Share

Masuk ke Dalam Permainan

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-23 18:22:09

“Ini kopinya, Pak. Tanpa gula seperti permintaan Bapak.”

Alya meletakkan secangkir kopi di meja Reza, tak begitu jauh dari laptop yang redup layarnya, mode sleep otomatis saat lebih dari 30 menit tidak digunakan.

“Hmm, ma—” Kalimat Reza terhenti sebelum melanjutkan, “Kok baju kamu ganti?” imbuhnya dengan kening berkerut menatap penampilan baru Alya.

Alih-alih berterima kasih, justru pria itu gagal fokus dan bertanya demikian. Kata itu terucap bersama ekspresi keterkejutan yang begitu kentara. Sarat akan rasa kecewa.

“Oh, baju saya?” tanya Alya pura-pura polos. Deretan giginya sengaja ditampakkan sebelum memberi alasan.

“Tadi saya nggak hati-hati waktu makan. Krim cake-nya kena baju. Saya coba lap pake tisu basah malah jadi ke mana-mana nodanya, Pak. Untung saya bawa ganti. Kalau nggak, nggak enak dilihatnya. Kotor!” ungkap gadis itu sengaja menekan intonasi kata terakhir sebagai sindiran karena pikiran kotor Reza padanya.

“Lain kali hati-hati kalau makan. Kamu bukan lagi anak kecil.”

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Petaka Gaun Merah

    "Hallo, Mas Reza!" Joyce menjauhkan telepon dari telinga, memeriksa sambungan telepon yang beberapa detik lalu berbunyi Tut tut tut."Mas Reza!" teriak Joyce jengkel. "Hallo!" imbuhnya dengan nada yang semakin tinggi. Namun, layar ponselnya sudah kembali ke mode stand by yang menegaskan kalau pria itu tak akan lagi mendengar suaranya."Argh!"Joyce menghentak kakinya sambil menggerutu."Dasar laki egois, maunya dingertiin tapi gak bisa ngertiin. Ditelepon gak dijawab-jawab. Sekalinya dijawab malah ngomel melulu kayak kaleng rombeng. Udah susah-susah pasang suara manis, eh, ujung-ujungnya disuruh jangan ganggu!"Joyce mengerucutkan bibir sambil melempar ponsel ke sofa. Ingatan ponsel yang hancur berkeping-keping tempo hari seolah mengingatkannya bahwa dia harus menyayangi benda mahal itu. Terlebih, angsuran pertama pinjaman online-nya saja belum mulai dibayarkan."Kalau bukan demi minta uang buat bayar pinjol, ogah banget aku merendahkan diri ngomong baik-baik sama dia kayak tadi. Mau

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Sosok Pria Idaman (1)

    Joyce berdiri di balkon sambil menatap kepergian Minah yang membawa tas kecil berisi baju. Dia masih sempat menggeledah barang bawaan wanita itu, tapi hanya berisi daster, baju harian, dan kain jarik yang sering digunakan sebagai selimut saat tidur. Tak ada barang-barang berharga seperti yang Joyce curigai. "Saya memang miskin, Bu, tapi saya gak akan nyolong. Daripada curiga saya bawa kabur harta Bu Joyce, mendingan Ibu hati-hati sama tangan Ibu sendiri yang suka belanja online. Jangan sampai terlilit pinjaman online. Masuk bui risikonya kalau gak bisa bayar!" Kata-kata Minah saat memasukkan baju-baju yang Joyce hamburkan dari tas sepuluh menit lalu, kembali terngiang-ngiang di telinga. Ada ketakutan yang diam-diam menyergap. Bagaimana jika dia benar-benar tidak bisa membayar angsuran setiap bulannya? Joyce menggelengkan kepala berkali-kali. Dia tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk itu. Satu yang pasti, dia harus mendapat uang dari Reza malam ini. Wanita hamil itu berbalik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Sosok Pria Idaman (2)

    "Ah, oh ... itu karena dia juga nggak becus ngurus kerjaan lain. Udah berkali-kali aku tegur, tapi hasilnya masih sama," jawab Joyce sekenanya, terlihat hanya mengada-ada. "Jadi, kamu sendirian di rumah?" Joyce mengangguk dengan wajah sedih yang dibuat-buat. "Satu-satunya kelebihan Minah cuma bisa masak makanan kesukaan Mas Reza. Sekarang aku harus putar otak gimana caranya nyari orang yang bisa masak ikan dori asam manis sama balado kentang. Mas Dani punya temen atau kenalan yang pinter masak, nggak?" "Ada, tapi dia lagi istirahat sekarang, nggak terima orderan. Kemarin baru pisah dari suaminya yang matre dan doyan selingkuh. Kalau aku jadi dia, udah kujambak pelakor itu sampai rambutnya botak." Joyce meneguk ludah dengan paksa sambil menyentuh rambutnya sendiri, menahan rasa tidak nyaman yang tiba-tiba menghampirinya. Di mata orang lain, dirinya pun bisa saja disebut pelakor yang merusak rumah tangga Nadya. Meski pada kenyataannya, dia yang memulai hubungan terlebih dahulu deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Gadis Polos (1)

    Nadya berdiri di taman belakang rumah sambil menggenggam selang air. Dia menyiram mawar putih kesayangannya sambil melamun.Penjelasan Firman mengenai janin yang dikandungnya—yang ternyata masih terikat erat dengan Reza—membuatnya tidak bisa melupakan pria itu. Sampai kapan pun, mereka masih akan bersinggungan. "Mami!" seru Bima, sengaja mengagetkan ibunya dari belakang, membuat wanita 28 tahun itu tersentak dan memutus lamunannya. "Bima udah puwan," imbuhnya dengan suara khas anak-anak yang ceria.Seketika Nadya tersenyum, menyembunyikan keresahannya."Wah, jagoan Mami udah pulang main. Gimana tadi? Seru, nggak?" Wanita berjilbab pasmina hitam itu jongkok dan membuka tangannya untuk memeluk Bima.Bima langsung memeluk erat, hampir membuat Nadya kehilangan keseimbangan. "Seyu, Mi. Bima main mobil-mobilan, main peyosotan, mandi bola, banyak deh.""Iya?""Hmm. Kata Oma, Bima hayus jagain Mami sama dede bayi muyai sekayang soalnya Papi jauh," ucapnya polos. Nadya tersentak. Kata-kata B

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Gadis Polos (2)

    "Saya udah di depan, Al. Kamu di mana?""Saya masih di minimarket, Pak. Sebentar lagi saya keluar."Jemari Reza mengetuk-ngetuk kemudi sambil memperhatikan pintu keluar. Matanya menangkap pergerakan seseorang yang postur tubuhnya tampak familiar. Kutilang—kurus, tinggi, langsing. Namun, penampilannya membuat si duda mes*m itu mengerutkan kening."Itu Alya? Kenapa dia pakai baju kayak gitu?" gumamnya beberapa detik sebelum seorang wanita yang mengenakan jaket hitam dan masker berwarna sama, mengetuk kaca mobilnya."Maaf ya, Pak, agak lama."Reza masih mencerna, kenapa gadis itu menutupi identitasnya seolah tidak ingin orang melihat wajahnya. Namun, tidak ada alasan kuat untuk bertanya."Ayo berangkat sekarang, Pak."Reza menekan pedal gas, menyembunyikan rasa ingin tahunya."Kamu bawa apa itu, Al?" Alya mengangkat nasi kepal yang dibungkus dengan nori, Yang dibelinya di minimarket tadi.“Ini onigiri, Pak. Saya lapar, jadi sekalian makan di jalan. Sampai rumah Budhe nanti, mungkin lang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kesalahpahaman Terpecahkan (1)

    "Cie, yang tersepona sama Om Duda," ledek Dani sambil msngerlingkan sebelah mata, sengaja menggoda. Ekor matanya memastikan mobil hitam yang dibawa Reza benar-benar menghilang dari pandangannya."Sembarangan!" sela Alya cepat. "Amit-amit jabang bayi punya suami mes*m, egois, sama serakah kayak dia. Daripada sama dia, mendingan sama Mas Dani aja yang jelas loyalnya."Dani terkekeh, tapi tidak menanggapi lebih lanjut. Sebenarnya dia tahu Alya menyimpan perasaan pribadi untuknya sejak gadis itu beranjak remaja, bahkan mungkin jauh sebelum itu. Namun, perbedaan usia dan harapan bahwa gadis itu bisa mendapat pasangan yang jauh lebih baik darinya, membuat Dani membangun pagar tinggi untuk membatasi perasaannya sendiri."Siniin barang kamu. Aku taruh di belakang."Sambil menghadiahkan tatapan jengkel, Alya mendorong tas gendong miliknya bersama laptop yang sedari tadi dipeluk di depan badan ke arah Dani."Mas, lain kali jangan ngeledek gitu lagi. Aku nggak suka," terangnya sebelum berbalik m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kesalahpahaman Terpecahkan (2)

    Sementara itu, di rumah Nadya, bel pintu berbunyi nyaring. Nadya yang kebetulan sedang duduk sambil mengajari Bima membaca, bergegas membuka pintu."Malam, Na. Semoga aku nggak diusir lagi kali ini karena udah bawa teh madu permintaan kamu."Nadya mengerutkan kening, menatap pria yang muncul dengan senyum cerah merekah di wajah. Tangan pria itu terulur, menyerahkan tumbler tahan panas dengan kapasitas 800 ml yang berisi teh campur madu.Belum sempat merespons, Papa Bagaskara lebih dulu muncul dari belakang."Nah, Firman udah dateng. Ayo masuk. Udah ditunggu dari tadi. Ayo, ayo!"Firman tersenyum, melewati Nadya di ambang pintu dan mengikuti pria paruh baya itu hingga ke ruang tengah. Minah segera mendekat dan mengambil alih gelas tahan panas beserta kantong plastik berisi martabak telor kesukaan Nadya dan terang bulan favorit Bima yang dibawa oleh pria itu."Om Fiman!" seru Bima tak kalah heboh dari penyambutan Pak Bagaskara. Bocah dengan kaus bergambar dinosaurus itu berlari secepat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kegilaan Reza (1)

    "Firman, aku nggak suka main-main!" sentak Nadya sambil menyingkirkan tangan Firman dari bahu. Tatapannya tajam dan dalam."Aku juga nggak main-main, Na. Apa yang akan kamu dengar nanti, butuh kesiapan fisik dan mental untuk menghadapinya. Kalau kamu nggak siap, kita nggak akan membuka rahasia ini."Nadya kembali terdiam, tangisnya mereda, tetapi hatinya belum bisa sepenuhnya tenang. Tangan Firman kini justru menggenggam jemarinya. Satu hal yang seharusnya Nadya tolak karena sentuhan fisik mereka masih haram. Mereka belum ada ikatan. Namun entah kenapa, perasaan yang kalut membuat Nadya tidak rela melepas pria itu. "Tarik napas pelan-pelan. Aku selalu ada di belakang kamu. Apa pun yang terjadi.""Apa ini tentang Bima?" gumam Nadya dengan suara serak, masih tidak yakin dengan apa yang Firman maksud.Firman tersenyum, lalu berbisik, "Tentang kamu, Na. Malam ini sudah waktunya kamu tahu semuanya."Nadya menyeka sisa air matanya dengan punggung tangan, bingung tapi juga penasaran. Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28

Bab terbaru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Cium Paksa

    Alya berdiri di dalam bus TransJakarta dengan tangan kanan memegang erat gantungan di atas kepala. Setiap yang Firman katakan ke Nadya, seolah menikam jantungnya."Selama ini aku menempel dengan Mas Dani tanpa peduli perasaannya. Aku bahkan tinggal di apartemennya dengan nggak tahu malu," bisik Alya tanpa suara, menatap keluar jendela yang padat merayap oleh kendaraan. Jalanan kota Jakarta yang semrawut menambah rumit isi kepala."Sini duduk, Nak. Ada kursi kosong."Alya sedikit terhenyak saat seorang wanita berjilbab memegang lengannya. Dia menunjuk tempat duduk yang baru saja ditinggalkan oleh penumpang yang bersiap turun di halte berikutnya."Mau berangkat kerja?" tanyanya dengan lembut seolah mereka saling mengenal. Padahal Alya yakin, ini pertama kalinya mereka bertemu.Gadis yang sedang kacau perasaannya itu hanya mengangguk, enggan menjelaskan lebih lanjut. Sebelum terlibat perbincangan lebih jauh, Alya memutuskan untuk membuang pandangan ke arah lain sambil memasang earphone w

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kotak Pandora

    Alih-alih pulang setelah sarapan, Alya justru terus mengekor, membuntuti Firman untuk meminta penjelasan."Mas Firman," panggil Alya sambil menghentakkan kaki, membuat pria itu berhenti mengeringkan piring dan menoleh. Alisnya sedikit terangkat, tapi mulutnya terkatup rapat."Ceritain yang tadi, dong. Jangan bikin penasaran!""Buat apa cerita? Nggak ada gunanya." "Ada!" Alya mendekat, ekspresinya penuh tuntutan. "Aku harus tahu biar nggak salah langkah pdkt-in Mas Dani. Salah sendiri kenapa tadi mancing-mancing kayak gitu. Aku jadi penasaran, kan," imbuhnya.Firman menyeka tangannya yang basah dengan kain, lalu menghadap Alya dan menjentikkan jari di kening gadis itu."Saya nggak mancing karena kamu bukan ikan. Saya cuma kasih tahu biar kamu nggak buang waktu.""Maksudnya apa? Buang waktu gimana?" Sepasang mata Alya menyipit, lipatan di dahinya semakin jelas. Firman menghela napas panjang, melepas celemek di tubuhnya dengan gerakan cepat. Dia menatap Nadya—yang berdiri sambil menge

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Opening Season 2

    Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan kecil di rumah minimalis dua lantai berwarna biru. Pagi itu, suasana terasa hangat, bukan karena sinar matahari, tetapi karena kebahagiaan yang masih membara setelah bulan madu yang baru berlalu. Nadya berdiri di dapur, mengenakan apron bergambar bunga, sibuk membalik telur di wajan. Dari arah kamar, Firman muncul dengan rambut yang masih acak-acakan, mengenakan kaos polos yang melekat di badan dan celana pendek santai. Tatapannya langsung tertuju pada Nadya yang tampak begitu alami dalam balutan baju tidur satin lengan panjang dengan rambut yang tergerai hingga punggung.“Sayang,” bisik Firman di dekat telinga Nadya dengan suara berat khas orang bangun tidur. Tangannya melingkar di pinggang wanita itu seolah tidak rela sang istri meninggalkan ranjang mereka. “Kok kabur, sih? Padahal aku masih mau peluk cium kamu kayak tadi.”Nadya sedikit tersentak, tapi langsung tersenyum kecil. “Mas, ini masih pagi, jangan mulai usil, deh. Siapa suru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 3

    "Saya nikahkan dan jodohkan engkau, Firman Alamsyah dengan putri saya, Nadya Kinanthi Bagaskara, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan logam mulia 50 gram, dibayar tunai." "Saya terima nikahnya Nadya Kinanthi Bagaskara binti Bagaskara dengan mas kawin tersebut, tunai!" Suara Firman tegas, mantap, menggema di ruangan sederhana itu. Begitu ijab kabul selesai, suasana mendadak hening, hanya terdengar isak haru dari beberapa tamu yang hadir. Nadya mengangkat kepalanya perlahan, menatap Firman yang kini resmi menjadi suaminya. Hatinya bergemuruh, rasa syukur dan kebahagiaan berbaur jadi satu. "Bagaimana para saksi? Sah?" "Sah!" Penghulu membacakan doa untuk kedua mempelai disertai semua orang yang menengadahkan tangan mengaminkan. Nadya terlihat begitu anggun dalam balutan kebaya putih yang sederhana tapi tetap terlihat elegan. Kristal Swarovski menyertai sulaman halus di sepanjang kainnya, memancarkan keanggunan yang tak tertandingi. Meski kebaya itu memeluk tubuhnya dengan s

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 2

    Di sebuah restoran mewah yang elegan dengan lampu-lampu kristal yang berkilauan di langit-langit, Nadya, Firman, dan keluarga duduk melingkar di sebuah meja panjang. Aroma makanan lezat memenuhi udara, membuat suasana semakin hangat dan nyaman. Lilin-lilin kecil di atas meja menambah keintiman momen itu, sementara pelayan dengan sigap menyajikan hidangan satu per satu—dari steak yang empuk hingga seafood segar yang disusun indah di atas piring. Nadya duduk di samping Firman, masih tersenyum bahagia setelah momen lamaran yang manis beberapa jam lalu. Di sebelahnya, Bima yang selalu ceria, sibuk memakan pasta kesukaannya dengan tawa kecil setiap kali Firman mencoba mencuri satu gigitan dari piringnya. Ting! Ting! "Mohon perhatiannya sebentar." Di ujung meja, Papa Bagaskara mengetukkan ujung sendoknya ke bibir gelas, meminta atensi. Semua pasang mata tertuju padanya. Suasana makan yang semula dihiasi percakapan dan tawa, kini menjadi tenang. "Firman," Papa Bagaskara membuka percakap

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Extra Part 1

    “Capek nggak?” Firman memecah keheningan sambil menatap Nadya yang duduk bersebelahan di teras rumah. Langit sepenuhnya gelap dan udara dingin mengelus pelan wajah mereka. Melihat Nadya banyak terdiam sejak meninggalkan rumah sakit jiwa tempat Joyce dirawat, pria itu belum tega meninggalkannya. Khawatir Nadya merasa bersalah atas keadaan mantan sahabatnya itu. "Boleh kok sini bersandar di bahu. Gratis!" Nadya menghela napas, tapi akhirnya menggeser posisi duduknya mendekati Firman. “Bukan capek fisik, sih, tapi... rasanya hari ini berat banget.” Matanya menerawang ke arah taman kecil di depan mereka, sinar bulan samar-samar menerangi bunga-bunga yang berjejer rapi di bawah pohon cemara. Firman mengangguk paham. “Iya, aku ngerti. Hari ini memang berat buat kamu,” Dia melirik Nadya sejenak, lalu kembali menatap langit yang penuh bintang, “tapi kamu nggak sendirian, Na. Aku ada di sini.” Nadya tersenyum kecil, tapi tak menjawab. Ia menundukan pandangan, menatap jemarinya sendiri

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Hukum Tabur Tuai

    Dua bulan kemudian …. Langit sore tampak mendung seakan turut merasakan kesunyian yang menggantung di antara suara langkah kaki Nadya dan Firman. Mereka berjalan perlahan di sebuah rumah sakit jiwa, tempat di mana Joyce sekarang tinggal—atau lebih tepatnya, terpaksa tinggal. Sejak ditangkap oleh pihak berwajib, wanita itu mengalami banyak sekali pukulan yang membuat fisik maupun mentalnya berantakan. Dinding putih yang kusam dan aroma obat yang menusuk memenuhi udara, menambah nuansa berat pada hati Nadya. “Silakan. Ini ruangan Ibu Joyce. Jam-jam seperti sekarang ini, Ibu Joyce biasanya duduk di teras belakang sambil menggendong ‘bayinya’,” ucap perawat sambil memberi tanda kutip saat mengucapkan kata bayi. Wanita cantik dengan jilbab pashmina warna mustard itu mengangguk, berterima kasih dan membiarkan perawat pergi. Kakinya bergerak perlahan, mendekat ke arah pintu belakang kamar Joyce. Mata Nadya tertuju pada seorang wanita yang duduk di bangku panjang yang menghadap tam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Joyce Ditangkap

    Firman melirik ke arah kaca spion, menatap cemas Nadya yang terbaring lemah di bangku belakang. Tubuh wanita itu tampak lunglai, wajahnya pucat pasi. Sesekali dia memanggil namanya, “Na... Nana, kamu bisa dengar aku?" Tidak ada respons. “Nadya!” seru Firman sambil membelokkan mobil ke arah kiri, menuju rumah sakit terdekat dari posisinya sekarang. Hanya gerakan pelan dari kelopak mata Nadya yang menunjukkan wanita itu tetap sadar, tapi cukup untuk membuat Firman sedikit lega. Tangan kirinya memegang kemudi erat, sementara tangan kanannya berkali-kali membunyikan klakson, menyingkirkan kendaraan lain yang menghalangi jalannya. “Tahan sebentar, Na. Kita hampir sampai!” Firman menggigit bibirnya dengan napas tak beraturan saat mendapati Nadya meringis menahan sakit. Matanya terpaku pada jalan di depan, tapi pikirannya sudah berlarian ke segala arah. Dia harus cepat sebelum wanita itu kehilangan banyak darah yang bisa membahayakan nyawa. Suara detak jantungnya sendiri terdengar

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kesempatan Terakhir

    Firman melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang di jalan yang sepi. Udara di luar agak panas, tapi di dalam mobil, suasananya justru terasa dingin dan tegang. Sesekali, dia melirik ke arah Nadya yang duduk di sampingnya. Sejak mereka meninggalkan tontonan Reza yang ditangkap polisi, Nadya belum mengucapkan sepatah kata pun, matanya lurus menatap jalan di depan. Merasa tercekik, akhirnya Firman memecah kesunyian. "Na, kamu yakin mau menemui Joyce?" Tanpa menoleh, Nadya mengangguk pelan. "Yakin. Gimanapun juga, dia pernah ada di masa-masa tersulitku. Aku mau kasih dia kesempatan sekali lagi buat menyesali perbuatannya. Kalau dia ngaku salah, aku nggak akan perpanjang kesalahannya selama ini. Aku biarin dia pergi dengan uang hasil penjualan rumahku. Mungkin dia bisa memulai hidup yang lebih baik di tempat neneknya." Firman mendesah pelan, menggelengkan kepala dengan sedikit heran. "Kamu terlalu baik, Na. Joyce udah khianati kamu, tapi kamu masih bisa selembut itu." Nadya terkekeh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status