Share

4. Adalah Naina

Penulis: Anik Safitri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Maukah kamu menjadi istriku?" tanya seorang pria yang bersimpuh di hadapanya dengan sebuah cincin berkilau emas di kotak bentuk love itu.

Naina tersenyum kecil. Ini bukan kali pertama ia diperlakukakan begitu spesial oleh seorang laki-laki. Dari perjaka sampai suami orang sekalipun pernah memperlakukan dia begitu istimewa seperti ini.

Tidak heran. Walaupun hanya staff biasa, Naina mempunyai wajah yang cantik campuran Indo-Turki. Berkulit putih bersih. Tentu tidak lepas dari perawatan mahal yang ia lakukan. Tubuhnya juga proposional. Kalau kata orang seperti gitar spanyol.

Namun entah mengapa, seorang laki-laki yang bersimpuh di hadapanya kini terlihat berbeda. Ia masih muda, tampan dan tentu saja mapan. Seantero penjuru mungkin mengenal pria ini. Kekayaanya masuk dalam jajaran orang terkaya di negeri ini.

Naina pun tau siapa dan latar belakang pria ini. Arfaaz Khairul Hartanto. Salah satu crazy rich di negara ini.

"Tetapi istrimu?" tanya Naina masih dengan santai.

Ya, Naina tahu jika Arfaaz sudah beristri.

"Percayalah. Dia setuju," ucap Arfaaz.

Tidak seperti pria lain yang mendekatinya. Arfaaz berbeda. Biasanya yang datang seorang pemuda biasa, berpenampilan biasa serta jabatan yang biasa, atau kalau tidak, adalah om-om berperut buncit yang menawarkan menjadi simpanan atau menjadi istri sirinya.

Arfaaz berbeda. Ia masih muda. Bahkan ia menawarkan pesta besar di hari pernikahan mereka jika Naina menerimanya. Siapa kiranya wanita yang tidak merasa tersanjung diperlakukan sebegitu istimewa seperti ini. Dan juga itu artinya Arfaaz mau menikahinya secara resmi. Sah di mata agama dan negara.

Mungkin memang istri Arfaaz di rumah adalah wanita kucel, lemah yang mengalah hingga menyetujui jika dirinya dimadu. Mungkin juga istri pertama Arfaaz takut miskin hingga ia memilih bertahan daripada dilepaskan.

Tak apa. Setelah menikah ia yakin bahwa Naina akan diratukan. Memenangkan hati Arfaaz. Bahkan Bisa jadi justru Arfaaz akan melupakan istri pertamanya.

Lebih baik menjadi yang kedua tetapi diutamakan. Daripada yang pertama tapi diduakan.

Itulah prinsip dan keyakinan yang dipegang Naina saat ini.

"Bangunlah," perintah Naina.

Ia memegang kotak cincin yang ada di tangan Arfaaz. Hati pria itu bergetar, takut ditolak. Namun siapa yang dapat menolak konglomerat seperti Arfaaz? Sepertinya tidak ada.

Naina membalik kotak cincin yang semula menghadap dirinya itu menjadi berbalik menatap arah Arfaaz.

"Pakaikan," perintah Naina lagi sembari menyodorkan jemarinya. Membuat Arfaaz melebarkan senyumnya.

Karena perasaanya yang mengharu biru, ia memeluk sang wanita.

"Terimakasih, Nan," ucap Arfaaz.

Sementara Naina bersorak dalam hati. Ada rasa bangga tersendiri saat ia berhasil memenangkan hati seorang konglomerat seperti Arfaaz. Bahkan bisa memalingkanya dari istri pertamanya.

Mereka berpisah seusai jam makan siang berakhir. Arfaaz kembali ke perusahaanya dan Naina juga kembali ke kantornya. Pesona Naina yang begitu menawan mampu terdengar hingga telinga Arfaaz. Membuat sang pucuk pimpinan merasa tertarik dan ingin tau siapa sosok seorang Naina yang menjadi primadona dalam obrolan setiap pria.

Dan hari ini, Naina memutuskan resign dari tempat kerja yang telah menghidupinya bertahun tahun itu.

Sedih? Tidak. Ia terus saja memancarkan rona kebahagiaanya. Namun ketiga sahabatnya itu justru bertingkah aneh.

"Nan, kamu sudah tau istri pertama Arfaaz Hartanto?"

Naina melambaikan tangan di udara.

"Aku tidak tau. Dan tidak mau tau."

"Nan, tapi kamu harus tau. Itu penting. Karena ia yang akan menjadi kakak madumu."

"Sudah, kalian tenang saja. Istri pertama Arfaaz itu hanya ibu rumah tangga yang hobi pakai daster. Yang dikit-dikit nangis. Seperti di film-film itu. Sudahlah, aku cukup tau. Tidak perlu kalian tambahkan lagi,"

Ketiga sahabatnya itu saling pandang. Naina memang keras kepala. Padahal mereka sudah tau betul siapa Arindi Maheswari. Namanya masuk ke dalam jajaran perempun hebat di negeri ini. Pekerjaan utamanya memang ibu rumah tangga. Karena segala usahanya bisa ia lakukan di rumah, kecuali ada hal darurat.

"Kamu tau darimana Nan?"

"Aku tau di galeri handphone milik Arfaaz. Memang foto dari belakang sih. Duh enggak banget penampilanya. Pakai daster, rambut dikucir satu di belakang. Ndeso,"

"Nan, tapi-- "

"Sudah aku tidak aku memikirkan istri pertama Arfaaz. Aku akan menyingkirkannya,"

Bab terkait

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   5. Naina Murka

    Tangan Arindi tampak membolak-balik gaun yang menjuntai hingga lantai dengan pernak pernik payet yang terlihat gemerlap. Mewah dan glamour. Arfaaz pun memuji pilihan Arindi. Seleranya sama. Mengagumi gaun itu dalam hati. "Dia dari kalangan apa?" tanya Arindi tiba tiba. "Maksudmu?""Hem latar belakangmya bagaimana? Mungkin dia seorang priyayi, seorang konglomerat sepertimu atau wanita berkelas yang memiliki jabatan tinggi di tempat kerja. Atau mungkin lebih dari itu?" tanya Arindi lagi. Arfaaz menunduk sesaat. "Dia dari kalangan biasa saja Rind. Perkerjaan terakhirnya juga hanya staff biasa.""Oh, biasa saja," kata Arindi dengan netra yang sedikit pun tidak menoleh ke arah Arfaaz."Mencari yang kedua seharusnya lebih dari yang pertama, Mas. Agar dia tidak insecure," bisik lirih Arindi di telinga sang suami lalu melangkahkan kaki lagi. "Tapi dia can…" jawab Arfaaz tetapi ia tidak melanjutkan kalimatnya itu. Arindi menoleh dengan tawa kecilnya."Karena dia cantik begitu Mas? Ya m

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   6. Pernikahan Arfaaz

    Menjelang acara pernikahanya, hanya rasa kebimbangan yang seolah terus bersemayam di hati Arfaaz. Bagaimana sang istri dan Naina nanti? Apakah mereka bisa hidup rukun? Namun waktu tetap berjalan sebagaimana mestinya. Pagi ini deru mobil Arfaaz mulai terdengar dipanasi. Ada hiasan bunga di atasnya. Arfaaz tampak bersiap siap pergi ke gedung tempat pernikahanya dilangsungkan. "Rind, kamu tidak siap-siap?" tanya Arfaaz ketika melihat Arindi masih santai dengan laptopnya. "Kemana?" tanyanya santai. "Rind, tolong jangan buat aku marah,""Siapa yang membuatmu marah? Ini acaramu sementara aku tidak melarang dan tetap mencoba kuat. Jadi, ini kesalahanku begitu?"Ah, Arfaaz selalu kehilangan kata-kata di depan Arindi. Sosok yang tidak pernah meninggikan suara dihadapanya kini benar benar menjadi sosok berbeda."Kamu tidak datangkah, Rind?" tanya Arfaaz dengan nada lembut. Arindi sejenak menghela nafas pelan. "Untuk apa? Untuk dipameri kemesraan kalian di atas pelaminan?""Lalu kena

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   7. Selamat Datang Naina

    "Mama bohong," teriak Keenandra di suatu pagi.Tubuh kecil anak itu berlari-lari menjauhi pintu utama. Arindi yang tengah memasak di dapur, terkesiap kaget dengan teriakan sang putra. Bergegas ia menghampiri. Walau masih dengan celemek melekat di tubuh."Mama bilang Papa pulang akan membawakan Arfaaz oleh-oleh tetapi nyatanya Papa membawa Tante itu sebagai oleh-oleh," ucap Arfaaz dengan cemberut. Arindi menatap arah tangan telunjuk Keenan. Naina sudah berdiri di depan pintu dengan satu koper di tanganya. Netranya nyalang menatap sekitar. Terlebih dengan rumah yang akan ia tempati. Sementara dari belakang, terdengar suara Arfaaz yang tengah menutup pintu mobil. "Nan, kenapa hanya berdiri disitu? Ayo masuk," ajak Arfaaz.Mereka sama-sama masih diam mematung. Terlebih saat menatap Arindi yang seolah menyambut di ruang tamu. "Eh Arindi," sapa Arfaaz dengan senyumnya. Seolah tidak terjadi sesuatu hal yang menyakitkan di antara mereka. Arindi melengos. Arfaaz lalu mendekatinya. "Kena

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   8. Sakit Hatinya Seorang Ayah

    Tami terkesiap mendengar apa yang dikatakan Arindi. Bukan hanya Tami, namun juga Naina. Namun wanita itu cukup bisa menjaga sikap. Cukup tenang. Karena seperti apapun serangan yang dilakukan Arindi, toh ia dibela mati-matian oleh ibu mertua. "Ku rasa tidak perlu. Bahkan tidak pantas kamu mengatakan itu Rind. Bukan waktu dan tempat yang pas," ucap Arfaaz dengan dingin. Arindi memalingkan wajah dengan kesal. Namun sejenak ia tersenyum kecil."Terkadang aku pun perlu pengakuan dari orang lain, Mas. Aku juga jengah harga diriku di injak-injak. Diremehkan," jawab Arindi dengan berapi-api. Tiba-tiba Tami tertawa sumbang. "Halah ngomongin harga diri segala. Memangnya dirimu yang kotor itu ada harganya?" tanya Tami dengan pedas. Arindi mencoba untuk tetap berdiri dengan tegarnya. Namun apalah dirinya juga manusia yang tentu merasa sakit. Matanya mulai berembun. "Ma," tegur Arfaaz. Kalimat Tami memang dinilai menyakitkan. "Kenapa? Tidak ada yang salah. Aku bisa mengembalikan uang yang

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   9. Masa Lalu Yang Kembali

    Arindi gusar masuk ke dalam rumah. Ia merasa dirinya sudah tidak aman lagi. Apa jadinya andaikan Arfaaz tau? Herman sang Abdi Negara kembali menemuinya dengan Pangkat Kapolsa bintang dua. Ah andai berpangkat Jendral maupun berpangkat Kapolri sekalipun sejujurnya tidak akan membutnya silau. Hanya ia sangat menyayangkan mengapa ia kembali disaat yang tidak tepat. Disaat ia sudah bersuami. Disaat cintanya sudah terkubur rapat. Apa maksutnya? Dia boleh berdinas di kota ini lagi. Namun untuk menemui Arindi, rasanya tidak etis sekali. "Siapa sih? Berisik banget. Pakai membunyikan suara sirine segala." gerutu Naina yang menuruni anak tangga dengan masih menggunakan baju tidur sembari sesekali masih menguap. Sementara jam dinding sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Arindi memiih bungkam dan meneruskan kembali aktifitasnya. "Mbak, sekalian bersihkan kamarku ya. Kotor banget," ucap Naina dengan entengnya."Bagaimana? Apa aku tidak salah mendengar?""Kamu tidak tuli kan Mbak?""Kamu jug

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   10. Pesta Pernikahan Nessa

    "Aku titip ini, Mas. Tolong berikan untuk Nessa,"ujar Arindi sembari menyerahkan satu bungkus kado kecil. Wajah Arindi tidak bisa berbohong. Ia kecewa dengan keputusan Arfaaz yang hanya mengajak Naina untuk datang. "Kamu harus mengerti. Begitulah yang namanya berbagi," jawab Arfaaz. Naina tertawa sumbang. "Pantas saja tidak diajak oleh Mas Arfaaz. Mau memberi hadiah ke pengantin kok sekecil itu? Mau mempermalukan diri sendiri Mbak?" sindir Naina.Arindi tetap tegar menghadapi. "Aku berbicara dengan Mas Arfaaz bukan denganmu. Lagipula aku sudah biasa diajak Mas Arfaaz ke pesta orang kaya seperti ini. Ke pesta pernikahan anak Presiden pun aku pernah. Jadi kalau hanya segini mah kecil. Ndeso sekali kamu," balas Arindi yang membuat Naina bertambah cemberut. Arfaaz tampak merapikan lengan kemeja yang dipakainya."Sudah, jangan terus menerus kamu tampakan muka masammu, Nan. Aku sudah bilang bahwa keluarga Tante Riana bukan orang sembarangan. Dia punya perusahaan tambang terbesar seant

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   11. Arfaaz Yang Malu

    "Kamu ini buat malu saja sih Nan. Ahh."Arfaaz bersungut marah. Sesekali tanganya memukul setir bundar di depanya. Naina hanya bergetar di tempat duduknya. "Ku kira kamu adalah sosok sosialita yang bisa bersosialisasi dengan baik disana," lanjut Arfaaz."Mas, aku sudah berusaha menjadi baik. Namun mereka yang tidak mau menerima hadirku. Jangan salahkan aku. Tapi salahkan Arindi!" balas Naina tak kalah marahnya. Arfaaz tertawa kecil. "Kenapa Arindi? Justru ia membuatku bangga. Walaupun ia tidak hadir, tapi ia tau bagaimana menghormati dan menghargai yang punya acara. Kamu itu istri dari Arfaaz Khairul Hartanto. Memberi kado kok bed cover murahan. Ya Tuhan. Seperti tidak punya muka aku dihadapan keluarga Tante Riana. Masih untung tertolong dengan Arindi yang memberi hadiah Nessa berupa kalung berlian.""Berhenti kamu membandingkan aku dengan istri pertamamu itu mas. Aku tidak suka,""Kalau kamu tidak suka, semestinya kamu juga tau diri bagaimana bersikap di depan keluarga besarku,

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   12. NAFKAH DARI ARFAAZ

    Pertahanan Pak Asmat sedikit mulai goyah dengan apa yang disampaikan Herman barusan. Ia pun tida habis fikir, mengapa ia sebegitu mudahnya mempercayai lelaki yang juga sempat membuat putrinya hancur tersebut. Namun siapa kiranya ayah yang akan baik-baik saja jika mendengar sang menantu telah menduakan putri yang dijaga serta dikasihinya sedari kecil tersebut. Juga tak terbayang bagaimana hancurnya perasaan Arindi waktu itu. Meskipun itu belum tentu menjadi kebenaranya."Pak tenanglah Pak," ujar Herman menenangkan Pak Asmat. Pak Asmat tampak sempoyonyan sembari memegangi dadanya. Sang istri juga tampak berlarian dari dalam menemui suaminya yang terlihat lemas. Namun Herman telah berhasil mendudukan Pak Asmat di kursi terlebih dahulu. "Ayah, kenapa?" tanya Bu Asih panik. Herman tidak berani menjawab. Pun tidak berani untuk berucap kalimat yang sama. Nafas Pak Asmat tampak naik turun. Ia seperti kesusahan untuk mengatur nafas. "Ayah, kita ke Rumah Sakit sekarang ya," pinta Bu Asih

Bab terbaru

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   62. END

    Naina hanya melengos mendengar alasan Arindi. Saat para pelayat satu persatu saat sudah pulang. Datanglah seorang tamu berpakaian rapi.Semula mereka mengira bahwa laki laki itu adalah teman atau klien Arfaaz. Ternyata laki laki itu memperkenalkan diri sebagai pengacara."Saya pengacara dari Pak Arfaaz, ingin menyampaikan amanah. Bahwa beliau mempunyai tabungan yang ia amanahkan kepada istrinya jika meninggal."Naina kaget. Namun dalam hati tentu ia bernafas lega. Ia kira ia akan hidup miskin setelah ditinggal mati Arfaaz dan perusahaannya terancam bangkrut. Namun rupanya suami pelitnya itu menyiapkan tabungan untuk mereka. Pengacara tersebut menyerahkan masing masing satu buku tabungan. Saat Arindi menerima buku tabungan itu, ekor mata Naina sempat meliriknya. Jumlahnya Wow cukup fantastis.Dan saat tiba gilirannya. Jumlahnya sangat berbeda jauh dengan yang di terima Arindi."Loh Pak. Kok jumlahnya tidak sama?""Iya Bu. Dikarenakan pernikahan Mbak Arindi dan Mas Arfaaz sudah berjala

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   61. JATUH TERTIMPA TANGGA PULA

    Naina masih gemetar "Mbak Arindi," teriaknya. Suaranya bahkan hampir tercekat."Mbak," panggilnya sekali lagi sedikit keras.Arindi mendekat."Ada apa?""Mas Arfaaz kecelakaan. Dan dia meninggal.""Hah, serius kamu?""Aku Baru saja dapat telefon dari kepolisian. Dan sekarang dibawa ke RS BAYANGKARA," Jawab Naina..Arindi sebenarnya ingin menangis, meraung, menjerit saat itu. Tapi itu bukan solusi di saat genting. Ia segera menyambar kunci mobil."Aku ikut Mbak," tanya Naina dengan panik. Ia masuk ke kamar dulu."Tidak usah pakai acara dandan segala. Ini darurat," bentak ArindiSaat itu Naina tak memilih berdebat. Kecuali menuruti."Ra, kamu pulang dulu ya. Aku Mau ke rumah sakit. Suamiku kecelakaan,""Oh iya Nan. Tidak apa apa."Sepeninggal Naina, Clara hanya menggeleng. Membayangkan apesnya menjadi Naina saat itu.Saat sampai di rumah sakit, Arindi segera berlari di lorong rumah sakit. Tak perduli banyak pasang mata yang menatapnya."Sus, pasien kecelakaan atas nama Arfaaz dirawat d

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   60. BERITA MENGEJUTKAN

    Clara mengusap wajahnya dengan kasar. Berarti memang apa yang dikatakan Naina saat itu adalah benar."Ya Tuhan, Man. Kamu kok tega sekali sih?" protes Clara."Tega? Maksut kamu? Aku tidak menyakitinya.""Kamu itu sebagai laki laki peka sedikit kenapa sih. Kamu tau jika Naina itu suka dengan kamu. Masih tidak mengerti. Selama ini kamu berusaha mendekatinya. Lalu untuk apa kalau Ki tidak suka?" tanya Clara lagi."Ya Jan sikapku ke Naina ya sama seperti ke kamu Ra. Kita teman. Aku tidak pernah memberinya harapan lebih.""Tapi kalau dia berharap lebih bagaimana?""Ya dia yang salah.""Loh kok dia yang salah?" tanya Clara."Dia sudah bersuami. Kalaupun menjalin hubungan denganku, tujuannya untuk apa? Suatu hubungan itu harus ada tujuan yang jelas ke depannya seperti apa. Kalau aku dan Naina menikah itu adalah hal yang mustahil." jawab HermanAlis Clara bertaut."Kenapa mustahil? Kalian tidak ada ikatan darah. Kalian juga satu agama. Toh Naina juga hanya menjadi istri kedua. Bisa lah menik

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   59.MEMANG KENYATAAN

    Sesampai rumah juga Naina tak mengatakan apapun. Meskipun ia begitu kesal dengan Herman. Namun justru seperti Arfaaz yang terkena dampaknya."Nan, aku balik ke kantor ya," ucap Arfaaz.Naina hanya cemberut.'Mau balik ke kantor, mau balik ke alam kubur. Aku tidak perduli,' gumam Naina dalam hati.Namun saat Arfaaz hendak masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba ada sebuah taksi yang berhenti di depan rumah. Dan Arfaaz yakin dibalik taksi itu ada Arindi.Benar saja. Arindi turun bersama Keenandra. Dan laki laki itu mengurungkan niatnya untuk balik ke kantor."Rind," sapa Arfaaz."Iya.""Ada yang perlu aku bicarakan Rind.""Iya aku ingat Mas. Ada apa?"Langkah Arindi menuju teras. Dan Arfaaz mengekor di belakang."Kamu sedekat apa sih dengan Herman sekarang?" tanya Arfaaz.Arindi tertawa kecil."Dekat? Aku tidak dekat sedikit pun dengan dia. Ya kali sudah besuami dekat dengan laki laki lain," jawab Arindi dengan santai."Tapi lihatlah, bagaimana orang tuamu sekarang tidak menyukaiku Rind. It

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   58. SIAP.MENDUKUNG

    Arfaaz tidak dapat berkata apa apa dengan penolakan Arindi tersebut. Ya memang karena nyatanya ada Naina yang sudah menunggunya di luar. Ia kenal Arindi menang berwatak tegas dan keras."Aku pesankan taksi untuk kamu ya nanti," tawar Arfaaz lagi.Arindi menggeleng pelan."Tidak usah Mas. Aku bisa pesan sendiri." jawab Arindi "Ya sudah. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku ya." pesan Arfaaz lagi.Arindi hanya mengangguk."Ada hal penting juga yang ingin aku sampaikan Rind. Tapi nanti saja menunggu di rumah," pesannya lagi.Arfaaz hanya menurut. Ia memilih segera berlalu dari situ. Bukan karena apa. Toh kehadirannya juga sudah tidak diharapkan oleh orang tua Arindi. Jadi untuk apa?Naina sudah ada di mobil. Hatinya kesal bukan main. Bukan karena direndahkan karena menjadi istri kedua oleh orang lain. Tetapi karena Herman menganggapnya mereka hanya teman biasa.Lalu apa artinya kedekatan mereka selama ini?"Lama sekali sih Mas." gerutu Naina."Sabar Nan. Aku juga harus pamit kepada ora

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   57. BERBEDA

    "Bu," pekik Arindi sebagai bentuk rasa protesnya."Biarlah Arindi. Biar semua tau dan menilai. Bagaimana suamimu ini," jawab Bu Asih."Kasihan sekali sih Arindi. Padahal kamu cantik, pintar, hebat, sukses lagi, kenapa mau saja dimadu?" jawab Mama Herman."Tante, Bu, saya kesini tidak berharap mendapatkan komentar apapun. Mau bagaimanapun, mau seperti apapun kehidupan saya, tetapi tidak dapat menutup kenyataan bahwa memang Naina adalah istri saya." jawab Arfaaz dengan berani.Naina yang sudah kesal karena Herman. Kini harus mendapatkan kesal lebih dobel lagi. Ia memegang tangan Arfaaz. Menandakan ia tidak suka di sini. Herman pun hanya diam seribu bahasa.Naina tiba tiba keluar begitu saja."Nan," pekik Arfaaz. Naina juga tidak menggubris lagi. Namun Arfaaz juga tidak mengejarnya sama sekali. Ia tentu tidak enak hati dengan keluarga mertuanya.Naina kesal dan menunggu di ruang tunggu yang agak jauh dengan kamar perawatan sang mertua.. "Heran dengan Mas Arfaaz. Orang kok hobinya mencar

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   56. Ingin Damai

    Arindi salah tingkah dengan ucapannya tersebut. Tapi dengan sempurna ia mampu menutupinya"Maksutku tidak mungkin sekarang. Keenan masih kecil. Aku belum mau menambah momongan." elak Arindi."Belum bukan berarti tidak bukan? Mau kamu tutupi seperti apapun. Darah Herman mengalir di tubuh anakmu Rind. Dan itu tidak bisa kamu sangka. Mau sampai kapanpun. karena itu fakta," ucap Pak Asmat.Arindi hanya diam.Namun Bu Asih sebagai ibu kandung yang tau betul bagaimana sifat Arindi menaruh curiga. Sepertinya memang Arindi menyembunyikan suatu rahasia saat ini.Nina bergegas pulang setelah Herman tiba tiba membatalkan janji mereka. Namun langkahnya pulang ternyata bersamaan dengan Arfaaz yang juga pulang."Ada yang ketinggalan Mas?" tanya Nina.Arfaaz menggeleng "Tidak. Aku ada perlu dengan kamu." Degg..Nina meratap. Ia kaget. Kiranya apa dia melakukan sebuah kesalahan."A-ada apa ya Mas?" tanyanya setengah gugup "Kamu siap siap ya. Lima belas menit lagi kita pergi,""Kemana Mas?""Ke rum

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   55. Semakin Mendekat

    Setengah hati Hernan menuju rumah orang tua Arindi. Meskipun keluarga Pak Asmat menyambut baik kedatangan mereka."Bagaimana keadaanya Pak? Apakah sudah lebih baik?" tanya Papa Herman.Pak Asmat melempar senyum penuh hormat."Alhamdulillah sudah lebih baik ini. Saya sudah bisa beraktivitas sehari hari. Bagaimana? Apa kita jadwalkan main golf sama sama jika ada kesempatan?" tawar Pak Asmat.Pak Hartono tersenyum lebar menanggapi."Wah benar benar ide yang bagus itu. Lebih baik segera kita agendakan saja," jawab Pak Hartono.Ya kedua keluarga itu sudah terlihat akrab. Bahkan lebih cocok untuk menjadi besan.Suara mobil terdengar berhenti di depan."Nah pucuk dicinta ulampun tiba, itu suara mobil Arindi. Dia kesini juga. Panjang umur mungkin," celetuk Pak Asmat."Apa kamu menghubungi Arindi Man?" tanya Bu Melia penuh harap. Jika memang iya, berarti kesempatan Herman untuk bisa kembali kepada Arindi tentu semakin besar.Namun Herman hanya menggeleng kecil. Mana mungkin ia menghubungi Arin

  • Aibku Ditukar Dengan Madu   54. Trik Orang Tua Herman

    "Mas, aku nanti izin ke rumah Ayah. Mau lihat keadaan ayah," kata Arindi di sela sarapan pagi mereka.Arfaaz mengangguk."Iya. Sampaikan kepada Ayah ya, aku belum bisa menjenguk beliau. Akhir-akhir ini banyak meeting penting yang tidak bisa aku tinggalkan," jawab ArfaazArindi hanya mengangguk."Nan, barangkali kamu mau ikutan? Ya siapa tau kamu jenuh di rumah," usul Arfaaz. Ya dia hanya menginginkan dua istrinya tersebut untuk bisa akur..Naina langsung tersedak dengan saran dari Arfaaz. Dan Arindi hanya menatapnya santai. Bisa-bisanya Arfaaz menganggap Naina bosan di rumah. Yang padahal sebenarnya ia sering sekali keluar tanpa izin Arfaaz.Naina menggeleng pelan."Tidak Mas. Aku di rumah saja. Daripada menghampiri penyakit," elaknya.Mendengar jawaban dari Naina, Arindi menoleh tajam."Maksut kamu?""Ya kan Mbak Arindi tadi bilang bahwa mau menjenguk bapaknya. Bapaknya sedang sakit bukan? Kalau menular bagaimana? Memangnya situ tanggung jawab?" tanya Naina dengan sinis.Sebagian ora

DMCA.com Protection Status