Adik Ipar Malang
Bab 21 B Alasan SindiPOV Lilis"Nyatanya saat aku tanya Om Arifin, dia bilang tidak ada yang tahu kecuali yang ada di dalam di jamuan makan malam itu. Di situ aku sudah merasa ada yang janggal. Saat kamu pulang, aku menyuruh seseorang untuk mengikutimu. Kamu nggak langsung pulang, melainkan menemui seseorang, kan?"Jadi, ini alasan Kak Devan waktu itu supaya aku jangan terlalu percaya pada orang lain, termasuk pada orang terdekat. Bukan jangan percaya, tapi waspada dan berhati-hati."Maafin aku. Aku kan sudah kasih tahu semua alasannya," mohon Sindi dengan wajah memelas."Aku sudah maafin kamu, Sin. Lain kali berhati-hati, ya.""Terima kasih, Lis." Sindi langsung memelukku. "Terus bagaimana dengan Kak Evan? Kalau dia tahu aku ke sini kasih tahu kalian gimana?" tanya Sindi dengan panik, setelah melepas pelukannya."Itu urusan kamu dengan Evan," jawab Kak Devan dengan santainya. "Sebenarnya, tanpa kamu kaAdik Ipar Malang Bab 22 A (Kediaman Devan)POV LilisMulai saat ini, aku sudah sah menjadi istri Kak Devan. Walaupun hanya istri siri, namun dalam hati ini seperti ada yang berkembang. Apa lagi jika dia menepati janjinya yang akan menikahiku secara sah setelah anak ini lahir.Akad berlangsung tadi pagi pukul 08.00. Dihadiri hanya keluargaku dan para tetua komplek sini. Tak disangka, Om Rifan dan Tante Maya juga hadir. Bahkan Kak Elan juga datang. Padahal dia baru saja tiba dari luar kota, belum istirahat sama sekali. Yang membuatku terharu ialah orang tua Kak Devan menyaksikan juga melalui vidio call.Aku sudah bersiap dengan barang bawaan, satu buah koper besar dan satu tas sling bag. Berdiri di teras rumah, masih mengenakan kebaya berwarna putih, begitu pula dengan Kak Devan yang mengenakan setelan jas dengan warna senada juga denganku.Sebelumnya kami sudah berdiskusi, bahwa setelah akad, aku akan langsung mengikuti Kak Devan ke k
Adik Ipar MalangBab 22 B Kediaman Devan POV LilisAku merasakan sesuatu mengusap lembut wajahku. Kemudian suara yang lembut berbisik di telinga ini. Memanggil namaku dengan mesra, membuat bulu kuduk merinding.Mencoba membuka mata, walaupun masih sangat malas. Setelah mata benar-benar terbuka, terlihat Kak Devan sedang melepas sabuk pengaman. Berarti tadi itu ... mungkin hanya perasaanku saja. Tapi, leher belakang masih merinding."Kamu masih mau tidur di sini? Atau mau pindah di kasur yang empuk?"Aku mulai mengumpulkan nyawa. Ternyata suara mesin mobil sudah tak terdengar, mobil pun sudah berhenti di sebuah halaman rumah."Eh, sudah sampai, ya?"Membuka pintu kemudian turun dari mobil. Mataku langsung memindai ke segala penjuru tempat. Rumah berdesain dua lantai sederhana tetapi modern. Halaman depan yang luas didasari rumput gajah mini dan beberapa tanaman hias, mempercantik taman itu.Di sudut taman se
Adik Ipar MalangBab 23 (Kesedihan Laras)POV AuthorLilis berjalan memasuki kamar mandi. Sampai di sana, dia memandangi pipinya yang sudah memerah di cermin. Semoga saja suaminya itu tak melihat.Saat ingin melepas baju kebayanya, dia teringat kalau resletingnya berada di belakang, itu tepat di punggungnya. Tangannya berusaha untuk menurunkan resleting, tapi hanya berhasil terbuka beberapa senti saja.Akhirnya diputuskan untuk minta tolong kepada Devan. Dari pada dia terlalu lama, takut suaminya ingin segera memakai kamar mandi juga.Lilis melongokkan kepalanya dari pintu kamar mandi. Objek yang dicarinya sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel."Kak Devan!" panggilnya pelan.Merasa ada yang memanggil, Devan mengangkat kepalanya dari menatap ponsel di tangannya. Ternyata tadi suara istri kecilnya yang barusan memanggil. Hanya kepalanya saja yang menyembul di pintu kamar mandi."Kenapa? Sudah selesai?"
Adik Ipar MalangBab 23 B Kesedihan Laras"Evan, kami melakukan ini demi kebaikan kita semua, terutama untuk kamu," ucap ayah mertuanya pada Evan."Lilis mengandung anakku, jadi aku yang berhak untuk menjadi suaminya. Bukannya malah Devan yang hanya orang lain," protesnya. "Di mana Lilis sekarang? Devan! Keluar kamu! Kembalikan Lilis padaku!" raung Evan yang suaranya menggema sampai ke penjuru ruangan."Evan, hentikan! Lilis dan Devan sudah pergi dari sini." Bu Maya mencoba menyadarkan anak bungsunya agar berhenti teriak-teriak.Elan membawa adiknya untuk duduk di sofa. Dia berusaha menenangkan Evan, meski pun harus menggunakan sedikit tenaga untuk menahan pundak Evan, agar tetap pada duduknya."Kenapa kalian membiarkan Lilis pergi dengan Devan?" tanyanya dengan lemah. Wajahnya benar-benar kuyu."Evan, dengar! Seandainya kamu menikah dengan Lilis, pernikahan itu tidak akan sah. Karena kamu itu suami dari Laras, kakak kan
Adik Ipar Malang Bab 24 A POV AuthorEvan merasakan kepalanya sangat pusing, badannya juga sakit. Yang dia ingat adalah saat sedang minum di sebuah bar, kemudian kakaknya mencoba mengajaknya pulang. Tapi, pada akhirnya Elan membiarkan Evan terus minum.Pikir Elan dengan membiarkan Evan melampiaskan pada minuman, itu akan membuat perasaan sakit dan beban Evan lega sejenak. Nyatanya pemikiran itu adalah awal mula yang sudah salah.Terdengar suara dari arah kamar mandi. Suara air mengalir dari keran dan suara tangis yang samar-samar. Setelah memaksa badannya untuk bisa bangun, Evan berjalan menuju kamar mandi walau masih dengan sempoyongan."Kamu kenapa Laras?" Seketika Evan melupakan sakit di kepalanya. Kemudian berjalan menuju istrinya yang terlihat dalam keadaan memilukan.Evan mengambil handuk untuk dibalutkan ke tubuh istrinya dan mematikan keran air. Kemudian dia membawa istrinya itu duduk di ranjang."Kenapa kamu bisa seperti ini?" tanya Evan lagi.Laras hanya memandang wajah Ev
Adik Ipar MalangBab 24 BPOV Lilis"Assalamualaikum. Mama pulang!" Terdengar suara perempuan mengucap salam dan langkah kaki yang memasuki rumah."Wa'alaikumsalam," jawab kami berdua kompak.Aku dan Kak Devan langsung berdiri. Bersiap menyambut kedatangan Om Hisyam dan Tante Desi, orang tua dari Kak Devan."Dimana menantuku?" tanya perempuan paruh baya yang terlihat masih energik. Tante Desi wajahnya masih tak berubah, masih sama seperti terakhir bertemu saat aku masih SD."Ya ampun Lilis! Kamu sudah besar sekarang. Mama bener-bener pangling. Pantas aja Devan ngga mau Mama jodohin sama siapa pun."Tante Desi berkata dengan sangat heboh. Kami saling berpelukan dan cipika-cipiki."Papa juga hampir nggak kenal. Terakhir ketemu kamu masih sangat imut. Sekarang sudah mulai beranjak dewasa," ucap Om Hisyam sambil mengusap puncak kepalaku."Kamu sehat, kan? Apa Devan menyusahkan kamu?" tanya Tante Desi lagi sambil
Adik Ipar MalangBab 25 A Memberi Izin SekolahPOV Lilis"Kamu tahu kenapa Mama dan Papa menitipkan Devan di rumahmu dulu?""Karena Mama dan Papa nggak sanggup untuk mengubah sikap Kak Devan yang seperti berandalan?" jawabku sekenanya."Lebih tepatnya bukan itu. Dulu kami salah mendidik Devan. Devan terlalu dituntut untuk melakukan sesuai kehendak kami. Karena dia anak tunggal dan pewaris satu-satunya di keluarga ini." Mama berhenti sejenak untuk mengambil napas."Mungkin dia merasa tertekan, sehingga dia mulai memberontak. Menjadi anak yang suka berantem di sekolah, tawuran, dan bersikap semaunya sendiri saat tak berada di rumah," sambung Mama lagi.Mata Mama mulai berkaca-kaca. Aku coba menyalurkan kekuatan dengan mengusap tangan Mama. Diriku masih diam saja, memberikan Mama waktu untuk melanjutkan ceritanya."Bukannya Mama tak ingin mendidik Devan dengan tangan Mama sendiri, tapi di sisi lain Papa juga sedang mengalami masalah dengan perusahaan, saat itu. Mama harus berada di sampi
Adik Ipar Malang Bab 25 B Izin SekolahPOV LilisSekarang aku mulai bisa memadukan pakaian kantor Kak Devan. Suamiku itu lebih suka memakai pakaian semi formal dan kasual, kecuali kalau akan bertemu dengan klien. Kalau cuaca dingin sweater dengan bahan rajut yang akan menjadi alternatifnya.Hari ini aku menyiapkan atasan kemeja lengan panjang, celana jogger dan sepatu sneakers untuknya. Tak lupa blazer sebagai outer kalau ada meeting mendadak. Sesuai dengan gayanya Kak Devan, smart casual."Di mana pakaian kantorku, Sayang?" tanya Kak Devan saat aku sedang menata pakaiannya di atas kasur."Ini, Kak. Arghh!" Aku terkejut saat membalikkan badan, Kak Devan berdiri hanya dengan handuk melilit di pinggangnya."Pakai bajunya, Kak!" perintahku dengan mengalihkan pandangan ke arah lain.Jangan tanya wajahku ini, sudah sangat panas. Pagi-pagi sudah dikasih pemandangan roti sobek. Sayang sekali tak bisa dimakan."Bajuku m
Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber
Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu
Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F
Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men
Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,
Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"
Adik Ipar Malang Bab 85 Memata-mataiSiska dan Lilis sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu sang Tuan Rumah keluar dari ruangannya. Lilis merasa was-was. Dia sedang memikirkan bagaimana kedepannya dengan Daffin kalau dirinya terjadi sesuatu di sini. Sedang Siska, dia malah merasa sangat gugup dan takut.Meisya segera menghampiri Siska dan Lilis. Dia membawa sebuah kotak berukuran tiga puluh sentimeter dan meletakkan di atas meja. "Silakan taruh ponsel Nona berdua di dalam kotak ini!" ujar Meisya dengan sopan. Siska dan Lilis saling memandang dan mengerutkan kening.Melihat keragu-raguan kedua perempuan itu, Meisya menambahkan, "Kami tidak akan mengambilnya. Hanya untuk mengantisipasi saja." Siska dan Lilis masih enggan untuk mengeluarkan ponsel mereka. Tidak disangka kalau Freya sangat berhati-hati. Padahal rencana Lilis adalah ingin merekam dan mencari bukti sebanyak-banyaknya untuk m
Adik Ipar Malang Bab 84 Dua Perempuan Sementara itu, Lilis sudah sampai di dekat gang besar yang dimaksud oleh Freya. Sebelumnya Freya memberitahu lagi, kalau mereka naik kendaraan umum, mereka harus turun di gang besar yang menuju ke rumah di mana Elan disembunyikan. Lalu, mereka harus berjalan kaki kurang lebih sejauh lima puluh meter lagi. Selama berjalan, Lilis memerhatikan keadaan tempat ini. Sepanjang jalan, di sisi kanan dan kiri hanya kebun yang ditanami pohon buah-buahan. Di antaranya pohon rambutan, mangga, dukuh, dan jambu air. "Lis, perasaanku agak kurang enak. Apa kita balik lagi saja?" Siska menggandeng lengan Lilis dengan kuat. Meski siang hari, tapi di sini sangat sunyi. Bahkan tidak ada orang yang lewat. Sepertinya lahan di sini adalah milik satu orang, sehingga orang-orang tidak berani lewat jalan ini sembarangan. "Jangan dulu! Kalau kita kembali, bagaimana dengan Kak Elan?" tolak Lilis."Tapi aku
Adik Ipar Malang Bab 83 Penyekapan Elan Di kantor Devan, tiba-tiba saja pikirannya mengarah ke Lilis. Entah kenapa hatinya sangat merindukan istri kecilnya itu.Devan menghentikan pekerjaannya sebentar, lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Lilis. Panggilannya tersambung. Hanya saja tidak di angkat oleh istrinya itu. Sampai panggilan ketiga, Lilis tetap tidak mengangkat telfonnya. Kemudian Devan menghubungi nomor rumah Bu Maya. Tepat sekali beliau yang mengangkatnya. [Halo, kediaman Rifan di sini.]"Halo, Tante. Ini aku Devan."[Oh, Devan. Ada apa?]"Apa Lilisnya ada, Tante?"[Lilis? Dia sedang menemani Siska ke rumah sakit.]"Sejak kapan?"[Kurang lebih dari dua jam yang lalu. Mungkin sedang banyak pasien, jadi antreannya sedikit panjang.]"Apa Daffin juga ikut?"[Enggak. Daffin di rumah dengan Tante dan Laras. Ada apa, ya? Suara kamu kok terdengar cemas.]"Enggak apa-apa, kok, Tante. Terima kasih, ya. Mungkin L