Tidak bisa aku percaya tanah keramat? Aku harus berhubungan di sana? Aku sangat resah dengan ucapan Bapak. Tanah keramat yang mungkin berhantu, atau seram?
“Agus, kenapa melamun saja?” tanya Cinta mengejutkanku.
“Bapak telepon. Dan …”
“Apa?”
Cinta mengernyit menatapku. Aku bingung mau mengatakan apa untuk menjelaskan kepadanya. Aku sangat tajut jika dia akan berteriak. Tapi, aku harus tetap mengatakannya.
“Mm … anu … itu …”
“Apa sih?”
“Gimana ini ngomongnya,” gumamku sambil garuk-garuk kepalaku yang tidak terasa gatal.
“Suamiku, tadi Bapak ngomong apa?” tanya Cinta ngotot sekali lagi.
“Baiklah, Bapak mau kita berada di tanah keramat milik Pak Agung, dan kita melakukan hubungan di sana,” kataku membuat Cinta diam menatapku sambil mengangkat salah satu alisnya. Dia masih diam tidak mengatakan apapun h
Cinta sama sekali tidak aku temukan di mana-mana. Semua ruangan rumah sudah aku putari, hingga aku keluar halaman, tapi masih saja tidak menemukan Cinta.“Cinta!” teriakku sekali lagi, dan ternyata dia tertawa sambil melihat sesuatu yang lucu di ponselnya di dalam ruang tamu. Aku semakin kesal. Dia sama sekali tidak mengerti jika apa yang dia lakukan itu salah, dan taruhannya adalah ahli waris yang selalu ditunggu seluruh keluarga.“Cinta!” bentakku kencang. Dia hanya memalingkan wajahnya dan tidak menghiraukanku sama sekali. Aku berjalan mendekatinya. Kuambil ponsel yang berada di tangannya.“Kali ini, aku sudah sangat marah! Kamu tahu, ini sangat penting buat keluarga kita. Aku sangat tertekan dengan perlakuanmu yang sangat susah diatur. Semua selalu kau lakukan tanpa menganggapku sebagai suami yang harus kau hormati!”“Oh, jadi semua ini salahku?”“Lalu salah siapa?”Tidak aku pe
Aku sama sekali tidak tahan, dan akan benar-benar melakukannya. Padahal masih pukul delapan malam, dan aku harus menahannya. Tapi, tubuh polos Cinta sudah berada di dalam dekapanku. Aku menelan salivaku, “Glek!”“Agus … tahan …,” bisik Cinta sengaja dengan suara mendesah. Aku semakin tidak kuat. Apalagi Cinta dengan sengaja selalu saja meraba tubuhnya sendiri. Mana bisa aku semakin tahan melihatnya. Kulitku rasanya sudah begidik, dan belalaiku ini semakin terlihat jelas.“Cinta, aku tidak bisa tahan!”“Agus, jangan!” Aku semakin menarik Cinta dan membawanya ke sofa.“Argh!” Aku menggigit gunung indahnya tepat di titik tengahnya dan terus memainkannya dengan bibirku.“Ini belum tengah malam!” protes Cinta tapi aku semakin menikmati lehernya dan meninggalkan bekas merah. Kulitnya sangat harum, semakin membuatku melakukannya.“Aku tidak tahan!&r
Aku semakin menghentakkan milikku tapi, saat kami menoleh pandangan ke jendela.“Hantu!”“Argh!”Sebuah bayangan seperti sosok manusia hitam berdiri di dekat jendela. Sedangkan Cinta masih mengeratkan pelukannya. Aku melotot, “Ah, ah, ah …”Syukurlah laharku keluar juga di detik-detik terakhir. Aku sangat begidik. Cinta masih memejamkan kedua matanya. Aku sangat lemas berada di sebelah Cinta. Kita saling menatap dan, “Hantu!” teriak kami bersama-sama.Aku segera berdiri dan memeriksanya. Dengan cepat aku membuka jendela dan alangkah indahnya saat matahari akan menyinari bumi dengan keindahan sinarnya.“Cinta, sini,” kataku sambil melambaikan tangan.“Tidak ada hantu?” tanya Cinta sambil mengangkat kedua tangannya.“Tidak ada sayang. Itu hanya bayangan pohon dari hutan itu. Ayo sini.”Cinta segera menerima uluran tanganku. Kami berp
Tidak aku percaya dengan apa yang aku dengar dari mulut Cinta. Dia mengatakan sesuatu yang sangat membuatku terkejut.“Agus, aku akan mencarikan gadis desa, dan dia akan mengandung anak kita!”“Apa?!”“Iya, dia akan menjadi ibu pengganti. Kita hanya akan menyuntikkan cairan itu ke dalam tubuh gadis itu, dan aku akan berpura-pura, lalu saat dia melahirkan, anak itu akan kita bawa pulang, dan semua akan bahagia,” kata Cinta yang sangat membuatku frustasi.“Cinta, baru aku sadari, jika mempunyai istri yang sangat keras kepala dan kolot!” bentakku segera meninggalkan Cinta begitu saja yang masih diam berkacak pinggang menatapku dengan tajam.“Aku akan tetap membawa semua gadis itu, Agus suamiku yang sangat angkuh!”“Aku tidak angkuh, Cinta!” balasku dan menutup kamar dengan keras.“Brak!”Aku berjalan mondar-mandir di dalam kamar dan masih tidak per
Tidak aku percaya Cinta akan membukanya dan, “Tidak-tidak!” Aku menggeleng dan segera berdiri membenarkan celanaku.“Cinta, aku ini laki-laki dan harus bisa menahan. Itu adalah kewajibanku. Disaat tertentu aku harus bisa menahan hasratku. Kita malam ini berduaan saja sambil bercerita,” kataku membuat Cinta tersenyum dan memelukku.“Apa kau akan berselingkuh?”“Pertanyaan apa itu, Cinta?” ucapku menggeleng dan menggendongnya menuju ranjang. Kami berdua masuk kedalam selimut, sambil saling menatap. Sepanjang malam, kami bercerita tentang saat kami pertama kali bertemu, dan Cinta menawarku seratus juta semalam.“Kamu ini benar-benar keterlaluan, Cinta. Masak aku kamu tawar.”“Aku menginginkanmu, Agus. Pertama kali melihatmu, aku langsung menyukaimu. Tapi kamu menyebalkan. Gara-gara kamu, aku tidak bisa tidur dan menangis. Nyebelin.”Aku mencium Cinta dan memandangnya. &ldqu
“Gawat, hasilnya!” kata dokter itu dengan sangat mengejutkan. Kami berdua melotot saling berpegangan. Aku sangat terkejut dan kawatir dengan apa yang akan dia ucapkan.“Iya!” ucap kami serontak tegang dan sedikit berteriak.“Dokter, apa yang terjadi?” tanyaku cemas. Kami berdua masih diam kaku menunggunya hingga, “Makanya, aku tidak bisa melihat. Aku bolak-balik saja tadi. Ternyata tidak terlihat. Aku belum memakai kacamata,” katanya membuat kami saling menoleh. Cinta sudah memperlihatkan wajahnya yang sangat jutek dan siap meledak. Aku menahannya segera.“Cinta, sudah! Kita tunggu saja. Dia kali ini bisa melihat. Kacamata akan dipakainya,” kataku membuat Cinta melotot kearahku.“Agus, aku benar-benar kesal,” bisik Cinta.“Sudah … sabar …”Dokter itu segera melirikku saat aku menunjukkan jari kearah kacamata yang dia cari. “Oh, disini tern
Tidak aku percaya sekertarisku masih melotot melihat kami. Cinta segera berdiri dan aku masih diam kaku tidak mengerti mau menjelaskan apa kepada sekertarisku.“Maafkan saya, Pak,” kata sekertarisku dengan suara kakunya. Cinta membenarkan rambutnya dan berjalan mendekati sekertaris yang segera menunduk saat Cinta memasang sorotan tajam kearahnya.“Kau, tidak punya sopan. Jika aku melihatnya lagi kau masuk ke ruangan suamiku seperti tadi, aku akan segera memecatmu. Apa kau tidak lihat aku akan melakukan sesuatu? Menyebalkan!”“Saya berjanji tidak akan melakukan itu, Ibu Agus,” jawab sekertaris dengan pelan, dan akhirnya meninggalkan ruanganku. Aku menggelengkan kepala dan mengatur diriku yang masih panik. Tidak bisa kubayangkan jika Cinta memang berencana melakukannya.“Cinta, makanya jangan melakukan hal yang tidak perlu di kantor. Di sini sangat tidak aman untuk berbuat itu,” jelasku membuat Cinta manyun se
Cinta tiba-tiba datang dan menangis saat mendengar kata Paman. Dia sangat marah, dan aku menjadi panik.“Kenapa kalian semua memikirkan diri sendiri. Aku sudah berusaha, dan bisakah kalian menungguku? Kenapa kami harus selalu wajib melakukan perintah keluarga. Kami sudah menikah, dan seharusnya, itu semua menjadi urusanku sendiri!” bentak Cinta yang semakin membuat Paman diam tegang menghadapi Cinta. Aku harus menghentikannya. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa berani dengan seseorang yang lebih tua. Masalah harus terselesaikan dengan baik.“Cinta, tenangkan hatimu. Kita akan membicarakan baik-baik. Paman hanya memberikan saran,” ucapku untuk meredakannya.“Tidak, kalian sangat keterlaluan!”Cinta menampisku dan berlari. Aku ingin mengejarnya, namun aku masih harus menemui Paman.“Gus, mungkin kau bisa memikirkan perkataanku ini. Tapi, Cinta memang benar. Semua keputusan ada di tangan Cinta dan dirimu. Pama