Sebuah mobil menghantam bagian depan mobil. Tubuh Liora terhentak ke depan lalu terbanting ke jok. Belakang kepalanya membentur jok yang beruntungnya cukup empuk. Meski benturannya cukup keras, tetap tak cukup untuk membuatnya kesakitan. Mengerang pelan, kepala Liora tanpa sengaja berputar ke samping. Matanya melebar ketika melihat mobil yang melaju pelan di samping mobil mereka, kaca jendelanya perlahan tertutup. Dan sebelum benar-benar tertutup, ia bisa melihat pria yang duduk di balik kemudi. Wajah pria itu tampak familiar, dan ia tersentak kaget ketika mengingat siapa pria itu. Salah satu anak buah kakek Daniel yang pernah ia lihat di rumah Daniel pada hari itu. Jadi, kakek Daniellah yang berusaha melukainya? Apakah kecelakaannya beberapa minggu yang lalu juga perbuatan kakek Daniel? Itulah sebabnya Daniel tak mengatakan siapa pelaku dalam kecelakaannya? “Apakah Nyonya baik-baik saja?” Liora memutar kepala dan menatap ke arah sopir yang sudah menjulurkan kepala ke belakang, m
Jenna mengetuk pintu kamar Jenna, tanpa menunggu jawaban dari sang adik, ia membuka pintu. Menemukan sang adik yang duduk tertunduk di sofa panjang. Dengan kedua tangan menutupi wajah, terisak pelan. Liora duduk di samping dengan perlahan, memegang pundak Jenna dan membawa sang adik ke dalam pelukannya. "Shhh …" Liora mengusap kepala Jenna dengan lembut. Membiarkan sang adik menangis dalam pelukannya. Setelah beberapa saat dan Jenna berhasil meluapkan emosi dalam tangisannya, akhirnya sang adik mulai sedikit tenang. "Maaf." "Untuk apa kau minta maaf? Kau tidak melakukan kesalahan. Kenapa kau tidak cerita padaku lebih awal?" Jenna menggeleng pelan. "Kau tahu Jerome tidak seperti itu, Jenna. Ini hanya kesalah pahaman." Jenna menggeleng. "Aku tidak salah paham. Sepertinya dia memang sudah muak denganku, Liora. Aku … aku tak tahu. Aku tak yakin apakah aku harus percaya padanya." Liora terdiam. Menghela napas panjang dan menggenggam kedua tangan sang adik. "Kau sudah bicara dengan
“Apa yang dilakukan Herry di sini?” Carissa mengerjap gugup, tetapi segera menguasa ekspresi wajahnya. “Ehm, tadi siang aku pergi ke rumah kakek dan meninggalkan barangku. Dia hanya membawakannya atas perintah kakek.” Daniel terdiam, mengamati reaksi Carissa yang janggal. Wanita itu seolah menyembunyikan sesuatu di belakangnya, tetapi ia tak bisa membaca lebih banyak selain kecurigaan itu sendiri. “Kenapa kau tiba-tiba datang?” Carissa mengalihkan pembicaraan. “Sekretarisku mengirim berkas ke sini, kan?” “Ah, ya. Aku meletakkannya di kamarmu.” Daniel berjalan melewati Carissa dan langsung naik ke lantai dua. Sementara Carissa tampak menghela napas panjang dan rendah sembari menatap Daniel yang semakin menjauh. *** Satu jam kemudian, mobil Daniel terparkir di halaman rumah Jerome dengan James yang sudah menunggunya di sana. Yang langsung duduk di kursi penumpang begitu mobil berhenti. “Kecelakana istriku, kau yakin pelakunya Herry?” Sekali lagi ia butuk mempertegas jawaban dar
Kening Liora berkerut, mengaitkan kancing piyama tidurnya sementara pandangannya terarah pada cermin besar yang memperlihatkan Daniel di seberang ruangan juga sibuk berpakaian. Keduanya berada di ruang ganti, tak saling bicara sejak Daniel datang setengah jam yang lalu. Tetapi sekarang Liora mau tak mau dibuat bertanya-tanya dengan pria itu yang mengenakan kaos polos dan celana jeans hitam. Kemudian mengambil jaket kulit dari gantungan. Apakah pria itu akan pergi? Pulang ke rumah Carissa? Hufftt… kenapa aku harus terusik. Carissa istri Daniel juga. Ialah yang istri simpana Daniel. Dan kata-kata itu malah semakin memperjelas hatinya yang terusik. Hentikan, Liora. Hentikan semuanya yang berusaha kau sangkal sebelum semuanya benar-benar terlambat. Tapi … ini memang sudah terlambat. Ia cemburu. Tentu saja. Dan jelas tak tahu diri telah mengakui perasaan itu. Wajah Liora segera berpaling ketika Daniel membalikkan tubuh dan berjalan mendekat. Tertunduk dan mengamati kancing terakhir piya
Liora terpaku. Seluruh tubuhnya membeku dan otaknya serasa macet. Ia sering mendengar pernyataan cinta semacam itu dari banyak pria. Salah satunya Samuel. Tetapi ia tak pernah dibuat seterpaku ini. Dan semua pernyataan tersebut tak pernah mengena di hatinya sedalam ini. Hingga membuatnya kehilangan kata-kata untuk bereaksi. “Kau tahu hanya kau yang kuinginkan dan kucintai. Pernikahan ini, kesepakatan ini, aku tak pernah menyesali apa pun. Dan aku menginginkan semua itu karena dirimu, Liora.” Liora tetap bergeming, kesenyapan bertahan selama beberapa menit, hingga akhirnya Daniel memutar kepala dan berjalan keluar. Menghilang dari pandangan Liora, sedangkan wanita itu masih terhenyak di tempatnya. Kalimat Daniel masih berputar di benaknya dan mulai memusingkan kepalanya. Perasaannya pun tak kalah campur aduknya. Tangannya bergerak naik ke dada. Berdegup kencang dan apa yang tengah bergemuruh di sana adalah perasaan yang pernah bertumbuh untuk pria itu. Masihkah? Setengah jam kemudi
"Apa-apaan itu, Carissa?" Daniel menyentakkan tangan Carissa yang mengalung di lengannya begitu keduanya masuk ke dalam ruang tunggu. Senyum palsu yang sejak tadi terpasang sempurna di wajahnya kini tertanggal begitu ia turun dari panggung dan membawa Carissa ke arah pintu tersembunyi yang ada tepat di samping panggung. "Apa?" Carissa memainkan bandul kalungnya yang berbentuk setengah lingkaran dengan raut tak bersalah. "Jangan berpura membodoh, Carissa. Kau tahu benar apa yang membuatku marah. Apa? Kau hamil? Omong kosong! Berapa banyak kebohongan yang akan kau buat di hadapan kakekku, hah? Seolah belum cukup semua kelicikan yang kau lakukan pada Liora." "Ck, kenapa kau yang merasa begitu repot, Daniel? Ini akan menjadi urusanku. Sendiri." Daniel melotot tak percaya. "Kau pikir aku akan percaya setelah semua yang kau lakukan pada Liora?" "Ck. Tenanglah, Daniel. Aku sudah mengatur semuanya. Dan aku tak akan melibatkan Liora tersayangmu itu. Akhir-akhir ini aku hanya berubah pikir
Wajah Daniel benar-benar merah padam. Menghambur ke arah sofa tempat Liora dan Samuel yang saling berpelukan. Menyambar pergelangan tangan Liora, kemudian menarik wanita itu hingga wajah sang istri membentur dadanya. Liora memekik pelan, sempat kehilangan keseimbangan tetapi Daniel menangkap pinggangnya dengan sigap. “Inikah yang kau lakukan di belakangku? Berpelukan dengan pria mana pun sesuka hatimu? Kenapa kau masih keras kepala dan tak memahami posisimu, hah?” desis Daniel tajam dengan kedua mata yang menusuk dalam pada sang istri. “Kau jelas tak butuh mendengar penjelasanku, kan? Jadi silahkan berpikir sesuka hatimu.” Jawaban Liora diselimuti ketenangan meski ada kepuasan di dalam hatinya dengan amarah Daniel. Samuel bangkit berdiri, mendesah dengan jengah pada Daniel dan seketika ekspresinya berubah khawatir ketika menatap Liora. Sengaja mengabaikan keberadaan Daniel dan memberikan perhatian sangat banyak untuk Liora. “Kau baik-baik saja?” tanyanya dengan lembut. Daniel sema
Daniel mendorong pintu kamar mandi yang dikunci dari dalam. "Buka, Liora," pintahnya sambil menggedor pintu. Tak ada jawaban, ia memutar-mutar gagang pintu lebih kasar dan menggedor lebih meras. "Buka atau aku akan …" Klek… Kunci dibuka dari dalam dan Daniel segera mendorong terbuka pintu. Wajah Liora muncul dan langsung melewatinya. Ia pun segera menahan lengan sang istri. Mengamati raut wanita itu yang datar dan ada basa di ujung mata. "Kau menangis?" Liora membuang wajah dan menyentakkan tangan Daniel. Kemudian berjalan ke arah pintu kamar, langsung ke kamar Xiu. Satu helaan kasar lolos dari bibirnya. Duduk tercenung di sofa dan kata-kata Carissa bergema di benaknya. Merasa begitu buruk dan marah. Pada Daniel? Pada kata-kata Carissa ya menjengkelkan? Pada dirinya sendiri? Kedua telapak tangan menangkup wajahnya, sekali lagi ia terisak. Hanya itu satu-satunya hal yang ingin dilakukannya untuk meluapkan emosi yang bergejolak di dadanya. Menarik kedua kakinya naik ke tepian sof