Hari baru yang penuh makna dengan berpakaian seragam khas honorer, Diana tampak keren dan sangat cantik terlihat. Tak pernah dibayangkannya jika dia memulai hari-harinya ke depan sebagai staf honorer di salah satu kecamatan baru di kabupaten tempat tinggalnya. Kecamatan baru yang memang membutuhkan banyak tenaga untuk melayani kepentingan masyarakat yang memerlukannya.
“Selamat pagi, saudara-saudari sekalian. Alhamdulilah kita panjatkan puji dan syukur atas nikmat dan rahmat sehat jasmani dan rohani sehingga kita semua masih dapat melaksanakan pelayanan kepada amsyarakat dengan baik. Untuk itu marilah kita memberikan pelayanan yang ramah, cepat dan rapih serta tertib sehingga masyarakat senang dan sesuai dengan standard operasi prosedur yang ditentukan oleh pemerintah. Mari bersama kita wujudkan SOP pelayanan public yang baik menuju good government,” kata Pak Camat dalam sambutan apel pagi.
Diana mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh Pak Camat. Bagi dirinya yang baru kerja hari ini belum familiar dengan kata SOP, kalau sop dia tahu, itu gulai sop yang biasa dihidangkan ketika ibunya memasak jika ada pertemuan keluarga,misalnya arisan keluarga, hajatan atau hari raya islam.
Ternyata dalam dunia ada sop juga pikirnya tapi bukan sop gulai, melainkan standard dalam bekerja agar baik dan benar sehingga melahirkan pelayanan yang prima bagi masyarakat.
“Yul, tadi itu Pak Camat bilang SOP. Setahuku sop gulai aja?” candanya kepada Yuli teman kerjanya.
“Dasar cupu kamu,Diana. SOP gulai dengan SOP pekerjaan itu beda,” kata Yuli menjawab candaan Diana juga ikut tertawa mendengarnya.
“Maklum, Yul. Aku kan baru tahu hari ini kalau ada SOP dalam bekerja,” ucapnya malu, karena ditertawakan juga oleh Eko dan Fitra, teman staf yang lainnya.
“Yuli ... yuli ... kamu juga sih! Tidak menerangkan langsung kepada Dina pengertiannya, supaya dia tahu dan menerapkannya dalam bekerja,” ucap Eko menyalahkan Yuli yang tidak langsung menerangkan pengertian SOP begitu Diana bertanya.
“Wajar saja kalau Diana belum mengerti, dia kan baru bergabung hari ini bersama kita,” ujar Fitra membela Diana yang menjadi malu dibuatnya.
“SOP itu singkatan dari Standar Operasional Prosedur merupakan suatu pedoman cara kerja yang sudah terstandarisasi berisi petunjuk untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja bagi instansi pemerintah maupun non pemerintah,usaha maupun non usaha.”
Yuli menerangkan dengan ringkas pengertian SOP kepada Diana.
‘Intinya Diana, kita itu dituntun untuk bekerja sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh pemerintah agar melahirkan pelayanan umum yang cepat dan tepat sehingga mmasyarakat senang,” sambung Eko menambahkan dengan bahasa yang mudah dicerna oleh Diana.
‘Salah satunya itu lihat poster di depan kita, terapkan 3 S, yaitu Senyum, Salam dan Sapa,” ungkap Fitra menunjuk poster 3S yang tergantung di samping pintu ruangan tempat mereka bekerja sekarang.
“Terapkan senyum jika ada masyarakat yang datang, ucapkan salam dengan ramah dan santun kemudian sapa dengan sopan,”Selamat pagi,Bapak,Ibu,Mas,Adik, ada yang bisa saya bantu!”
“Oh, begitu ya,” ucap Diana menganggukkan kepala tanda dia mulai mengerti seiring berjalannya waktu, maka semakin tahulah dia cara bekerja yang sesuai dengan standard operasional prosedur.
************************************
Hari demi hari mulai dilaluinya dengan riang dan gembira, sedikit demi sedikit dia mulai pahami dengan prosedur pekerjaannya. Ketekunannya dalam bekerja membuat kagum rekan-rekan dan pak camat termasuk pak sekcam yang menyanjung cara kerja Diana.
Kesibukannya bekerja membuatnya semakin dekat dengan pak sekcam, sebab dirinya sebab di traktir dan dibonceng pak sekcam jika ada acara kunjungan ke kampung. Kedekatan antara dirinya dengan Pak Wongso menambah cemburu beberapa orang staf perempuan yang merasa tersaingi olehnya.
“Dasar ganjen, caper terus sama pak sekcam kerjaannya,” umpat staf yang tak senang mencemoohkan Diana.
“Ya, dasar janda gatal!” maki temannya merendakan harga dirinya Diana.
“Hei, jangan asal ngomong kamu orang. Iri sih iri tapi enggak sudah segitunya juga,” bentak Yuli memaki staf yang mengatakan Diana tadi.
“Jangan kamu ikut campur urusan kita,Yul. Kamu emang temannya wajar kamu membelanya,” ucap mereka kepada Yuli.
Ketidaksukaan mereka kepada Diana semakin brutal saja, tanpa disadari oleh Diana mereka memfoto dan merekam kedekatannya dengan Pak Wongso. Foto dan rekaman tersebut mereka kirimkan kepada istri pak sekam, sehingga istrinya marah dan melabrak Diana di ruangan pak sekcam sendiri.
“Oh, jadi kamu yang namanya Diana. Cantik juga, pantasan suami saya suka sama kamu,” bentaknya kepada Diana begitu istri pak sekcam tersebut melabrak Diana sambil menjambak rambutnya sehingga Diana terjengkang.
“Ibu salah paham. Kami tidak mempunyai hubungan khusus kok,” ucap Diana membela dirinya yang merasa tidak bersalah dalam kesalahpahaman ini.
“Bukti sudah ada pada saya, Ini .....” umpat istri pak sekcam melemparkan bungkusan foto-foto mesra antara dirinya dan suaminya,” Ini juga rekamannya viral kamu berduaan dengan suami saya.”
“Astagfirullah,Bu. Ini fitnah. Ini semua salah paham,” kata Diana berusaha meluruskan bahwa semua bukti berupa foto dan rekaman itu tidak benarnya adanya,”Foto dan rekaman itu sudah diedit, saya tidak pernah berpose sedekat dan semesra itu dengan suami ibu.”
“Benar, Ma. Foto dan rekaman itu editan, mama percaya papa dong,” kata pak wongso berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya kepada istrinya.
“Diam kamu, Mas. Laki-laki mana yang mau mengaku kalau selingkuh!” bentaknya kepada ssuaminya yang menuntun pak wongso mundur untuk menghindari amarahnya semakin menjadi.
Bunyi ribu-ribut diruangan Pak Sekcam membuat semua pegawai kecamatan mengerumuninya dan sampailah ke telinga Pak Camat yang sedang istirahat di rumah dinasnya. Mendengar keributan tersebut Pak Camat meleraikan kesalahpahaman tersebut.
“Maaf, Ibu. Tolong ini kantor, dan saya Camat disini, Jangan buat keributan di kantor ini, mari saya damaikan,” ujar Pak camat marah meninggi suaranya memandang tajam istri pak sekcam.
“Ini bukan urusan Bapak tapi urusan suami saya!” Istri pak sekcam masih tidak mau mendengarkan omongan pak camat.
“Kalau ibu tidak mau didamaikan, saya akan usir ibu dari ruangan ini,” ancam pak camat sambil memanggil petugas Satpol PP untuk berjaga dan bersiap mengusir istri pak sekcam jika tak mau dilerai.
“Kelakuan ibu ini seperti orang bar-bar yang tidak punya etika dan penddikan. Malu sama suami yang merupakan orang nomor dua di kecamatan ini. Mau ibu taruh dimana muka suaminya jika dimalukan seperti ini hanya bermodalkan foto dan rekaman yang ngak benar.” Nasehat Pak Camat mencoba menenangkan istri pak sekcam yang terlihat mendengus sinis.
“Setahu saya, Pak Wongso ini sudah menganggap Diana sebagai anak sendiri. Dan saya lihat kedekatan mereka tak lebihnya seperti ayah dan anak gadisnya. Tak benar yang Ibu tuduhkan!” Pak Camat menambahkan keterangannya.
“Tapi bukti-bukti ..... ini,Pak!” ucap istrinya pak sekcam menyodorkan foto yang bertebaran di lantai ruangan.
“Ini bukti editan, Bu. Lihat ini gambarnya blurb dan tidak sempurna, banyak markup pixel yang terjadi. Kemudian sebagai Camat saya yakin foto-foto ini salah besar, foto ini sengaja diambil dan diedit oleh seseornag yang memang punya maksud tertentu kurang baik,” kata Pak camat mengomentari salah satu foto yang diteliti dengan seksama.
“Ya, Bu. Saya saksinya, jika ke ruangan bapak juga Diana ngajak saya supaya tidak timbul fitnah katanya. Kemudian pintu ruangan Bapak tidak pernah dikunci jika ada tamu, wajar setiap orang bisa memoto kegiatan pak sekcam dan tamunya,” kata Yuli memberikan keterangan tambahan guna menyakinkan pendapat pak camat bahwa foto-foto tersebut adalah editan.
“Ya, kamu semua satu kantor dengan suami saya. Mana mungkin kalian tidak membela mereka,” katanya masih dongkol dan kesal.
“Bu, jika ada hal buruk yang terjadi di kantor ini dan kami semua menyembunyikannya, maka saya yang duluan akan dipecat karena melindungi kejahatan, perselingkuhan dan sebagainya. Berat hukumannya bagi saya, Bu. Tentu saja saya tidak akan menaruhkan jabatan saya hanya untuk merestui perselingkuhan pak sekcam,suami ibu,” ungkap Pak camat marah mendengar tuduhan persekongkolan mufakat jahat kepada dirinya dan stafnya.
“Sebaiknya pak sekcam bawa istrinya keluar dari ruangan ini, enggak enak dilihat masyarakat,” ucap pak camat sambil meninggalkan mereka semua yang mulai membubarkan diri takut dibubarkan Satpol PP karena sudah bersiap di depan ruangan jika keributan berlanjut.
=== BERSAMBUNG BAB 7 ==
Pak Camat keluar dari ruangan sementara istri Pak Sekcam masih terlihat sangat marah kepada suaminya, dengan gemetar bibirnya menahan emosi yang meluap sampai ke ubun-ubun kepala. Bujuk rayu Pak Sekcam dalam melunakkan hati istrinya yang sedang full emosi tak mempan, malah suaminya dibentaknya dengan suara yang keras,”Ini kehendak Papa!” ujarnya sambil menghujam belati kecil yang terselip di dalam tas membeset kulit tangan yang mulus. Seketika darah keluar dari jari tangan Bu Sekcam yang tanpa disadari telah melukai dirinya sendiri dengan menorehkan belati kecil yang selalu dibawa kemana-mana untuk memperingatkan Pak sekcam agar tidak main-main dengan perempuan di belakangnya. “Mama, ini sudah gila!” bentak Pak Sekcam mengambil belati kecil dan melemparkannya ke lantai, sambil menotok jalan darah yan
Kirana semakin marah, benci dan tidak suka dengan Diana yang sudah dipercaya oleh atasan untuk mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya mereka kerjakan. Sekarang malah mereka yang dikucilkan oleh teman-teman sehingga mereka dijauhi dan tidak dipercaya lagi mengerjakan job pelayanan administrasi kependudukan.Mereka juga sering ditinggalkan menunggu kantor jika ada acara kunjungan kegiatan di kampung tertentu. Biasanya mereka yang dulu menjadi ujung tombak protokolernya acara yang akan dilangsungkan tetapi sekarang malah Diana yang diserahi menggantikan tugas Kirana. Otomatis dia hanya datang ke kantor hanya untuk mengabsen, duduk santai sambil mengobrol saja, setelah itu makan siang lalu pulang jika jam kerja sudah berakhir.“Semenjak Diana bekerja, kita tidak pernah lagi diberi tugas protokoler,” ucap KIrana kepada temannya gusar.“Ya, kita sekarang jadi kayak pengangguran. Datang hanya untuk absen, ngobrol,makan siang lalu pulang,&
Hampir dua minggu lamanya Diana menganggur, untuk mengurangi rasa bosannya berada di rumah terus. Dia ikut ibunya ke sawah atau ke kebun, walaupun hanya sebagai teman saja bagi ibunya. Setidaknya keikutsertaan anaknya ke kebun menjadi tukang masak dan pembuat kopi atau teh ketika istirahat dari kerja, lumayan menghemat kerjaan karena begitu waktu istirahat tinggal menyeruput kopi dan kue buatan anak gadisnya. Dari jauh, Diana terpaku pandangannya saat melihat sosok lelaki yang sangat dia kenal sedang menghalau gerombolan burung yang hendak hinggap dan mematuk padi yang mulai menguning. Lelaki yang begitu dekat dihatinya beberapa waktu yang lalu, lelaki yang menemani hidupnya sebelum pisah ranjang. Masih terselip rasa sayang yang begitu dalam kepada sosok tersebut, hanya karena ibunya yang tidak bersahabat saja menjadi batu sandungan bagi keharmonisan rumah tangga yang dibangun dahulu.
Bu Eneng tidak mempedulikan lagi apa yang ingin dilakukan oleh menantunya. Jika suasana hatinya sedang tidak baik, sesekali masih terlihat gaya lamanya yang suka menyinggung perasaan Diana baik dengan perkataan atau tingkah laku yang sinis, tidak diobral seperti dulu yang setiap saat selalu memarahinya. Semua yang dilakukan oleh Bu Eneng semata agar Herman tidak meninggalkannya seorang diri, dia tak ingin kehilangan anaknya setelah suaminya meninggalkannya sejak Herman masih remaja. Betapa sulitnya move on ketika kehilangan, oleh sebab itu dia tak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Biarlah dia saja yang meninggalkan anaknya menghadap Ilahi jika ajal telah menjemput daripada Herman yang meninggalkannya menyewa rumah lain. Diana juga lebih berhati-hati lagi menghadapi gelagat mertuanya, jika dilihatnya sang mertua dalam suas
Baru saja Diana menikmati indahnya kebahagiaan menjalani bahtera pernikahan, tiba-tiba hadirlah seorang perempuan lain yang menumpang di rumahnya. Wanita geulis berdarah Sunda, yang berambut ikal berwajah tirus dengan face wajah yang manis. Bertingkah sedikit genit dan nakal, paling suka menggoda Herman dengan kerlngan mata yang manja.Bu Eneng sangat senang dengan kehadiran Dita, apalagi wanita yang masih kerabat ibunya Herman ini memiliki perasaan tersendiri kepada Herman. Ibunya Herman sangat mendukung keinginan Dita agar dapat merebutnya dari Diana untuk dijadikan suaminya. Dita minta dukungan dari Bu Eneng untuk melunakkan hati Herman agar mau menerimanya sebagai istri dan mencampakkan Diana.“Ibu harus membuat rencana yang jitu untuk memisahkan mereka,” kata Dita membujuk Bu Eneng untuk menyusun siasat memisahkan Herman dan Diana.“Iya, tapi kamu juga harus mencari ide juga, jangan Ibu saya yang kamu suruh mencari jalan memutuskan h
Dita semakin sering mencuri waktu mendekati Herman di sela-sela waktu yang ada, apalagi secara diam-diam ibu mertuanya mendukung rencana Dita bermain api asmara terlarang. “Ibu harus mendukung aku, pokoknya,” kata Dita kepada Bu Eneng meminta dukungan dengan penuh semangat. “Ibu mendukungmu dari belakang, bahaya kalau ketahuan Herman,” ucap Bu Eneng “Iya, Bu. Jangan sampai ketahuan. Ibu mesti bermain cantik,” ucap Dita menekankan agar Bu Eneng berhati-hati dalam menjalankan siasat mereka. “Sip,” kata Bu Eneng menimbali. Dita begitu bersemangat untuk memisahkan Diana dari H
Sejak saat itu Dita tak canggung lagi berduaan dengan Herman sekalipun ada Diana diantara mereka. Suasana terwujudnya cinta segitiga ini hanya menunggu waktu saja terjadi, sebab kepandaian Dita dalam mengambil hati Herman yang selalu disupport oleh Ibunya membuat dirinya tak bisa menolak jika Ibunya ingin dirinya mengantarkan atau menemani dan ditemani oleh Dita jika pergi ke suatu tempat termasuk ke sawah. Keakraban antara suaminya dan Dita memjadi buah bibir orang di kampungnya. Banyak orang yang mencibir, banyak pula yang merasa kasihan dengan Diana yang harus termakan oleh isu poligami. Tak sedikit orang yang berusaha menunjukkan empatinya dengan terus memberikan dukungan kepada Diana agar bersabar dan tetap mempertahankan rumah tangganya yang saat ini berada di ujung tanduk. “Sabar, Diana. Ini ujian dari Yang Kuasa, insy
Ketika Herman sedang ke sawah, sementara Diana tidak ikut karena dia merasa kurang enak badan. Badannya terasa lemah dan menimbulkan rasa mual yang luar biasa menyerang dirinya, sehingga dia seperti ingin muntah tapi tidak ada yang dimuntahkan hanya air liur saja yang keluar dari dalam perut. Diana mengingat-ingat jika dirinya sudah terlambat beberapa bulan, terlintas di benaknya bayangan sedang berbadan dua. Segera dibelinya testpack untuk memastikan benar tidaknya dirinya yang terlambat bulan sedang mengandung benih yang selama ini sangat mereka nantikan. Diana berharap dirinya memang benar sedang hamil, sehingga dia mempunyai kekuatan untuk menjauhkan hubungan suaminya dengan Dita yang semakin mesra saja saat ini. ‘Walaupun ka
Dua tahun kemudian! Hujan badai tengah melanda negeri padang pasir ini, suasana rumah begitu senyap karena ditinggal oleh tuan rumahnya menunaikan ibadah haji. Hanya dirinya dan Tuan Muda yang tinggal, sebenarnya Nyonya Aminah hendak mengajak Diana juga menunaikan ibadahhaji mumpung sedang berada di kota suci ini, sayangnya dia merasa belum tepat waktunya untuk menghadap ke baitul maqdis karena disadarinya bahwa dia sedang terbalut oleh dosa. Bukankah jika ingin menunaikan ibadah haji sebaiknya diri dalam keadaan suci sedangkan dia dalam keadaan sebagai pendosa yang selama ini dilakukannya. Dia tidak mau mengotori tempat suci itu dengan segala dosa yang telah diperbuatnya selama menjadi pembantu di rumah majikannya. Kalau ingin, siapa sih yang tidak ingin da
Untuk membuktikan kebenaran cerita Bu Jumin tentang kelakuan Bik Ros dan keluarganya, Diana sengaja menunda pengiriman uang ke rekening Risa untuk mengetahui reaksi yang akan diberikan oleh Bik Ros jika dia terlambat mengirimkan uang. Diana membiarkan saja tanggal muda berlalu di bulan ini dengan harapan akan mendapatkan pesan dari Bik Ros atau Risa mengapa dia belum berkirim uang ke kampung. Sudah hampir tanggal tujuh di awal bulan, Diana belum juga berkirim uang kepada Bik Ros dan anehnya dia belum juga mendapat pertanyaan dari kampung tentang belum dikirimnya uang ke rekening miliknya Risa. Sebenarnya di kampung, Risa sudah sangat gelisah sekali sebab di rekeningnya tidak ada saldo lagi, terakhir saldonya dia belikan sebuah HP Vivo terbaru yang lumayan ke
Diana mendapat pesan baru dari nomor yang tidak dikenalnya, itu yang membuatnya agak enggan cepat-cepat membawa pesan tersebut. Dibiarkannya dulu pesan itu mengendap di layar monitor ponsel sampai selesai pekerjaannya hari ini, barulah dia membukanya sebab rasa penasaran aka nisi pesan dan siapa pengirim pesan tersebut. Dalam hati Diana bertanya-tanya, siapakah lagi orang yang tahu nomornya kecuali Bik Ros dan keluarganya serta beberapa orang TKW yang bekerja di kota ini, yang diizinkan oleh majikannya untuk menyimpan HP di kamarnya. Kebanyak Tenaga Kerja Wanita dikota ini tidak dibolehkan menyimpan HP sebab ditakutkan melakukan suatu hal yang akan merugikan majikan, alasan itulah yang membuat banyaklah majikan di kota ini tidak mengizinkan para pembantunya memegang HP.
Keberhasilan Risa membeli motor baru, menjadikan dirinya mendapat julukan baru dari teman-teman sekelasnya yaitu the new rising star girl. Risa sangat senang dijuluki oleh rekan-rekan sekelas sebagai gadis bintang baru di sekolahnya, suatu julukan yang membuat gadis manapun menerimanya akan sangat senang. Entah criteria apa yang menobatkannya sebagai rising star di sekolahnya yang setiap tahun rutin diadakan oleh OSIS sekolah ini. “Selamat, ya Ris! Dapat juluk baru nih, gadis bintang baru di sekolah!” ucap Aisyah dan teman-teman sekelasnya memberikan ucapan selaman kepadanya. “Makasih!” sahut Risa senang, kawan-kawannya mengapresiasi julukan yang sangat ingin dida
Tak terasa hari bergenti hari, siang dan malam berputar sesuai sumbunya, demikian teratur. Itulah hukum jagat raya, berputar pada sumbunya, sehingga ada siang dan malam yang membuat kita bisa merasakan gelap dan terang. Gelap di malam hari kala waktu untuk istirahat total dari seluruh kegiatan sedangkan di siang hari saat terang, waktunya kita beraktifitas mencari nafkah dan kehidupan di muka bumi ini. Kesabaran Risa menunggu pergantian perputaran hari membawanya pada sebuah kebahagiaan sebab ditanggal muda yang sudah dijanjikan, Diana mentransfer uang sebanyak yang diperlukannya untuk membeli motor baru. Amboi, senangnya perasaan Risa ketika mengetahui di dalam rekeningnya sudah masuk uang dua belas juta rupiah.&nbs
Saat senggang, Diana mencoba memikirkan kembali permintaan Risa yang ingin membeli sepda motor dengan meminjam uang darinya. Dalam hati Diana berpikir keras, uang yang dipinjam oleh Risa takkan mungkin dikembalikan oleh Bibiknya sebab dia tahu persis penghasilan sang Paman. Paman hanya seorang penderes karet yang penghasilan setiap minggunya cukup untuk untuk membeli beras dan lauk pauk serta sedikit lebihnya jatah uang jajan dan bensin untuk Risa sekolah. Kok, aku pusing sendiri memikirkan Bibik, biarlah kuanggap dia meminjam uang tersebut dan aku tak akan menagihnya! Diana bergumam dalam hatinya berusaha menyelami keadaan ekonomi Bibiknya saat ini. Menimbang keadaan perekonomian sang Bibik membuat hatinya tambah cemas saja membayangkan kehidupan anaknya ji
Beberapa hari terakhir ini Risa menjadi bahan omongan teman-temannya di sekolah, semua karena motor butut miliknya. Roda dua miliknya dinilai sudah model lama yang ketinggalan jaman, dibandingkan dengan motor keren dan kece milik teman-temannya. Terkadang Risa merasa malu karena sering diejek oleh teman-temannya perihal motor butut yang masih dipakainya sampai sekarang. Beberapa kali Risa menyampaikan kepada orang tuanya bahwa dia ingin dibelikan motor baru yang tidak ketinggalan jaman modelnya sehingga tidak diejek lagi oleh teman-teman se kelasnya. Sayangnya permintaannya selalu ditolak oleh Bik Ros dan suaminya sebab keuangan mereka tidak cukup untuk menukar motor butut dengan yang baru sebab harga motor sekarang mahal. Risa tak kehilangan akal, berkat id
Kehadiran sebuah lemari pendingin dua pintu yang dibeli oleh Bik Ros di Toko Amta mendapatkan gunjingan dari tetangga mereka begitu kulkas tersebut tiba di rumahnya. Banyak yang bertanya dari mana Bik Ros dan keluarganya bisa mendapatkan uang untuk membeli kulkas tersebut, bukankah beban hidup mereka saat ini sedang terpuruk karena ketambahan beban membeli susunya Maya setiap minggu hasil dari menjual deresan karet di kebun milik mereka. Tetangga berusaha menyelidik asal muasal uang yang mereka dapatkan untuk membeli barang tersebut, banyak yang menebak jika Bik Ros mendapatkan kiriman uang dari kerabat atau jangan-jangan dari Pak Wardi dan istri atau Diana yang sekarang menjadi TKW di luar negeri. Tapi yang paling memungkin mengirim uang dalam keadaan seperti ini menurut warga hanya Diana, karena dia bekerja di luar negeri yang g
Melihat wajah istri yang berseri senang memunculkan petanyaan tersendiri bagi suami Bik Ros, apakah gerangan yang membuat istrinya teramat gembira, selama ini jarang sekali baginya dapat melihat senyum manis sang istri. Beban yang besar dipikulnya sejak kepergian Diana dan orang tuanya membawa perubahan sifat pada diri Bik Ros, yang dulu periang menjadii pendiam dan sensitive. “Aduh, gembiranya istriku!” goda suaminya mendekati istrinya yang tersenyum-senyum sendiri kegirangan entah apa sebabnya. “Iya, Pa. Mama sedang senang!” timbalnya kepada sang suami. “Lagi ketiban duren jatuh masak, apa?” tanya sang suami menyelidik.&nb