Maka Marc memborong beberapa bapia dan juga makanan lain. Mereka memborongnya hingga keranjang penuh. Marc melihat jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Dia mengajak Jason balik, karena malam ini rencananya akan mengajak keluarga makan malam. Selama hamil, belum pernah sekali pun diajak makan malam di luar. Jason mengikuti perintah sang bos dan melajukan mobilnya berdesakan dengan mobil lain yang baru pulang kerja.
***Meyyis***
Malam ini akan ada makan malam spesial karena memang Marc ingin memberikan hadiah untuk istrinya. Rasanya memang sangat jenuh. Masalah sangat banyak terjadi akhir-akhir ini. Dia sampai tidak bisa ful ngurusin sang istri. “Sayang, mau keluar nggak malam ini?” Terlihat wajah Zahra berbinar.
“Kemana, Bi?” tanya Zahra. Dia bangkit dan bermanja di samping sang suami yang sedang duduk di tepian ranjang. Padahal belum mandi. Dia baru saja melepaskan jas mahalnya, kemudian m
Mereka yang di rumah sudah siap. Ziya juga sudah siap, Zahra yang memberi tahu. Apalagi Jelita. Sudah sangat siap. Tinggal menunggu para cowok untuk berganti baju. Hanya butuh lima menit, Jason dan Marc sudah berganti dengan hem dan juga celana jeans. “Nggak papa ‘kan? Acaranya juga nggak candle dinner.” Para perempuan tersenyum melihat tingkah mereka.***MEYYIS***Suara debur ombak mulai terdengar. Mereka sudah sampai di restoran yang dimaksud. Marc membukakan pintu untuk sang istri dan mengulurkan tangannya. Zahra menyambutnya dan tersenyum. Meereka menuju ke area yang sudah dipesan oleh Marc. Kali ini makan malam keluarga sudah di seting oleh Marc sederhana namun berkesan.Saat mereka datang, makanan segera disajikan.banyak menu yang mewah di sini. Marc sengaja membuatnya sangat spesial, terutama pizza ukuran jumbo yang diminta oleh sang istri. Marc menarikkan kursi untuk sang istri, pun demikian dengan Jaso
“Oke, Satriaku. Mari kita bercinta.” Mereka memasuki kamar mandi untuk memebrsihkan diri. Selanjutnya ... lampu kamar padam berganti temaram dengan suasana romantis. Mereka melakukan ibadah itu malam ini. Husss ... kita minggir, yuk. Biarkan mereka khusu’.***Meyyis***Siang ini Marc mendapatkan telepon dari kantor polisi. Dia bergegas. Kata komandan polisi sudah ketemu orang yang sengaja ingin mencelakakan istrinya. Dunia akhirat dia tidak rela. Lelaki itu bangkit kemudian pergi ke tempat parkir. Dia bahkan lupa bilang ke Jason. Setengah berlari dia memasuki ruang kemudi. Marc melajukan mobilnya sedikit mengebut karena jam sepuluh pasti jalanan masih lengang. Marc langsung memarkirkan mobilnya. “Bagaimana, Pak?” Marc masih tersengah-engah saat sampai.“Silakan tenangkan pikiran dulu. Jadi begini, Tuan Marc.” Polisi tersebut menjeda ucapannya. Dia sedikit menggeser du
Jason sangat mengenal tabiat Marc. Lelaki itu tidak akan bertindak sedemikian jauh jika lawannya masih bisa diatasi dengan cara lunak. Terlebih suami dari ibunya walau bukan kandung. Excel menikah dengan sang ibu ketika usia Marc masih belia. Mamanya menikahinya karena lelaki itu terlihat baik dan pekerja keras. Tidak tahunya serakah dan beberapa kali ingin merebut perusahaan. Mamanya memilih pergi dari keluarga karena terlanjur cinta dengan sang suami. Meninggalkan Marc sendiri.***MEYYIS***Malam ini Marc duduk di beranda belakang memandangi bunga-bunga milik mertuanya yang mulai mekar. Mawar yang berharga jutaan juga mulai ada. Marc memanjakan keluarganya, termasuk mertuanya. Bahkan dia memfasilitasi mertuanya agar mengembangkan botani. Usia senja memang harus diisi dengan berbagai kegiatan yang posistif.“Marc, kenapa murung? Zahra sudah tidur?” Marc mengangguk. Zahra memang selalu tid
Angin malam mulai dingin menyapa kulitnya. Dia memilih bangkit dan beranjak karena ujung jarinya mulai sedikit membeku. Dia berjalan menuju kamarnya. Terlihat sang istri tidur miring ke kanan dengan tangan yang menggenjal kepalanya. Satu ciuman mendarat di puncak kepala sang istri. Marc melepas baju kemudian untuk berganti. Sehabis merokok, istrinya akan mengomel kalau sampai masih berbau asap.***Meyyis***Hari ini jadwal bulanan Zahra kontrol ke dokter. Perutnya sudah mulai membuncit. Di samping itu, sekalian Jelita juga mau cek-up. Marc hanya sampai jam sepuluh ke kantor. Urusan dengan papa tirinya sudah diangkut tuntas oleh sang kakek. Marc tidak mau tahu lagi. Kakeknya bahkan marah saat dia bilang papa tirinya itu mengganggu cucu menantunya, padahals edang hamil.“Sudah siap semua?” tanya Marc di depan pintu saat melihat istrinya baru saja selesai berdandan.“Sudah, ayo pergi.” Jelita
Dokter memberikan resep vitamin. Menyarankan banyak makan buah dan sayur, serta minum susu. Zahra tidak lagi rewel, dia memang sudah bisa makan apa saja, dan berat badannya juga sudah naik sepuluh kilo.***MEYYIS***Hari demi hari perut Zahra semakin membesar. Marc semakin khawatir karenanya. Dia kadang-kadang bisa ke kamar mandi semalaman sampai puluhan kali. Dia juga tidak bisa tiodur kalau malam. Saat AC dinyalakan ful temperatur terendah, akan menggigil kedinginan, saat temperatur tinggi, dia kepanasan sampai berkeringat. Seperti malam ini, punggungnya terasa sangat sakit, hingga Marc mengelusnya. “Sayang, besok kita cek ke dokter, ya? Minta obat apa, gitu. Ah, ini perutku kenapa ikut-ikutan sakit bagian bawah.” Zahra menoleh sang suami.“Sakit banget ya, Bi?” ucap Zahra. Dia mengelus perut sang suami bagian bawah. “Jam satu malam, kamu nggak salat,Bi?” Marc mengangguk. Dia bangkit kemudia
Suara tangis bayi terdengar memekakan telinga, bersama itu pula selesai drama Marc guling-guling karena merasa sudah tidak sakit lagi. Tapi tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga karena guling-guling merasakan sakit.“Sudah? Mau nambah nggak?” ucap Ziya. Dia memeluk tubuh ramping sang istri yang kelelahan disampingnya.“Ih, udah ah. Aku mau pulang. Hmmm, nanti mau makan apa? Biar aku masakin. Maksudnya Bi Siti.” Ziya meringis memperlihatkan giginya.“Mandi dulu.apa aja, nggak mau pulang ke rumah? Nanti biar aku suruh asisten untuk tinggal di rumah buat nemenin.” Jason duduk dan meraih handuk yang ada di gantungan baju. Dia kemudian melemparkan satu ke arah istrinya, dan untuk dia pakai sendiri satu.“Kalau masih di rumah Kakak gimana? Setidaknya aku tidak bolak-balik kalau kamu nggak pulang. Aku nggak enak kalau tinggal de
Marc sudah tidak merasakans akit lagi. Bayi mungil dengan berat tiga koma lima kilo terlihat panjang. Dia ada di dada sang ibu untuk mendapatkan hangat tubuh sang ibu.Marc dan Zahra kompak meneteskan air mata. Tepat pada subuh tiba, bayi sudah lahir. Tidak berapa lama Jason dan Ziya menyusul. “Ya Allah, lucu banget!” Ziya memegang tangan si kecil, sedangkan Jason tidak diperkenankan masuk karena Zahra masih dijahit jalan lahirnya. Sudah begitu, dia juga masih menyusui putranya.“Sudah ya, Nyonya. Ini putranya, mau di beri nama siapa?” Suster bertanya karena akan membersihkannya dan memberikan label pada tangan atau kaki sang bayi.“Hubby, siapa namanya?” ucap Zahra. Marc menggenggam tangannya kemudian terlihat berpikir. Mereka memang belum berdiskusi soal nama.“Kalau namanya Indonesia saja, bagaimana? Nama Prancisnya menggunakan nama marga saja Elroy Allerd.” Zahra mengang
“Kamu sudah doyan nasi uduk kalau pagi?” ucap Marc.“Aku mah doyan apa aja, kamu aja yang nggak doyan. Aku makan habis itu pulang. Ada beberapa kontrak yang harus kamu tanda tangani hari ini. Kamu mau ikut nggak, Sayang?” Ziya mengangguk. Dia akan menyiapkan baju-baju Jason sebelum berangkat kerja.***Meyyis***Hari ini Marc akan mengadakan syukuran besar-besaran karena sang putra sudah berumur satu minggu.gelar aqiqah juga dilakukan. Pesta meriah dengan tema seribu anak yatim digelar. Tidak lupa juga mengundang kolega sebagai bentuk pengenalan putranya pada publik.pengusaha sukses macam dia, terlalu mudah menggelontorkan uang untuk sekedar pesta aqikah.Terdengar lantunan ayat suci Al-Qur’an menggema di gedung itu. Acara memang digelar seharian ful sampai malam. Dimulai dengan pembacaan Al-Quran tiga puluh jus tanpa jeda dari bakdal subuh sampai sekitar jam dua. Para ha
“Aku berbuat baik dengan siapa pun, Brina. Kau yang kelewat baper. Bukan hanya kamu yang aku baikin, dengan Bu Rusda juga aku baikin. Lalu bagaimana bisa kau menuduhku memberi harapan palsu?” Fatih meninggalkannya masih sesenggukan. Dia setengah berlari menaiki tangga. Sedangkan Sabrina sangat kacau sekarang. Diva sendiri juga kacau saat melihat Fatih dan Sabrina ... ah, apa tadi? Berpelukan dan Fatih menerima saja. Terang saja, karena Sabrina begitu cantik. Demikian pikir Diva.***MEYYIS***Diva tengkurap di atas tempat tidur saat Fatih mulai masuk ke dalam kamar. Fatih tersenyum karena mengira Diva telah tidur seharian. Dia mendekat dan memeluk Diva. Tapi dia mengerutkan kening setelah tidak sengaja memegang pipinya basah.“Hai, istriku menangis? Kenapa? Aku tahu, kamu melihat Sabrina memelukku? Jangan cemburu ... dia ....” Fatih menghentikan kaliamtnya.“Lepaskan aku! M
Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”BAB CXVWANITA LAIN?Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”Gadis berkerudung lebar itu tersenyum. “Aku sengaja menu
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***MEYYIS***Hari ini sudah hampir satu bulan Diva dan Fatih di negeri piramida itu. Malam ini Fatih sudah bilang akan pulang terlambat. Sebenarnya Diva diajak, tapi dia tidak mau karena merasa lelah. Sepertinya sering bercinta bukan hanya memberikan efek bahagia saja, lebih dari itu maka efek lelah membuatnya hari ini tidak semangat untuk ikut. “Ya sudah, nanti akan aku kirim makanan saja ke rumah. I Love you, Sayang.”&nb
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***Meyyis***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke
“Kenapa? Laper, ya? Kita makan di luar saja.” Fatih menyuruh Diva mengenakan matel karena udara malam di sini dingin. Diva mengikuti arahan suaminya. Karena belum punya, dia memakai punya Fatih sehingga terlihat kedodoran.***MEYYIS***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke telinga kiri wanitanya, sehingga mereka melongo kemudian tertawa.“Success for you, don’t take too long to apply.” Diva memutar dan meninggalkan pemuda itu yang mematung. Fatih menepuk jidadnya. Dia setengah berlari mengejar sang istri. Wanita itu mende
Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.***Meyyis***Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.“Masih pusing?” Fatih membuka lemari es yang sempat dia bersihkan. Hanya ada mi instan di sana. Untuk mengganjal perut, mungkin mi isntan cukup menolong. Diva berbaring di sofa. Sedang Fatih langsung ke dapur. Bodo amat, pikir Diva. Dia merasakan pusing yang berkepanjangan. Wanita tomboy itu sudah pergi ek alam mimpi ketika Fatih menuang segelas susu untuknya. Fatih meletakkan susu tersebut kemudian menutup agar serangga kecil tidak mengotori.
Kenapa menatapku begitu? Baru nyadar kalau suamimu ganteng?”“Hem, narsis.”“Bukan narsis tapi percaya diri.”“Beda tipis.”“Kenapa? Emang aku nggak ganteng? Lebih ganteng mana aku dengan Marc marquez.”“Hem, gantengan kamu sedikit, banyakan dia.”“Oh, jadi gitu.” Fatih menggelitiki sang istri.***MEYYIS***Sore ini sudah siap sedia Diva dan Fatih akan bernagkat ke Mesir. Entah mengapa ada rasa yang tak biasa ketika akan meninggalkan Abi dan Umi. Diva berkali-kali membalikkan badan merasa berat meninggalkan mereka. Rasaanya sesak dan nyeri. “Kita akan kembali, Sayang. Paling lama dalam satu bulan.” Fatih berbisik kepada sang istri agar Diva lebih merelakan kepergiannya kali ini. Diva hanya mengangguk dan mengikuti Fatih. Mereka akhirnya mengud
Diva sudah tertidur. Puas Fatih memperhatikan sang istri. Dengkuran halus membuat dia mengangkat kepala sang istri kemudian tubuhnya untuk di baringkan ke atas ranjang dengan bantal sebagai pengganjal kepalanya. Lelaki itu kemudian tidur di sampingnya. “Selamat tidur, Bidadariku. Terima kasih kau sudah membuat aku menjadi suami seutuhnya. Semoga***Meyyis***Pagi ini Diva merasakan nyeri di bagian bawah pusarnya. Padahal nanti sore harus terbang bersama suaminya menuju ke Mesir untuk mengikutinya. Dia masih tidur di ranjangnya ketika suaminya sudah selesai mandi untuk salat Subuh. “Sayang, bangun dulu, yuk salat Subuh. Nanti kesiangan.” Fatih membuat Diva mengulat.“Boleh nggak, sih aku libur salat? Capek banget dan sakit.” Bekas jejak-jejak cinta yang Fatih buat membuat kulitnya memerah dan masih terasa sakit. Tapi yang lebih sakit bagian alat vitalnya.
“Mas,” ucap Diva.“Hem,”“Apa kamu kecewa, karena aku belum siap melakukan itu? Aku masih takut. Beri waktu aku sampai malam ini untuk meyakinkan diri.” Fatih membelai wajah Diva agar wanita itu lebih tennag bahwa lelakinya ini bisa menunggunya.***MEYYIS***Malam ini Diva sudah tampil cantik. Tentu saja Umi Fitri yang mendandaninya. Dia tersenyum malu-malu pada Fatih yang kali ini berada di ranjang mereka sedang membaca entah kitab apa? Fatih menghentikan aktivitasnya setelah melihat istrinya datang. Fatih menepuk tempat di sebelahnya. “Kamu selalu cantik, terima kasih sudah berusaha.” Satu kecupan mesra mendarat di kening Diva.“Aku akan mencoba, Mas. Aku sudah menjadi istrimu.” Fatih menangkup wajah istrinya. setelah menunggu beberapa hari, kini di malam yang syahdu Diva menyerahkan diri. Sesungguhnya, Fatih juga sangat takut. Baga