"Gimana kalau kita pura-pura pacaran di depan Karina?""Hah? Buat apa?" Justin terkejut mendengar rencana yang diusulkan Alice."Udah ngikut aja," Alice menaik turunkan alisnya."Gak, jangan aneh-aneh," Justin meninggalkan Alice di dapur."Ya udah, orang aku udah bilang ke Karina kalau kita pacaran."Mendengar itu sontak Justin menoleh, melotot, lantas menghela nafasnya, "kamu bikin rencana kayak gitu buat bikin Karina cemburu?" tanya Justin.Alice menyengir."Aku sama Karina itu cuma pura-pura nikah, jadi kita berdua gak ada rasa satu sama lain, Alice.""Kalau itu menurut kamu, ya udah. Tapi menurut aku, Karina itu ada rasa sama kamu, Justin.""Kan dia aja, aku nggak.""Capek deh ngomong sama kamu itu," Alice ngeloyor meninggalkan Justin, menampik baju Justin kasar.Kasur di kamar Karina memang king size, dan sangat muat untuk Alice dan Karina tidur satu ranjang. Alice sudah tertidur di sebelah Karina. Sementara Karina sendiri hanya terbaring menatap langit-langit kamarnya."Aku tau,
Karina merasa bahwa matahari Incheon hari ini sedikit merajuk, karena matahari sembunyi di balik mega-mega putih yang indah. Karina yang sudah berada di gym, agak menyesal karena ia tidak jadi joging di luar. "Kalau gak panas gini, tau gitu aku joging di luar," gerutunya menyalakan treadmill."Bau apa nih!" seru salah satu pengunjung gym menutup hidungnya, sontak semua orang yang berada di ruangan itu juga merasakan bahwa ada bau busuk yang menyeruak di tempat ini. Karina juga mencium bau ini, tapi ia tak seberapa mempermasalahkan, karena Karina membawa masker di tas kecilnya.AC di seluruh apartemen Dal-Byeol tiba-tiba saja mati, anehnya hanya AC, sementara listrik masih menyala dengan normal. Hawa di dalam apartemen perlahan menghangat, hingga semakin panas. Bisa dilihat dari atas, bahwa semua orang di apartemen langsung keluar dari apartemen. Justin panik, ia segera mengenakan bajunya, Alice juga sudah membuat dirinya tak terlihat agar orang-orang tidak bisa melihat wujud aslinya.
Serangan ombak milik Justin rupanya berhasil dihindari oleh Ruin secara cepat. Ruin membentengi dirinya dengan tembok yang terbangun dari batu-batu neraka.Alice sudah bangkit beberapa detik lalu, ia menyibakkan gaunnya, sejenak kemudian gaunnya oranyenya berubah menjadi gaun biru. Alice berspekulasi bahwa api harus dilawan dengan air, dan Alice harus membantu Justin mengalahkan Ruin dengan kekuatan air yang baru ia sadari beberapa menit lalu."Mari berkunjung lebih dulu," kata Ruin, dan setelah itu mereka bertiga menghilang secara bersamaan. Ruin membawanya ke dimensi neraka palsu, sama seperti cara-cara sebelumnya saat Ruin memusnahkan makhluk galaksi putih.Hawanya panas, cahaya merah dan oranye menyebar di seluruh hamparan bebatuan panas. Lima meter jauhnya di depan sana terdapat jurang, di mana di dasar jurang itu ada lava panas yang memanggang manusia-manusia."Neraka memang buruk, seperti biasa," Alice tersenyum. "Lebih baik kalian jadi iblis saja, jadi tidak perlu merasakan si
"Maaf ganggu," ucap Karina, seraya menunduk lalu menutup pintu perlahan."Rin!" Justin bangkit dari ranjang, berniat mengejar Karina. Namun, saat membuka pintu, Justin melihat Karina dalam pelukan Norman. Justin kembali menutup pintu. Alice bisa melihat kekecewaan di wajah Karina saat Karina melihat dirinya satu ranjang dengan Justin.Alice terkekeh, membuat Justin memperhatikannya."Kalian itu lucu, deh," Alice bangun dan keluar dari kamar, lantas melihat apa yang dilihat oleh Justin."Wow, menarik," kata Alice, Norman dan Karina melepas pelukannya. Alice bisa melihat bahwa Karina baru saja menangis."Karina, kamu ada hubungan, ya, sama orang itu?" Alice menunjuk Norman dengan dagunya. Karina terdiam, melirik Norman, dan agak mengejutkan karena Karina mengangguk, yang berarti pertanyaan Alice itu benar. Alice tidak menyangka bahwa Karina tidak menyangkal pertanyaannya, dan memilih untuk meng-iyakan."Kamu, siapa?" Norman bertanya pada Alice, Alice melangkah mendekati Justin di tengah
Justin keluar dari unitnya, namun kembali masuk. Ia seperti orang yang linglung dan kebingungan."Aku ini ngapain sih?" Justin melempar kunci mobil ke sofa."Gak, gak. Jangan bodoh," imbuhnya, seraya mengusap kasar wajah dengan tangan kanannya.Saat ke kamar, Alice tidak ada, sepertinya Alice sudah kembali ke kamar Karina. Justin duduk di pinggir ranjang, pikirannya semrawut, karena sejujurnya ia tidak tahu, di mana letak kesalahannya sampai Karina marah dan memutuskan akan mengakhiri kontrak sesegera mungkin. Justin tahu kalau wanita itu tergila-gila padanya, tapi kenapa sekarang Karina justru meninggalkan Justin tanpa alasan yang tidak Justin mengerti sama sekali. Otaknya kembali memutar momen saat Karina dan Norman berpelukan, ia merasa dadanya agak sesak dan tidak nyaman.Di apartemen Norman, Karina duduk di sofa tanpa mengatakan apapun, ia membisu sejak tadi. Norman tidak bingung, karena ia memang sedang membiarkan Karina untuk menenangkan diri. Norman hanya duduk di sampingnya,
Karina bertanya-tanya, lantas ke mana istrinya? Karina merasa bahwa ada yang tidak diketahui oleh Justin dan dirinya dari Norman. Karina keluar dari kamar dengan membawa foto itu. Tapi, Karina berhenti, ia tiba-tiba mengingat kalau kamar itu dipenuhi kain putih yang menutupi semua benda di dalamnya. Karina mulai berspekulasi bahwa istri Norman sudah tiada, dan niat Karina yang semula menanyakan hal itu, ia membatalkannya, takut membuat Norman merasa sedih.Ia membersihkan kamar itu, tanpa merubah letak benda yang ada di dalamnya.Beberapa menit kemudian, ia mendengar Norman mengetuk pintu dan memanggil nama Karina."Rin?""Kenapa, Kak?" Karina melihat Norman datang dengan semangkuk makanan. Bisa ditebak kalau Norman akan memberikan itu pada Karina."Ini, makan dulu.""Kak Norman jangan repot begini, aku bisa masak sendiri kok," meski begitu Karina tetap mengambilnya, takut membuat Norman merasa kecewa karena Karina menolaknya."
Saat di apartemen, Justin disambut meriah oleh Alice."Aku gak nyangka kalau kamu bakal nekat lakuin itu," Alice tertawa. Justin menatap wanita di hadapannya."Aku cuma gak mau reputasiku hancur.""Reputasi kamu atau hati kamu?""Alice, mending kamu pulang ke galaksi putih, tugas kamu udah selesai bantuin aku nyingkirin Ruin.""Aku bakal pulang kalau Dave udah manggil.""Ck, keras kepala banget," Justin meninggalkan Alice yang berkacak pinggang.Tak lama kemudian, ada suara ketukan pintu, membatalkan niat Justin yang awalnya akan mandi.Justin menyampirkan handuk di bahu kanannya, lantas keluar dari kamar dan menuju pintu utama. Justin agak terkejut dengan seseorang yang datang, karena tamunya saat ini adalah Norman. Keduanya terdiam, saling menatap, tak lama kemudian Norman melayangkan kepalan tangan ke rahang Justin. Tentu saja Justin tersungkur ke lantai.Mendengar ada keributan, Alice keluar. Ia membelalak ketika men
Alice bukan berhadapan dengan Dewa Halilintar sekarang, namun dengan Vetron, sahabat Alice dan Justin di galaksi putih. Vetron memang pemburu iblis dan monster yang terlahir di Nirvana, akan tetapi mengapa wujudnya sekarang menjadi seperti Dewa Halilintar? Ke mana Dewa Halilintar yang sebenarnya?"Vetron!" Alice masih tidak percaya kalau semua kehancuran ini dibuat oleh Vetron. Namun ketidakpercayaan itu musnah saat Alice melihat seringai licik di bibir Vetron yang terukir sempurna."Di mana Dewa Halilintar?!" tanya Alice."Mungkin sudah benar-benar kembali menjadi debu kosmik," jawabnya enteng, seolah pertanyaan Alice tidak penting sama sekali.Alice mungkin bisa melawan Dewa Halilintar jika benar Dewa Halilintar yang melakukan ini semua. Akan tetapi, kenyataan pahit harus Alice terima, bahwa sahabatnya yang sudah berbuat sejauh ini, menghancurkan portal dimensi hampa yang dibuat oleh Justin dan Alice tempo hari itu. Dengan berat hati Alice harus melawan Vetron.Vetron tersenyum, sed