Semua perwakilan dari sekolah lain sekarang sedang beristirahat di ruangan OSIS. Mereka tidak langsung pulang, karena kepala sekolah SMA Nusa Bangsa ingin bertemu mereka sekali lagi untuk mengucapkan kalimat terima kasih.
Tetapi situasi yang seharusnya bahagia itu menjadi tegang. Saat Aqilla menampar pipi keras sebelah kanan Aksa di depan para perwakilan sekolah lain.
"Woi, kalem. Jangan asal nampar gitu," ucap Raka sambil menengahi Aqilla dan Aksa.
"Aqilla apa lo tau apa yang lo lakuin barusan? Jangan sampai hubungan sekolah lo dan SMA Angkasa rusak karena kelakuan lo tadi," ucap Rio memperingati Aqilla.
"Lo pernah janji buat nggak akan pernah pergi dari gua. Tapi seminggu belakangan ini lo menghilang entah ke mana. Dan sekalinya gua ketemu lo, gua lihat lo mencium kening sahabat gua. Sebenarnya apa yang lo mau, Alvin?" tanya Aqilla tanpa menghiraukan perkataan para orang yang ada di sekitarnya.
Aksa tersenyum kecil saat mendengar itu. Secara perl
Aksa, Azkia, dan Fanny sekarang sedang berada di sebuah bioskop. Tentu saja mereka masih menggunakan seragam sekolah. Karena mereka langsung ke bioskop setelah dari sekolah. Ditangan Azkia sekarang ada dua tiket film. Sebuah film bergenre romantis. Yang seharusnya ia tonton bersama Aksa untuk menghilangkan semua beban yang sudah ia tanggung selama ujian. "Sa, lo masuk duluan," ucap Azkia sambil menyerahkan satu buah tiket kepada Aksa. "Oh, oke," ucap Aksa sambil mengambil tiket itu lalu melenggang pergi. "Dan ini buat lo," ucap Azkia memberikan tiketnya pada Fanny. "Lah, buat apa? Kan harusnya yang nonton ini lo sama Aksa," ucap Fanny bingung. "Lo sayang sama Aksa, 'kan? Ini kesempatan terakhir lo buat berduaan sama Aksa. Jadi gunakan kesempatan ini sebaik mungkin." "Apa maksudnya kesempatan terakhir?" "Dengerin gua baik-baik dan gua mohon jangan emosi. Malam ini Aksa bakalan dijodohkan. Perjodohan ini untuk keba
Fanny menutup wajahnya dengan guling. Ia merasa sangat sedih, karena kesempatan terakhirnya berakhir dengan sangat buruk.Tadi saat ada di bioskop ia sempat yakin, bahwa hubungannya dan Aksa akan semakin bagus. Tetapi ternyata salah. Aksa sekarang sudah kembali menjadi sosok laki-laki dingin seperti saat Fanny pertama kali melihatnya.Mendekati Aksa sama saja menyakiti perasaannya sendiri. Dan Fanny belum siap untuk tersakiti lebih jauh lagi.Fanny sangat merindukan sosok Aksa yang dulu. Sosok Aksa yang hangat, selalu terlihat ceria, dan siap kapan pun ia membutuhkan bahu untuk bersandar. Tetapi sayang. Sosok Aksa yang itu sudah lenyap dari dunia ini untuk selamanya. Sama persis seperti kalimat Aksa pada saat mereka ada di dalam gedung bioskop.Fanny mengelap air matanya, saat mendengar pintu kamarnya mulai terbuka. Dengan mata sendu, ia menatap seorang wanita paruh baya yang sekarang ada di ambang pintu kamarnya."Kenapa, Ma?" tanya Fanny la
Acara makan malam sudah hampir dimulai. Tetapi sahabat Fitri belum juga datang. Padahal sekarang Fanny, Robert, dan Fitri sudah menunggu kedatangan mereka di ruang tamu.Dengan bosan mereka menunggu tamu tersebut sambil menonton acara TV.Fanny sekarang sudah terlihat sangat cantik. Padahal ia tidak memakai makeup apa pun di wajahnya. Ia hanya menggunakan bedak bayi punya Atlanta dan sedikit parfum.Ia sangat penasaran dengan sahabat Fitri yang akan mampir ke rumah. Karena sangat dari tadi Fitri terlihat sedang seperti orang yang sedang mencemaskan sesuatu. Tetapi apa itu?Tidak lama setelah itu denger ada suara mobil dari depan rumah mereka. Sontak Fitri berdiri lalu beranjak ke luar untuk melihat siapa yang datang. Fitri tersenyum lebar saat mengetahui sahabat lamanya sekarang sudah sampai."Lo tambah cantik aja," ucap sahabatnya sambil memeluk tubuh Fitri."Lo juga. Gimana kabar lo?" tanya Fitri sambil membalas pelukan sahabat
Acara makan malam sudah dimulai. Shila, Fitri, Robert, Fanny dan Aksa sudah berada di meja makan. Mereka sedang menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh Fitri.Sesekali Aksa tersenyum, karena merasa sangat nostalgia. Ia sudah lama sekali tidak makan makanan Fitri. Dan sekalinya ia memakan masakan wanita paruh baya itu, membuatnya langsung merasa sangat bahagia.Bagi Aksa, masakan Fitri adalah yang terbaik. Bahkan seorang chef sekalipun tidak akan bisa mengalahkan masakan seorang Fitri.Tetapi itu dulu. Sekarang semuanya sudah berbeda. Bagi Aksa yang sekarang masakan Fitri adalah masakan biasa. Tidak ada sesuatu yang spesial di dalam masakan perempuan itu."Gua dengar anak lo udah lulus. Bagaimana kedepannya? Mau kuliah atau langsung kerja?" tanya Shila membuka topik pembicaraan."Kalau gua sih maunya dia kuliah dulu. Tapi entah dia maunya gimana," jawab Fitri sambil memandang Fanny."Saya mau kuliah dulu. Akan sangat merepotka
Aksa dan Fanny sudah ada di depan sebuah penginapan. Penginapan inilah yang akan menjadi tempat tinggal mereka beberapa hari ke depan.Di penginapan ini tidak ada orang sama sekali. Yang berarti hanya mereka berdua yang akan berada di penginapan ini.Satu orang laki-laki dan satu orang perempuan berada di atap yang sama. Mungkin akan terjadi sesuatu yang tidak diduga-duga. Atau mungkin akan kisah cinta mereka akan dimulai semenjak hari ini.Aksa menatap koper yang dibawa oleh Fanny. Koper berwarna pink itu membuatnya teringat dengan koper milik Pitaloka."Perjodohan ini, apa memang Senior sudah tau sejak awal?" tanya Aksa sambil mengalihkan pandangannya ke arah Fanny."Bisa nggak manggil gua pakai nama gua aja? Kalau lo manggil gua senior, rasanya kayak canggung 'gitu," tanya Fanny sambil menatap Aksa."Sepertinya Senior tidak tau. Wajar aja sih kalau Senior tidak tau.""Lo ada masalah apa sih sama gua? Perasaan gua
Hari kedua Aksa dan Fanny liburan. Tidak ada yang spesial. Mereka hanya menghabiskan waktu di dalam penginapan.Mereka melakukan aktivitas mereka sendiri-sendiri. Tanpa melakukan percakapan sedikit pun. Merasa kalau tidak ada orang lain di penginapan itu selain diri mereka masing-masing.Mengakibatkan hubungan mereka semakin memburuk.Fanny tau kalau terus seperti ini, mereka akan benar-benar berakhir dengan sebuah perpisahan. Dan itu bukanlah keinginannya yang sebenarnya.Tetapi ia tidak tau harus melakukan apa. Karena setiap kali ia ingin mendekati Aksa, selalu saja ia dihalangi oleh dinding tebal yang seakan berkata; pergi, tempatmu bukan di sini. Dinding itu adalah sifat dingin Aksa. Yang sudah berulangkali membuatnya merasa sangat sedih.Fanny tidak menyerah. Karena cuma dirinya yang bisa menyelamatkan laki-laki itu. Ia berjanji pada dirinya sendiri, kalau setelah kembali dari tempat ini, Aksa sudah berubah menjadi seperti dulu. Aksa yan
Hari sudah mulai kembali menunjukkan kegelapannya. Tanda kalau sudah mulai malam. Waktu untuk Fanny tidur di ranjang empuknya. Tetapi Fanny tidak melakukan itu. Sekarang Fanny sedang ada di teras. Menatap secara saksama seorang pria paruh baya yang tadi ia pergoki sedang berjalan mengitari penginapannya. Ia merasa aneh dengan pria tersebut. Bagaimana bisa pria itu bisa di penginapan ini? Sedangkan menurut kabar, organisasi Dragon sudah bubar, karena Bos mereka menjadi korban dalam kecelakaan pesawat. Tetapi kenapa sekarang Brian ada di penginapannya? Apa ada seseorang yang menugaskan orang itu? "Jadi, kenapa Anda ke sini?" tanya Fanny sambil menatap manik mata Brian dengan tajam. "Saya hanya ingin mengecek keadaan Tuan Aksa," ucap Brian berbohong. Brian sengaja berbohong. Karena ia yakin, sekarang belum saatnya Fanny tau bahwa Aksa lah yang sekarang berada di puncak organisasi Dragon menggantikan posisi Gino yang telah kosong. "Apa cum
Aksa baru saja mencoba untuk memejamkan matanya. Tetapi tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya dengan keras.Membuatnya mau tidak mau membuka pintu kamarnya untuk melihat siapa orang yang sudah berani-beraninya mengganggu ketenangannya.Saat Aksa sudah membuka pintu tersebut, emosi Aksa sedikit mereda. Karena yang mengetuk pintunya ternyata adalah Fanny."Ada perlu apa?" tanya Aksa sambil menatap Fanny malas."Kesepakatan kita. Jangan bilang lo lupa sama itu," ucap Fanny lalu tersenyum kecil."Oh, kesepakatan itu. Saya masih ingat. Jadi apa yang akan Anda minta?""Gua mau tidur bareng lo. Nggak masalah, 'kan?"Setelah mengucapkan itu, Fanny masuk ke dalam kamar Aksa begitu saja. Tanpa menunggu persetujuan dari sang pemilik kamar, ia duduk di kasur dengan santainya."Kalau itu sepertinya sedikit masalah. Satu perempuan dan satu laki-laki di kamar yang sama. Bukannya itu nggak normal?" tanya Aksa sambil