Beranda / Rumah Tangga / Adikku Ingin Jadi Maduku / 72. Makanan Dari Mantan Mertua

Share

72. Makanan Dari Mantan Mertua

Penulis: Evie Edha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-16 19:12:11

"Bisa jalan dengan benar tidak?"

Kafka yang baru saja melewati sebuah lorong menuju ruangan Melissa di kantor perempuan itu hanya menaikkan satu alisnya kala sang kakak menanyakan hal seperti itu padanya.

Setelahnya dia hanya memerhatikan sang kakak yang pergi dengan keadaan marah. Dia hanya menggeleng lalu melanjutkan langkah. Kafka lansung menuju ruangan Melissa yang pintunya masih terbuka dan melihat perempuan itu yang tampak memegang kepalanya dan seorang pria paruh baya berdiri di sampingnya.

"Permisi," ujarnya kemudian. Dia pun mendapat perhatian dari dua orang di ruangan itu.

"Apa aku datang di waktu yang tidak tepat?" Dia menatap Melissa dan pria paruh baya itu secara bergantian.

"Oh tidak kok," ujar Melissa. Dia menegakkan tubuh lalu menggeleng pelan dengan senyum tipis. "Masuklah."

"Kalau begitu saya kembali ke ruangan saya dulu, Bu," ujar Pak Miko yang kembali bersikap profesional karena ada orang lain di sana. Dia pun keluar dari ruangan itu meninggalkan Melissa dan Kafk
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   73. Insiden Di Sekolah

    "Selamat pagi anak-anak." Seorang guru perempuan memasuki kelas. Dia menyapa murid-muridnya yang terlihat sangat bersemangat hari ini.Pagi itu, jatuh pada tanggal empat belas Februari, seorang guru yang mengajar di taman kanak-kanak membawa sebuah kotak berisi peralatan yang mana dia berencana untuk mengajak muridnya berkreasi."Selamat pagi, Bu Risti." anak-anak yang terdiri dari dua puluh anak laki-laki dan perempuan itu menjawab salam sang guru. "Oke anak-anak. Kalian siap untuk hari ini?" tanya guru bernama Risti itu. Dia tersenyum menatap semua muridnya secara bergantian."Siap!" jawab semua murid dengan mengangkat kedua tangan."Oke. Kalian tahu hari ini tanggal berapa?" Bu Risti bertanya."Empat belas Febluali, Bu." Beberapa anak menjawab dan beberapa anak diam karena tida tahu hari ini tanggal berapa. Beberapa ada yang pengucapannya benar dan ada yang salah karena belum bisa mengatakan huruf r."Kalian tahu hari ini hari apa?" Bu Risti kembali bertanya."Jumat, Bu." Kali ini

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   74. Dipanggil Ke Sekolah

    Melissa dan Argo duduk pada sebuah bangku kayu di bawah pohon manggapada sebuah panti asuhan. Mereka baru saja membagikan sembako dan juga barang-barang untuk panti ini.Mereka baru daja menyelesaikan kegiatan makan bersama pemilik panti dan juga anak-anak panti, perasaan haru menghinggapi keduanya."Kasihan sekali ya mereka," ujar Melissa tiba-tiba. Ada banyak cerita yang dia dapatkan di panti ini mengenai asal-usul mereka, dan kebanyakan adalah bayi yang tiba-tiba ditinggalkan di depan gerbang panti oleh orang tuanya. Tak sedikit juga anak yang tiba-tiba di telantarkan begitu saja."Mereka tidak berdosa, tetapi orang tua mereka yang begitu tega membuang mereka begitu saja." Dia melanjutkan. Pandangan Melissa tampak sendu mengarah pada anak-anak panti yang sedang bermain di taman."Ya. Ada banyak orang dan anak-anak yang nasibnya tida seberuntung kita. Tapi, kita kadang kalanya masih sering mengeluh." Argo berujar dengan senyuman tipis.Melissa menarik napas dalam. "Ya. Kalau dipikir

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Adikku Ingin Menjadi Madu

    "Ada apa tiba-tiba Rani minta kami datang, Pa, Ma?" tanya Melisa ketika dia baru saja memasuki kediaman kedua orang tuanya. Padahal, beberapa hari lalu dia baru saja mengunjungi tempat ini sebagai kegiatan rutin dia dan sang suami mengunjungi rumah orang tuanya. Kini, dia dan Okta harus datang kembali ke rumah ini. Keduanya menyalami tangan orang tua Melisa. Melisa menatap pasangan paruh baya yang ada di hadapannya secara bergantian untuk mendapat jawaban. Namun, keduanya sama-sama menggeleng. "Mama tidak tahu." Riyanti. Perempuan paruh baya itu menjawab. "Papa juga." Melisa pun akhirnya memilih duduk. "Sekarang dia di mana?" tanyanya kemudian. "Tuh masih di kamar," ujar Riyanti sembari menunjuk kamar Rani menggunakan dagu. Tak lama, Rani pun keluar dari kamarnya. "Eh. Kak Okta. Kak Melisa sudah datang." Perempuan yang baru saja lulus dari kuliahnya beberapa minggu lalu itu mendekati semua anggota keluarga lalu ikut bergabung dengan mereka, duduk di kursi single tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Rani Bunuh Diri?

    Okta dan Melisa sudah berada di rumah mereka sendiri, lebih tepatnya di rumah kedua orang tua Okta. Sebelum menikah memang Okta mengatakan dia ingin keduanya tinggal di rumahnya karena tidak ada yang mengurus kedua orang tuanya. Okta dua bersaudara. Satu Adik laki-lakinya masih menempuh pendidikan di luar Negri yang pastinya tidak berada di rumah. Kalau pulang pun hanya sesaat saja. Melisa menyanggupi karena di rumahnya sudah ada Rani yang akan mengurus kedua orang tua mereka.Namun, kejadian hari ini benar-benar membiat dirinya merasa syok. Keduanya tengah berbaring di atas ranjang, menatap ke atas dengan pikiran yang bercabang."Kenapa kamu diam saja sejak tadi, Mas?" tanya Melisa pada suaminya. Dia tahu kalau Okta belum tidur sejak tadi.Terdengar helaan napas dalam dari Okta. Pria itu melipat tangan di atas perutnya. "Aku tidak tahu harus berkata apa, Melisa. Ini ... Ini terlalu mengejutkan bagiku," ujarnya kemudian.Melisa malah merasa aneh dengan suaminya ini yang sejak tadi te

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Laki-Laki Boleh Menikah Lebih Dari Satu Kali, kan?

    "Apa maksud kamu, mas?" tanya Melisa yang sudah berhasil menguasai diri dari rasa terkejut. Dia menatap suaminya dengan bola mata melotot."Jangan sembarangan kalau bicara, Mas. Ini bukan hal sepele. Sadar kamu." Dia melanjutkan."Nak Okta. Kamu tenangkan diri dulu, kanga bertindak gegabah. Ini bukan keputusan yang asal ambil dan akan berlalu begitu saja. Ini akan mempengaruhi masa depan banyak orang," Bagus ikut berujar menasihati suami dari anak pertamanya itu.Okta menghela napas dalam. Dia menatap mertua dan juga istrinya. "Pa, Mel. Aku sadar. Aku sadar benar dengan apa yang aku katakan." Dia memberi tahu."Mel. Coba kamu lihat adik kamu. Dia dalam keadaan lemah. Bukankah menyelamatkan nyawa itu termasuk hal kebaikan?" tanya Okta.Melisa semakin menatap tidak percaya suaminya. Pandangan macam apa itu? "Apa-apaan itu, Mas? Kita bisa menyelamatkan nyawanya tanpa harus kamu menikahinya. Lagi pun dia sudah selamat, kan? Dokter juga mengatakan kalau dia sudah dalam keadaan baik meski l

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Pasangan Selingkuh

    "Kalian sudah baikan?" tanya Windi. Ibunya Okta. Ini adalah hari setelah Melisa dan Okta berdebat mengenai rencana pria itu yang akan menikahi Rani. "Mereka bertengkar?" tanya pria paruh baya yang tak lain adalah papanya Okta. "Ya kemarin." Windi mengangguk. Okta tersenyum. "Maklumin saja, Pa, Ma. Namanya juga rumah tangga. Pasti ada perdebatan kecil sedikit. Ya nggak, Sayang?" tanya Okta pada Melisa. "Tapi kita sudah baikan kok." Okta melanjutkan. Sekedar informasinya saja, kedua orang tua Okta belum mengetahui rencana anak mereka yang ingin menikahi adik dari menantunya itu. Jujur saja Melisa merasa ragu untuk mengatakan pada keduanya karena kebanyakan, orang tua laki-laki pasti akan mendukung apa yang anak mereka lakukan. "Benar itu, Melisa?" tanya Khalif, papanya Okta. Melisa memaksakan senyum lalu mengangguk. "Iya, Pa, Ma. Kami sudah baikan kok." Khalif mengangguk beberapa kali. "Syukurlah. Kalau Okta berbuat Saka sama kamu lagi, jangan ragu untuk mengatakannya pad

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   Tamparan Untuk Rani

    Melisa menangis sembari membawa mobilnya pergi dari rumah sakit. Dia tahu ini berbahaya, tetapi bertahan di sana pun tidak mungkin. Dia menghapus air mata di pipi secara kasar."Kalian jahat! Kalian pengkhianat!" teriak Melisa dengan keras sembari memukul kemudi. Dia tidak peduli kalau tangannya akan merasa kesakitan. Menutupi bibir dengan punggung tangan, dia menangis dengan tersedu-sedu.Melisa menggeleng pelan. "Kenapa Mama tega melakukan ini padaku?" tanyanya di sela tangis. Masih merasa terkejut dan kecewa karena melihat mamanya yang menutupi kebusukan adik dan juga suaminya.Tiba-tiba Melisa mengingat satu orang. "Papa," bisiknya. Perempuan itu menangis semakin kencang. Dalam hati dia menduga kalau mamanya tahu mengenai hal ini, pasti papanya juga mengetahui hal ini.Kedua tangan Melisa mencengkeram kemudi, dia semakin menangis kencang. "Kenapaa? Kenapa kalian jahat sekali?" tanyanya dengan berteriak.Perempuan yang tengah terluka hatinya itu melajukan mobil menuju kantor, tempa

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   6. Pergi

    "Apa yang Papa lakukan?" tanya Riyanti dengan rasa terkejut. Dia menatap suami dan juga putrinya secara bergantian.Sedangkan Bagus tidak mempedulikan sang istri. Tatapannya masih tajam mengarah pada Rani yang kini menatap dirinya dengan mata membeliak dan tangan memegang pipi yang baru saja dia hadiahi sebuah tamparan.Bagus mengangkat sedikit dagunya. "Sejak kapan aku mengajarimu menjadi perempuan murahan? Ha?" Dia bertanya dengan nada membentak."Katakan? Siapa yang mengajarimu menjadi wanita murahan?" Dia kembali bertanya.Rani menatap papanya dengan kerutan kebingungan. Dia terkejut dengan kalimat barusan. "Apa maksud Papa?" tanyanya kemudian.Begitu pun dengan Riyanti. Dia juga merasa terkejut dengan pertanyaan suaminya. Mendekati sang putri, dia memegangi kedua pundak Rani dan menatap suaminya. "Apa yang sudah Papa lakukan? Dan apa yang Papa katakan tadi? Kenapa Papa tiba-tiba datang lalu menampar Rani dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05

Bab terbaru

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   74. Dipanggil Ke Sekolah

    Melissa dan Argo duduk pada sebuah bangku kayu di bawah pohon manggapada sebuah panti asuhan. Mereka baru saja membagikan sembako dan juga barang-barang untuk panti ini.Mereka baru daja menyelesaikan kegiatan makan bersama pemilik panti dan juga anak-anak panti, perasaan haru menghinggapi keduanya."Kasihan sekali ya mereka," ujar Melissa tiba-tiba. Ada banyak cerita yang dia dapatkan di panti ini mengenai asal-usul mereka, dan kebanyakan adalah bayi yang tiba-tiba ditinggalkan di depan gerbang panti oleh orang tuanya. Tak sedikit juga anak yang tiba-tiba di telantarkan begitu saja."Mereka tidak berdosa, tetapi orang tua mereka yang begitu tega membuang mereka begitu saja." Dia melanjutkan. Pandangan Melissa tampak sendu mengarah pada anak-anak panti yang sedang bermain di taman."Ya. Ada banyak orang dan anak-anak yang nasibnya tida seberuntung kita. Tapi, kita kadang kalanya masih sering mengeluh." Argo berujar dengan senyuman tipis.Melissa menarik napas dalam. "Ya. Kalau dipikir

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   73. Insiden Di Sekolah

    "Selamat pagi anak-anak." Seorang guru perempuan memasuki kelas. Dia menyapa murid-muridnya yang terlihat sangat bersemangat hari ini.Pagi itu, jatuh pada tanggal empat belas Februari, seorang guru yang mengajar di taman kanak-kanak membawa sebuah kotak berisi peralatan yang mana dia berencana untuk mengajak muridnya berkreasi."Selamat pagi, Bu Risti." anak-anak yang terdiri dari dua puluh anak laki-laki dan perempuan itu menjawab salam sang guru. "Oke anak-anak. Kalian siap untuk hari ini?" tanya guru bernama Risti itu. Dia tersenyum menatap semua muridnya secara bergantian."Siap!" jawab semua murid dengan mengangkat kedua tangan."Oke. Kalian tahu hari ini tanggal berapa?" Bu Risti bertanya."Empat belas Febluali, Bu." Beberapa anak menjawab dan beberapa anak diam karena tida tahu hari ini tanggal berapa. Beberapa ada yang pengucapannya benar dan ada yang salah karena belum bisa mengatakan huruf r."Kalian tahu hari ini hari apa?" Bu Risti kembali bertanya."Jumat, Bu." Kali ini

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   72. Makanan Dari Mantan Mertua

    "Bisa jalan dengan benar tidak?" Kafka yang baru saja melewati sebuah lorong menuju ruangan Melissa di kantor perempuan itu hanya menaikkan satu alisnya kala sang kakak menanyakan hal seperti itu padanya.Setelahnya dia hanya memerhatikan sang kakak yang pergi dengan keadaan marah. Dia hanya menggeleng lalu melanjutkan langkah. Kafka lansung menuju ruangan Melissa yang pintunya masih terbuka dan melihat perempuan itu yang tampak memegang kepalanya dan seorang pria paruh baya berdiri di sampingnya. "Permisi," ujarnya kemudian. Dia pun mendapat perhatian dari dua orang di ruangan itu."Apa aku datang di waktu yang tidak tepat?" Dia menatap Melissa dan pria paruh baya itu secara bergantian."Oh tidak kok," ujar Melissa. Dia menegakkan tubuh lalu menggeleng pelan dengan senyum tipis. "Masuklah.""Kalau begitu saya kembali ke ruangan saya dulu, Bu," ujar Pak Miko yang kembali bersikap profesional karena ada orang lain di sana. Dia pun keluar dari ruangan itu meninggalkan Melissa dan Kafk

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   71. Pemecatan

    "Ma. Aku berangkat," ujar Kafka pada mamanya. Dia menuruni tangga sembari mengenakan jam tangannya.Windi yang sedang berkutat dengan sebuah box makanan segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia memasukkan kotak bekal itu pada sebuah paperbag. "Kafka tunggu!" Dia berlari mendekati putranya dengan membawa paperbag itu."Ada apa Ma?" tanya Kafka. Pria itu memperhatikan mamanya dan melihat paperbag yang dibawa sang mama."Ma. Aku nggak perlu dibawain bekal," ujar Kafka kemudian."Siapa yang buatin bekal untuk kamu?" tanya Windi kemudian dengan tatapan mengejek."Lantas itu?" Kafka menunjuk ke arah tangan Windi.Windi mengangkat paperbag yang ada di tangannya. "Ini?" Dia pun memberikan paperbag itu pada Kafka."Kamu mau bertemu sama Melissa, kan? Mama titip ini buat dia. Udah lama sekali mama nggak masakin makanan buat dia. Mama masakin makanan kesukaan dia," ujar Melissa."Jangan lupa mama juga titip salam untuk dia." Windi melanjutkan. Kafka pun menerima paperbag itu dan menatapnya sekila

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   70. Solusi Mengusir Okta

    Setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya ruangan Melissa pun kembali bersih. Tidak ada lagi bunga, balon atau ucapan-ucapan penyemangat apalah itu yang mengganggu bagi Melissa."Ada-ada saja. Bikin pusing saja." Perempuan itu menggeleng pelan sembari berjalan menuju kursinya.Duduk di kursi kebesarannya, Melissa tampak berpikir beberapa saat. "Tidak bisa seperti ini. Dia benar-benar mengganggu. Aku sudah tidak nyaman," ujarnya dengan kesal.Melissa meraih gagang telepon dan menghubungi seseorang. "Pak. Tolong ke ruangan saya," ujar Melissa. Setelah mendapat persetujuan dari seseorang di seberang sana, Melissaol pun menutup kembali teleponnya lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Dia mengembuskan napas kasar.Tak lama, suara ketukan terdengar. "Masuk," ujarnya kemudian.Pintu terbuka, menampilkan sosok pria paruh baya yang tak lain adalah kepala HRD perusahaan ini. Pak Miko, yang bisa dikatakan salah satu orang terperc

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   69. Kejutan yang Memuakkan

    Lisa menatap foto mendiang Papa dan mamaya dengan senyuman merekah. Entahlah. Sejak tadi, dia senang melakukan hal itu. Dia membayangkan seandainya mereka ada di sini. Biasanya, seorang anak yang membayangkan hal itu mereka akan sedih. Namun, tidak dengan Lisa.Pak Bowo yang melihat itu mengerutkan kening. Dia pun ikut duduk di samping cucunya. "Kamu lagi apa?" tanyanya kemudian.Lisa menoleh lalu tersenyum. "Eh Kakek." Dia menggeleng. "Lisa hanya lagi lihatin foto Papa sama Mama," ujarnya jujur."Kamu kangen, ya?" tebak Pak Bowo dan melihat cucunya itu yang mengangguk.Lisa kembali menatap foto kedua orang tuanya. "Mama cantik ya, Kek? Papa juga tampan." Dia terkekeh geli."Em ... awas nanti kedengeran papa Argo, dia cemburu loh." Pak Bowo berujar.Tidak tahu saja kalau di sana ada Argo yang sedang mengawasi mereka dengan menyandarkan pundak pada dinding dan tangan yang dilihat di depan dada.Lisa tertawa keci

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   68. Keputusan Bersama

    Malam itu, mereka mengadakan acara barbeque di halaman depan villa. Cuaca sedang baik, langit cerah bertabur bintang, menciptakan suasana yang sempurna untuk makan malam di luar ruangan."Untung saja langitnya cerah. Tidak hujan." Pak Bowo menatap langit dengan perasaan senang.Tuan Bagus mengangguk. "Iya. Kita bisa mengadakan acara ini di halaman.""Tenang, Kek. Lisa sudah minta sama Tuhan agar malam ini tidak hujan. Makanya dikasih terang," ujar Lisa dengan lucu yang mana langsung mengundang tawa semuanya."Bnarkah?" tanya Pak Bowo."Iya dong." Lisa langsung tertawa ketika kakeknya menggelitiki. Dia meminta ampun.Mereka tidak hanya membakar daging, tetapi juga sosis dan beberapa makanan lainnya. Semangat dan kebahagiaan menyelimuti mereka, membuat suasana semakin meriah. Tawa dan canda terdengar di antara suara api yang menyala dan aroma masakan yang menggugah selera.Lisa tampak bersemangat, membantu membalik daging

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   67. Belanja Bersama

    Argo, Melissa, dan Lisa pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan yang akan mereka gunakan untuk acara makan di villa nanti. Argo melihat belanjaan sudah banyak. Dia pun mencabik alih dari tangan Melissa."Ada yang mau dibeli lagi?" tanyanya kemudia.Melissa mengangguk. "Iya. Daging dan ikan." Dia menjawan."Ya sudah. Ayo kita cari penjualnya," ujar Argo. Dia berjalan dengan kantung belanjaan di tangan kanan dan kiri. Sedangkan Melissa menggadeng tangan Lisa."Kamu perlu bantuan tidak?" tanya Melissa pada Argo yang merasa tidak rega karenalriaitu membawa semua belanjaan mereka.Argo menggeleng. "Aman." Mereka pun membeli ikan, daging ayam dan terakhir daging sapi. Ketika mereka tiba di kios penjual daging, Lisa dengan penuh semangat meminta kepada papanya. "Pa. Beli dagingnya yang banyak, ya. Lisa ingin barbeque di depan villa nanti malam," ujar gadis itu kemudian.Argo pun menuruti permintaan putri kecilnya. "Apa yang

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   66. Alasan Nama yang Sama

    Okta membuka pintu apartemennya dengan kasar, suara gebrakan nyaring ketika dia kembali membantingnya untuk menutup. "Akh! Sialan!" teriakannya keras. Dia melepaskan jaketnya dengan kasar lalu membuangnya sembarangan.Napasnya memburu, otot-otot dalam lehernya masih terlihat jelas akibat kemarahan yang dia rasakan saat ini. Atas insiden yanalg baru saja dia alami di rumah mantan mertuanya dulu."Kurang ajar. Berani-beraninya mereka memperlakukan aku seperti itu," ujarnya marah. Dia mengusap hidungnya yang tiba-tiba merasa gatal."Aku datang dengan niat baik, mereka malah mengusirku seperti sampah. Enak saja." Dia membanting tubuhnya pada sofa sembari menatap lurus ke depan dengan tajam."Mereka memang orang yang sombong. Seenaknya mengusir aku dari sana." Dia terus menggerutu tiada henti. Padahal, hal itu terjadi juga bukan karena tidak ada alasan, tetapi karena mereka sudah merasa muak dengan Okta.Dia yang bersalah, tetapi dia yang mera

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status