Rhea menatap layar ponselnya yang berdering tanda dia mendapat telpon dengan tanpa minat untuk mengangkatnya. Pasalnya, nama peneleponnya adalah bertuliskan huruf kapital membentuk kata 'MOTHER'. Sudah pasti dia akan mendapat omel karena tidak memberi kabar. Di dering ketiga, dia akhirnya dengan enggan mengangkatnya.
"Apa yang kamu tunggu Rhaenira Aslein!"
Rhea menjauhkan ponselnya dari telinganya. Ibunya tidak akan memanggilnya dengan nama lengkapnya selain jika dia sedang marah.
"Maaf." Ia membalas dalam nada pelan.
"Apa katamu?! Kau sudah membuat orang satu rumah khawatir!" Ibunya membentaknya.
"Maaf," ia mengulang.
Rha baru menyadari bahwa mematikan handphone selama berhari-hari bukanlah tindakan bijak. Itu tidak akan menyelesaikan masalah melainkan malah menambah masalah baru. Seperti ini misalnya.
Bukannya dia tidak ingat keluarga. Rhea tentu ingat dan kangen dengan ayahnya, ibunya, Eda. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah paham
Dia tengah terduduk di pinggiran kolam untuk melihat ikan-ikannya berenang kesana kemari. Dia memandangnya dengan tanpa minat dan kebosanan yang tercetak jelas di wajah cantiknya. Sesekali, tangannya ia turunkan ke air dan memercik mercikkannya untuk menjahili ikan-ikan yang mendekatinya.Dyah Sekar tidak sedang bahagia. Dia merasa bosan setengah mati di tamannya karena Ayudhipa tidak mengunjunginya karena terlalu sibuk mengurusi kerajaan. Arya disisi lain juga tidak ada kabar mengenainya. Sekar sebenarnya memiliki pikiran kalau Arya, yang kini telah menjabat sebagai patih, itu menghindarinya sejak pertemuan terakhir mereka."Ndoro Ayu,""Apa?" Balasnya bernada ketus. Karena suara itu tadi, ikan yang ingin dia tangkap dengan tangan kosongnya langsung berenang menuju ke sisi lain kolam.Sekar mendecak kesal sebelum menoleh menatap dayangnya."Ada undangan dari Istana." Dayang itu menyodorkan lontar dengan sedikit gemetar yang segera diambil majikann
Sesuai janjinya kemarin, Hansa telah duduk di ruang tunggu untuk menunggu pesawat yang ditumpangi Rhea yang akan segera mendarat. Kehadirannya disadari oleh beberapa orang yang langsung menyapanya yang Hansa balas dengan anggukan singkat.Akhir-akhir ini, dia memiliki kehidupan lain selain mengurus perusahaan. Euforianya bahwa dia menyadari dia akan menjadi seorang ayah belum surut, dan bahkan semakin hari semakin antusias. Masalahnya hanya satu, bagaimana caranya memberitahukan kehamilan Rhea kepada Rhea sendiri tanpa membuat ia terkejut dan Tuhan melarang membuat ia depresi?Hansa memikirkan opsi untuk membawanya ke dokter sendiri tetapi bagaimana dia akan menjawab pertanyaan kenapa mereka harus ke dokter obgyn? Pada akhirnya Rhea harus tahu.Pengumuman kedatangan pesawat telah terdengar. Hansa berdiri untuk bersiap-siap.Dia langsung memeluknya ketika dia melihatnya keluar dengan tangan menyeret kopernya sendiri."Biarkan aku." Dia langsung meng
Rhea tidak menginginkan hal ini. Dia tidak percaya bahwa selama ini Reihan adalah saudara Emma. Wanita yang ia labeli berbahaya baginya.Usai kalimat itu terucap dari bibir Emma, Rhea segera menoleh kearah Reihan yang sejak tadi tak bersuara. Pria itu menatapnya dengan pandangan yang tak bisa dia artikan.Rhea merasakan pengkhianatan disini. Dia hanya tidak percaya, Reihan yang telah menjadi temannya selama ini ternyata memiliki hubungan dengan Emma.Tanpa berpamitan, dia segera keluar dari ruangan dan berjalan cepat, kembali menuju lift. Dia membutuhkan waktu untuk memproses semua ini. Apakah dia masih berteman dengan Reihan? Mungkin. Tetapi sekarang? Rhea hanya ingin mencari tempat untuk menenangkan diri.Pada akhirnya dia terdampar di taman yang sama yang selalu ia gunakan untuk nongkrong saat sedang suntuk. Dia duduk di salah satu bangku taman yang kosong dan terpencil dari area, mencoba untuk tidak mencolok perhatian sehingga dia tidak lupa memakai m
"Bagaimana dengan dinner? Kita bisa pergi ke restoran yang kau mau?" Tanyanya.Hansa tidak bisa untuk tidak merajuk selepas kepulangan istrinya siang tadi. Rhea langsung pergi ke kamar dan tidak keluar, dan dia mengikutinya untuk mengemukakan ide briliannya mengenai kencan malam ini di restoran mewah yang akan diakhiri dengan dia memberitahunya mengenai kehamilan itu. Tapi istrinya tampak terlihat tidak tertarik dan tidak mengacuhkannya."Aku tidak mau." Balas Rhea. Dia berselanjar dengan bagian atas tubuhnya bersandar ke sandaran ranjang. Fokusnya masih kearah layar ponselnya. Dia tengah memainkan sudoku."Kenapa?" Hansa membalas dengan cepat.Dia berdiri di didepan Rhea.Rhea meletakkan ponselnya ke sembarang tempat dan menatap suaminya. "Aku lelah."Dia langsung memiringkan tubuh dan menyamankan bantal untuk kepalanya. Rhea tidak berbohong, dia memang lelah dan sedang malas untuk makan di luar. Sekarang saja dia bersiap untuk tidur sore.
Rhea menepati janjinya. Pada pukul delapan pagi, dia telah siap sedia dan duduk di sofa ruang tamunya dengan tangan memegangi tablet. Dia tengah berselancar di internet untuk mencari tahu destinasi wisata yang akan mereka datangi buka atau tutup.Dia tidak akan membawa Hansa ke tempat-tempat wisata mencolok dan terkenal. Rhea telah membuat perencanaan bahwa mereka akan melakukan brunch di salah satu kafe, kemudian jalan-jalan singkat di trotoar sambil melihat pertokoan. Siangnya mereka akan pergi ke galeri yang pernah dia kunjungi bersama Reihan. Kemudian kencan akan ditutup dengan melihat sunset di pantai yang tidak terkenal dan tentu saja jangan melupakan seks yang dia inginkan terjadi untuk malam ini.Ketika melihat Hansa yang ia tunggu-tunggu datang, dia langsung berdiri. Pria itu memakai kemeja biru muda yang kedua sisi lengannya ditekuk hingga ke hasta."Siapa yang menyetir?" Tanyanya. Pria itu setengah berharap Rhea yang mengemudikan kali ini. Dia ingin m
Ini adalah keadaan yang paling menakutkan yang pernah Rhea alami. Ia tidak bisa merasakan tubuhnya dan ia seperti udara yang terombang ambing.Apa ia sudah mati?Rhea tidak tahu. Dia tidak merasakan tubuhnya, jadi kemungkinan besar dia sudah mati. Tapi dia indra pendengarannya masih berfungsi, setidaknya tadi. Dia bisa mendengar teriakan panik Hansa yang suaranya tampak terdengar jauh di telinganya. Rhea ingin menjawabnya, membalasnya, dia ingin mengatakan kepada laki-laki itu bahwa dia baik-baik saja. Tapi dia tidak baik-baik saja. Dia tidak merasakan mulutnya, dia tidak tahu cara bersuara, dia tidak tahu dimana dia.Disinilah dia sekarang, selamat datang di tempat setelah kematian. Rhea telah menganggap dirinya telah mati karena bagaimanapun dia tidak merasakan raganya. Dia bisa bergerak bebas ditempat ini menyerupai seringan kapas.Tidak pernah dalam bayangannya dia akan mati dengan cara ini dan di waktu semuda ini. Kecelakaan mobil, pikirnya. Dia sela
Sekarang, kamu akan tahu cerita ku - Sekar,Selepas pertemuan dengan Permaisuri, dia tidak lagi mau datang ke Istana meski Ayudhipa pernah mengajaknya sekali lagi. Dia trauma, masih tercetak jelas di wajah Sekar mengenai si permaisuri dan antek-anteknya yang menertawakannya. Bahkan, dia bisa melihat dari sudut pandangnya, Anjani pun tidak berada disisinya. Sekar memang tidak pernah dekat dengan adik dari Ayudhipa itu. Tapi mereka jelas tidak memiliki perseberangan sisi sebelumnya. Ayudhipa pernah mengatakan bahwa adiknya telah berubah menjadi seperti orang yang berbeda sejak kematian tunangannya di medan perang satu bulan yang lalu. Mungkin itu menjadi penyebabnya.Berita yang akan dia dengar malam ini mengacaukan segalanya."Ndoro Ayu...!" Seorang dayang senior tengah memasuki kamar sang putri yang bercahaya remang-remang.Ketika tidak ada balasan, dia kemudian memberanikan diri menyentuh lengan gadis muda yang sedang tertidur di dipannya da
"Bagaimana?" Darawulan membawa tabib itu menjauh dari pendengaran permaisuri yang sekarang tengah beranjak duduk dengan dibantu oleh dayang kepercayaannya, Lembayung. Darawulan melakukan itu karena sepertinya dia tahu jawaban tabib hanya dari raut wajahnya. Benar, tabib itu menggeleng. "Kanjeng Ratu Permaisuri belum mengandung." Ungkapnya. Itu membuat hati Darawulan mencelos. Dia melirik kearah Sekar yang tengah melihat mereka dengan tatapan sedih dan kecewa. "Jangan ungkapkan hal ini kepada siapapun." Pesannya kepada si Tabib. Setelah melakukan sembah hormat kepadanya yang sekarang statusnya Janda Selir, juga kepada permaisuri, dia melangkah pergi keluar dari kediaman paling megah se-istana dalam. "Kenapa aku belum bisa hamil, Ni Darawulan?" Sekar tidak bisa untuk tidak bertanya setelah kepergian si tabib yang tadi ditugaskan untuk mengeceknya secara berkala tiap minggu. Sudah dua bulan dia menikahi Ayudhipa, sudah dua bulan d
Rhea menatap dirinya di cermin. Jelas dia sedang tidak dalam keadaan baik. Rambutnya kusut karena ia sendiri lupa kapan menyisir rambut. Pelupuk matanya sedikit bengkak karena habis menangis satu malam. Rhea tidak menyukai tampilannya.Dia melewatkan sarapan bersama pagi ini karena ingin menghindari ibunya. Dia juga akan keluar rumah hari ini, pergi ke tempat baru yang akan ia tuju mengikuti seberapa jauh dia bisa mengendarai mobilnya. Sendirian, tanpa memberitahu Kay atau siapapun. Dia ingin menghilang sejenak, menenangkan diri, dan berpikir mengenai masa depannya yang baru.Dia memakai jaket dengan kaos putih dibaliknya dan ripped jeans yang ia beli beberapa tahun yang lalu yang untungnya masih muat. Dia memakai pakaian yang seadanya yang masih tertinggal di lemarinya.Ketika dia keluar, dia berpapasan dengan Eda.Adiknya bertanya, "Mau kemana?""Pergi." Balasnya singkat.Eda menatapnya selama beberapa detik sebelum mengangguk, lalu pergi.
Dua hari setelah dia bangun dari koma dan dinyatakan sehat, dia akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit. Rhea senang dengan hal itu karena dia tidak menyukai berlama-lama tinggal di ruangan dengan alat-alat kesehatan dan bau obat yang menguar di setiap dindingnya.Berbeda dengan sikap penuh bunga yang ditampilkan Rhea. Christina menampilkan aura sebaliknya. Bukan karena dia tidak suka anaknya sembuh, Christina bahkan hampir gila ketika menunggui Rhea agar terbangun dari komanya yang berjalan selama sepuluh hari. Hanya saja, dia sebal dan ingin mulutnya gatal untuk memarahi anak sulungnya itu yang sekarang duduk di kursi belakang mobil suaminya dengan Edward disampingnya.Rhea tidak seharusnya pulang kerumahnya. Dia harusnya pulang bersama Hansa, bukan bersama mereka.Christina sebagai ibu sudah menyadari hubungan Rhea dengan suaminya sedang kisruh alias tidak sedang baik-baik saja. Itu membuatnya bingung, dia hanya tidak mengerti jalan pikiran anaknya yang sepert
Hansa seketika mematung. Dia sangat terkejut dengan perkataan Rhea yang tiba-tiba mengungkit soal perceraian. Tangannya berhenti bergerak dan dia menatap Rhea yang sekarang tengah memalingkan muka dan menolak menatapnya.Kedua mertuanya yang berdiri disampingnya juga sangat terkejut atas perkataan Rhea. Bagaimana tidak? Kalimat pertama yang diucapkan Rhea selepas terbangun dari komanya adalah meminta perceraian didepan suaminya yang merawatnya dengan baik ketika dia tenggelam dalam koma."Rhea, apa kau sadar apa yang kau katakan?" Christina bertanya dengan penuh kehati-hatian. Dia melirik menantunya yang wajahnya langsung berubah drastis dari kebahagiaan menjadi penuh tanda tanya.Rhea menolak untuk melihat mereka. Matanya menunduk dan lebih memilih melihat selang infus yang menyalurkan nutrisi ke tubuhnya."Kalian keluar saja. Aku ingin sendirian bersama Hansa." Ucapnya enggan.Christina ingin mendebat namun tangan Theodorus yang menyentuh bahunya
Rhea terduduk saking tidak bisa berdirinya dia setelah mengetahui akhir kisah dari Sekar yang ada dalam mimpinya. Itu bukan kisah yang akan dia harapkan. Rhea tidak pernah menebak Sekar akan berakhir mati di tangan Arya, juga tidak pernah menebak kehidupan pernikahan Sekar akan lebih sering terselimuti duri dibanding bahagia.Tanpa sadar air mata telah mengalir dari kedua matanya yang ia tujukan kepada Sekar yang masih duduk didepannya."Sekarang kamu telah tahu ceritaku." Sekar menatap Rhea dengan pandangan yang tak terbaca.Itu membuat Rhea semakin tidak mengerti kenapa dia harus memiliki pengalaman seperti ini. Dia sendiri tidak tahu dia masih hidup atau mati, dan sekarang dia sedang berhadapan dengan tokoh di mimpinya. Rasa-rasanya Rhea sudah tahu seperti apa keterkaitan antara mereka berdua tetapi dia mencoba untuk tidak berpikir kearah itu."Jatuh cinta membuat kita bodoh bukan?" Tanya Sekar, melanjutkan kisahnya dengan
Tepat hari minggu pertama sejak istana berduka atas kematian permaisuri, alun-alun kota ramai dengan berbagai kalangan yang kesemuanya punya satu tujuan. Melihat perang tanding antara rajanya dengan patihnya hingga salah satu diantara mereka mati.Mereka semua sudah tahu mengenai berita cinta segitiga diantara raja ratu dan patihnya. Rakyat biasa mengira itu hanyalah rumor yang dibuat untuk mencoreng nama permaisuri. Namun sekarang melihat dua pria itu bertanding yang kabarnya berhubungan dengan kematian Sekar membuat mereka tertarik mendengar gosip lebih dalam lagi.Pertandingan masih akan dimulai di sore hari namun saat siang alun-alun sudah padat dengan orang. Para pejabat kerajaan sudah berdiri di poskonya masing-masing. Terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung Ayudhipa dan kubu pendukung Arya yang rata-rata dari prajurit bekas perang terakhir.Ketika matahari mulai tergelincir dari puncaknya, rombongan Aryalah yang pertama kali muncul. Dia
Arya langsung melepaskan gagang pedangnya. Seluruh tubuhnya gemetar ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Tidak," bisiknya.Dia terduduk lemas ditanah. Matanya menatap siapa yang ia hunus dengan pandangan tidak percaya.Ini semua tidak ada dalam rencananya.Ayudhipa lah yang ingin dia bunuh. Bukan perempuan yang dicintainya yang sekarang tengah berbaring di tanah didepannya dengan darah bersimbah di perutnya."Sekar!" Teriak Ayudhipa.Pria itu menatap pedang yang menancap di perut Sekar dengan ketakutan. Dia segera bersimpuh dan memangkunya."Rwanda!" Teriaknya. Memanggil bawahannya yang izin buang air kecil.Senopati muda itu datang tergopoh-gopoh mendengar teriakan rajanya. Matanya melihat kejadian didepannya dan keterkejutan serta ketakutan terlihat di matanya."Panggil tabib! Cepat!" Perintah Ayudhipa. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Matanya telah berkac
Laksita memberitahunya kabar. Kabar yang membuat dia langsung menebaskan pedangnya ke kumpulan bambu didepannya saking inginnya untuk membunuh seseorang. Tidak peduli dia tengah dilihat oleh pasukannya dibelakangnya.Mereka telah memenangkan pertarungan berdarah selama lima bulan sejak dia diutus memimpin wilayah barat. Arya telah mengerahkan seluruh kemampuan mengatur strateginya untuk menaklukkan pasukan koalisi tiga kadipaten paling barat yang ternyata lebih tangguh dari prediksinya. Lalu apa yang dia dapatkan? Hukuman mati dari raja menantinya di ibukota dengan tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah dia lakukan bersama Sekar."Tenang Arya, kami disini berada disisimu." Ucap salah satu senopatinya yang segera diangguki yang lain.Namun itu tak menyurutkan kemarahan Arya yang ditujukan kepada rajanya."Bagaimana keadaan permaisuri?" Tanyanya kepada Laksita yang memang tidak ikut dengannya ke perang terakhir.
Sekar jelas-jelas sangat terkejut dan tersinggung dengan tuduhan yang Ayushita arahkan kepadanya. Bagaimana tidak? Dia tidak peduli dan sama sekali tidak ikut campur dengan kehamilan Ayushita sejak awal. Jika bukan karena adat pun dia tak akan mengunjungi selir itu. Kemarin pun dia datang hanya untuk kunjungan singkat. Kegilaan apa yang tengah Ayushita miliki hingga berani menuduhnya seperti itu?"Jaga ucapanmu selir Ayushita. Kau tahu sendiri aku tidak pernah berhubungan denganmu selain kemarin, itupun kau tahu sendiri aku melakukan apa di rumahmu." Balasnya dengan penuh penekanan.Tuduhan semacam ini hanya akan memunculkan rumor yang semakin menyudutkannya."Sebelum kedatanganmu, bayiku sehat-sehat saja. Tapi gara-gara kamu, aku harus kehilangan anakku!" Balas Ayushita histeris. Dia masih menangis terisak dengan tangan memegangi perutnya. Disampingnya seorang dayangnya tengah mencoba menenangkannya."Yang Mulia, kamu harus bersik
Bulan-bulan berlalu seperti lintasan sekejap mata. Kediaman Sekar masih tertutup dan tampak terlihat dingin dibanding rumah-rumah lainnya. Dia lebih suka tinggal di pendopo belakang rumahnya sambil menyesap teh dan melihat senja berakhir.Hubungannya dengan Ayudhipa masih renggang, sesekali dia menerima pria itu datang dan bermalam di rumahnya tapi hubungan mereka tidak sebagus sebelum mereka menikah.Hari ini dia akan menemui salah satu selir. Kehamilan selir Ayushita telah berusia lima bulan dan sesuai adat istiadat, sang permaisuri harus mengunjunginya dan memberi berkat ke bayi itu. Karena sesuai legalitas, setiap anak yang dilahirkan selir akan menjadi milik permaisuri dan anak itu akan memanggil permaisuri dengan sebutan 'ibunda'.Sekar memakai pakaian resminya yang berwarna merah. Dia naik tandu untuk pergi ke kediaman selir yang dituju dengan sepuluh dayang dan kasimnya yang mengikuti dari belakang."Salam Kanjeng Ratu." Serempak