Share

Firasat (1)

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 22:31:23

"Ada bulu mata kamu yang jatuh, Joy." Dani berkata sambil tersenyum, suaranya lembut setelah mencubit bagian bawah mata Joyce.

“Bu … bulu mata?”

Joyce membuka matanya yang sempat tertutup. Dia tertegun melihat Dani mengangguk sambil menarik diri tanpa kesan menggoda. Pria itu kembali duduk di kursinya sendiri dan melanjutkan makan.

“Dia cuma mau ambil bulu mataku?” batin Joyce memastikan, tidak berkedip menatap lekat-lekat mata indah yang berhasil membuatnya terpesona.

“Bukannya dia tadi ngisep jari yang dipake buat ngusap saus di bibirku?”

Joyce masih linglung, memasang wajah bodoh.

“Kok bengong?” tanya Dani sengaja melambaikan tangan di depan wajah Joyce untuk menyadarkannya.

Joyce menggaruk tengkuknya sendiri. Dia sudah berpikiran terlalu jauh terhadap Dani. Alih-alih mendekat untuk menciumnya seperti dalam drakor-drakor yang dilihatnya selama ini, ternyata Dani hanya membantu mengambil bulu mata.

“Bodoh!” umpat Joyce, masih dalam hatinya.

Fuu!

Wanita berambut pirang itu sedikit
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Firasat (2)

    “Kenapa perasaanku tiba-tiba nggak enak begini?” gumam Joyce lirih, hanya terdengar oleh telinganya sendiri."Joy!"Joyce terkesiap sampai membuat kedua bahunya berjengit. Tubuhnya menegang dengan degup jantung yang kembali kencang.“Ponsel kamu bunyi,” ucap Dani dengan wajah bersahabat seperti sebelumnya. Nada bicaranya pun ringan tanpa beban."Astaga! Aku mikir apa, sih?"Joyce menggelengkan kepala kuat-kuat, mengusir perasaan tidak nyaman yang entah dari mana munculnya. Dia segera mengambil ponsel yang tergeletak di meja dan kembali terkesiap saat melihat nama pemanggilnya. Mas Reza!rWanita hamil itu segera menguasai dirinya dan berbisik pelan, "Mas Reza, calon suamiku. Mas Dani diem dulu, ya."Dani mengangguk. Dia tidak keberatan harus menyembunyikan dirinya sendiri.Joyce menarik napas dalam, berusaha meredam rasa bersalah yang tiba-tiba menyelimuti dirinya karena sedang berduaan dengan laki-laki lain. Meski mereka tak ada hubungan, tidak seharusnya dia begitu akrab dengan orang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Luka Lama Berdarah Lagi

    Semakin besar rasa cinta kita, semakin dalam luka yang terasa saat kehilangan ….***"Nana, udah bangun, Nak?" Suara Mama Anita terdengar samar, membangunkan Nadya yang ketiduran di atas sajadah setelah sholat Subuh. Meski hati dan jiwanya hancur, satu hal yang tak pernah terlewat darinya adalah pertemuan dengan Sang Pencipta. “Buka pintunya, Sayang.”Nadya menatap jam digital di atas nakas yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Meski tubuhnya terasa sedikit kaku, tapi wanita yang masih mengenakan mukena itu memaksakan diri untuk duduk. Napas berat diembuskan perlahan dari mulut. Perlu beberapa saat untuk mengumpulkan kesadaran, mengingatkan dirinya pada realitas yang menyesakkan.Ketukan halus kembali terdengar."Mama bawa sarapan untuk kamu," ucap Mama Anita lembut dari balik pintu. “Tolong buka pintunya, Sayang.”Perlahan, Nadya berdiri dan membuka penghalang yang sejak kemarin memisahkannya dari dunia luar. Wajah hangat ibunya terlihat, diiringi semangkuk bubur Manado di tangan ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Hukum Nasab Anak Dalam Kandungan (1)

    “Sayang, Mama sama Papa mau ajak Bima ke timezone. Kamu beneran nggak ikut?”Nadya menggeleng lemah, menatap putranya yang terlihat lebih ceria setelah sepanjang pagi terlelap dalam pelukannya. Tak hanya keadaan Bima yang membaik, Nadya pun merasakan hal yang sama. Meski masih menyimpan kesedihan dan pikiran terkait kehamilannya, tapi dia sudah lebih tenang sekarang.“Mami gak itut?” tanya bocah tiga tahun itu memastikan. Besar harapannya sang ibu bisa terus membersamainya.“Nggak, Sayang,” jawab Nadya sambil berjongkok di depan Bima. “Mami belum bisa pergi-pergi dulu, masih harus istirahat. Kan Mami baru pulang dari rumah sakit,” jelasnya mencari alasan. Sebenarnya, Nadya tidak ingin pergi karena mulai merasa mual. Pagi tadi, begitu Mama Anita keluar dari kamarnya, ia memuntahkan semua makanan di perutnya. Morning sickness mulai terasa di bulan kedua ini. Sedikit terlalu awal, tapi balada hamil muda setiap wanita berbeda-beda.“Pa, Mama juga sebenarnya nggak tega ninggalin Nana send

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Hukum Nasab Anak Dalam Kandungan (2)

    Wajah Nadya bersemu merah. Dia cukup terkejut dengan sikap Firman yang seenaknya sendiri dan berbicara ceplas-ceplos. Benar-benar berbeda 180 derajat dengan pembawaannya dulu yang pemalu dan cenderung banyak diam.Bayangan masa-masa indahnya saat bersama Firman kembali berputar di kepala. Pria itu selalu menuruti permintaannya tanpa tapi.“Kenapa senyum-senyum begitu?” tanya Nadya sedikit tersentak saat lamunan singkatnya berakhir dan mendapati si pengacara tampan rupawan mengulas senyum hangat sambil menatapnya.“Nggak apa-apa, Bu. Saya baru pernah lihat orang terpesona sampai segitunya sama saya. Kayak orang yang gagal move on aja.”“Diem kamu. Siapa yang gagal move on?!”Firman hanya mengangkat bahu, sama sekali tidak tersinggung dengan bentakan Nadya. Sebaliknya, dia justru senang karena kesedihan yang menggelayut di mata indah wanita pujaannya mulai berkurang. Berganti dengan ekspresi kekesalan seolah ingin menelan dirinya hidup-hidup.“Lima belas menit sudah berlalu. Waktu Bu Na

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Tatapan Mesum Reza

    Nadya memasuki rumah dengan langkah ringan setelah kepergian Firman. Namun, keningnya berkerut menatap layar ponsel yang menampilkan pesan aneh dari nomor yang tak dikenal."Siapa, sih?" gumamnya sambil duduk di kursi sofa ruang tengah dan menyandarkan punggungnya ke belakang."Aku bisa membantu menghancurkan mantan suamimu. Dia ada dalam genggamanku."Nadya membaca keras-keras pesan itu sambil mencerna maksudnya dan menerka-nerka siapa pengirimnya. Seharusnya hanya orang-orang terdekat saja yang tahu nomor pribadinya itu."Nggak banyak orang yang tahu nomor ini, kenapa bisa ada pesan kayak gini nyasar ke sini? Apa mungkin cuma orang iseng, ya?"Dengan acuh tak acuh, Nadya meletakkan gawai pintarnya ke atas meja. Dia tidak ingin memikirkannya. Meskipun hati kecilnya masih diliputi rasa penasaran, tapi dia tidak ingin membuang energi untuk hal percuma. Dia memilih tenggelam dalam dunia novel fiksi yang bisa memberikan hiburan untuknya.Namun, satu nama tiba-tiba terbersit saat membalik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Masuk ke Dalam Permainan

    “Ini kopinya, Pak. Tanpa gula seperti permintaan Bapak.”Alya meletakkan secangkir kopi di meja Reza, tak begitu jauh dari laptop yang redup layarnya, mode sleep otomatis saat lebih dari 30 menit tidak digunakan.“Hmm, ma—” Kalimat Reza terhenti sebelum melanjutkan, “Kok baju kamu ganti?” imbuhnya dengan kening berkerut menatap penampilan baru Alya.Alih-alih berterima kasih, justru pria itu gagal fokus dan bertanya demikian. Kata itu terucap bersama ekspresi keterkejutan yang begitu kentara. Sarat akan rasa kecewa.“Oh, baju saya?” tanya Alya pura-pura polos. Deretan giginya sengaja ditampakkan sebelum memberi alasan.“Tadi saya nggak hati-hati waktu makan. Krim cake-nya kena baju. Saya coba lap pake tisu basah malah jadi ke mana-mana nodanya, Pak. Untung saya bawa ganti. Kalau nggak, nggak enak dilihatnya. Kotor!” ungkap gadis itu sengaja menekan intonasi kata terakhir sebagai sindiran karena pikiran kotor Reza padanya.“Lain kali hati-hati kalau makan. Kamu bukan lagi anak kecil.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Petaka Gaun Merah

    "Hallo, Mas Reza!" Joyce menjauhkan telepon dari telinga, memeriksa sambungan telepon yang beberapa detik lalu berbunyi Tut tut tut."Mas Reza!" teriak Joyce jengkel. "Hallo!" imbuhnya dengan nada yang semakin tinggi. Namun, layar ponselnya sudah kembali ke mode stand by yang menegaskan kalau pria itu tak akan lagi mendengar suaranya."Argh!"Joyce menghentak kakinya sambil menggerutu."Dasar laki egois, maunya dingertiin tapi gak bisa ngertiin. Ditelepon gak dijawab-jawab. Sekalinya dijawab malah ngomel melulu kayak kaleng rombeng. Udah susah-susah pasang suara manis, eh, ujung-ujungnya disuruh jangan ganggu!"Joyce mengerucutkan bibir sambil melempar ponsel ke sofa. Ingatan ponsel yang hancur berkeping-keping tempo hari seolah mengingatkannya bahwa dia harus menyayangi benda mahal itu. Terlebih, angsuran pertama pinjaman online-nya saja belum mulai dibayarkan."Kalau bukan demi minta uang buat bayar pinjol, ogah banget aku merendahkan diri ngomong baik-baik sama dia kayak tadi. Mau

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Sosok Pria Idaman (1)

    Joyce berdiri di balkon sambil menatap kepergian Minah yang membawa tas kecil berisi baju. Dia masih sempat menggeledah barang bawaan wanita itu, tapi hanya berisi daster, baju harian, dan kain jarik yang sering digunakan sebagai selimut saat tidur. Tak ada barang-barang berharga seperti yang Joyce curigai. "Saya memang miskin, Bu, tapi saya gak akan nyolong. Daripada curiga saya bawa kabur harta Bu Joyce, mendingan Ibu hati-hati sama tangan Ibu sendiri yang suka belanja online. Jangan sampai terlilit pinjaman online. Masuk bui risikonya kalau gak bisa bayar!" Kata-kata Minah saat memasukkan baju-baju yang Joyce hamburkan dari tas sepuluh menit lalu, kembali terngiang-ngiang di telinga. Ada ketakutan yang diam-diam menyergap. Bagaimana jika dia benar-benar tidak bisa membayar angsuran setiap bulannya? Joyce menggelengkan kepala berkali-kali. Dia tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk itu. Satu yang pasti, dia harus mendapat uang dari Reza malam ini. Wanita hamil itu berbalik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Cium Paksa

    Alya berdiri di dalam bus TransJakarta dengan tangan kanan memegang erat gantungan di atas kepala. Setiap yang Firman katakan ke Nadya, seolah menikam jantungnya."Selama ini aku menempel dengan Mas Dani tanpa peduli perasaannya. Aku bahkan tinggal di apartemennya dengan nggak tahu malu," bisik Alya tanpa suara, menatap keluar jendela yang padat merayap oleh kendaraan. Jalanan kota Jakarta yang semrawut menambah rumit isi kepala."Sini duduk, Nak. Ada kursi kosong."Alya sedikit terhenyak saat seorang wanita berjilbab memegang lengannya. Dia menunjuk tempat duduk yang baru saja ditinggalkan oleh penumpang yang bersiap turun di halte berikutnya."Mau berangkat kerja?" tanyanya dengan lembut seolah mereka saling mengenal. Padahal Alya yakin, ini pertama kalinya mereka bertemu.Gadis yang sedang kacau perasaannya itu hanya mengangguk, enggan menjelaskan lebih lanjut. Sebelum terlibat perbincangan lebih jauh, Alya memutuskan untuk membuang pandangan ke arah lain sambil memasang earphone w

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kotak Pandora

    Alih-alih pulang setelah sarapan, Alya justru terus mengekor, membuntuti Firman untuk meminta penjelasan."Mas Firman," panggil Alya sambil menghentakkan kaki, membuat pria itu berhenti mengeringkan piring dan menoleh. Alisnya sedikit terangkat, tapi mulutnya terkatup rapat."Ceritain yang tadi, dong. Jangan bikin penasaran!""Buat apa cerita? Nggak ada gunanya." "Ada!" Alya mendekat, ekspresinya penuh tuntutan. "Aku harus tahu biar nggak salah langkah pdkt-in Mas Dani. Salah sendiri kenapa tadi mancing-mancing kayak gitu. Aku jadi penasaran, kan," imbuhnya.Firman menyeka tangannya yang basah dengan kain, lalu menghadap Alya dan menjentikkan jari di kening gadis itu."Saya nggak mancing karena kamu bukan ikan. Saya cuma kasih tahu biar kamu nggak buang waktu.""Maksudnya apa? Buang waktu gimana?" Sepasang mata Alya menyipit, lipatan di dahinya semakin jelas. Firman menghela napas panjang, melepas celemek di tubuhnya dengan gerakan cepat. Dia menatap Nadya—yang berdiri sambil menge

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Opening Season 2

    Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan kecil di rumah minimalis dua lantai berwarna biru. Pagi itu, suasana terasa hangat, bukan karena sinar matahari, tetapi karena kebahagiaan yang masih membara setelah bulan madu yang baru berlalu. Nadya berdiri di dapur, mengenakan apron bergambar bunga, sibuk membalik telur di wajan. Dari arah kamar, Firman muncul dengan rambut yang masih acak-acakan, mengenakan kaos polos yang melekat di badan dan celana pendek santai. Tatapannya langsung tertuju pada Nadya yang tampak begitu alami dalam balutan baju tidur satin lengan panjang dengan rambut yang tergerai hingga punggung.“Sayang,” bisik Firman di dekat telinga Nadya dengan suara berat khas orang bangun tidur. Tangannya melingkar di pinggang wanita itu seolah tidak rela sang istri meninggalkan ranjang mereka. “Kok kabur, sih? Padahal aku masih mau peluk cium kamu kayak tadi.”Nadya sedikit tersentak, tapi langsung tersenyum kecil. “Mas, ini masih pagi, jangan mulai usil, deh. Siapa suru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 3

    "Saya nikahkan dan jodohkan engkau, Firman Alamsyah dengan putri saya, Nadya Kinanthi Bagaskara, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan logam mulia 50 gram, dibayar tunai." "Saya terima nikahnya Nadya Kinanthi Bagaskara binti Bagaskara dengan mas kawin tersebut, tunai!" Suara Firman tegas, mantap, menggema di ruangan sederhana itu. Begitu ijab kabul selesai, suasana mendadak hening, hanya terdengar isak haru dari beberapa tamu yang hadir. Nadya mengangkat kepalanya perlahan, menatap Firman yang kini resmi menjadi suaminya. Hatinya bergemuruh, rasa syukur dan kebahagiaan berbaur jadi satu. "Bagaimana para saksi? Sah?" "Sah!" Penghulu membacakan doa untuk kedua mempelai disertai semua orang yang menengadahkan tangan mengaminkan. Nadya terlihat begitu anggun dalam balutan kebaya putih yang sederhana tapi tetap terlihat elegan. Kristal Swarovski menyertai sulaman halus di sepanjang kainnya, memancarkan keanggunan yang tak tertandingi. Meski kebaya itu memeluk tubuhnya dengan s

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 2

    Di sebuah restoran mewah yang elegan dengan lampu-lampu kristal yang berkilauan di langit-langit, Nadya, Firman, dan keluarga duduk melingkar di sebuah meja panjang. Aroma makanan lezat memenuhi udara, membuat suasana semakin hangat dan nyaman. Lilin-lilin kecil di atas meja menambah keintiman momen itu, sementara pelayan dengan sigap menyajikan hidangan satu per satu—dari steak yang empuk hingga seafood segar yang disusun indah di atas piring. Nadya duduk di samping Firman, masih tersenyum bahagia setelah momen lamaran yang manis beberapa jam lalu. Di sebelahnya, Bima yang selalu ceria, sibuk memakan pasta kesukaannya dengan tawa kecil setiap kali Firman mencoba mencuri satu gigitan dari piringnya. Ting! Ting! "Mohon perhatiannya sebentar." Di ujung meja, Papa Bagaskara mengetukkan ujung sendoknya ke bibir gelas, meminta atensi. Semua pasang mata tertuju padanya. Suasana makan yang semula dihiasi percakapan dan tawa, kini menjadi tenang. "Firman," Papa Bagaskara membuka percakap

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 1

    “Capek nggak?” Firman memecah keheningan sambil menatap Nadya yang duduk bersebelahan di teras rumah. Langit sepenuhnya gelap dan udara dingin mengelus pelan wajah mereka. Melihat Nadya banyak terdiam sejak meninggalkan rumah sakit jiwa tempat Joyce dirawat, pria itu belum tega meninggalkannya. Khawatir Nadya merasa bersalah atas keadaan mantan sahabatnya itu. "Boleh kok sini bersandar di bahu. Gratis!" Nadya menghela napas, tapi akhirnya menggeser posisi duduknya mendekati Firman. “Bukan capek fisik, sih, tapi... rasanya hari ini berat banget.” Matanya menerawang ke arah taman kecil di depan mereka, sinar bulan samar-samar menerangi bunga-bunga yang berjejer rapi di bawah pohon cemara. Firman mengangguk paham. “Iya, aku ngerti. Hari ini memang berat buat kamu,” Dia melirik Nadya sejenak, lalu kembali menatap langit yang penuh bintang, “tapi kamu nggak sendirian, Na. Aku ada di sini.” Nadya tersenyum kecil, tapi tak menjawab. Ia menundukan pandangan, menatap jemarinya sendiri

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Hukum Tabur Tuai

    Dua bulan kemudian …. Langit sore tampak mendung seakan turut merasakan kesunyian yang menggantung di antara suara langkah kaki Nadya dan Firman. Mereka berjalan perlahan di sebuah rumah sakit jiwa, tempat di mana Joyce sekarang tinggal—atau lebih tepatnya, terpaksa tinggal. Sejak ditangkap oleh pihak berwajib, wanita itu mengalami banyak sekali pukulan yang membuat fisik maupun mentalnya berantakan. Dinding putih yang kusam dan aroma obat yang menusuk memenuhi udara, menambah nuansa berat pada hati Nadya. “Silakan. Ini ruangan Ibu Joyce. Jam-jam seperti sekarang ini, Ibu Joyce biasanya duduk di teras belakang sambil menggendong ‘bayinya’,” ucap perawat sambil memberi tanda kutip saat mengucapkan kata bayi. Wanita cantik dengan jilbab pashmina warna mustard itu mengangguk, berterima kasih dan membiarkan perawat pergi. Kakinya bergerak perlahan, mendekat ke arah pintu belakang kamar Joyce. Mata Nadya tertuju pada seorang wanita yang duduk di bangku panjang yang menghadap tam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Joyce Ditangkap

    Firman melirik ke arah kaca spion, menatap cemas Nadya yang terbaring lemah di bangku belakang. Tubuh wanita itu tampak lunglai, wajahnya pucat pasi. Sesekali dia memanggil namanya, “Na... Nana, kamu bisa dengar aku?" Tidak ada respons. “Nadya!” seru Firman sambil membelokkan mobil ke arah kiri, menuju rumah sakit terdekat dari posisinya sekarang. Hanya gerakan pelan dari kelopak mata Nadya yang menunjukkan wanita itu tetap sadar, tapi cukup untuk membuat Firman sedikit lega. Tangan kirinya memegang kemudi erat, sementara tangan kanannya berkali-kali membunyikan klakson, menyingkirkan kendaraan lain yang menghalangi jalannya. “Tahan sebentar, Na. Kita hampir sampai!” Firman menggigit bibirnya dengan napas tak beraturan saat mendapati Nadya meringis menahan sakit. Matanya terpaku pada jalan di depan, tapi pikirannya sudah berlarian ke segala arah. Dia harus cepat sebelum wanita itu kehilangan banyak darah yang bisa membahayakan nyawa. Suara detak jantungnya sendiri terdengar

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kesempatan Terakhir

    Firman melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang di jalan yang sepi. Udara di luar agak panas, tapi di dalam mobil, suasananya justru terasa dingin dan tegang. Sesekali, dia melirik ke arah Nadya yang duduk di sampingnya. Sejak mereka meninggalkan tontonan Reza yang ditangkap polisi, Nadya belum mengucapkan sepatah kata pun, matanya lurus menatap jalan di depan. Merasa tercekik, akhirnya Firman memecah kesunyian. "Na, kamu yakin mau menemui Joyce?" Tanpa menoleh, Nadya mengangguk pelan. "Yakin. Gimanapun juga, dia pernah ada di masa-masa tersulitku. Aku mau kasih dia kesempatan sekali lagi buat menyesali perbuatannya. Kalau dia ngaku salah, aku nggak akan perpanjang kesalahannya selama ini. Aku biarin dia pergi dengan uang hasil penjualan rumahku. Mungkin dia bisa memulai hidup yang lebih baik di tempat neneknya." Firman mendesah pelan, menggelengkan kepala dengan sedikit heran. "Kamu terlalu baik, Na. Joyce udah khianati kamu, tapi kamu masih bisa selembut itu." Nadya terkekeh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status