Ini adalah keadaan yang paling menakutkan yang pernah Rhea alami. Ia tidak bisa merasakan tubuhnya dan ia seperti udara yang terombang ambing.
Apa ia sudah mati?
Rhea tidak tahu. Dia tidak merasakan tubuhnya, jadi kemungkinan besar dia sudah mati. Tapi dia indra pendengarannya masih berfungsi, setidaknya tadi. Dia bisa mendengar teriakan panik Hansa yang suaranya tampak terdengar jauh di telinganya. Rhea ingin menjawabnya, membalasnya, dia ingin mengatakan kepada laki-laki itu bahwa dia baik-baik saja. Tapi dia tidak baik-baik saja. Dia tidak merasakan mulutnya, dia tidak tahu cara bersuara, dia tidak tahu dimana dia.
Disinilah dia sekarang, selamat datang di tempat setelah kematian. Rhea telah menganggap dirinya telah mati karena bagaimanapun dia tidak merasakan raganya. Dia bisa bergerak bebas ditempat ini menyerupai seringan kapas.
Tidak pernah dalam bayangannya dia akan mati dengan cara ini dan di waktu semuda ini. Kecelakaan mobil, pikirnya. Dia sela
Sekarang, kamu akan tahu cerita ku - Sekar,Selepas pertemuan dengan Permaisuri, dia tidak lagi mau datang ke Istana meski Ayudhipa pernah mengajaknya sekali lagi. Dia trauma, masih tercetak jelas di wajah Sekar mengenai si permaisuri dan antek-anteknya yang menertawakannya. Bahkan, dia bisa melihat dari sudut pandangnya, Anjani pun tidak berada disisinya. Sekar memang tidak pernah dekat dengan adik dari Ayudhipa itu. Tapi mereka jelas tidak memiliki perseberangan sisi sebelumnya. Ayudhipa pernah mengatakan bahwa adiknya telah berubah menjadi seperti orang yang berbeda sejak kematian tunangannya di medan perang satu bulan yang lalu. Mungkin itu menjadi penyebabnya.Berita yang akan dia dengar malam ini mengacaukan segalanya."Ndoro Ayu...!" Seorang dayang senior tengah memasuki kamar sang putri yang bercahaya remang-remang.Ketika tidak ada balasan, dia kemudian memberanikan diri menyentuh lengan gadis muda yang sedang tertidur di dipannya da
"Bagaimana?" Darawulan membawa tabib itu menjauh dari pendengaran permaisuri yang sekarang tengah beranjak duduk dengan dibantu oleh dayang kepercayaannya, Lembayung. Darawulan melakukan itu karena sepertinya dia tahu jawaban tabib hanya dari raut wajahnya. Benar, tabib itu menggeleng. "Kanjeng Ratu Permaisuri belum mengandung." Ungkapnya. Itu membuat hati Darawulan mencelos. Dia melirik kearah Sekar yang tengah melihat mereka dengan tatapan sedih dan kecewa. "Jangan ungkapkan hal ini kepada siapapun." Pesannya kepada si Tabib. Setelah melakukan sembah hormat kepadanya yang sekarang statusnya Janda Selir, juga kepada permaisuri, dia melangkah pergi keluar dari kediaman paling megah se-istana dalam. "Kenapa aku belum bisa hamil, Ni Darawulan?" Sekar tidak bisa untuk tidak bertanya setelah kepergian si tabib yang tadi ditugaskan untuk mengeceknya secara berkala tiap minggu. Sudah dua bulan dia menikahi Ayudhipa, sudah dua bulan d
Nyatanya kemarahan Sekar tidak hanya satu malam saja. Malam selanjutnya setelah pertengkaran pertama raja dan ratu itu, Ayudhipa ditolak mentah-mentah dengan terkuncinya kediaman permaisuri. Hari esoknya masih berlanjut, dan pada akhirnya Ayudhipa menyerah untuk bermalam disana setelah satu minggu mencoba. Juga, dia harus melakukan tanggung jawabnya membuat pewaris dengan selir Ratna Aryaji dan juga kesembilan selir lainnya.Ya, itu telah menyebar, berita pengambilan sepuluh selir yang berasal dari anak-anak menteri dan orang berpengaruh untuk menghiasi istana dalamnya. Terlebih juga rumor yang menyatakan bahwa sang permaisuri mandul menyebabkan para menteri bersemangat kembali menyerahkan anaknya dengan harapan pewaris takhta akan dikandung melalui rahimnya.Ada alasan kenapa Ayudhipa mengambil banyak selir. Salah satunya untuk menguatkan kedudukan Sekar sendiri sebagai ratu. Jika hanya Ratna yang menjadi selir, maka kekuasaannya akan terlalu besar saat te
Raja jarang mengatur pernikahan bawahannya. Tapi bukan berarti dia tidak bisa. Adakalanya raja menurunkan dekrit yang akan mengikat dua orang kedalam pernikahan dan subjek yang didalamnya harus melakukannya. Karena menolak dekrit raja sama halnya dengan percobaan makar, yang berarti termasuk sebuah pengkhianatan.Arya mau tidak mau harus terikat dan menikahi Anjani.Dekrit itu menjadi populer setelah disahkan lewat cap langsung dari raja sendiri. sebagian berpihak kepada Arya dan berada disisi kontra karena Raja dirasa terlalu mengatur kehidupan pribadi bawahannya. sebagian lagi malah cemburu dengan Arya karena akan menjadi adik ipar raja dengan menikahi putri Anjani.Arya jelas-jelas tidak senang. Marah lebih tepatnya. Sudah tahu Ayudhipa telah merancang semua ini, tidak lain tidak bukan untuk menjauhkannya dari Sekar.Orang tuanya disisi lain senang dengan berita itu dan segera mengurus sisanya dengan menyiapkan lamaran yang pant
Bulan-bulan berlalu seperti lintasan sekejap mata. Kediaman Sekar masih tertutup dan tampak terlihat dingin dibanding rumah-rumah lainnya. Dia lebih suka tinggal di pendopo belakang rumahnya sambil menyesap teh dan melihat senja berakhir.Hubungannya dengan Ayudhipa masih renggang, sesekali dia menerima pria itu datang dan bermalam di rumahnya tapi hubungan mereka tidak sebagus sebelum mereka menikah.Hari ini dia akan menemui salah satu selir. Kehamilan selir Ayushita telah berusia lima bulan dan sesuai adat istiadat, sang permaisuri harus mengunjunginya dan memberi berkat ke bayi itu. Karena sesuai legalitas, setiap anak yang dilahirkan selir akan menjadi milik permaisuri dan anak itu akan memanggil permaisuri dengan sebutan 'ibunda'.Sekar memakai pakaian resminya yang berwarna merah. Dia naik tandu untuk pergi ke kediaman selir yang dituju dengan sepuluh dayang dan kasimnya yang mengikuti dari belakang."Salam Kanjeng Ratu." Serempak
Sekar jelas-jelas sangat terkejut dan tersinggung dengan tuduhan yang Ayushita arahkan kepadanya. Bagaimana tidak? Dia tidak peduli dan sama sekali tidak ikut campur dengan kehamilan Ayushita sejak awal. Jika bukan karena adat pun dia tak akan mengunjungi selir itu. Kemarin pun dia datang hanya untuk kunjungan singkat. Kegilaan apa yang tengah Ayushita miliki hingga berani menuduhnya seperti itu?"Jaga ucapanmu selir Ayushita. Kau tahu sendiri aku tidak pernah berhubungan denganmu selain kemarin, itupun kau tahu sendiri aku melakukan apa di rumahmu." Balasnya dengan penuh penekanan.Tuduhan semacam ini hanya akan memunculkan rumor yang semakin menyudutkannya."Sebelum kedatanganmu, bayiku sehat-sehat saja. Tapi gara-gara kamu, aku harus kehilangan anakku!" Balas Ayushita histeris. Dia masih menangis terisak dengan tangan memegangi perutnya. Disampingnya seorang dayangnya tengah mencoba menenangkannya."Yang Mulia, kamu harus bersik
Laksita memberitahunya kabar. Kabar yang membuat dia langsung menebaskan pedangnya ke kumpulan bambu didepannya saking inginnya untuk membunuh seseorang. Tidak peduli dia tengah dilihat oleh pasukannya dibelakangnya.Mereka telah memenangkan pertarungan berdarah selama lima bulan sejak dia diutus memimpin wilayah barat. Arya telah mengerahkan seluruh kemampuan mengatur strateginya untuk menaklukkan pasukan koalisi tiga kadipaten paling barat yang ternyata lebih tangguh dari prediksinya. Lalu apa yang dia dapatkan? Hukuman mati dari raja menantinya di ibukota dengan tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah dia lakukan bersama Sekar."Tenang Arya, kami disini berada disisimu." Ucap salah satu senopatinya yang segera diangguki yang lain.Namun itu tak menyurutkan kemarahan Arya yang ditujukan kepada rajanya."Bagaimana keadaan permaisuri?" Tanyanya kepada Laksita yang memang tidak ikut dengannya ke perang terakhir.
Arya langsung melepaskan gagang pedangnya. Seluruh tubuhnya gemetar ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Tidak," bisiknya.Dia terduduk lemas ditanah. Matanya menatap siapa yang ia hunus dengan pandangan tidak percaya.Ini semua tidak ada dalam rencananya.Ayudhipa lah yang ingin dia bunuh. Bukan perempuan yang dicintainya yang sekarang tengah berbaring di tanah didepannya dengan darah bersimbah di perutnya."Sekar!" Teriak Ayudhipa.Pria itu menatap pedang yang menancap di perut Sekar dengan ketakutan. Dia segera bersimpuh dan memangkunya."Rwanda!" Teriaknya. Memanggil bawahannya yang izin buang air kecil.Senopati muda itu datang tergopoh-gopoh mendengar teriakan rajanya. Matanya melihat kejadian didepannya dan keterkejutan serta ketakutan terlihat di matanya."Panggil tabib! Cepat!" Perintah Ayudhipa. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Matanya telah berkac