Beranda / Romansa / Adik Angkatku, Istriku / Bab 30 Kisah dari Singapura

Share

Bab 30 Kisah dari Singapura

Penulis: Oase-biru
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Perjalanan ke Bandung kali ini sangat singkat, dua hari dengan agenda yang padat. Sesampainya di sana, aku langsung menyelesaikan kontrak dengan Persada untuk kerja sama dengan Pusat Perbelanjaan. Mas Tyo sebagai komisaris mengambil kesempatan untuk mengadakan rapat dengan Dewan Direksi. David sudah mengurusnya agar semua anggota dewan dapat hadir.

Mereka membahas kemungkinan untuk memberikan jabatan padaku karena sesuai dokumen, kepemilikan Persada adalah atas namaku. Jika nantinya akan tetap ada Mas Tyo, maka akan dikukuhkan setelah pernikahan.

Alisha sendiri belum memutuskan apa pun. Persiapan pernikahan cukup membuatnya tak memiliki kesempatan beristirahat. Jabatan CEO di Anugerah sudah membuat jadwalnya cukup padat.

“Bagaimana Bu Alisha?”

Alisha memandangi Mas Tyo meminta bantuan untuk menjawabnya. David yang memahami kesulitanku, akhirnya memberikan jawaban.

“Saat ini Bu Alisha sedang mempersiapkan pernikahannya, sekarang bukan waktu yang tepat. Kita akan agendakan pembahas
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 31 Hari yang Dinanti

    Alisha sangat kesal. Mas Angga benar-benar sudah tak menyayanginya lagi. Saat dicoba memejamkan matanya untuk beristirahat, namun tak berhasil memejamkan matanya. Kenangan mengenai masa lalu melintas. Dahulu Mas Angga sangat perhatian pada Alisha. Tak boleh satu orang pun yang menyakitinya. Namun kini, Mas Angga seakan tak peduli apalagi besok dia akan menikah.. Suara dering telepon membuyarkan lamunannya. Mas Tyo, pasti Mas Angga sudah memberitahu jika dia marah dan mengancamnya. “Iya mas, ada apa?” “Kok galak begitu sih sama calon suami. Sha, temenin mas ambil jas ya. Sepuluh menit lagi mas sampai. Ini sudah di jalan.” “Loh, mas. Alisha belum siap-siap.” “Sudah cantik, pastinya. Habis zuhur langsung berangkat. Kita makan di luar saja ya.” Telepon dimatikan oleh Mas Tyo, diletakkan ponsel di nakas. Duduk sejenak di pinggir tempat tidur, kemudian beranjak ke kamar mandi untuk berwudu. Saat azan berkumandang, diambil mukena dan mulai bersiap salat. Mas Tyo sampai setelah m

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 32 Akad Nikah

    Pukul dua pagi, aku sudah tak bisa lagi memejamkan mata. Tubuhku terasa masih lelah, namun pikiran ini sudah tak bisa kukendalikan. Aku bangun dan duduk di tepi tempat tidur. Setelah merasa lebih enak, kulangkahkan kaki menuju kamar mandi. Lebih baik aku salat untuk menenangkan diri dan meminta kelancaran untuk akad nanti. Selepas salat aku ambil ponsel dari nakas. Mengecek pesan yang masuk. Beberapa pesan dan foto dari EO yang mengabarkan kondisi terakhir lokasi ballroom Hotel Ambasador. Hendra juga mengirimkan pesan jika urusan penghulu akan aman bersamanya. John dan Hans akan bersiap di sekitar hotel mulai pagi ini. Rombongan Alisha juga sudah masuk hotel semalam. “Alhamdulillah,” batinku membaca pesan di ponsel. Aku ketik pesan untuk Alisha, menanyakan kabarnya pagi ini. Baru saja tanda terkirim muncul di layar, tulisan sedang mengetik langsung terbaca pada layar ponsel. -Mas tidak bisa tidur juga ya?- Kuputuskan melakukan panggilan telepon. “Sayang juga tidak bisa ti

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 33 Tak Pernah Terganti

    Hendra melepas kepergian bosnya dengan tatapan haru. Awalnya Pak Angga tidak ingin hadir, namun kemarin Sherly memberitahukan jika dia diminta Pak Angga memesan tiket ke Jakarta. Kedatangannya ke hotel juga tak memberitahukan keluarganya. Setelah beberapa langkah Angga terhenti. Hendra berlari kecil menghampirinya. Sesaat setelah dia sejajar dengan Pak Angga, terdengar suaranya yang sedikit tertahan. “Hendra, rahasiakan kedatangan saya dari siapa saja!” “Baik Pak Angga.” Angga kembali melangkah meninggalkan ruangan. Sebuah mobil sudah menunggunya, terparkir di depan lobi. Sesaat Pak Angga masuk, mobil melaju meninggalkan hotel. Di dalam ruangan, acara masih berlangsung. Tyo memasangkan cincin di jari manis Alisha dan mencium keningnya. Alisha melakukan hal yang sama dan mencium punggung tangan suaminya sebagai tanda baktinya sebagai istri kelak. Setelah rangkaian acara yang diakhiri dengan sungkeman, para tamu undangan dipersilakan menikmati hidangan yang tersedia. Penganti

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 34 Malam Resepsi

    Selepas salat magrib MUA kembali merias aku dan Mas Tyo, kami sempatkan mengisi perut agar tidak keroncongan saat acara resepsi nanti. Mas Tyo sudah selesai dan sekarang asyik membalas pesan masuk di W****App. Aku masih harus bersabar, riasan wajah baru saja selesai kini masih harus menggantinya dengan gaun pengantin. Mama yang memilihkan modelnya. Warna putih gading dengan model kemben yang ditutup tile pada bagian pundak dan punggung yang sedikit terbuka. Acara akan dimulai pukul setengah delapan malam, kami bersiap turun dari kamar. Berjalan perlahan menuju lift, ujung gaun sudah dipegang Dania. Malam ini teman kampus, karyawan kantor serta relasi papa dan ayah adalah tamu undangan kami. Setelah dibuka oleh pembawa acara dan prosesi rombongan pengantin memasuki pelaminan, acara ramah tamah dan pemberian ucapan selamat berlangsung. Sahabatku sudah berkumpul di mejanya. Mereka asyik berbincang. Ingin sekali ikut ke sana dan melepas kangen. Sesekali mataku melirik ke arah mereka.

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 35 Rutinitas

    Aku dan Mas Tyo kini tinggal di apartemennya. Setelah cuti selama tiga hari kerja, besok kami akan kembali ke rutinitas. Malam ini kami sengaja tidur lebih cepat, agar nanti bisa maksimal menyelesaikan pekerjaan yang tertunda selama tiga hari ini. Selepas subuh aku berkutat di dapur membuat sarapan. Pagi ini sengaja kubuat sarapan agak berat, nasi goreng seafood. Sebentar lagi akan siap. Saat aku fokus mengaduk nasi goreng di wajan, sepasang tangan melingkar memelukku. “Mas, ini sudah mau matang, nanti gosong loh.” “Kalau makannya berdua, gosong juga enak kok.” “Mas lebay deh. Sudah tunggu di meja saja kalau sudah lapar.” Aku sudah mencium bau citrus, artinya Mas Tyo sudah berpakaian kerjanya. Bukannya melepas pelukannya, malah sebuah kecupan mendarat di pipiku. “Mas..., nanti baunya nular ini, bau nasi goreng.” “Tidak apa sayang, wangi nasi goreng gosong juga enak.” Aku biarkan Mas Tyo tetap di sana. Aku matikan kompor dan memindahkan nasi goreng pada piring yang sudah

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 36 Bulan Madu

    “Siapa mas? Buat aku penasaran saja.” “Dania.” “Serius mas! Sejak kapan? Kok tidak cerita sih. Dania, awas ya harus traktir nanti gajian pertamanya.” Alisha sangat antusias mengetahuinya. Aku tersenyum sendiri mendengarnya yang berbicara sendiri setelah mendengar nama Dania kusebut. *** Sampai di apartemen, sudah menjelang magrib. Setelah membersihkan diri dan salat magrib berjamaah, Alisha langsung menuju dapur menyiapkan makan malam. Sedangkan aku mengecek beberapa email di laptop. Alisha meminta lemari pendingin dipenuhi dengan bahan makanan dan sayuran. Jika dia ingin masak tak perlu repot membeli bahannya jika sudah lengkap. Menu makan malam kali ini capcay, teriyaki, dan sambal bawang. Aku keluar dari kamar setelah selesai mengecek email. Aku menarik kursi di meja makan dan menghempaskan tubuhku. Sambil menunggu makan malamnya siap, kubuka media sosial. Sebuah postingan yang viral hari ini. Dua foto terpampang di akun tanpa nama. Sosok lelaki yang berdiri di balik

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 37 Pertemuan Tak Terduga

    Makan malam bersama keluarga ayah sedikit membuat aku melupakan sikap Mas Tyo yang tak biasa. Obrolan dengan Haikal dan Deandra serta canda mereka membuat aku tersenyum. Ayah dan mami juga sangat menyayangiku seperti putri pertama mereka. Mas Tyo hanya menanggapi jika ayah atau mami bertanya. Semenjak keberangkatan sikap Mas Tyo tidak seperti biasanya. Padahal awalnya dia yang bersemangat untuk berbulan madu. Apakah ada masalah di kantor sebelum berangkat. Akan kutanyakan pada Dania nanti malam. Kami kembali ke kamar setelah ayah, mami, dan kedua adikku pamit. Besok mami mengundang kami ke rumah mereka. Agenda jalan-jalan dari agen wisata baru dimulai lusa. Setelah mengganti pakaian dengan kimono katun aku sempatkan mengirim pesan pada Dania. Rasa penasaran dan khawatir menjadi satu di benakku. -Dania, apakah ada kendala pekerjaan kantor hari ini?- -Aku tunggu jawabannya ya, maaf mengganggu- Aku menghampiri Mas Tyo yang sudah berbaring di kasur, merebahkan tubuhku di sampin

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 38 Perjalanan Hati

    “Alisha mau mampir ke The Centrepoint, lihat kuliner di sana,” ucap Mami Jessy. Aku mengangguk menyetujui keinginan Alisha. Sebelum kembali ke hotel mereka akan mampir ke sana. “Mas, boleh sekalian undang Mas Angga dan Sherly?” “Coba tanyakan dulu ya, Sha. Mereka kan harus bekerja.” Alisha mengangguk dan berjanji akan menanyakan terlebih dahulu pada Mas Angga dan Sherly. Aku hanya bisa mengiyakan sambil menarik napas panjang. Semoga perasaan Angga sudah berubah dengan adanya Sherly. *** Kami berempat akhirnya di sini, The Centerpoint. Awalnya Angga menolak namun akhirnya tak tega karena Alisha terus merajuk. Kami sudah memesan makanan di Chicken Up. Alisha dan Sherly mengunjungi toko busana di dekat restoran. Kini hanya aku dan Angga duduk menunggu pesanan datang. “Kapan kembali ke Jakarta?” tanyaku membuka percakapan. “Setelah semua terapi selesai. Juga membereskan beberapa hal terkait pekerjaan.” “Anugerah memerlukan bos besarnya. Alisha lambat laun harus menarik

Bab terbaru

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 115 Akhir Sebuah Cerita

    Setelah dokter bisa menangani Aristya aku memutuskan kembali ke ruang rawat Alisha. Hendra berdiri di depan pintu kamar bersama John dan Hans. Saat melihatku, mereka mengangguk namun tak berbicara. “Hendra, jika ada kabar penting langsung hubungi aku,” pesanku sebelum kembali ke kamar Alisha. “Baik Pak.” “Bukannya tadi ada Adrian?” tanyaku melihat sekeliling. Hendra menatap John dan Hans bergantian. Tadi Adrian memang ada di sini. Mereka sempat mengobrol. Adrian datang bersama Dania. Aku menghubungi Alisha. Hanya nada sambung terdengar berbunyi, tapi Alisha tidak mengangkatnya. Kucoba hingga tiga kali, namun hasilnya sama saja. Aku langsung bergegas menuju lorong ruang rawat Alisha. Perasaanku tak enak. Hendra kuminta menghubungi Fathir. Jika ada di luar minta segera kembali ke ruang Alisha. John dan Hans mengikuti langkahku. Aku tak ingin kejadian buruk menimpa Alisha. Apalagi ada bayiku di sana. Sesampainya di depan ruangan tak kulihat Fathir dan Petra. Aku ingin

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 114 Kegelisahan Alisha

    Saat Alisha membuka matanya, dirasakannya dia terbaring dalam kamar dengan aroma yang sangat dikenalnya. Dinding putihnya selalu bersih. Walau suka dengan warnanya tapi dia tak mau lama-lama di sini. Mas Angga…? Tadi Hendra bilang jika Mas Angga kecelakaan. Sari yang menabraknya. Jadi benar yang dikatakan Adrian jika kotak hadiah itu dari Sari. Nomor yang selalu menerornya mungkin juga Sari. Tapi mengapa? Alisha mencoba bangun dari tidurnya. Alisha harus mencari Mas Angga. Dia harus tahu kondisinya saat ini. Saat badannya mulai digeser untuk duduk, suara pintu dibuka menghentikan gerakkannya. Ditunggunya siapa yang akan masuk dengan terus menatap lurus ke arah pintu. “Mas Angga…!” Aku duduk di kursi roda yang didorong masuk oleh Fathir, menatap Alisha tajam. Kemudian tersenyum saat melihatnya diam. Setelah Alisha sadar siapa yang datang, Alisha ingin beranjak turun memeluknya. “Di sana saja Hanny. Mas tidak mau kamu lelah,” ucapku sambil memberikan tanda agar Alisha tetap di

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 113 Semua Terungkap

    Jadi hadiah itu dari Sari. Tiba-tiba rasa mual kurasakan, aku bangun menuju toilet. Dania mengikutiku dari belakang. Adrian hanya duduk diam dalam kebingungan memutuskan untuk menunggu mereka. Aku didampingi Dania Kembali duduk di hadapan Adrian. Masih banyak yang ingin aku ketahui. Tapi aku ingin tahu di mana Mas Angga saat ini. Pesan yang tadi kukirim masih belum dibacanya. Kucoba menghubungi, tapi hanya suara operator yang menjawab. Aku mencoba menghubungi Hendra, namun sama saja. Saat aku panik, dering telepon berbunyi. Mas Angga. Aku langsung menggeser layer dan berbicara padanya. “Mas di mana? Kenapa sulit dihubungi?” “Maaf Hanny, mas lagi rapat dan susah sinyal. Ini juga hanya sebentar bisa teleponnya. Mas mau mengingatkan jangan lupa makan siang ya.” “Iya mas. Mas Angga juga ya,” ucapku menginggatkannya. “Kalau di kantor, jangan terlalu lelah ya, kasihan dede nanti. Makan siangnya ditemenin Dania saja ya Hanny,” ucap Mas Angga. Belum sempat aku jawab, suara samb

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 112 Rasa Bersalah

    Aku menoleh ke arah Mas Angga, mencoba tersenyum dan menatap wajahnya lekat. Aku Kembali mengusap lembut perutku. Aku harus kuat, Arjuna dan aku bisa melewatinya dulu. Kini aku juga harus bisa. “Tidak apa mas, sudah mulai terasa tidak enak perutnya,” jawabku pelan. “Sebentar lagi kita sampai dede, sabar ya.” Aku tersenyum mendengarnya. Mas Angga sangat memperhatikan kami, aku berharap ini bukan sementara. Pikiranku mengenai Aristya masih mengganjal. Apalagi nomor asing yang mengirim pesan dan foto, membuat aku bertanya-tanya siapa dia? Sesampainya di rumah besar, aku langsung masuk ke dalam kamar. Mas Angga menggendong Arjuna ke kamarnya. Oma dan Opa juga akan beristirahat, sebelum Oma menyiapkan makan siang. Suara pintu kamar yang dibuka membuat aku menoleh. Mas Angga sudah melangkah menuju ke arahku yang masih duduk di tepi tempat tidur. “Masih jail dedenya?” tanya Mas Angga padaku. “Tidak papa. Dede aman,” jawabku sambil tersenyum. Mas Angga mendekat dan berhenti di ha

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 111 Air Mata Bahagia

    Aku menatap wajah Alisha lekat, rasa bersalah menyelimuti. Aku sepertinya terlalu terburu-buru mengharapkan kehamilannya. Seharusnya aku membahagiakannya dahulu. Aku melangkah mendekatinya dan memeluknya erat. “Tidak apa Hanny, masih banyak waktu. Arjuna pasti mau menunggu,” ucapku pelan di telinganya. “Arjuna mau menunggu, apakah mas juga mau menunggu?” tanyanya pelan. Aku lepas pelukanku, menangkup kedua pipinya dan memintanya menatapku. Mata Alisha berkaca-kaca, aku tak ingin butiran air mata itu turun. Aku tersenyum menguatkannya. “Aku pasti akan menunggu Hanny, tidak perlu khawatir. Sampai nanti Allah memberikan kita kepercayaan untuk menjaga amanah,” ucapku pelan sambil tetap tersenyum. “Mas, ini hasilnya,” suara Alisha terdengar pelan sambil menyodorkan testpack yang tadi kuberikan. Aku mengambilnya dan meneliti bagian yang memiliki garis merah. Kesedihan Alisha sepertinya harus kuhilangkan, aku sudah merencanakan akan mengajaknya bersama Arjuna berlibur nanti. Aku

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 110 Datang dan Pergi

    “Lebih baik diperiksa ke dokter kandungan, biar lebih yakin hasilnya,” ucap Oma sambil menatap pada Alisha. “Oma bilang apa? Aku tidak salah dengar kan?” tanyaku mendengar ucapan Oma pada Alisha. Oma hanya tersenyum. Mengajak Arjuna untuk kembali ke rumah. Arjuna yang masih duduk di samping Alisha mengangguk, meminta papa untuk menjaga bunda dan dia berjanji akan menuruti Oma dan Opa. Aku tersenyum mendengarnya kemudian menurunkan Arjuna setelah mencium pipi Alisha dan membuat janji kelingking agar Arjuna menepati janji. Alisha melambaikan tangannya hingga Arjuna menghilang di balik pintu. Kini hanya ada aku dan Alisha di kamar. “Mas mau keluar sebentar Hanny, berani sendiri atau mau dipanggilkan perawat?” tanyaku sesaat tiba di samping tempat tidur. “Berani mas, tapi jangan lama-lama ya,” jawab Alisha pelan sambil menatap matanya. Sebuah senyum terbit dari sudut bibirku, kemudian melangkah keluar kamar. Setelah aku menutup pintu Alisha merebahkan tubuhnya. Sebenarnya Alisha

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 109 Kenangan Hati

    Alisha mengeratkan genggamannya pada tangan Mas Angga. Menatapnya lembut dan mencoba tersenyum padanya. Bebannya sudah sangat berat. Sepertinya dia harus mengesampingkan perasaan cemburu pada Aristya, apalagi Oma tadi sudah berpesan agar dirinya tak egois. “Mas, jika mas ingin melihat Nenek Hanum pergilah. Alisha bisa sendiri di sini. Alisha juga tidak mau lama-lama di rawat Mas,” ucapnya pelan. “Iya Hanny, Mas juga ingin kamu sehat. Tidak sakit seperti ini. Mas minta maaf ya. Lain kali Mas akan hati-hati dengan orang-orang yang suka mengambil foto sembunyi-sembunyi," ucapku meyakinkan. Alisha mengangguk. Aku kembali mengecup tangan Alisha dan tersenyum padanya. Sedikit bebanku sudah terangkat. Aku bisa tersenyum sekarang. Alisha membalas senyumku hingga aku seakan diberikan sedikit kekuatan dengan adanya kabar mengenai Nenek Hanum. “Mas menunggu Hendra di IGD ya Hanny, jika ada apa-apa panggil perawat," ucapku saat menghitung waktu kemungkinan Hendra sudah sampai. “Iya mas, nan

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 108 Saling Memahami

    Oma dan Opa mendekati tempat tidur perlahan. Mereka tak mau mengganggu tidur Arjuna. Oma mengusap pelan tangan Alisha yang memeluk Arjuna. Setelah memastikan keduanya pulas. Mereka menunggu di sofa. Aku memilih untuk tetap duduk di samping tempat tidur menunggu mereka berdua bangun. Setelah menunggu hampir setengah jam. Arjuna mulai membuka matanya. Digesernya tangan bunda yang memeluknya saat tertidur. Aku menutup laptop dan meletakkannya di meja. Arjuna yang kini sudah duduk di ranjang, mengucek matanya dan membuka perlahan. “Papa, kita di rumah sakit?” “Iya jagoan. Masih mengantuk?” tanyaku sambil mengusap lembut pucuk kepalanya. Arjuna menggeleng dan matanya berpindah ke arah bunda yang masih tertidur. Diciumnya pipi bunda dengan penuh rasa sayang kemudian diusapnya. “Bunda maaf ya. Oma bilang kalau Arjuna mau punya adik perempuan bunda akan sakit dan muntah-muntah juga. Arjuna mau adik tapi tidak mau bunda sakit,” ujarnya pelan. Aku yang mendengarnya tersenyum. Semoga

  • Adik Angkatku, Istriku   Bab 107 Kemarahan Alisha

    Aku terduduk dipinggir tempat tidur, butir air mata mulai mengalir di pipiku. Di saat aku baru saja merasakan kebahagiaan mengapa ada yang merusaknya? Apakah Mas Angga benar-benar menjalin hubungan dengan Aristya tanpa sepengetahuanku. Aristya memang masa lalu Mas Angga, namun Mas Angga juga mengatakan jika mereka tak pernah memiliki hubungan dekat. Tapi mengapa bukti-bukti yang kuterima tidak menunjukkannya, malah sebaliknya hubungan mereka terlihat sangat dekat. Apakah dalam lubuk hati terdalam, Mas Angga masih mencintainya? Kepalaku terasa semakin pusing, aku menarik napas panjang. Tak kubayangkan apa jadinya hari-hariku menghadapi hubungan yang aku tak tahu kapan dimulainya. Aku beranjak menuju kamar mandi, sepertinya berendam memang akan menyegarkanku. *** “Papa...!” Arjuna berlari menyambutku yang baru saja turun dari mobil yang dikendarai Fathir. Setelah cukup lama menunggu bagasi akhirnya aku bisa meninggalkan bandara. Hampir dua jam menunggu, untungnya Alisha sudah k

DMCA.com Protection Status