Aku dan Ben selamat dari sebuah mobil yang mendadak akan melintas. Sorotan lampu mobil yang sangat terang, semula menyerang pandanganku dan Ben, kecuali Zam. Pengemudinya menghentikan mesin mendadak hingga mesinnya berbunyi sangat kencang memekakkan telinga. “Cuiittt!” Suaranya sangat keras. Langkahku mendadak berhenti dan Ben memelukku saat dia mengeremnya.
“Agus!”
“Buk!”
“Duh lepaskan! Kok malah meluk aku. Dasar bule!” protesku dan Ben tidak segera melakukannya. Dia masih memejam sambil bergumam, “Im die. Aku mati. Oh my God. Forgive me. Maafkan atas semua kesalahanku,” katanya yang sama sekali tidak aku mengerti.
“Woi, jangan mainan di jalan raya! Kurang ajar!” teriak pengemudi yang sangat marah. Dia memegang jantungnya yang pastinya juga berdetak kencang.
“Maaf, Pak!” jawabku dan melambai ke arah mobilnya yang kembali melesat walaupun dia mengarahkan bugeman den
Aku sudah hampir memuncak. Dan hentakan ini semakin membuatku melayang. Keringatku mulai bercucuran karena rasa nikmat yang sudah lama aku dan belalai ini aku rasakan. Hentakan itu semakin kuat. Cinta mengeluarkan rintihannya. “Ah, ah, Agus!” Suaranya yang mendesah membuatku serasa semakin menikmatinya. Hingga akhirnya lahar itu sudah memuncak. Sedikit … sedikit … lagi … Yeah aku mau ….“Oekk, oekk, oekk!”Suara tangisan bayi pecah terdengar. Mereka menangis sangat kencang.“Agus, jangan! Huaaa!” Belalai ini menjerit saat Cinta sontak …“Buk!”Cinta mendorongku hingga aku melepasnya, dan mengguling ke samping. Dia berlari menuruni ranjang dalam keadaan polos. Tangannya menggendong Adinanta yang kami panggil Nanta. Aku masih merentangkan tubuhku. Belalai ini menangis dengan kencang, bahkan lebih kencang dari si kembar. “Huaaaa!” Mereka sangat kasihan. &ldq
Tidak aku percaya apa yang dikatakan Rahman melalui ponselnya. Aku semakin pening mendengarnya. Cinta mendekati dan menarik lenganku. Dia menatapku sambil mengernyit.“Agus, kenapa?” tanyanya penasaran sambil mengoyak tubuhku. “Iya, Samsul mau bunuh diri gara ditolak Minah. Lalu, orang tua mereka meminta kembali keempat kambing yang sudah mereka berikan. Kita tidak memiliki kambing buat aqiqah kembar!”“Kurang ajar! Sudah dikasih, sekarang diambil. Mau timbilan?” Cinta menatap tajam. Aku akan menyelesaikan masalah ini dan mengambil kambing itu. Jika tidak ada, ya pakai kambing seadanya. Seperti kehidupan. Jangan pernah memaksakan sesuatu. Jika ada ya syukur, jika tidak, ya, tidak perlu dipaksaka, ada. Nanti kehidupan kita malah bertambah susah.“Cinta, akan aku selesaikan masalah ini. Kamu jangan kawatir, ya!”“Tapi, Agus! Aku juga mau ikut! Aku mau anakku juga memperoleh semuanya yang terbaik. Mereka
Ini tidak bisa aku biarkan. Istriku dan semua sahabatnya, membuat mereka, Ibu Menor dan Laki Gendut serta Samsul menangis, lalu membiarkan Cinta membawa kambing itu begitu saja? Kenapa mereka bisa melakukan itu? Pertanyaan yang masih belum aku temukan jawabannya.“Man, apa kita sebaiknya turun dan mengatakannya?” tanyaku masih memandang serius mereka. Sementara Rahman masih diam melongo.“Gus, tidak aku percaya kita dikalahkan para wanita, ya,” kata Rahman menggeleng.“Wes, kita sebaiknya turun saja. Bagaimana kalau ada apa-apa dengan mereka,” kataku resah.“Mereka tidak ada apa-apa dan aman, Gus. Justru yang ada apa-apa itu kita nantinya. Aku takut ama mereka, Gus. Tapi … bener juga kamu, Gus. Kita akan turun dan menanyakannya saja.”Kami segera membuka pintu mobil dan keluar. Aku bersama Rahman melangkah cepat menemui mereka. Cinta melotot melihatku. Tapi, dia sepertinya sangat santai dan mer
Aku semakin melotot. Ibu menunduk dan berusaha mengamati mobil kami yang masih bergoyang. Dia menekuk lututnya, mencondongkan wajahnya, semakin menunduk. Itulah gerakan ibuku yang membuatku resah. Kalau kelihatan bagaimana ini?“Cinta, Ibu datang dan mereka mengamati kita.”“Bi-ar saja. Ah … kacanya kan tidak terlihat dari luar,” jawabnya masih menggerakkan miliknya., memutar, menghentakkan lagi. Semakin membuatku tidak karuan. Lagipula aku sudah akan keluar. Lenih baik aku menuntaskannya. Kedua mataku tetap terfokus di kaca spion. Hingga aku terperanjat saat …“De-de-mit!” teriak Ibuku kemudian segera menuju ke dalam.***Ibu Agus masuk ke dalam rumah. Dia berlari mencari Bibi yang sedang berada di kamar. Ibunya masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat barusan. Dalam pikiranntya, ada hantu dedemit yang memang namanya sangat popular. Yaitu sama aja dengan Mbak Kuntilanak!“Hihihi &
Ini tidak akan kau biarkan. Marah, emosi, tegang, inilah yang aku rasakan. Ini tidak boleh terjadi. Besuk adalah acara aqiqah anak kami. Dan itu harus terlaksana dengan baik.“Bu, aku akan menemui Surti, dan mencegah semua keluarga Zam agar tidak mengganggu kami saat acara aqiqah si kembar. Ini harus dicegah. Kita tidak ada hubungannya dengan hubungan Zam dan Surti. Walaupun, Paman adalah adik, Bapak.”“Iya, Ibu harap kamu akan melakukannya. Tapi kamu harus berhati-hati, ya!” Aku menganggukkan kepala. Ibu berdiri, dan menepuk pundakku. “Ibu akan segera pulang menenangkan pikiran bapakmu. Dia akhir-akhir ini darah tingginya kumat karena banyak sekali masalah yang menimpamu. Mulai dari kehamilan ahli waris, Minah, Surti, penculikan, sekarang ada lagi. Ibu saja pening sekali. Wes, Ibu pergi dulu. Kabari Ibu jika masalah ini sudah selesai.”Ibu segera pergi kemudian berlalu bersama sopir dan beberapa pengawal. Aku kembali duduk. C
Zam berdiri dengan menggunakan beskap lalu lehernya berhiaskan kalung melati. Kedua orang tuanya yang memiliki tinggi hanya sebatas di bawah pundaknya, memakai baju khas Afrika. Aku kagum juga mereka menggunakan perpaduan pakaian adat kedua Negara dengan sangat indah. Menandakan perdamaian. Surti kebingungan begitu juga dengan semua tamu undangan.“Surti, aku mau menikahimu! Kita akan menikah sekarang juga,” kata Zam dengan suara baritonya. Paman menepuk jidatnya. Dia berjalan dan mendekati orang tuan Zam. Paman mengulurkan tangannya. Orang tua Zam membalasnya. Mereka berpelukan membuat semua orang bertepuk tangan. Hatiku sangat lega melihatnya. Akhirnya mereka rukun juga.“Kalau menikah, kita bicarakan dengan baik saat di rumah. Sekarang, lebih baik masuk dan menikmati acara yang ada. Walaupun makanan sudah ludes, bisa menikmati kue dan minuman segar yang ada.”Paman mengajak semua keluarga Zam dan pengawalnya masuk ke dalam acara. Aku d
Aku bersama dengan Cinta segera keluar dari kamar. Kembar kita titipkan kepada Bibi dan Nenek Suri. Ibu Cinta juga akan segera menuju ke rumah setelah Cinta mengabari dan akan mengantarku. Senmua berjalan dengan sangat baik. Aku sangat beruntung bisa bersama Cinta. Rasa rinduku tidak akan terhambat.Setelah sarapan, kami segera berangkat menuju mobil. Kami menyalakan map, dan tentu saja lokasi yang dikirim Bapak siap untuk kita datangi.Kunci mobil mulai aku masukkan ke dalam lobangnya dan mesin menyala. Cinta melambaikan tangan kepada kembar yang semakin saja lucu.“Kita siap berangkat!” ucapku bersemangat.Dengan lancar, kami melewari semua jalanan sesuai dengan map di ponselku. Kami bernyanyi saat radio yang kita nyalakan memberikan lagu yang sangat enak untuk membuat kita menggoyangkan tubuh.“Agus, ini adalah lagu kesukaanku jika berkumpul dengan semua teman-temanku. Mereka group vocal yang sangat popular di Inggris. Jika men
Aku sekarang pasrah saja dan melakukan apa yang Cinta perintahkan untuk lakukan. Dengan segera aku melangkah ke jalanan. Kedua kancingku sudah terbuka. Aku mulai mengarahkan tangan kananku dan menunjukkan jempol. Ini tidak bisa dibiarkan. Jika ada yang melihatku, pasti aku seperti ….Ah, apa yang aku pikirkan. Tidak akan ada yang melihatku. Jadi, aku akan segera melakukannya, lalu menghentikan ini semua.“Gus, jangan lupa, kamu perlihatkan tubuhmu itu!” teriak Cinta semakin membuatku merasakan sesuatu yang sangat aku benci. Duh, dia ini kenapa ya menyuruhku melakukan hal bodoh ini. Cinta …“Agus, goyangkan pinggulmu!” bisik Cinta sekali lagi dan aku melotot kepadanya. Hati semakin kesal saat melihatnya tertawa dengan ngakak!“Hahaha, kamu sangat lucu, suamiku,” tawanya yang sangat ku benci.“Cinta, aku tidak mau melakukannya!” balasku dengan kesal dan tegas.“Lakukan, atau k