Helsa duduk anteng di sofa tengah, dengan mengenakan dress hitam motif bunga dan jangan lupakan sebuah mangkuk berisi mie instan dipegangnya. Wanita itu sangat menikmati mie instan buatannya sembari menunggu susu vanilla rasa coklat pesanannya.Ini sudah pukul tujuh malam, sedangkan suaminya belum kembali ke apartemen. Apa dokter Adryan lari dari tanggung jawab? Atau dia asyik dengan perempuan lain diluar?Ah, rasanya itu tidak mungkin.Waktu terus berjalan, Helsa terus terlarut dalam drama Korea yang dia tonton sampai tidak menyadari kehadiran pria berjas putih yang sudah duduk disampingnya. Mangkuk bekas makan tadi masih diletakan diatas meja."Segitu seruhnya itu drama sampai suaminya pulang nggak disambut," sindir Adryan.Helsa terlonjak. "Mas, sejak kapan duduk disini?""Sejak scene ciuman," jawab Adryan."Apaan sih!" Ia memukul Adryan dengan bantal sofa, "mana pesanan Helsa?""Pesanannya ada. Tapi, nggak gratis!" Adryan memberi jeda pada ucapannya. "Pulsa yang waktu itu juga bel
"Sayang..., kok nikahan kemarin sahabat-sahabat kamu nggak ada?"Helsa menatap intens Adryan, tangannya Masih menjamah kerah baju milik suaminya. Hal semacam ini sudah menjadi kebiasaannya setiap sebelum suaminya berangkat ke rumah sakit, Helsa yang membena kembali kemeja suaminya. Adryan memang seperti itu, padahal kan dia tidak memakai dasi yang harus dibantu istrinya."Helsa nggak punya sahabat," tukasnya. Namun, di dalam hati kecilnya, Helsa merindukan keempat sahabatnya. Ranaya, Diandra, Citra, dan Keke. Empat gadis itu tidak bersalah. Semua karena Bella. Musuh dibalik selimut.Adryan mengerti, mungkin mereka punya Masalah. Sudah, dia tidak perlu banyak bertanya."Oh, iya sayang, mama apa kabar?" Adryan mengalihkan pertanyaan, lagipula dia juga belum bertemu ibu mertuanya setelah hari pernikahan mereka. Renata memang sangat sibuk dengan perusahaan."Mama baru balik dari Kanada. Helsa lupa bilang sama Mas, mama nyuruh kita main ke rumah.""Ya udah, malam minggu kita menginap disana
Mobil porsche hitam berhenti tepat di halaman rumah dengan nuansa putih, rumah milik wanita yang Masih stay di mobil.Adryan menghela nafasnya, dia tidak rela pisah beberapa hari dengan Helsa. Soal pertengkaran semalam, Helsa ingin menenangkan dirinya dulu."Kamu bisa tidur tanpa Mas?" tanya Adryan. Ini pertanyaan sudah tidak terhitung berapa kali keluar dari mulutnya, mereka sama-sama tahu bahwa Helsa tidak bisa tidur tanpa dipeluk suaminya."Ada mbak Ana," jawab Helsa."Kalau misalkan Mas kangen, boleh kan Mas datang?" tanya Adryan."Sayang...," Adryan memeluk Helsa, mengecup-ngecup lembut surai hitam milik istrinya. "Jawab dong, Mas boleh kesini kan kalau kangen?""Iya," jawabnya singkat.Adryan beralih pada rahim yang sudah menjamah perut milik istrinya, dia melepaskan seatbeltnya dan juga Helsa, lalu sedikit membungkuk agar wajahnya lebih dekat dengan janin dalam rahim istrinya."Jaga Mami ya? Jangan nakal, jangan buat Mami sakit sayang.""Mas, makasih."Adryan mendongak. "Makasi
Cafe Andara itu ramai pengunjung hari ini. Cafe ini terletak sangat strategis di tengah kota. Pengunjungnya juga didominasi oleh anak SMA dan Mahasiswa, mungkin hanya beberapa dari mereka orang kantoran. Dua orang wanita dengan usia yang terpaut jauh sedang asyik bercengkrama di sudut cafe, mereka tampak membicarakan sesuatu yang sangat menyenangkan. Bunda Marimar bersama dokter Uni, layaknya seorang ibu dan anak yang saling melemparkan cerita lucu. Sudah hampir satu jam lamanya mereka belum meninggalkan cafe ini. "Bunda senang bisa ketemu kamu lagi, kalau dulu Adryan nggak lanjutin sekolahnya keluar negeri, mungkin kalian bisa sama-sama terus." Wanita yang mengenakan jaket denim itu hanya membalas dengan ulasan senyum, miris sekali. Benar kata Bunda, mungkin mereka bahkan bisa selamanya bersama. Walaupun Uni tahu Adryan tidak pernah menyukainya, dan hanya menganggapnya sahabat. "Bunda bisa aja, emang kitanya nggak jodoh bun." "Padahal Bunda berharapnya sama kamu, Ni." "Lagian
"Gue pamit, Sa." Arjun mengusap surai hitam wanita itu. "Jun, makasih." Arjun tersenyum getir, sulit sekali dia harus menyimpan rahasia ini dari sahabatnya. Arjun tahu ini akan sangat menyakiti Akmal, tapi mau bagaimanapun ini keputusan Helsa. "Jaga diri baik-baik. Jaga keponakan gue," nasihatnya. Helsa membalas dengan seulas senyum. Arjun pergi, keluar dari rumah itu dengan langkah berat. Pikirannya saat ini hanya pada sahabatnya. Bagaimana jika Akmal mengetahui yang sebenarnya? Apa mungkin Akmal akan merebut kembali mantan kekasihnya itu? "Maaf, Al. Tapi suatu saat nanti, lo bisa ngerti semuanya." *** Secarik kertas berwarna putih dan pulpen bertinta hitam itu tergeletak diatas meja belajar. Sudah saatnya Helsa berdamai dengan dirinya, berdamai dengan masa lalunya. Helsa meraih pulpen itu, sedikit menegakkan tubuhnya, mencari posisi duduk nyaman. Jemarinya mulai bergerak diatas kertas itu dengan tinta hitam yang mulai mengisi kekosongannya. Setitik air mata jatuh membasahi
Adryan menatap lekat wajah cantik istrinya, sama sekali tidak berpaling. Malam ini dibuat menangis bahagia dengan pengakuan Helsa yang mengatakan bahwa dia mencintai suaminya. Akhirnya Adryan miliki semuanya dari Helsa. Tidak akan ada lagi masa lalu, meskipun Adryan tahu yang namanya melupakan itu mustahil. Tapi, percayalah Helsa sudah sepenuhnya mengikhlaskan dan melepaskan semuanya. "Mas, kenapa liatnya gitu banget?" "Mas sayang sama kamu. Jangan pergi, ya? Sama mas terus," ucap Adryan. "Tegur kalau mas salah," titah Adryan. Helsa membalas dengan anggukan kecil, wajahnya terlihat lucu. "Jam berapa sekarang?" tanya Adryan. Tadi sebelum nonton, dia sudah melepaskan arlojinya. "Jam sebelas," jawab Helsa. "Tidur ya? Kamu nggak boleh begadang. Kamu punya anemia berat. Mas ini dokter hematologi, bagaimana bisa biarin istrinya begadang." "Helsa mau minta sesuatu lagi, boleh?" "Apa, hm?" "Tapi gendong dulu ke ranjang, ngomongnya disana aja." Helsa manja banget sama suaminya, kan
Helsa menggeliat kecil dalam tidur. Dinginnya Ac kamar dan juga sapuan nafas hangat pada leher membuatnya terbangun. Wanita itu tersenyum kala menemukan posisi tidur suaminya seperti bayi."Jangan gerak, sayang. Mas capek banget ini, biarin kayak gini terus," tita Adryan dengan mata yang masih terpejam. Tangan kekar itu semakin mempererat pelukannya.Jam sudah menunjukkan pukul dua belas. Sudah dua jam lamanya mereka tertidur dalam posisi tubuh tanpa busana. Permainan hari ini hanya sampai jam sepuluh, Adryan tidak mau melanjutkannya karena Helsa minta yang lebih.Kenapa? Karena Adryan tidak mau wanita itu kecapean, dia sedang hamil."Mas, mbak Ana beneran keluar seharian?" tanya Helsa."Hmm, mas bilang baliknya agak sorean," sahutnya."Helsa lapar. Mau pakai gofood aja, kan nggak ada yang masak." Ujarnya sembari mengambil handphonenya dari nakas.Tadi saat pelepasan pertamanya, Adryan menyempatkan diri untuk mengirim pesan pada mbak Ana untuk liburan hari ini. Sebenarnya saat itu mba
Sebuah mobil porsche hitam menerobos lampu merah di simpang Cafe Andara. Disaat yang bersamaan sebuah truk besar melintas begitu saja dan langsung menabrak sisi kanan mobil tersebut, yang mengakibatkan kecelakaan besar terjadi. Mobil itu terpental beberapa meter dari lokasi, sedangkan truk yang bermuatan beberapa sepeda motor itu tetap ditempat. Beberapa pengendara dan warga yang berada disekitar berlarian ke mobil porsche tersebut. Seorang pria dengan hoodie hitam polos sudah tidak sadarkan diri. Darah segar mengalir dari kepala, telinga, dan hidung menambah kesan buruk. Mereka membuka pintu mobil yang kacanya sudah pecah berkeping-keping, lalu mengeluarkan pria itu dari sana. Dibaringkannya di atas trotoar jalan dan memberikan pertolongan pertama sebelum ambulance tiba. "Masih ada denyut nadi," ucap seorang laki-laki. "Ambulance dari rumah sakit terdekat sudah dalam perjalanan, semoga tidak terlambat," kata wanita yang sudah menghubungi rumah sakit. Beberapa saat kemudian sir