Aku bersiap dengan Cinta untuk segera menuju kediaman Bapak yang megah dengan semua ukiran khas Jawa. Kami sedikit resah. Wajah Cinta juga terlihat jika dia juga sangat gelisah. Namun, aku berusaha untuk menenangkannya.
“Sudah, kita akan baik-baik saja,” kataku mengecupnya dengan mesra. Kedua matanya memejam menikmati sentuhan lembutku. Kami sejenak menikmati moment mesra sebelum bertempur dengan kedua wanita yang memusuhiku. Satunya gara aku tolak. Satunya lagi gara aku pisahkan dengan pacarnya. Semoga ini segera berhasil dan rencanaku berjalan dengan lancar.
“Agus, kita akan berhati-hati dalam melakukan rencana. Apakah Rahman dan kedua bule itu bisa melakukannya dengan baik. Mereka selalu saja gagal paham dengan apapun. Kau tahu sendiri, kan,” kata Cinta yang semakin membuatku resah. Benar katanya. Aku kok malah jadi mikir …
“Wes kita berdoa saja sepanjang perjalanan, dan teguh kalau pikiran kita positif, rencana ini akan b
Rahman segera menyalakan lap top yang dia bawa dan menghadirkan video bagaimana Surti bersama Minah melakukan kebohongan. Semua mata siap menancap pada sosok Rahman yang segera menekan tombol enter. Aku berharap semua bisa mempercayai video ini.Surti dengan Minah melotot melihat apa yang tidak mereka sangka. Paman sudah megepalkan kedua tangannya. Aku mendekati Ibu kemudian mengarahkan pandanganku kepada Paman yang pastinya sebentar lagi meluapkan rasa kesalnya. Surti sudah membuat keluarga malu. Perbuatan memalukan ini sudah menyakiti Paman. Apalagi Surti anak pertama yang diandalkan.Kedua orang tua Minah merasakan hal yang sama. Mereka mengurut dahi yang pastinya sangat pening. Aku harus melakukan sesuatu agar mereka tidak memarahi anak kesayangan yang sangat membuat hati mereka tentunya hancur. Ibu semakin kudekati. Telinganya kubisikkan sesuatu.“Ibu, redakan masalah ini. Bagaimanapun juga, kesalahan harus dimaafkan,” bisikku membuat Ibu mengan
Aku dan Ben selamat dari sebuah mobil yang mendadak akan melintas. Sorotan lampu mobil yang sangat terang, semula menyerang pandanganku dan Ben, kecuali Zam. Pengemudinya menghentikan mesin mendadak hingga mesinnya berbunyi sangat kencang memekakkan telinga. “Cuiittt!” Suaranya sangat keras. Langkahku mendadak berhenti dan Ben memelukku saat dia mengeremnya.“Agus!”“Buk!”“Duh lepaskan! Kok malah meluk aku. Dasar bule!” protesku dan Ben tidak segera melakukannya. Dia masih memejam sambil bergumam, “Im die. Aku mati. Oh my God. Forgive me. Maafkan atas semua kesalahanku,” katanya yang sama sekali tidak aku mengerti.“Woi, jangan mainan di jalan raya! Kurang ajar!” teriak pengemudi yang sangat marah. Dia memegang jantungnya yang pastinya juga berdetak kencang.“Maaf, Pak!” jawabku dan melambai ke arah mobilnya yang kembali melesat walaupun dia mengarahkan bugeman den
Aku sudah hampir memuncak. Dan hentakan ini semakin membuatku melayang. Keringatku mulai bercucuran karena rasa nikmat yang sudah lama aku dan belalai ini aku rasakan. Hentakan itu semakin kuat. Cinta mengeluarkan rintihannya. “Ah, ah, Agus!” Suaranya yang mendesah membuatku serasa semakin menikmatinya. Hingga akhirnya lahar itu sudah memuncak. Sedikit … sedikit … lagi … Yeah aku mau ….“Oekk, oekk, oekk!”Suara tangisan bayi pecah terdengar. Mereka menangis sangat kencang.“Agus, jangan! Huaaa!” Belalai ini menjerit saat Cinta sontak …“Buk!”Cinta mendorongku hingga aku melepasnya, dan mengguling ke samping. Dia berlari menuruni ranjang dalam keadaan polos. Tangannya menggendong Adinanta yang kami panggil Nanta. Aku masih merentangkan tubuhku. Belalai ini menangis dengan kencang, bahkan lebih kencang dari si kembar. “Huaaaa!” Mereka sangat kasihan. &ldq
Tidak aku percaya apa yang dikatakan Rahman melalui ponselnya. Aku semakin pening mendengarnya. Cinta mendekati dan menarik lenganku. Dia menatapku sambil mengernyit.“Agus, kenapa?” tanyanya penasaran sambil mengoyak tubuhku. “Iya, Samsul mau bunuh diri gara ditolak Minah. Lalu, orang tua mereka meminta kembali keempat kambing yang sudah mereka berikan. Kita tidak memiliki kambing buat aqiqah kembar!”“Kurang ajar! Sudah dikasih, sekarang diambil. Mau timbilan?” Cinta menatap tajam. Aku akan menyelesaikan masalah ini dan mengambil kambing itu. Jika tidak ada, ya pakai kambing seadanya. Seperti kehidupan. Jangan pernah memaksakan sesuatu. Jika ada ya syukur, jika tidak, ya, tidak perlu dipaksaka, ada. Nanti kehidupan kita malah bertambah susah.“Cinta, akan aku selesaikan masalah ini. Kamu jangan kawatir, ya!”“Tapi, Agus! Aku juga mau ikut! Aku mau anakku juga memperoleh semuanya yang terbaik. Mereka
Ini tidak bisa aku biarkan. Istriku dan semua sahabatnya, membuat mereka, Ibu Menor dan Laki Gendut serta Samsul menangis, lalu membiarkan Cinta membawa kambing itu begitu saja? Kenapa mereka bisa melakukan itu? Pertanyaan yang masih belum aku temukan jawabannya.“Man, apa kita sebaiknya turun dan mengatakannya?” tanyaku masih memandang serius mereka. Sementara Rahman masih diam melongo.“Gus, tidak aku percaya kita dikalahkan para wanita, ya,” kata Rahman menggeleng.“Wes, kita sebaiknya turun saja. Bagaimana kalau ada apa-apa dengan mereka,” kataku resah.“Mereka tidak ada apa-apa dan aman, Gus. Justru yang ada apa-apa itu kita nantinya. Aku takut ama mereka, Gus. Tapi … bener juga kamu, Gus. Kita akan turun dan menanyakannya saja.”Kami segera membuka pintu mobil dan keluar. Aku bersama Rahman melangkah cepat menemui mereka. Cinta melotot melihatku. Tapi, dia sepertinya sangat santai dan mer
Aku semakin melotot. Ibu menunduk dan berusaha mengamati mobil kami yang masih bergoyang. Dia menekuk lututnya, mencondongkan wajahnya, semakin menunduk. Itulah gerakan ibuku yang membuatku resah. Kalau kelihatan bagaimana ini?“Cinta, Ibu datang dan mereka mengamati kita.”“Bi-ar saja. Ah … kacanya kan tidak terlihat dari luar,” jawabnya masih menggerakkan miliknya., memutar, menghentakkan lagi. Semakin membuatku tidak karuan. Lagipula aku sudah akan keluar. Lenih baik aku menuntaskannya. Kedua mataku tetap terfokus di kaca spion. Hingga aku terperanjat saat …“De-de-mit!” teriak Ibuku kemudian segera menuju ke dalam.***Ibu Agus masuk ke dalam rumah. Dia berlari mencari Bibi yang sedang berada di kamar. Ibunya masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat barusan. Dalam pikiranntya, ada hantu dedemit yang memang namanya sangat popular. Yaitu sama aja dengan Mbak Kuntilanak!“Hihihi &
Ini tidak akan kau biarkan. Marah, emosi, tegang, inilah yang aku rasakan. Ini tidak boleh terjadi. Besuk adalah acara aqiqah anak kami. Dan itu harus terlaksana dengan baik.“Bu, aku akan menemui Surti, dan mencegah semua keluarga Zam agar tidak mengganggu kami saat acara aqiqah si kembar. Ini harus dicegah. Kita tidak ada hubungannya dengan hubungan Zam dan Surti. Walaupun, Paman adalah adik, Bapak.”“Iya, Ibu harap kamu akan melakukannya. Tapi kamu harus berhati-hati, ya!” Aku menganggukkan kepala. Ibu berdiri, dan menepuk pundakku. “Ibu akan segera pulang menenangkan pikiran bapakmu. Dia akhir-akhir ini darah tingginya kumat karena banyak sekali masalah yang menimpamu. Mulai dari kehamilan ahli waris, Minah, Surti, penculikan, sekarang ada lagi. Ibu saja pening sekali. Wes, Ibu pergi dulu. Kabari Ibu jika masalah ini sudah selesai.”Ibu segera pergi kemudian berlalu bersama sopir dan beberapa pengawal. Aku kembali duduk. C
Zam berdiri dengan menggunakan beskap lalu lehernya berhiaskan kalung melati. Kedua orang tuanya yang memiliki tinggi hanya sebatas di bawah pundaknya, memakai baju khas Afrika. Aku kagum juga mereka menggunakan perpaduan pakaian adat kedua Negara dengan sangat indah. Menandakan perdamaian. Surti kebingungan begitu juga dengan semua tamu undangan.“Surti, aku mau menikahimu! Kita akan menikah sekarang juga,” kata Zam dengan suara baritonya. Paman menepuk jidatnya. Dia berjalan dan mendekati orang tuan Zam. Paman mengulurkan tangannya. Orang tua Zam membalasnya. Mereka berpelukan membuat semua orang bertepuk tangan. Hatiku sangat lega melihatnya. Akhirnya mereka rukun juga.“Kalau menikah, kita bicarakan dengan baik saat di rumah. Sekarang, lebih baik masuk dan menikmati acara yang ada. Walaupun makanan sudah ludes, bisa menikmati kue dan minuman segar yang ada.”Paman mengajak semua keluarga Zam dan pengawalnya masuk ke dalam acara. Aku d