Bab 174: Album Kenangan
“Karena, para perampok yang berhasil lolos dari sergapan itu melarikan diri ke arah Bandar Baru ini!”
Olive tercekat. Tangannya yang memegang ponsel sampai gemetar. Ia memandang ke arah dinding kamarnya dengan tatapan yang kosong. Pandangannya kemudian beralih ke kiri, ke arah meja rias.
Olive bangkit perlahan, lalu berjalan pelan menuju meja rias, lantas duduk pula di situ. Tangan kanannya masih memegang ponsel yang tersambung, tangan kirinya kemudian membuka sebuah laci.
Sekarang, ia sudah kehilangan perhatiannya sama sekali terhadap kata-kata Karin dari seberang telepon sana. Dari dalam laci itu Olive mengeluarkan sebuah album kecil berwarna coklat tua.
Ini adalah album berisi foto-foto lama, yang selalu Olive simpan dan selalu ia jaga dengan baik. Memori dari masa lalu pun berkelindan di dalam benak sang Duta ini, seiring gerak tangannya yang membuka
Bab 175:Secara Naluriah “Lagi pula,” imbuh Olive lagi. “Siapa juga jodoh yang bakal kita dapat kalau mencarinya di jalan raya? Paling-paling tukang ojek!”“Hehehe..! Iya, ya?” Sahut Karin dari seberang sana.Olive masih ikut tertawa bersama sang Srikandi itu. Kesedihannya yang terkenang pada ayah kandungnya beberapa saat lalu kini telah hilang. Kemudian, karena masih geli, juga karena dirinya yang teringat pada Hekal, Olive pun berujar lagi.“Kecuali.., ini kecuali ya, Mbak? Kecuali kalau Mbak memang mencari jodoh yang tukang ojek.”“Hehehe.., tahu saja kamu Liv, kalau Mbak mencari jodoh tukang ojek.”“What..??” Tanya Olive yang tersentak.“Eh, tidak ding!” Sahut Karin cepat.“Mbak tadi bilang apa?” Tanya Olive lagi sambil menekan ponselnya lebih kuat ke telinga. Ia merasa
Bab 176:Lamunan Orang Jomblo “Kira-kira, malam ini Hekal sedang apa ya?” Batin sang Polwan ini.********SEMENTARA ITU, di rumah Hekal..,Beberapa saat setelah menerima telepon dari adik-adik dan Ibunya tadi, Hekal masih berada di ruang depan, yang juga berfungsi sebagai ruang tamu dan sekaligus ruang serbaguna di rumah kontrakannya ini.Ia duduk di sebuah kursi. Kaki kanannya, berikut juga dengan ular sanca yang terajah di betisnya itu, naik dan tertumpu pada lutut yang kiri, bergoyang-goyang.Sementara tubuhnya sendiri tersandar ke belakang, sedikit melorot, dengan kedua tangan yang ia lipat di belakang kepala.Padahal, Hekal tadi sudah mulai mengantuk ketika menerima panggilan video call dari Eci, Eca dan ibunya. Akan tetapi, entah mengapa rasa kantuk itu sekarang malah hilang.Matanya segar, dan otaknya kembali bugar,
Bab 177:Pohon Melinjo “Burung penguin makan kacang ijo — Kamu lagi ngapain hei orang jomblo?”“Hahaha..!”Hekal tertawa geli. Bahunya sampai terguncang-guncang. Beberapa saat setelah tawanya berhenti ia masih tersenyum sembari memandangi layar ponselnya.Hekal ingin membalas pesan dari Olive si Polwan judes itu. Tentu saja dengan pantun juga. Akan tetapi, entah mengapa, sulit, sulit sekali. Malam ini Hekal merasa kepayahan untuk mencari dan mengolah kata.Sebentar tadi ia sudah mendapatkan kata awalan untuk sampiran dalam pantunnya, yaitu;“Kacang kedele kacang ijo..,”“Hemm, kacang kedele kacang ijo..,”“Terus, apa lagi ya?” Hekal terus berpikir. Keningnya sampai berkerut, dan matanya melirik kanan kiri. “Kacang kedele kacang ijo.., alah! Kacang, kacanglah! Ijo, ijolah!”
KEESOKAN HARINYA..,Pagi yang cerah, di hari Minggu yang penuh bahagia bagi kebanyakan orang. Tetapi tidak bagi Hekal. Suasana hatinya sedikit murung, ketika ia menghentikan motornya di depan sebuah gerai ATM dan lantas memasukinya.Di hari libur ini, Hekal sudah berencana akan menarik ojek seharian penuh. Ia juga sudah memakai jaket Ayo-Jek-nya.Namun, sesuai janjinya tadi malam pada Eca dan Eci di telepon, ia akan mengirimkan sejumlah uang yang ia miliki ke nomor rekening ibunya.Tidak berapa lama, proses transfer dana pun selesai Hekal lakukan. Ia kemudian mencabut ponsel dari saku celana, mengetik pesan dan mengirimkannya ke nomor Eca.“Eca, barusan tadi Kakak kirim uang untuk biaya berobat Ibu. Pagi ini juga, antar Ibu ke dokter ya.”Tak menunggu lama, balasan dari Eca pun masuk. Kliing..!“Iya, Kak. Terima kasih banyak ya, Kak. Eca doakan rejeki Kakak lancar.”Hekal hanya mengangguk m
Satu-satunya masalah adalah, ketika hari Sabtu ini, tepat sebelum jam kerjanya berakhir di pertengahan hari, Hekal menunduk ke bawah dan menyadari ada sesuatu yang amat menyedihkan.Hekal ingin memperjelas pandangannya. Ia menaikkan kaki kanannya ke kaki yang kiri. Setelah itu, berganti pula kaki kiri yang ia naikkan ke kaki yang kanan. Beberapa saat ia terus memperhatikan kedua sepatu yang sedang ia pakai. Matanya sampai menyipit, dan kepalanya menggeleng-geleng.“Ckk..! Robeknya sudah tidak tertolong lagi!”“Solnya juga sudah ampun-ampunan.”Ini adalah sepatu adidas kawe dua made in Vietnam, yang dulu Hekal dapatkan dari pasar loak yang ada di kawasan pasar Mayang sana.Sepatu ini bertipe sport, tetapi selalu ia pakai di kegiatan apa pun. Karena memang tidak ada pilihan yang lain. Sepatunya ini memang satu-satunya yang ia punya.“Sudah beberapa kali aku rekondisi di tukang sol. Ternyata sekarang,
“Oke gaees..! Apakah kali ini saya akan berhasil mendapatkan ojek dari Hekal Pratama??”Olive sampai tersenyum-senyum sendiri menyimak monolog dalam hatinya tadi. Lalu sembari tersenyum ia pun membuka aplikasi Ayo-Jek. Beberapa kali ia mengklik dan mengetik, mengisi kolom keterangan untuk titik penjemputan dan juga titik pengantaran.Persis satu menit setelah ia mengklik tombol OK, tuing...! Tuiing..! Ponselnya berdering. Ada pemberitahuan dari sistem Ayo-Jek.“Selamat! Kamu telah mendapatkan driver kamu.”Mata Olive sontak berfokus pada detil informasi mengenai driver yang akan menjemputnya ini. Rinciannya memang tidak terlalu rinci. Hanya ada nama sang driver, jenis motornya, dan juga pelat nomornya.Ada pun, nama sang driver adalah,“KA. Jabbar.”Ckk..! Olive spontan berdecak, lalu menggelengkan kepalanya. Dengan cepat kemudian ia meng-cancel order
Aje memencet tombol, OK!Tak berapa lama kemudian, sang driver ojek ini sudah mendapatkan dua paket makanan dan minuman yang dipesan si customer.Aje segera keluar dari kawasan restoran, dan mengendarai motornya lagi di jalan raya. Kondisi jalan raya yang kebetulan sedang lengang membuat Aje tidak perlu mengeluarkan konsentrasi yang berlebih dalam berkendara. Ia bahkan bisa sambil melamun, lebih tepatnya berpikir.Ia memikirkan Monalisa, atau Lisa, yang lagi-lagi menghubungi dirinya. Bukankah, ini berarti bahwa Lisa itu telah ingkar janji? Sebab, pertemuan di kafe AwanZ beberapa waktu yang lalu itu—seperti janji Lisa—harusnya menjadi yang pertama dan yang terakhir.Mulanya, Lisa menghubungi Aje lewat pesan chat. Ia bertanya tentang kabar, bertanya tentang apa-apa yang semuanya bagi Aje terasa hambar. Aje hanya membalas pendek-pendek, dengan kata-kata seperlunya saja.Menyusul kemudian, Lisa menghubungi Aje secara langsung
“Apakah itu Aje??” Tanya Karin dalam hatinya yang sontak berdebar-debar.Ia sampai mencondongkan tubuh ke arah depan. Kepalanya juga telah melewati posisi lingkar kemudinya. Ia mencermati betul-betul sosok lelaki yang duduk di atas jok motornya itu, dengan kepala yang menoleh kanan-kiri, memperhatikan arus lalu lintas dan menunggu lampu merah.“Menilik dari posturnya, kemungkinan besar itu memang Aje,” batin Karin lagi.Ah, sayang, Karin tidak ingat dengan warna helm dan juga warna motor milik driver ojek online itu. Tunggu! Motor?Oh, Karin teringat sesuatu! Maka cepat tangan kirinya bergerak untuk mengambil ponsel miliknya yang tadi ia letakkan di konsol tengah, dekat handel persneling.Ia bermaksud memfoto sosok driver ojek online bersama motornya yang berhenti persis di depan mobilnya itu.Akan tetapi, mungkin karena panik mengejar durasi lampu merah yang hampir berakhir, ia sampai ceroboh. Ponsel ya
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma