Daniel benar-benar dibuat berang buka main. Setelah menemui Jerome di gedung perkantoran pria itu dan membuat pria itu tak berkutik akan bukti tersebut, Daniel bergegas ke rumah sakit. Hanya untuk menemukan Xiu yang sudah tidak ada di sana. Pandangannya langsung menangkap Jenna yang mengenakan pakaian Liora, sudah jelas kalau pasangan kembar itu tahu dirinya mengetahui tentang Xiu."Di mana anakku, Jenna?" geram Daniel menghampiri Jenna yang berdiri di samping jendela. Terlihat seolah memang sudah menunggu kedatangannya."Anakmu?" dengus Jenna mengejek. "Apa kau pantas mengakuinya, Daniel?"Daniel tak peduli. Satu-satunya yang ia inginkan saat ini adalah menemukan Liora dan Xiu. Yang pasti sudah dalam pelarian. Ck, apakah hanya melarikan diri satu-satunya keahlian yang dimiliki wanita itu, hah? "Katakan di mana Liora dan anakku, Jenna?"Jenna sama sekali tak terpengaruh akan gertakan tersebut. Malah wanita itu mengangkat dagu dan dengan keberaniannya menantang Daniel. "Atau apa?"Cu
“Kau tak punya hak apa pun atas anakku, Daniel.” Liora mendorong dada Daniel dengan kemarahan yang bercampur kebencian.“Jadi sekarang kau mengakui dia anakmu, hah? Anak kita berdua.”Liora diam sejenak. “Dia tak perlu tahu punya ayah berengsek sepertimu.”“Kau bilang Xiu tidak ada hubungannya dengan permasalahan kita berdua, kan? Termasuk apa yang dikatakan oleh Carissa padamu.”Liora seketika terdiam. Kemarahan di dadanya semakin merebak mengingat kekecewaan dan pengkhianatan yang diberikan pada Daniel.“Aku tak pernah berkhianat.”“Seolah itu berarti sesuatu bagiku, Daniel,” decih Liora sambil membuang wajahnya.Daniel mendesah dengan gusar. Tak tahu bagaimana lagi harus menjelaskan pada Liora. Tetapi, kenapa pula ia perlu menjelaskan? Kedua mata Liora jelas menyiratkan tak ada apa pun yang akan berubah di antara mereka. Wanita itu menganggap dirinya adalah kesalahan terbesar yang pernah diambil Liora, dan memang demikian.“Satu-satunya yang tersisa bagi kita berdua adalah saling m
Sepanjang perjalanan, Liora tak lagi mengucapkan sepatah kata pun dan Daniel sendiri sengaja mempertahankan keheningan tersebut. Benaknya memutar ingatan ketika pertama kali bertemu Liora. Saat pertama kali jatuh cinta pada Liora, Jerome memperkenalkan wanita itu sebagai kekasih.Sepupunya itu selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Dan ia selalu berhenti, tapi entah kenapa Liora tidak seperti wanita lain yang berhasil menarik perhatiannya. Ataupun Carissa.Sebelumnya, hubungannya dan Carissa adalah karena wanita itu yang mendekatinya lebih dulu. Jerome kekasih yang penuh perhatian dan dermawan. Memanjakan Carissa dan Liora dengan segala hal. Tetapi pria itu hampir tak punya waktu untuk sang kekasih. Ia memang berselingkuh dengan Carissa, tetapi apa yang dirasakannya untuk wanita itu tidak sebesar dengan apa yang dimilikinya untuk Liora.Semakin ia menjalin hubungan dengan Liora, ia merasa tak bisa membiarkan wanita itu menjadi milik Jerome. Itulah sebabnya ia sengaja membongkar pers
"Kau benar-benar sudah gila, Daniel! Bagaimana mungkin kau akan menikahinya? Kau sudah kehilangan kewarasanmu!"Daniel hanya mendesah gusar. Ia tahu ini keputusan yang gila. Tapi kata-kata Liora terus berputar di benaknya. Membuat kepalanya semakin berdenyut. 'Aku tak ingin mengharapkan apa pun dari seseorang sepertimu. Tapi kali ini, kumohon. Aku benar-benar memohon kau menepati janjimu. Hanya kali ini saja. Jangan mengkhianati kepercayaanku padamu.'Kata-kata Liora layaknya pedang yang melibas habis dendam di hatinya pada wanita itu. Ia menyadari berapa banyak pengkhianatan dan kekecewaan yang sudah ia lakukan pada wanita itu.Ia sudah berjanji tak akan memisahkan Xiu dan Liora, dengan syarat bahwa wanita itu akan membiarkan dirinya datang di hidup Xiu."Kau ingin memungutnya untuk membuangku? Apa kau sudah kehilangan kewarasanmu? Apa kepalaku sudah membentur sesuatu?" Carissa memecah pikiran Daniel yang masih kusut.Wajah Daniel terangkat, menatap lurus ke aras Carissa dan mendes
Daniel mendorong pintu kamar, menghentikan pembicaraan Liora dan Jenna yang kini saling berpelukan. Kedua saudari kembar tersebut segera mengurai pelukan. "Jerome menunggumu, Jenna," ucapnya setengah mengusir. Jenna membencinya, itu sudah pasti. Semakin lama menghabiskan waktu bersama Liora akan memberikan dampak yang buruk. Yang mungkin bisa membuat Liora berubah pikiran dan melakukan pelarian lainnya. Jenna mendengus. "Kau mengusirku?" sengitnya kasar dengan pelototan mata bulatnya. Daniel memasang senyum selebar mungkin yang dibuat-buat dengan mengedikkan bahu "Dia memang menunggumu." Liora mengambilkan tas Jenna dan meletakkannya di pangkuan sang adik. Mengangguk singkat dan Jenna pun menutup mulut dengan paksa. Mencium Xiu dan sekali lagi memeluk sang kakak sebelum benar-benar beranjak ke arah pintu. Meninggalkan Daniel dan Liora yang membisu. "Setelah apa yang kau lakukan padanya, sekarang kalian memang benar-benar saling melindungi, ya?" Pertama kalinya Daniel bersuara mem
Tatapan keduanya bertemu. Liora masih membeku sementara Daniel dengan tanpa rasa bersalahnya melenggang masuk sambil mengurai dasi kupu-kupu di leher dan melemparnya ke sofa. Berikut jas berwarna biru tuanya. “Kau belum tidur?” “Apa yang kau lakukan di sini?” “Ini apar ….” “Xiu sudah tidur. Jangan membuat alasan untuk datang ke sini.” Liora mengikat jubah tidurnya dan masih tetap di tempatnya. Mengamati Daniel yang hanya terkekeh dan duduk di sofa. Membungkuk untuk melepas sepatu dan kaos kaki. Tak menggubris kekesalan Liora. Kesal, Liora pun berjalan keluar kamar dan memutuskan tidur di sofa di kamar Xiu. Ia baru saja terlelap ketika pintu kamar kembali terbuka. Tahu Daniel yang masuk, ia tetap memejamkan mata dan mendengar langkah pria itu yang semakin mendekat. Berhenti di boks Xiu dan hanya ada keheningan. Berada dekat dan dengan Daniel yang masih berkeliaran di sekitarnya tak pernah tidak membuat emosi di dadanya bergejolak. Kebencian dan kemarahan yang masih bercampur jadi
Liora bisa melihat kecurigaan di mana Daniel yang membuatnya kesal. Tetapi … “Kenapa kau ada di sini? Bukankah ..” “Kau terkejut aku pulang lebih awal?” Bibir Daniel menipis dengan tatapan menajam kea rah Liora. Suara setipis angin, tetapi bisa di tangkap oleh telinga wanita itu. Liora segera menutup mulutnya. Ya, tentu saja ia terkejut. Seharusnya Daniel pulang masih empat hari lagi. Atau bahkan lebih lama lagi, kan? Daniel mendengus pelan. Mendekat ke depan LIora dan memasang senyum selebar mungkin untuk Xiu dengan kedua tangan menawarkan untuk menggendong. “Hai, putri kecil papa.” Xiu langsung menangkap uliran tangan Daniel. Bahkan hingga tertawa dengan kemunculan sang papa. Daniel pun menghujani wajah mungkin itu dengan ciuman, yang membuat Xiu semakin tergelak. “Kami harus pergi, Daniel. Jenna menunggu di bawah.” Liora berusaha menyela interaksi papa dan putri yang membuatnya cemburu tersebut. Kedua tangannya memegang lengan Xiu, tapi Daniel tak berniat memberikan sang putr
Liora membasuh wajahnya dengan air dingin. Amarah memenuhi dadanya meski seharusnya ia sudah melenyapkan semua jenis emosi itu dari hatinya. Semua antara dirinya dan Daniel tak perlu melibatkan perasaan. Butuh beberapa kali mengembuskan napas untuk mengembalikan ketenangan hatinya. Sebelum melangkah keluar dari kamar mandi dan bergabung bersama Jerome dan Jenna. Axel, Alexa, dan Xiu waktunya istirahat dan makan siang. Jerome jelas berperan aktif mengurus kebutuhan ketiga bayi mereka, sementara Jenna mulai terlihat kelelahan. Wajah adiknya tampak pucat. "Ada apa?" tanya Liora ketika melihat adiknya yang baru keluar dari kamar mandi di samping area dapur. Menyusap bibir yang masih basah. Jenna hanya menggeleng. Menghela napas kemudian membanting tubuhnya di sofa. "Akhir-akhir ini badanku lebih cepat lemas. Sepertinya terlalu banyak pikiran." "Kau sudah melewatkan haidmu?" Jenna seketika terdiam, tampak menghitung dan matanya melebar. "M-mungkinkah?" "Ck, kau bahkan tidak memakai k
Raut Jenna tampak berantakan ketika Liora menemui wanita itu di ruang tengah. Dengan Axel dan Alexa yang berada dalam pangkuang sang mama. Jenna tampak kewalahan memegang si kembar yang merengek dengan kedua tangan. Membuat Liora bergegas mengambil alih Alexa dan menenangkan bocah mungil tersebut, dengan begitu Jenna lebih mudah menenangkan Axel. Setelah beberapa saat kemudian setelah si kembar lebih tenang dan bersama pengasuh Xiu di kamar Xiu, Liora dan Jenna duduk di kursi pantry dengan gelas berisi jus untuk masing-masing. “Di mana Jerome?” Liora memulai pembicaraan lebih dulu. “Di kantor.” “Apa Jerome tahu kau di sini?” “Belum.” Jenna mengangkat pergelangan tangannya. “Sepertinya sebentar lagi akan datang.” “Kau bertengkar dengannya?” Jenna menggeleng, tetapi kemudian mengangguk. “Keberadaan Juna benar-benar mempengaruhi hubunganku dan Jerome.” Liora mendesah pelan. Pria itu tak hanya menargetkan dirinya untuk balas dendam, tetapi juga pada Jenna. Tetapi mereka pun tak b
Daniel menggeram dengan wajah yang menggelap. Kedua tangannya terkepal kuat dan tubuhnya siap melayang ke arah Juna. Tubuhnya sudah menghambur ke arah Juna sebelum Liora mendorong tubuhnya dan menghadang kemurkaan yang siap diluapkan. “Kita pergi, Daniel,” bisik Liora menahan kedua lengan sang suami dengan sekuat tenaga. Daniel menggeram tak setuju. Satu-satunya hal yang diinginkannya hanyalah meninju wajah Juna yang dengan lancangnya menyentuh Liora. Dan semakin berang bukan main ketika menangkan seringai di ujung bibir pria itu. Salah satu tangan Juna bergerak naik menyentuh bibir bagian bawah dengan ujung ibu jari. Sambil terkekeh, Juna bergumam pelan, “Well, mungkin inilah yang dirasakan Jerome ketika memergoki kalian berselingkuh di belakangnya. Jangan terlalu mengambil hati, Daniel.” “Tutup mulutmu, Juna,” sentak Liora menyangkal. “Kita pergi.” “Dengarkan istrimu, Daniel.” Tentu saja Juna tak mengindahkan kata-kata peringatan Liora. Kali ini juga menjilat bibir bagian bawahn
Ya, apartemennya memang bukan apartemen mewah seperti milik Daniel. Yang ia yakin keamanannya masih bisa diterobos oleh Juna menggunakan Lim sebagai nama belakang pria itu. ‘Kau ingin aku mengirim foto ini pada mantan selingkuhan yang kau bilang suami itu? Mata Liora terpejam, hanya sesaat rasanya hubungannya dan Daniel baru saja membaik, dan sekarang kenapa harus direcoki oleh hal semacam ini. Seolah belum cukup ia harus membayar dosanya di masa lalu. Liora memutuskan tak menggubris pesa n tersebut. Menghapus chat tersebut dan meletakkan ponselnya kembali ke meja kemudian berjalan ke dapur menyiapkan makanan untuk Daniel. Ia baru saja selesai menyeduh coklat hangat ketika Daniel muncul dan langsung duduk di kursi pantry. “Kau memasak?” tanya pria itu. “Sudah kubilang aku akan mengurusnya …” Liora menggeleng. Meletakkan piring berisi dada ayam panggang yang sudah ia hangatkan. “Tadi sore Jenna menyuruh orang mengirimnya.” Daniel hanya mengangguk. “Besok aku akan meminta pelayan
“Hai, apa yang kau pikirkan?” Daniel menyentuh pundak Liora yang tampak melamun di depan cermin wastafel. Liora menoleh, memegang lengan Daniel dan memberikan seulas senyum tipis. Membiarkan tubuhnya dipeluk dari belakang. “Sepertinya ada sesuatu yang menggelisahkanmu.” “Hanya sedikit kekhawatiran.” Liora tak sepenuhnya berbohong. Sejak pulang dari rumah Jerome, pikirannya masih dipenuhi oleh Juna. Keseriusan pria itu tampaknya tak bisa ia abaikan begitu saja. “Tentang?” Daniel mencium pipi Liora dan sisi wajahnya dirangkum oleh telapak tangan wanita itu sedangkan pandangan mereka bertemu di cermin. Liota tak langsung menjawab. Tak yakin apakah harus membicarakan hal tersebut pada Daniel tentang apa yang dilakukannya pada Juna untuk menyelamatkan hidupnya saat itu dari Jerome. Tapi, setidaknya ia perlu tahu lebih dalam tentang Juna, kan? “Apa kau mengenal Juna?” “Juna? Julian?” Liora mengangguk, mengamati lekat-lekat ekspresi di wajah Daniel. Kening pria itu berkerut tipis, ta
"Hai." Liora berhasil menangkap lengan Samuel. Membuat tubuh pria itu menghadapnya. "Ada apa?" "Liora." Suara Samuel terdengar begitu sendu, dengan kedua mata yang mulai digenangi air mata. Menatap Liora dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. "Alicia. Kening Liora berkerut. Belum pernah Samuel mengucapkan nama Alicia dengan nada sesedih ini. "Ada apa dengan Alicia?" "Dia nyaris mati karena kehabisan darah," jawab Samuel dalam isak tangisnya. "D-dia … dia hamil dan keguguran." Liora terkesiap kaget, sebagai seorang ibu tentu saja ia bisa merasakan kehilangan itu. Telapak tangannya mengelus punggung Samuel. Menyalurkan dukungan dan semangat dengan tulus. "Sshhh, semuanya akan baik-baik saja." "Aku bahkan tak tahu kalau dia sedang hamil. Dia tak mengatakannya padaku." Ada rasa bersalah di hati Liora akan keberadaannya di antara hubungan Alicia dan Samuel. "Maafkan aku." "Tidak, Liora. Kau tak bersalah. Akulah yang paling bersalah. A-aku … seharusnya aku lebih memperhatikan Al
Liora keluar dari ruangan Arata Saito dengan senyum samar yang menghiasi ujung bibirnya. Tentu saja ia tak akan kalah tanpa melakukan apapun. Arti Daniel bagi Arata Saito jelas lebih besar ketimbang Carissa atau kerajaan bisnis ini. Sejujurnya ia tak mengharap lebih, ia pun bisa hidup dengan Daniel tanpa bayang-bayang Arata Saito. Ditambah arti Arata tak lebih besar dari dirinya dan Xiu, juga anak dalam kandungannya bagi Daniel. Ia bisa membanggakan diri untuk yang satu itu. Huffttt, setidaknya satu masalah sudah tertangani. Berkat bantuan dari Jerome. Ya, kemarin ia menghubungi Jerome untuk mencari tahu tentang hubungan Arata Saito dan kedua orang tua Daniel, yang ternyata memang tidak baik seperti perkiraannya. “Ck, ck, ck.” Suara decakan mengejek dari arah depan menghentikan Liora yang baru saja akan masuk ke dalam lift. Carissa dengan kedua lengan bersilang dada, mengamati Liora dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan merendahkan. “Apa yang sedang dilakukan istri sim
Suara dering ponsel dari nakas mengusak tidur Liora yang masih ingin lebih pulas lagi. Mulai terganggu, ia berusaha membangunkan Daniel dengan menyodokkan sikunya ke belakang. Tapi ujung sikunya tak menyentuh apapun. “Ponselmu, Daniel,” gumamnya lirih dengan nada yang mengantuk. Semalam Daniel tak sudah tak membiarkannya tidur hingga tengah malam, dan sekarang paginya pun harus diganggu dengan suara ponsel pria itu. “Aku di sini,” bisik Daniel dan mengakhirinya dengan lumatan di bibir Liora. Mata wanita itu segera terbuka dan menamukan sang suami yang ternyata sudah berdiri di sisi ranjang. Membungkuk ke arahnya dengan wajah yang masih basar. Bahkan air masih menetes-netes dari rambut pria itu yang belum dihanduk. “Kau sudah bangun?” Liora menjauhkan wajahnya. “Hmm, bangunlah. Hari ini kita akan berjalan-jalan dengan Xiu.” Kening Liora berkerut. “Jalan-jalan?” “Ya.” Daniel menegakkan punggungnya, berjalan memutari tempat tidur dan meraih ponselnya yang masih bersikeras mengingin
“Lalu apa yang sebenarnya kau inginkan dari semua ini, Daniel?” “Apakah kau masih perlu mempertanyakannya?” Liora terdiam sejenak. “Aku tak membutuhkan semua itu.” “Aku melakukannya bukan untuk kau butuhkan, Liora. Aku yang membutuhkanmu. Membutuhkan kalian bertiga.” Lagi-lagi kata Daniel membuat Liora tertegun. Merasakan hatinya yang meleleh. “Tidak bisakah kita memulainya kembali?” “Kita sudah berkali-kali mencoba memulai kembali, Daniel. Tak ada satu pun yang berhasil.” “Kalau begitu kita hanya perlu memulainya kembali dan kembali. Sampai semua ini berhasil untuk kita berdua. Ah, tidak. Sekarang kita berempat.” Pandangan Daniel turun ke arah perut Liora yang rata. “Semuanya terlalu rumit untuk kita berdua, bahkan masih ada banyak masalah yang sedang menunggu di belakangmu. Aku yakin Carissa tak akan memberimu perceraian yang mudah. Juga kakekmu, dia sangat menyukai Carissa. Mereka berdua tak akan membiarkanmu. Dan tidak menutup kemungkinan mereka tidak akan menyentuh Xiu.”
Kehangatan dan kenyamanan yang melingkup tubuhya membuat Liora enggan untuk membuka matanya meski tubuhnya mulai terbangun. Membuatnya semakin menenggelamkan diri dalam dekapan hangat. Ia ingin berlama-lama menikmati kenyamanan ini. Lebih lama dan …Suara napas yang berhembus teratur di tengkuknya seketika membangunkannya dari alam mimpi. Kenyamanan dan kehangatan yang ia rasakan bukanlah sebuah mimpi. Dekapan itu nyata, melingkupi tubuhnya. Daniellah yang melakukannya. Kedua lengan yang memeluknya dari belakang adalah milik Daniel. Hembusan napas hangat yang menerpa tengkuknya adalah milik Daniel.Kedua matanya seketika terbuka dan ia menggeliatkan tubuh, berusaha membebaskan diri dari pelukan tersebut.Gerakan kasar Liora seketika membangunkan Daniel. Pria itu mengerang pelan sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Menggeliatkan tubuh dengan senyum konyolnya ketika bertatapan dengan Liora. “Apa yang kau lakukan di sini, hah?”“Tidak ada.”“Kau melewati batasanmu. Seharusnya kau tidur di s