Aku sangat resah melihat Cinta yang masih saja menangis di dalam pelukanku. Ini sangat tidak baik untuk kita.
“Kring …”
Suara ponselku berdering. Aku sangat terkejut mendengarnya. Sementara Cinta masih saja menangis. Semakin tidak bisa aku menahan hatiku yang sangat takut, jika itu adalah orang tuaku yang akan menanyakan keadaan Cinta mengenai ahli waris yang harus dikandungnya. Sementara, dia masih datang bulan.
“Cinta, aku akan menerima panggilan ponsel. Kamu sebaiknya masuk ke dalam kamar dan beristirahat,” kataku tapi dia masih saja menggelengkan kepala.
“Itu suara ponselku. Kenapa tidak menghafal nada dering sendiri, suamiku?” lirikannya membuatku menggaruk kepalaku yang tidak merasa gatal. Kenapa aku sampai lupa dengan suara dering ponselku sendiri.
“Baiklah, sebaiknya kamu angkat!” perintahku dan Cinta segera akan mengangkatnya. Namun, aku sangat resah mendengar pandangannya. Di
"Tidak ..."Aku sudah sangat lelah. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus melakukan sesuatu. Cinta mengambil sesuatu di lemari es dan aku segera berlari masuk ke dalam kamar."Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku selama sebulan terus melakukannya. Bisa kurus aku. Walaupun sebenarnya, hehe asik juga. Tidak, tidak, ini tidak bisa dibiarkan," batinku terus menggeleng."Agus, aku mau makan lagi. Kita pesan apa?" teriak Cinta dibalik pintu kamar mandi yang sengaja aku kunci. Sangat bahaya jika dia melihatku kekar begini. Memang sebenarnya aku sangat tampan hehe."Terserah kamu, Cinta," balasku."Kenapa di kunci? Aku mau masuk!""Tok, tok!"Ketukan pintu yang Cinta lakukan sangat keras. Aku berjalan mondar-mandir. "Iya, aku buka," balasku dan segera membukanya. Aku memperlihatkan seulas senyuman."Kita makan di luar ya. Makan sate, mie ayam, hmm ... bakso, bagaimana?"Cinta diam menatap sinis kearahku. Dia masi
Beberapa gadis melihatku. Mereka tersenyum sambil berbisik sambil melambaikan tangan kearahku. Cinta dengan sadis menatap mereka. Aku masih saja diam tidak menanggapinya. Tapi, mereka mengatakan hal yang sama sekali tidak aku duga.“Wah Raden Agus, ganteng banget. Tapi, di sebelahnya kok Bibi,” katanya sambil menunjuk Cinta yang segera memasang wajah tegang dan, “Siapa Bibi?!” bentaknya sangat keras hingga semua penumpang melotot kearah kami. Tentu saja mereka semua terkejut. Suara Cinta sangat menggelegar seperti itu.“Gawat!” batinku hingga koper tas kecil yang mau aku letakkan terjatuh di kepalaku.“Buk!”“Kamu bilang aku seperti Bibi sekali lagi, aku akan menampar kalian, lalu aku lemparkan keluar!”“Astaga, Cinta …”Senyuman aku tebar ke segala arah, untuk membuat semua orang tidak melotot kearah kami. Para pramugari juga segera akan menghampiri Cint
Ini tidak mungkin terjadi. Barisan para pemuda sepanjang kereta api siap untuk membantu Cinta mengambil semua rempah di sawah yang berlumpur itu. Ini tidak bisa aku biarkan. Aku harus berbuat sesuatu. Mereka menganga melihat Cinta yang memang sangat cantik. Hatiku bergetar panas melihatnya.“Bubar-bubar!” teriakku sambil mengarahkan tanganku ke atas. Tapi semua pemuda itu masih saja tidak bergerak. Mereka dengan santai tidak memperhatikanku, masih saja melambaikan tangan kearah Cinta.“Agus, biarkan mereka semua membantu kita. Jadi, kita bisa sangat santai tanpa masuk ke dalam lumpur itu,” kata Cinta semakin membuatku marah.“Aku tidak akan membiarkan! Jika kalian tidak bubar, aku akan memanggil semua polisi dan menangkap karena menggangggu ketentraman kami!” bentakku membuat pemuda melotot dan menyorakiku.“Huhuuuuu ….”Ini tidak bisa aku biarkan. Mereka akan aku usir dan tidak ada yang boleh
Tidak bisa aku percaya tanah keramat? Aku harus berhubungan di sana? Aku sangat resah dengan ucapan Bapak. Tanah keramat yang mungkin berhantu, atau seram?“Agus, kenapa melamun saja?” tanya Cinta mengejutkanku.“Bapak telepon. Dan …”“Apa?”Cinta mengernyit menatapku. Aku bingung mau mengatakan apa untuk menjelaskan kepadanya. Aku sangat tajut jika dia akan berteriak. Tapi, aku harus tetap mengatakannya.“Mm … anu … itu …”“Apa sih?”“Gimana ini ngomongnya,” gumamku sambil garuk-garuk kepalaku yang tidak terasa gatal.“Suamiku, tadi Bapak ngomong apa?” tanya Cinta ngotot sekali lagi.“Baiklah, Bapak mau kita berada di tanah keramat milik Pak Agung, dan kita melakukan hubungan di sana,” kataku membuat Cinta diam menatapku sambil mengangkat salah satu alisnya. Dia masih diam tidak mengatakan apapun h
Cinta sama sekali tidak aku temukan di mana-mana. Semua ruangan rumah sudah aku putari, hingga aku keluar halaman, tapi masih saja tidak menemukan Cinta.“Cinta!” teriakku sekali lagi, dan ternyata dia tertawa sambil melihat sesuatu yang lucu di ponselnya di dalam ruang tamu. Aku semakin kesal. Dia sama sekali tidak mengerti jika apa yang dia lakukan itu salah, dan taruhannya adalah ahli waris yang selalu ditunggu seluruh keluarga.“Cinta!” bentakku kencang. Dia hanya memalingkan wajahnya dan tidak menghiraukanku sama sekali. Aku berjalan mendekatinya. Kuambil ponsel yang berada di tangannya.“Kali ini, aku sudah sangat marah! Kamu tahu, ini sangat penting buat keluarga kita. Aku sangat tertekan dengan perlakuanmu yang sangat susah diatur. Semua selalu kau lakukan tanpa menganggapku sebagai suami yang harus kau hormati!”“Oh, jadi semua ini salahku?”“Lalu salah siapa?”Tidak aku pe
Aku sama sekali tidak tahan, dan akan benar-benar melakukannya. Padahal masih pukul delapan malam, dan aku harus menahannya. Tapi, tubuh polos Cinta sudah berada di dalam dekapanku. Aku menelan salivaku, “Glek!”“Agus … tahan …,” bisik Cinta sengaja dengan suara mendesah. Aku semakin tidak kuat. Apalagi Cinta dengan sengaja selalu saja meraba tubuhnya sendiri. Mana bisa aku semakin tahan melihatnya. Kulitku rasanya sudah begidik, dan belalaiku ini semakin terlihat jelas.“Cinta, aku tidak bisa tahan!”“Agus, jangan!” Aku semakin menarik Cinta dan membawanya ke sofa.“Argh!” Aku menggigit gunung indahnya tepat di titik tengahnya dan terus memainkannya dengan bibirku.“Ini belum tengah malam!” protes Cinta tapi aku semakin menikmati lehernya dan meninggalkan bekas merah. Kulitnya sangat harum, semakin membuatku melakukannya.“Aku tidak tahan!&r
Aku semakin menghentakkan milikku tapi, saat kami menoleh pandangan ke jendela.“Hantu!”“Argh!”Sebuah bayangan seperti sosok manusia hitam berdiri di dekat jendela. Sedangkan Cinta masih mengeratkan pelukannya. Aku melotot, “Ah, ah, ah …”Syukurlah laharku keluar juga di detik-detik terakhir. Aku sangat begidik. Cinta masih memejamkan kedua matanya. Aku sangat lemas berada di sebelah Cinta. Kita saling menatap dan, “Hantu!” teriak kami bersama-sama.Aku segera berdiri dan memeriksanya. Dengan cepat aku membuka jendela dan alangkah indahnya saat matahari akan menyinari bumi dengan keindahan sinarnya.“Cinta, sini,” kataku sambil melambaikan tangan.“Tidak ada hantu?” tanya Cinta sambil mengangkat kedua tangannya.“Tidak ada sayang. Itu hanya bayangan pohon dari hutan itu. Ayo sini.”Cinta segera menerima uluran tanganku. Kami berp
Tidak aku percaya dengan apa yang aku dengar dari mulut Cinta. Dia mengatakan sesuatu yang sangat membuatku terkejut.“Agus, aku akan mencarikan gadis desa, dan dia akan mengandung anak kita!”“Apa?!”“Iya, dia akan menjadi ibu pengganti. Kita hanya akan menyuntikkan cairan itu ke dalam tubuh gadis itu, dan aku akan berpura-pura, lalu saat dia melahirkan, anak itu akan kita bawa pulang, dan semua akan bahagia,” kata Cinta yang sangat membuatku frustasi.“Cinta, baru aku sadari, jika mempunyai istri yang sangat keras kepala dan kolot!” bentakku segera meninggalkan Cinta begitu saja yang masih diam berkacak pinggang menatapku dengan tajam.“Aku akan tetap membawa semua gadis itu, Agus suamiku yang sangat angkuh!”“Aku tidak angkuh, Cinta!” balasku dan menutup kamar dengan keras.“Brak!”Aku berjalan mondar-mandir di dalam kamar dan masih tidak per