PoV Arbella…Sudah sebulan semenjak aku mengirim Tania dan Zico ke desa itu. Sekarang aku sudah tinggal kembali dirumah utama bersama ayah dan bibi. Sedang rumah lamaku telah terjual dua minggu yang lalu.Bulan lalu, aku memberitahu ayah. Bahwa aku sudah tahu tentang identitas Tania yang bukan adik kandungku. Awalnya ayah meminta maaf telah merahasiakannya, dan aku menolak permintaan maaf itu. Bagiku keputusan ayah dan mendiang ibu tidaklah salah, jadi tidak seharusnya ayah meminta maaf.Seandainya sejak awal Tania tidak mengkhianati ataupun berencana membunuhku, mungkin aku juga akan memilih untuk tidak mendengar rahasia itu.Berbicara tentang Tania, aku memberi tahu pada ayah, bahwa aku mengirimnya ke desa Geneva. Respon Ayah hanya diam, namun sorot matanya menyembunyikan kekhawatiran. Sebagai penenang aku bilang walau kota itu sedikit berbahaya, namun ada bawahan Edward yang menjaganya. Ayah menghela nafas lega setelah mendengar itu.Begitulah ayah. Sejahat apapun anaknya membuat l
Seusai makan siang itu, Edward mengantarku dan Viona kembali ke kantor."Bella, apa malam ini kau ada waktu? aku ingin membawamu ke sesuatu tempat," ucap Edward di dalam mobil. Aku menatapnya sebentar, "kemana?" tanyaku.Edward tersenyum, "rahasia, kau akan tahu nanti. Berdandanlah yang cantik," jawabnya. Mendengar itu membuatku merasa dejavu, ini mengingatkanku saat pertama kali dinner bersamanya."Ehem, ehem, bisakah aku turun dulu, baru kalian lanjutkan percakapan romantisnya?" sela Viona yang duduk di kursi belakang. Ia melipat tangan sembari melirik kami berdua."Ba-baiklah, nanti kau bisa menjemputku di rumah," ujarku pada Edward, tak ingin Viona menunggu lama. Aku membuka pintu mobil dan keluar, disusul juga dengan Viona yang ikut keluar."Oke sampai jumpa nanti malam," ujar Edward didalam mobil, aku membalas tersenyum dan melambaikan tangan padanya."Apa hubungan kalian sudah ada kemajuan?" tanya Viona tiba-tiba."Kemajuan apa yang kau maksud?" aku bertanya balik padanya."Kem
"Terima! terima! terima!" David, Brian, Rachel bersorak bersamaan.Edward mengangkat telapak tangan, sorakan itu seketika berhenti. "Bella, aku sudah pernah mengungkapkan perasaanku padamu sebelumnya. Ku harap kali ini kau menerimanya," ucap Edward masih di posisinya.Ku tutup mataku sejenak, lalu menatapnya. Sebenarnya aku belum yakin untuk memulai berumah tangga lagi, aku masih belum siap. Aku sangat takut akan kegagalan dan penghianatan. Aku tahu Edward bukan orang yang seperti itu, tetapi ketakutan tetaplah ketakutan.Ku layangkan pandangan ke semua sisi, persiapan yang begitu niat dan mewah dibuat khusus untukku. Zico saja tidak pernah melakukan ini, jika aku menolaknya maka aku akan menyakiti usaha dan juga orang-orang yang hadir disini."Ya, aku bersedia," jawabku tersenyum.Mata Edward melebar binar, ia berdiri dan tersenyum bahagia menatapku. "Sungguh?" tanyanya yang ku jawab dengan anggukkan.Spontan Edward memelukku erat, "kau sudah menerimaku, jangan harap untuk berubah pi
Hari ini aku pergi ke kantor pagi-pagi sekali karena ada rapat penting. Setelah aku sampai diruanganku aku berniat memeriksa dokumen projects yang akan digunakan nanti."Loh kok gada!" tanganku sibuk mencari-cari didalam tas, namun tidak ketemu. ku coba mengingat kembali dimana aku letakkan dokumen itu."Astaga tertinggal diatas ranjang! Aku lupa membawanya," ucapku menepuk jidat.tanpa tunggu waktu, segera ku raih ponselku dan menelfon Tania untuk memintanya mengantarkan dokumenku yang tertinggal dirumah.beberapa kali aku mencoba menelfonnya tapi tidak kunjung diangkat. "Ah Tania kemana sih!"Karena tak kunjung diangkat, aku berfikir untuk menghubungi suamiku, Zico.Aku mencari kontaknya diponsel dan menghubunginya.Beberapa kali aku mencoba menghubungi suamiku tapi tak juga ada jawaban, mungkin ia sedang sibuk bermain game jadi tak mendengar aku menelfonnya."Aduh Zico juga gak bisa dihubungi lagi!" keluhku memijit pelipis.Aku berfikir sebentar dan akhirnya aku memutuskan untuk pul
Usai ku menenangkan hatiku, segera ku mencuci wajahku dan memperbaiki pakaian dan juga make-up ku. Ku tutupi mataku yang sedikit bengkak dengan makeup mata yang sedikit tebal.Drrttttt..!! Drrrttt..!!!Ponselku bergetar tertanda panggilan telfon masuk, tertera nama Viona di layarnya.["Halo, Bel. Kamu dimana? Bukanya tadi sudah ada di kantor? Mobilmu aja masih ada diparkiran,"] tanya suara diseberang sana.["Aku lagi dirumah Vio, tadi aku pulang sebentar naik ojol untuk mengambil dokumen yang tertinggal di kamarku,"] Jawabku.["Apa? Kamu dirumah, buruan ke kantor cepat! Kamu tahukan rapat penting hari ini dihadiri oleh Pak Edward, CEO dari perusahaan Albern Royal Group."]["Iya aku tahu aku akan cepat, aku tutup dulu. Bye,"] ucapaku mengakhiri telfon."hum ... sekarang saatnya tegar dan ayo kita hadapi dan balas perbuatan mereka. Oh ya aku harus mendahulukan projects penting ini dulu," tegasku.Segera ku ambil dokumen yang tertinggal diatas ranjang ku itu dan langsung keluar mendatangi
Keesokan paginya aku bersiap berangkat, tak lupa aku membawa botol lemontea itu untuk dicek ke lab Danu, semalam aku sudah janjian dengan nya pagi ini."Sayang semalam kok tumben ga datangin aku dulu? biasanya kamu datangin aku dulu sebelum tidur!" tanya Zico memelukku dari belakang.Aku tersentak, reflek aku lepaskan pelukannya."Loh ada apa?" Tanyanya kaget."Ga apa sayang, aku kaget aja. Ohiya semalam aku cape banget, jadi ga sempet nyamperin kamu. maaf ya sayang, tolong ngertiin istrimu yang mudah lelah ini," kilah ku berbohong."Yaudah deh gapapa, kamu juga cape gara-gara gantiin aku di perusahaan, makasih ya sayang kerja kerasnya. Aku sayang banget sama kamu," puji Zico mengecup keningku."iya sayang, aku aku berangkat dulu ya," pamitku pergi.Aku tak ingin berlama-lama aku mulai muak dengan sentuhannya yang menjijikan.Aku janjian dengan Danu di kafetaria dekat kantor Danu, segera ku parkikan mobil dekat kafe dan bergegas masuk mencari Danu.Ku lihat ia duduk dekat jendela denga
"Begini bel, lemontea yang kamu beri kamaren mengandung bubuk pollonium, itu adalah sejenis racun yg dapat membunuh secara perlahan kalau dikonsumsi secara rutin ..." Danu menghentikan ucapnya sejenak menatapku. wajahnya tampak lebih serius."dan racun itu tidak ada obatnya, racun itu pun tidak dapat dideteksi oleh dokter sekalipun, racun itu melumpuhkan syaraf secara perlahan dan mematikan otak. Gelaja awalnya adalah pusing, depresi,Gejala berat rambut rontok, hilang penciuman, syaraf kadang befungsi kadang tidak." aku membeku mendengarnya.Danu kemudian menarik nafas dan melanjutkan kalimatnya, "Gejala akhir anggota badan mulai lumpuh, syaraf otak mulai mati. Dan akhirnya meninggal dengan diagnosa penyakit mematikan," Jelasnya panjang lebar.Aku kembali terpaku mendengar penjelasan Danu.Tiba-tiba aku merasa takut, setega itukah mereka ingin melenyapkan ku.tanpa sadar air mataku jatuh, mengingat dua orang yang sebelumnya ku cintai merencakan pembunuhanku.sanggupkah aku menerima ke
"tidak perlu dilepas, bawa saja pria itu kesini, kakakmu ini ingin melihat perawakannya." aku berkata santai sembari menyantap makananku."sayang, tolong jangan ikut campur masalah asmara Tania," sahut Zico. Ia terlihat sangat kesal.raut wajah suami laknat ku ini membuatku ingin tertawa saja."memangnya salah? aku hanya ingin melihatnya, apa kau juga tidak penasaran? dan lagi, kalau sampe pria itu memberikan barang langka begitu pada Tania, bukankah artinya dia sangat serius pada Tania?" kataku masih dengan senyuman santai."Cukup kakak! Ini urusanku!" Tania meninggikan suaranya sembari menggebrak meja.kalau dulu pasti aku akan merasa bersalah, dan membujuknya untuk meminta maaf. namun, tentu saja tidak kali ini."aku sudah selesai, silahkan kalian lanjutkan makannya," sambung Tania berdiri kemudian berlalu pergi."Lihat perbuatanmu Bella, mengapa kau membahas yang tidak penting?" sindir Zico.mengapa dulu aku gak sadar ya, suamiku sendiri sering membela adikku secara berlebihan.dul
"Terima! terima! terima!" David, Brian, Rachel bersorak bersamaan.Edward mengangkat telapak tangan, sorakan itu seketika berhenti. "Bella, aku sudah pernah mengungkapkan perasaanku padamu sebelumnya. Ku harap kali ini kau menerimanya," ucap Edward masih di posisinya.Ku tutup mataku sejenak, lalu menatapnya. Sebenarnya aku belum yakin untuk memulai berumah tangga lagi, aku masih belum siap. Aku sangat takut akan kegagalan dan penghianatan. Aku tahu Edward bukan orang yang seperti itu, tetapi ketakutan tetaplah ketakutan.Ku layangkan pandangan ke semua sisi, persiapan yang begitu niat dan mewah dibuat khusus untukku. Zico saja tidak pernah melakukan ini, jika aku menolaknya maka aku akan menyakiti usaha dan juga orang-orang yang hadir disini."Ya, aku bersedia," jawabku tersenyum.Mata Edward melebar binar, ia berdiri dan tersenyum bahagia menatapku. "Sungguh?" tanyanya yang ku jawab dengan anggukkan.Spontan Edward memelukku erat, "kau sudah menerimaku, jangan harap untuk berubah pi
Seusai makan siang itu, Edward mengantarku dan Viona kembali ke kantor."Bella, apa malam ini kau ada waktu? aku ingin membawamu ke sesuatu tempat," ucap Edward di dalam mobil. Aku menatapnya sebentar, "kemana?" tanyaku.Edward tersenyum, "rahasia, kau akan tahu nanti. Berdandanlah yang cantik," jawabnya. Mendengar itu membuatku merasa dejavu, ini mengingatkanku saat pertama kali dinner bersamanya."Ehem, ehem, bisakah aku turun dulu, baru kalian lanjutkan percakapan romantisnya?" sela Viona yang duduk di kursi belakang. Ia melipat tangan sembari melirik kami berdua."Ba-baiklah, nanti kau bisa menjemputku di rumah," ujarku pada Edward, tak ingin Viona menunggu lama. Aku membuka pintu mobil dan keluar, disusul juga dengan Viona yang ikut keluar."Oke sampai jumpa nanti malam," ujar Edward didalam mobil, aku membalas tersenyum dan melambaikan tangan padanya."Apa hubungan kalian sudah ada kemajuan?" tanya Viona tiba-tiba."Kemajuan apa yang kau maksud?" aku bertanya balik padanya."Kem
PoV Arbella…Sudah sebulan semenjak aku mengirim Tania dan Zico ke desa itu. Sekarang aku sudah tinggal kembali dirumah utama bersama ayah dan bibi. Sedang rumah lamaku telah terjual dua minggu yang lalu.Bulan lalu, aku memberitahu ayah. Bahwa aku sudah tahu tentang identitas Tania yang bukan adik kandungku. Awalnya ayah meminta maaf telah merahasiakannya, dan aku menolak permintaan maaf itu. Bagiku keputusan ayah dan mendiang ibu tidaklah salah, jadi tidak seharusnya ayah meminta maaf.Seandainya sejak awal Tania tidak mengkhianati ataupun berencana membunuhku, mungkin aku juga akan memilih untuk tidak mendengar rahasia itu.Berbicara tentang Tania, aku memberi tahu pada ayah, bahwa aku mengirimnya ke desa Geneva. Respon Ayah hanya diam, namun sorot matanya menyembunyikan kekhawatiran. Sebagai penenang aku bilang walau kota itu sedikit berbahaya, namun ada bawahan Edward yang menjaganya. Ayah menghela nafas lega setelah mendengar itu.Begitulah ayah. Sejahat apapun anaknya membuat l
PoV Tania 2 ..."Tania … Tania … Bangunlah!" panggilan seseorang dan nafas yang begitu bau membangunkanku setengah sadar. Dengan sayup-sayup perlahan membuka mataku."Tania, …" Mataku terbelalak melihat wajah Zico yang begitu dekat dan bertelanjang dada. Sontak aku bangun dan mendorongnya. Tanganku kini kembali terikat, kepalaku terasa begitu pusing, dan kakiku yang begitu sakit.Zico terdiam dengan tangan yang juga terikat, aku menolah-noleh. Ternyata aku kembali kedalam mobil box, bedanya yang ini lebih sempit. Hanya ada aku dan Zico didalamnya.Mataku melebar melihat tubuhku yang hanya mengenakan pakaian dalam. "D-dimana bajuku?" tanyaku menyilangkan dada.Zico menatapku dingin, "seharusnya aku yang bertanya seperti itu! dimana bajumu? kenapa kau kembali dengan bertelanjang!" tanyanya setengah berteriak.Aku memalingkan wajah dan melirik kakiku yang dililit acak menggunakan bajunya."Kenapa kau diam saja? apa benar kata penjaga itu kau berniat menggodanya? katakan!" seru Zico, mata
PoV Tania.…Hawa yang pengap didalam sebuah box mobil, aku tengah bersandar sembari berbagi udara dengan satu pria bodoh dan dua pria yang tak ku kenal.Walau tanganku telah diikat kembali, tetapi penutup mataku sudah dilepas. Tidak ada pemandangan, hanya cahaya remang dan rasa sesak untuk bernafas. Aku membenci ini!Kenapa? kenapa semua harus berakhir begini?Ku pikir dengan kepulangan ayah itu akan membebaskanku dari neraka buatan ini. Tapi apa? ayahku, satu-satunya harapanku malah tak berpihak padaku. Rasa sesak hatiku yang merasa sangat tidak adil! tanpa sadar rasa marah itu membuatku mengungkap rahasia dengan mulutku sendiri.Apa aku menyesal? tidak juga. Saat melihat raut wajah Kak Bella yang tak berdaya membuatku sedikit terhibur. Kak Bella sangat lemah terhadap kesehatan ayah, kenapa aku tidak menggunakan kesempatan itu dari awal?Aku ingin sekali membuat Kak Bella mencium kakiku, tapi aku malah berada disini! menyebalkan!Tiba-tiba mobil terhenti. "Apa kita sudah sampai?" tan
Aku menghela nafas, kemudian menuntun Bibi untuk duduk disofa bersama. "Bibi, sungguh aku sangat terkejut mendengarnya. Apa semua itu benar? Tania bukan adik kandungku? mengapa aku tidak tahu?" tanyaku. Kenyataan itu membuatku masih terkejut, aku ingin tahu semua kebenarannya."Baiklah, akan Bibi katakan. Sebenarnya ini adalah rahasia yang ingin dijaga ibumu Bella. Kau tahu ibumu adalah wanita baik. Sebenarnya, ibumu memilik seorang adik angkat yang diselamatkan dari korban KDRT, namanya Wenda. Ibumu sangat menyangi adik angkatnya itu seperti adiknya sendiri ...""... Tetapi Wenda sangat berbanding terbalik dengan ibumu. Jika ia menginginkan sesuatu harus terpenuhi. Suatu ketika dua bulan sebelum pernikahanku, aku memperkenalkan calon suamiku Devan. Itu adalah awal petaka bagiku, karena setelahnya. Sehari sebelum pernikahanku. Tiba-tiba Wenda mengaku tengah hamil anak Devan ...""... Kau tahu betapa hancurnya duniaku saat itu Bella, aku bahkan sampai pingsan karena terkejut. Tanpa tah
Selepas ayahku dibawa ke rumah sakit, David mengantar kami ke tempat ayahku dirawat. Perasaan campur aduk menghampiriku saat menunggu dokter keluar dari ruang ICU.Aku terus memegang tanganku berharap dan berdoa Ayah akan baik-baik saja. Sesekali Bibi dan Edward mengiburku yang terus gelisah, tapi aku tetap tidak bisa tenang.Sampai akhirnya dokter keluar dari ruangan Ayah, buru-buru aku menghampirinya dan bertanya keadaan ayahku."Syukurlah pasien dibawa tepat waktu, ia berhasil melewati masa kritisnya. Namun karena masih dalam pemulihan, saat ini keluarga tidak diizinkan menjenguk hingga pasien sadar," tutur dokter.Aku mengangkat kepalaku sembari mengusap lega, "syukurlah ayah tidak apa-apa," gumanku mengatupkan tangan.Tidak lupa aku berterimakasih pada dokter sebelum ia pergi.Bibi memelukku haru,"syukurlah Bella, ayahmu sekarang baik-baik saja." Aku mengangguk membalas pelukan Bibi.Seusai memeluk Bibi, pandanganku menoleh pada sosok pria tegas yang tengah duduk di kursi tunggu.
PoV Arbella...Dua hari berlalu sejak aku menikahkan pasangan penghianat itu, sesuai rencana. Hari ini, aku dan Edward kembali menemui Tania dan Zico dirumah hitam, aku membawa dua paperbag dan melemparkannya ke dalam sel."Apa ini?" Zico meraih paperbag itu dan membukanya, "baju?" dia menoleh padaku dan mengernyit."Ya itu pakaian untuk kalian, tidak mungkin kalian akan pergi dengan tampilan lusuh seperti itu."Zico terdiam memandangi baju yang dipegangnya, sedang Tania terlihat tidak tertarik sama sekali."Pakailah cepat," kataku berbalik pergi. Namun tiba-tiba ponselku bergetar, aku mengambil ponselku dari saku. Ternyata Rachel yang meneleponku.["Halo Rachel,"] ucapku mengangkat telepon.Hening sejenak, aku mencoba memanggilnya lagi. ["Rachel?"]["Be-Bella, Ayah dan Bibimu ada dirumah sekarang."]Mataku membulat sempurna mendengarnya, ["Ayahku ada dirumah?"] seruku terkejut.["Y-ya dia memintaku menghubungimu dan menyuruhmu untuk pulang bersama Tania,"] ucap Rachel gugup.Pandanga
PoV Zico 2...Hingga keluar dari gedung, senyumku tak henti-hentinya mengembang. Ternyata mantan istriku benar-benar baik sampai repot-repot mengurusi pernikahan kami. Aku gak sabar pengen cepat pulang dan menikmati hidup yang baru bersama Tania, istriku.Mertuaku adalah ayah yang royal pada anaknya, meskipun Tania tidak memiliki perusahaan. Pasti ayahnya akan memberi rumah dan modal sebagai hadiah pernikahan kami, aku tak sabar menerima itu.Tapi ada yang aneh, mengapa Tania terus diam? ia bahkan tidak mengukir senyum indahnya sepertiku. Ntahlah mungkin dia masih lelah.Tania masuk ke mobil duluan, diiringi dengan aku yang duduk disampingnya."Selamat atas pernikahan kalian," ucap pria yang di panggil Brian itu. Ia menyengir dan memberi dua penutup mata padaku.Aku mengernyit heran, "untuk apa itu? bukankah kalian akan mengantarku pulang kerumah?"Pria itu tertawa, "memang kalian punya rumah? Edward menyuruhku membawa kalian kembali ke sel terlebih dahulu, nikmatilah malam pertama ka