra dan Azkia. Mereka memang sengaja mengajak Aksa dan Fanny ke warung ini, supaya hubungan mereka bisa menjadi lebih dekat.Dan rencana mereka untuk mempertemukan Aksa dan Fanny berhasil.Aksa menatap wajah Azkia. Mempertanyakan kenapa perempuan itu bisa berada di warung tersebut bersama Fanny. Tetapi hanya dibalas dengan senyuman oleh Azkia."Mau pesan apa, Vin?" ucap seorang perempuan yang bertugas untuk mencatat pesanan Aksa dan teman-temannya.Sontak Fanny, Azkia, dan Putra langsung merasa terheran-heran. Pasalnya perempuan itu memanggil Aksa dengan nama Alvin. Yang artinya perempuan
Sekarang Aksa dan Putra sedang ada di markas besar Heaven. Putra sengaja mengajak Aksa bertemu di sini, agar tidak ada yang menganggu perbicangan mereka. Karena saat ini Putra ingin membicarakan hal yang sangat penting. Dan hal itu sangat bersangkutan dengan kebahagiaan dua orang yang ia sayang.Aksa dan Putra berdiri saling berhadapan. Putra tersenyum lebar, lalu melayangkan sebuah pukulan cepat. Putra sengaja fokus kecepatan bukan kekuatan, karena ia tau kalau ia fokus pada kekuatan, maka kecepatan tangannya akan berkurang dan Aksa akan menangkis pukulannya dengan sempurna.Aksa menyentuh pipinya yang baru saja terkenal pukulan Putra. Ia merasa sedikit nyeri, karena sudah lama tidak merasakan pukulan. Terlebih lagi, pukulan sahabatnya itu memang tidak bisa diremehkan."Lo cinta sama Fanny?" tanya Putra sambil menatap tajam Aksa."Kenapa lo tiba-tiba tanya begitu?" tanya Aksa sambil menatap sinis Putra."Karena gua cinta sama dia.""K
Fanny menatap secara saksama Aqilla yang duduk di seberangnya. Ia sedikit kaget, saat tiba-tiba perempuan itu datang ke rumahnya lalu meminta waktunya sedikit untuk hanya sekedar berbicara tentang Aksa.Dari raut wajah perempuan itu, sepertinya perempuan itu sedang dalam mood yang buruk. Tetapi apa yang membuat sahabatnya itu terlihat seperti itu?"Jujur sama gua. Apa lo pernah bilang sesuatu ke Aksa? Sampai-sampai dia nggak percaya kalau lo cinta sama dia?" tanya Aqilla secara tiba-tiba.Fanny tertegun saat mendengar hal itu. Secara frontal Aqilla menanyakan hal seperti kepadanya. Seakan perempuan itu sangat yakin kalau dirinya pernah melakukan hal itu dengan sengaja."Setahu gua sih nggak pernah," jawab Fanny dengan ragu."Jangan bohong. Karena ini menyangkut masa depan lo sama Aksa," ucap Aqilla sambil menatap tajam Fanny."Enggak, Qilla. Emang kenapa, sih?""Aksa merasa kalau lo nggak cinta sama dia. Makanya sampai sekarang