“Aman bagaimana?” Sahara balik bertanya.“Kau tidak merasakan getaran-getaran apalah itu, kau tidak cemburu, tidak terluka?” Selly mencecar setengah menggoda. “Yang benar saja...”Sahara tersenyum kecut. “Apa aku selemah itu, akan cemburu atau terluka hanya karena melihat dia bersama wanita dan makan bersama?”Selly terkekeh, “Yah, kau kan sudah jadi istrinya. Barang kali kau akan jadi istri-istri yang mudah bawa perasaan.”“Tentu saja tidak, bodoh...” sahut Sahara tertawa miris.“Syukurlah kalau kau sekuat itu.” ucap Selly terkekeh kecil.Entah apa yang Sahara rasakan, gadis itu tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Dia memang merasakan sesuatu yang mencelos di jantungnya, sesuatu yang berdenyut. Sesuatu seperti kecewa, sedih dan marah bercampur aduk, dia merasakan suatu perasaan seperti pengkhianatan, mungkin. Dan dia membohongi Selly.“Hei, kau masih disana atau tidak, hallo?” Selly kembali menyahut saat tidak lagi mendengar suara temannya.“Sahara!” sahut Selly sedikit teriak
“Oh, ya. Siapa dia?” tanya Sahara dengan pelan, gadis itu sudah tidak bernafsu untuk menghabiskan makan malamnya.Sagara melirik istrinya lalu tersenyum mengejek, “Kenapa kau kepo sekali...”Sahara mendengus pelan, lantas meletakan sendok dan garpu di sisi piringnya.“Aku sudah kenyang” ucap gadis itu mulai menegak minumnya.Sagara melihat piring istrinya yang masih penuh dengan makanan, Sahara bahkan belum sempat menyentuh menu lainnya.“Kau baru makan sedikit” kata pria itu heran. Lebih heran lagi saat menatap wajah Sahara yang cemberut.“Aku sudah kenyang” ulang gadis itu lagi, mulai bangkit dan melangkah menuju kamar mengunci pintunya dari dalam.Sahara belum pernah merasa sekesal ini ketika mendengar orang lain menceritakan tentang pasangannya. Dia kesal, kesal pada dirinya sendiri.Sikap aneh yang ditunjukkan sang gadis membuat Sagara terdiam di meja makan, pria itu sungguh merasa bingung dengan tingkah laku Sahara yang berubah-ubah.‘Apa yang merasukinya?’ batinnya bertanya-ta
“Masuklah...” titah Sagara dengan suara lembut, tangannya turut membukakan pintu mobil untuk istri kecilnya.Sahara terdiam sejenak menatap wajah Sagara yang tidak sedatar biasanya. Kini pria dingin itu bukan cuma suaranya yang melembut namun sorot matanya pun ikut meneduh, tidak ada lagi kilatan tajam dimanik legamnya.“Ayo” Sagara mengucap heran saat Sahara hanya terdiam menelisik wajahnya.Sahara mengerjap sebelum akhirnya masuk dan mendudukkan diri di jok mobil, gadis itu memandang Sagara yang mulai mengitari mobil guna duduk dibelakang kemudi. Pria itu mulai memasangkan seatbelt ke tubuh istrinya, membuat Sahara menahan napas sebab wajah mereka begitu dekat.“Maaf, aku tidak berniat mesum” ucap Sagara diiringi senyum menawannya.Sahara memalingkan wajah, jantungnya berdetak lebih cepat. Kedua telapak tangannya mendingin, pipinya memanas. Bisa-bisanya diaa terpesona dengan senyum pria dingin itu.Sagara melirik sang istri yang sejak tadi tidak mengeluarkan sepatah kata pun, tidak
Kenapa?” Sagara bertanya dan menatap sang istri penuh kebingungan, alis tebal pria itu terangkat dengan tinggi.Sahara memalingkan wajah dan terdiam, gadis itu menutup mulutnya rapat-rapat. Dia sudah cukup kecewa mendengar pengakuan suaminya. Sahara ingin melampiaskan kekecewaannya pada pria itu, tapi dia kembali mengingat bahwa pernikahan ini tidak seperti pernikahan pada umumnya. Sahara tidak memiliki hak apapun meskipun menyandang status istri, Sagara bukan suami sungguhan. Pria itu bukan miliknya.Sahara ingin menjauh saja, sebelum dia mengatakan hal bodoh dan memalukan. Dia perlu menata perasaannya, dia ingin pulang dan menyendiri.Tidak mendapat respon dari gadis remaja itu membuat Sagara menghembuskan napas berat. Dia mencoba mengerti, mungkin Sahara memang sedang tidak baik-baik saja, mungkin dia sedang di rundung masalah pribadi.“Ayo” ajaknya menggedikan kepala seraya menenteng semua barang belanjaan. Sahara mengikuti dari belakang, pandangan gadis itu gamang, sibuk menyela
Hari yang melelahkan bagi Sahara adalah ketika dia mulai menjalani ujian di penghujung semester. Dia sudah menguras otaknya habis-habisan beberapa hari ini. Sahara sudah tidak sabar ingin cepat-cepat menamatkan masa SMAnya.“Ujian sudah usai. Sekarang saatnya kita merefresh otak.” ucap Yuri kala itu, dia menyodorkan kertas kecil berwarna magenta pada teman-temannya.“Jangan lupa datang, ya. Tiga hari lagi.” tambah Yuri lagi setelah menyebarkan kertas yang ternyata undangan pesta ulang tahunnya.“Tidak terasa, ya. Kau kembali bertambah umur tahun ini.” Selly menerima undangan tersebut.“Ya, aku bersyukur untuk itu. Nah ini undangan untuk Edward. Tapi mana dia, ya, aku belum melihatnya hari ini.” Yuri mengedarkan pandangannya ke sekeliling koridor sekolah.“Kenapa pesta ulang tahunmu diadakan pesta dansa segala?” Selly berdecak ketika membaca rangkaian kata yang tertulis di undangan itu.“Aku ingin sesuatu yang berbeda kali ini. Lagi pula sepertinya akan seru kalau ada rangkaian acara m
“Akhirnya kau datang kemari...”Sagara merasa heran dan senang secara bersamaan, begitu mendapati perempuan yang berdiri tepat di depan pintu apartemennya. Baru saja dia menghubungi sang mertua menanyakan kabar istri kecilnya itu, kini Sagara dikejutkan dengan kedatangan Maria tanpa pria itu duga.“Ya, kurasa, aku merindukanmu!” ucap Maria, berjalan menuju sofa empuk diapartemen kekasihnya.“Tumben sekali tidak menghubungiku dulu.” Sagara mengikuti langkah sang kekasih.“Haruskah begitu?” Maria menautkan alisnya dan mendudukkan diri disofa.“Ya tidak juga. Kau membawa apa?” tanya Sagara lagi menatap paper bag berukuran sedang dan berwarna hitam.Maria ikut melihat paper bag ditangannya, dia membuka dan mengeluarkan benda dari paper bag tersebut. Dua botol wine yang mengkilap begitu tertimpa cahaya lampu.Alis Sagara bergelombang, “Wine?”Dia menatap kekasihnya yang tengah tersenyum lebar, menambah kecantikan diwajahnya. Membuat Maria begitu pantas dielu-elukan sebagai model cantik.“U
Sagara meraih pakaian miliknya yang berserakan dilantai, lekas keluar dari kamarnya. Dia lebih memilih untuk membersihkan diri dikamar mandi sang istri.“Sahara.” gumam pria itu tanpa sadar, dadanya sedikit merasa sesak saat mengingat istri kecilnya dan kejadian semalam. “Apa yang sudah aku lakukan...”Jari-jemari pria itu meremas rambut hitamnya dengan kasar, dan berdecak kesal. Mengapa dirinya bisa lengah dan lepas kendali, ini bukan masalah kecil.‘Wanita itu benar-benar lancang!’ rutuknya dalam hati.Sagara berjalan dengan gontai menuju meja belajar istri kecilnya, menumpu kening diatas meja, dan memejamkan kedua matanya dengan rapat. Sagara sudah melakukan suatu kesalahan besar, dia marah pada dirinya sendiri yang tidak berdaya.Selepas kepalanya terasa ringan, Sagara mulai membersihkan diri. Dia merasa marah dan benci akan tubuhnya yang kotor sebab disentuh secara menjijikan. Walau pria itu begitu mencintai sang model, namun Sagara tidak berniat untuk menyentuh wanita itu sebe
Sahara datang ke Birthday party Yuri dengan perasaan resah yang berkecamuk, benaknya mengatakan bahwa akan ada sesuatu yang terjadi di tengah-tengah pesta. Entah hal apa yang akan terjadi, dia tidak memiliki gambarannya dan kegundahan itu terus mengusik hati dan pikiran. Membuat dia tidak bisa menikmati pesta seperti teman-temannya.“Mau minum?”Cairan merah yang berbau manis dalam gelas bertangkai tinggi, Sahara menerimanya setelah menggumamkan terima kasih pada Selly. Setelah mengecapnya sedikit dia melirik Selly sekilas dan berkata, “Kau datang dengan siapa?”“Sendiri.” kata Selly dengan pendek, bola matanya berpendar dengan warna-warni yang berasal dari pantulan Lamp Tumblr.“Kau datang kemari bersama cowok itu, kan? Memangnya Sagara mengijinkan?”“Hah?” Sahara agak terhenyak mendengar nama suaminya disebut. “Aku tidak meminta ijinnya.” katanya, memaksakan senyum.“Bisa begitu, ya?” Selly menautkan alisnya, merasa heran.“Aku tak perlu ijinnya kok, memangnya dia akan peduli? Tidak
“Baiklah, karena kalian sudah datang kemari, kita langsung saja.” Liana berkata seraya memandang wajah orang-orang yang duduk bersamanya bergantian, lalu berhenti tepat di wajah Saga. Dia menatap lekat wajah menantunya itu. “Saga, bagaimana masalahmu dengan wanita itu?”Saat itu, Saga sedang menatap istrinya yang terus menunduk, lantas terkesiap ketika Liana bertanya dengan tatapan tajam. Bukan hanya Liana, Saga merasakan semua mata sedang menatap padanya. Hal itu sedikit membuatnya gugup.Setelah menghela napas panjang, Saga balas menatap wanita yang menjadi mertuanya dengan tegas namun tetap berusaha sesopan mungkin.“Masalah kami sudah selesai, Mam. Aku sudah menepis gosip-gosip bohong yang dibuat oleh wanita itu. Dan, Maria sudah kubuat menyesal sekaligus menjadi bulanan masyarakat.” terang Saga dengan senyum puas. Dia kembali melirik Sahara yang tersenyum manis padanya, lalu dibalas dengan kedipan sebelah mata dan seketika membuat gadis itu tersipu merona.“Oh, kenapa dengannya?”
“Selamat sore nona Maria.” sapa Dokter seraya tersenyum dan menghampiri pasiennya.Maria tak membalas sapaan sang Dokter, kedua matanya masih tertuju pada dua orang polisi yang berdiri tegak tak jauh dari pintu setelah di tutupnya. Maria bertanya-tanya sendiri, untuk apa polisi itu berada di ruangannya? Mungkinkah karena skandal yang di sebarkan William? Atau Saga masih dendam padanya lalu melaporkan dirinya mengenai kasus penculikan istrinya? Tapi, itukan sudah lama!“Nona?” panggil Dokter itu lagi seraya menyentuh lengan Maria.“Eh, iya Dok?” sahut wanita itu akhirnya. Dia menatap sang Dokter dengan raut wajah yang pias bercampur cemas.“Kita cek kondisi nona terlebih dahulu, ya.” kata Dokter yang Maria ketahui bernama Sheina. Dr. Sheina memeriksa detak jantung Maria sejenak, lalu dilanjutkan dengan alat vital lainnya. “Dokter, apa yang terjadi padaku?” Maria bertanya setengah berbisik, berusaha mengabaikan dua polisi yang berdiri di sana. Dia sendiri sangat penasaran dengan kondi
“Darren datang untuk meminta maaf pada Nana, Lucas. Biarkan saja mereka menyelesaikan masalahnya berdua dulu.” ucap Winona menatap sang suami yang pandangannya masih tertuju pada Darren dan Nana di tepi kolam.“Masalah apa? Bukankah semuanya sudah selesai ketika lelaki itu mencampakkan anakku?” balas Lucas dengan nada yang dingin. Masih segar dalam ingatannya tentang malam itu, Nana dipulangkan oleh Darren tanpa perasaan, tanpa memberikan kesempatan, tidak peduli Nana bersimpuh di kaki Darren agar di beri kesempatan untuk menjelaskan. Darren seolah tertutup mata dan hatinya hanya karena merasa ditipu soal keperawanan. Sebagai seorang ayah melihat bagaimana putrinya dicampakkan sebegitu jahatnya, tentu saja hal itu melukai harga dirinya dengan membiarkan Darren menginjakkan kaki di rumahnya.“Lucas, tenangkan dirimu.” ujar Winona mencegat Lucas yang ingin menghampiri Darren dan Nana. “Biarkan mereka bicara berdua dulu, sekarang kita kembali ke dalam. Ada yang akan aku bicarakan dengan
Liana menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk dari luar. Bertanya-tanya sendiri, siapa yang mengetuk di luar sana kali ini. Mungkinkah putrinya lagi?Pintu itu kembali di ketuk, kini disertai suara pelayan yang berkata membawakan makanan untuknya. Liana melirik pada benda yang di sebut sebagai mesin waktu, jam makan siang sudah lewat cukup lama. Dia memang masih enggan keluar kamar. Melewatkan makan malam, sarapan pagi, dan sekarang Liana pun melewatkan makan siangnya.Meski tetap membukakan pintu untuk pelayan yang datang membawa makanan, tidak ada satu pun makanan yang di sentuhnya. Sampai membuat sang pelayan kebingungan dibuatnya.“Nyonya, anda tidak sarapan?” tanya pelayan perempuan yang umurnya lumayan muda. Dia melihat menu sarapan yang di antarnya pagi tadi masih tetap utuh di atas nampan.“Aku tidak lapar, Alma.” jawab Liana seraya memandang pelayan yang bernama Alma dengan senyum tipis.“Tapi, Nyonya ... anda harus makan.” ujar Alma dengan kepala tertunduk di depan sang
“Mau apa dia ke sini?”Terkejut. Tentu saja, tetapi Nana sebisa mungkin membuat raut wajahnya terlihat tenang dan terkendali. Pandangannya sempat menunduk beberapa saat , namun buru-buru dia mendongak kembali ketika Winona menyentuh tangannya.“Dia bilang ingin bicara denganmu.” jawab Winona kemudian, wanita itu menggeser duduknya agar lebih merapat pada sang putri. “Kau baik-baik saja, Sayang? Kalau tidak mau menemuinya, ibu akan menyuruhnya pergi.”Kepala Nana menggeleng pelan seraya menggigit bibir bagian dalamnya. “Apa ayah tahu Darren kemari?” tanyanya setengah berbisik.“Belum,” Winona menggeleng dengan kedua alis yang tertaut, “Sengaja ibu tidak bilang, ayahmu pasti akan marah kalau tahu dia kemari.”“Lalu, kenapa ibu ... tidak marah?” tanyanya lagi, sudut mata Nana sesekali melirik ke arah pintu ruang baca, khawatir tiba-tiba Darren keluar seolah menyadari keberadaannya.“Ibu marah, Nana. Tentu saja, marah. Bahkan ibu sempat mengusirnya, tetapi dia memohon agar diijinkan berte
Saga memutuskan kembali ke kantornya, namun saat sampai di sana dia menemukan kerumunan di depan lobi kantor. Puluhan orang wartawan serta Cameraman-nya tampak berkumpul menantikan kedatangan dirinya untuk diliput.“Papa, kenapa banyak wartawan di bawah sini?” Saga memilih menghubungi sang papa dan mengamati para wartawan itu dari dalam mobil.“Tidak apa-apa temui saja, mereka memang menunggumu untuk buka suara soal postingan klarifikasi serta bantahan yang dibuat William. Katakan saja yang sebenarnya.” balas Hanum dengan santai, membuat Saga menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.“Baiklah.” setelah itu Saga memutuskan sambungan telepon dan bergegas keluar dari mobil yang langsung diambil alih oleh petugas.Saga berjalan gagah di tengah-tengah barikade yang dibuat oleh sekuriti serta para petugas keamanan di kantornya. Mereka menggiring Saga hingga memasuki lobi dan membiarkan tuannya diwawancarai di sana, seraya terus menjaganya.“Tenang semuanya, bertanyalah satu-satu
“Tuan, saya sudah menemukan keberadaan Maria. Dia ada di pusat perbelanjaan, mungkin sedang berbelanja.” lapor William pada Saga melalu telepon, lelaki berwajah oval itu terus memantau Maria dari balik kaca mobil.“Terus pantau dan ikuti, kalau wanita itu menuju ke apartemennya pastikan kau yang lebih dulu tiba di sana. Aku akan menunggumu di dalamnya.” balas Saga, menatap lurus pada jalanan dan berusaha mengemudi dengan perhatian penuh. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan Maria dan membuat wanita itu menyesal sudah berani bermain-main dengan dirinya.Kini, Saga tengah berdiri tegak dengan raut wajah yang dingin, melayangkan tatapan setajam belati pada wajah Maria yang berubah pias. Wanita itu sesekali melirik William yang mulai bangkit dari sofa dan berjalan di belakangnya. Seolah memastikan William tidak berbuat sesuatu yang mengancam nyawanya seperti dulu.“Takut, eh?” tanya pria itu dengan seringai mengejek, Saga sendiri merasa puas dengan reaksi dari wanita yang tengah hamil mud
“Sayang, kau belum menunjukkan rekaman itu pada orang tuamu?” Saga melakukan panggilan telepon dengan istrinya setelah kepergian ayah mertuanya, dia berada di ruang kerjanya sendiri saat ini dan berdiri menghadap dinding kaca yang menampilkan pemandangan kota yang dihiasi gedung pencakar langit.“Emm, belum ... kenapa?” balas Sahara tersenyum salah tingkah di seberang telepon. Jari telunjuknya menggaruk ujung alis dengan canggung.Terdengar helaan napas berat dari mulut Saga, dia mengusap wajahnya menggunakan telapak tangan. “Tadi, papi kemari.” desisnya.“Oh, ya? Mau apa?” tanyanya terkejut dan sedikit cemas. “Apa papi menghajarmu?”“Tidak, papi menghargai permintaanmu agar tidak menyentuhku.” jawabnya disertai gelengan, kemudian tersenyum mengingat permintaan itu adalah bukti cinta istrinya pada dirinya. “Terima kasih sudah mencintaiku begitu besar, saking besarnya sampai mampu menutupi kemarahan seorang Brata yang konon dikenal memiliki watak keras dan tegas.” godanya terkekeh.Sa
Hanum menyambut dengan ramah dan mempersilahkan Brata duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Dia tidak hanya berdua, Saga pun ada di antara mereka. Putranya itu mengulurkan tangan hendak bersalaman dengan mertuanya, tetapi Brata mengabaikannya dengan dingin. Membuat Saga menghela napas pelan, dan memakluminya sama sekali tidak merasa tersinggung.Brata datang ke kantor Hanum bukan untuk beramah tamah, dia ingin membuat perhitungan pada menantu dan besannya. Yang sedari awal sudah membohongi dirinya.“Aku merasa terhormat kau mau bertandang kemari.” ujar Hanum tersenyum pada Brata yang sudah mendudukan dirinya tepat berseberangan dengannya. “Aku benar-benar meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan putraku.”Dia menoleh, memandang Saga yang berusaha mempertahankan senyumnya ketika Brata juga ikut menatapnya. Lalu, Hanum menepuk pundak putranya dengan tegas dan kembali menatap pada besannya yang menyandarkan tubuhnya pada bahu sofa dengan sorot mata yang tajam.“Kalau kedatanganmu