Bab 242: Dengan Segenap Kasih
Karin berjalan memasuki kawasan perbelanjaan itu. Entah ke store yang mana tujuannya, juga entah keperluan apa yang ingin dikerjakannya. Aje hanya duduk menunggu dengan sabar. Sesekali ia merebahkan dirinya ke jok, dan menghirup aroma khas wanita dari mobil Karin ini.
Tak lebih dari setengah jam kemudian, Karin telah kembali. Bersamanya sekarang ada sebuah bungkusan, yang ketika ia letakkan di jok belakang pada mobilnya ini, tahulah Aje bahwa itu adalah sebuah kado.
Apa isinya? Tentu saja, Aje tak tahu. Namun, nanti, ia juga akan tahu.
********
Sampailah mereka di kawasann Rowo Bening, yang selalu Karin susuri di setiap ada kesempatan. Di sini, Karin semakin melambatkan laju mobilnya.
“Belok kanan, Bu,” kata Aje memberi arahan, seraya menujuk ke depan.
“Itu, jalan kecil yang di depan itu?”
Bab 243: PencarianDi mata Olive, semuanya telah berubah. Dunia seakan tak lagi ramah. Ke mana pun Olive melangkah, ia merasa berada di bawah todongan mata orang-orang yang menghukumnya dengan pandangan menuduh.“Pembunuh!”“Pembunuh!”Ketika Olive mencari siapa yang menghujatnya itu, ternyata, itu adalah suara hati nuraninya sendiri! Oh, betapa Olive merasa tersiksa dengan semua yang telah terjadi ini.Olive memang belum mengetahui kepastian kabar tentang Hekal. Namun, mengingat ia yang malam itu telah meninggalkannya, juga mengingat segala kemungkinan yang bisa saja berlaku, Olive selalu bergidik ngeri.Terbayang di benaknya, Hekal yang tak berdaya setelah ia tembak itu, lalu didatangi oleh pembegal atau perampok.Motor, ponsel, dompet, dan uangnya diambil, lalu Hekal yang tak berdaya dihabisi dan jasadnya dibuang sembarangan saja ke sungai.Olive menangis!Terbayang pula kemungkinan yang lain, Hekal yang lemah dan bercucuran darah itu didatangi sekawanan anjing liar, yang kemudian
Bab 244: Kemarahan Anjeli “Apa kamu tahu di mana Hekal sekarang?”Anjeli, yang sampai detik ini belum mengetahui bahwa Olive-lah yang menembak Hekal, lanjut bertanya.“Apa untungnya aku memberi tahu kamu?”Pertanyaan balik Anjeli itu membuat Olive tertunduk lagi. “Mungkin, tidak ada untungnya bagi kamu. Tapi paling tidak, kamu bisa membantuku, supaya bisa tercapai banyak kemaslahatan bagi semua orang.”Anjeli yang sadar, telah kalah dalam bersaing mendapatkan cinta Hekal, langsung saja merasa su’uzon dengan kata-kata Olive barusan tadi.“Urusan apa kamu mencari dia??”“Aku.., aku mau meminta maaf.”“Meminta maaf? Untuk apa? Memangnya kamu punya salah dengan dia?”“Karena.., aku telah mencelakai dia.”“Mencelakai dia? Oh ya? Apa yang kamu maksud dengan kata ‘mencelakai’ di sini?”Olive mau menjawab, tapi tertahan, mulutnya pun terbuka tanpa mengeluarkan suara. Entah apakah ia berani menuturkan semuanya, sejujur-jujurnya.Tiba-tiba saja Anjeli terperangah. Kedua matanya yang tertabir
Bab 245: Gadis Bersepeda Maka setidaknya, sampai malam ini, selain Olive hanya ada tiga orang yang mengetahui perihal penembakan Hekal itu. Mereka adalah Karin, Vivian, dan yang terakhir tentu saja Anjeli.Orang tua Olive sendiri masih belum mengetahui insiden ini. Mereka hanya merasa heran, dan tak habis pikir pada perubahan sikap Olive yang amat drastis.Tiap ibunya bertanya, sang Duta ini menjawab bahwa semuanya baik-baik saja. Hanya kebetulan sedang banyak tugas, begitu alasan Olive selalu.Karin, yang dalam hal ini begitu perhatian pada Olive, selalu menekankan untuk menjaga rahasia ini. Karin pula yang memberi arahan pada Olive, supaya masalahnya ini ia selesaikan dengan cara kekeluargaan.Olive pun mengamini harapan Karin itu, agar masalah ini tidak melebar ke mana-mana, khususnya ke institusi kepolisian tempat mereka bertugas.Sebab, jika hal ini terjadi, Olive akan dihadapkan pada Propam—Profesi dan Pengamanan. Yaitu, suatu divisi di tubuh kepolisian yang bertugas menegakka
Bab 246:Romansa Padang Ilalang Sepasang burung merbah berkicau bersahut-sahutan, perdengarkan lagu cintanya dengan nyaring, menikmati titian muhibahnya di pohon jambu mete yang sarat buah.Romansa dua burung yang berbeda kelamin itu sesekali terganggu, oleh ungkut-ungkut celoteh perkutut yang monoton, sirik dan cemburu. Di dalam kamarnya, Hekal berbaring lemah. Ia memandangi pohon jambu mete dengan berfokus pada sepasang merbah yang kicaunya tak terganggu oleh perkutut itu. Ibunya, dengan diantar oleh Eci, sedang pergi ke Negeri Intan, untuk mengambil kain perca di beberapa rumah konveksi jahit.Sementara Eca, setelah pulang sekolah tadi, sekarang tengah pergi pula ke pasar, untuk mengambil keranjang-keranjang kuenya yang kosong dari beberapa pedagang. Rupanya, sepasang burung merbah itu mengingatkan Hekal pada kisah cintanya bersama Oli
Bab 247:Dengan SyaratHekal duduk di beranda rumah, pada sebuah kursi rotan yang menimbulkan suara ‘kriet’ ketika Olive juga mengambil duduk di sampingnya.Hekal sengaja menghadap sedikit ke samping, supaya bisa memandangi pohon jambu mete yang tadi dihinggapi sepasang merbah, sekaligus menghindari tatapan Olive yang begitu lekat pada wajahnya.Sepasang burung merbah yang ia lihat tadi rupanya telah pergi. Kali ini, panggung harmoni di dahan-dahan jambu mete itu digantikan pula oleh beberapa lebah madu, yang ramai bergemuang mengisap nectar yang tersisa dari bunga-bunga jambu. “Hekal..,” kata Olive lirih.“Aku antar kamu ke rumah sakit yuk.”Hekal menggeleng lemah, masih belum mau menatap wajah Olive. Sebelah tangannya memegangi kaki kiri yang terasa begitu sakit seakan mau tanggal.“Tidak perlu, Liv, aku baik-baik saja kok.”
Bab 248:Satu Peluru Perjalanan pulang pun mereka teruskan kembali. Hingga satu jam setelahnya, mereka telah sampai di jalan lintas penghubung antar kota.Aneka macam kendaraan dengan berbagai jenis dan ukuran pun segera melarutkan mereka di dalam arus yang seakan tiada henti. “Kamu yakin Liv, masih bisa nyetir?” Tanya Vivian dari posisi duduknya di jok kiri.“Iya, aku yakin, Vian,” jawab Olive, sesekali masih terisak.“Kamu tidur saja dulu. Nanti kalau aku capai, kamu aku bangunkan,” sambungnya lagi.Tak lama kemudian, Vivian yang kedua matanya tetap awas memperhatikan jalan, mulai merasa aneh. Laju mobil Olive ini sepertinya tidak tetap di jalur kiri, akan tetapi semakin ke tengah.Sementara itu, nun di sana, dari arah yang berlawanan, ada sebuah truk tronton besar yang tengah melaju ke arah sini.Beberapa detik kemudian, jarak an
Bab 249: Cinta Seribu Tahun ********Teruntuk: Hekal Pratama.Seorang lelaki dalam keluarga cemara di Negeri Intan sana.Ah, Hekal..,Aku bahkan masih bisa mengingat dengan jelas, momen ketika dulu kita bertabrakan di jalan Melur itu.Hujan gerimis merinai tipis. Aku mengemudi mobilku dengan membawa sisa tangis. Pandangan mataku berbayang dan berkaca-kaca. Lalu dari balik persimpangan kamu muncul begitu saja.Pada akhirnya aku sadar Hekal.., bahwa ternyata memang akulah yang bersalah, karena tidak menyalakan lampu sein dan berbelok tiba-tiba.Kalau aku mengenang kejadian itu, aku merasa malu, Kal. Sungguh aku merasa malu.Aku ini seorang Polwan, di Polda, dari Ditlantas, seorang Duta pula, melakukan pelanggaran remeh ala emak-emak yang.., fiuh!Aku bilang, kamu yang salah.Kamu bilang, aku yang salah.Dan kita bertengkar tak sudah-sudah.
Bab 250:Antara Hidup dan Mati Pada momen yang amat kritis ini, Karin masih bisa bersyukur, karena sejak dari kantornya di Polda tadi ia tetap membawa pistol miliknya yang ia sembunyikan di balik baju.Mengapa? Karena pistol miliknya ini bisa ia pergunakan untuk..,“Olive..,” kata Karin tenang, meskipun jantungnya berdegup kencang tak keruan.Ia berjalan pelan, dan sangat hati-hati menuju ke jendela, lalu membuka tirainya setengah seakan ingin melihat keadaan di luar sana.Olive pun mundur ke belakang, menjauhi Karin, masih dengan pistolnya yang menempel dahi.“Pistol yang kamu pegang itu..,” ujar Karin sembari melipat kedua tangannya di dada, memandang ke luar jendela lewat tirai yang tadi ia buka setengah. “Itu kamu dapat dari Biro Logistik, kan?”“Maka, Mbak berani memastikan, bahwa pistol kamu itu jenisnya berb
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma