Semalaman Helsa menunggu di rumah sakit. Membiarkan punggungnya bersandar pada sandaran kursi yang ada di kamar rawat mantan kekasihnya. Helsa bahkan masih mengenakan seragam sekolah. Bella dan Ranaya memutuskan untuk kembali ke rumah. Sebenarnya mereka sudah memaksanya untuk pulang, namun Helsa kekeh untuk tetap di rumah sakit. Sampai pergantian hari pun Dito belum siuman. Entah, pemuda itu terlalu merasakan sakit atau alam bawah sadarnya lebih indah. Hari ini Helsa memutuskan untuk absen sekolah"Selamat pagi," sapa salah satu perawat yang masuk ke kamar rawat itu.Helsa mendongak, guratan lelah pada wajahnya begitu jelas. Dia tersenyum pada perawat itu, dan segera bangkit dari kursi. "Cairan infusnya habis, mau saya pasang yang baru," kata perawat itu, senyumannya tidak luntur."Silahkan, suster."Perawat itu segera mendekati brankar dan mulai melancarkan kegiatannya. Tidak lama kok, dua menit palingan. "Kasihan ya?! Dari kemarin belum sadarkan diri,"
Satu minggu setelah kepergian Papanya, Helsa dan Mamanya kembali disibukkan dengan rutinitas mereka. Seperti pagi ini, keduanya sarapan bersama. Suasana tampak hening, hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar. "Ma-," Helsa memecah keheningan. "Ia sayang. Kamu butuh sesuatu?" "Mama baik-baik aja, kan?" tanya Helsa. Renata tersenyum, "Mama baik sayang," jawab wanita tersebut. "Kamu cepat makannya, biar nanti ke sekolahannya bareng Mama," kata Renata lagi. Setelah kepergian Yuda, Renata yang akan mengurus perusahaan mereka. Lalu menunggu Helsa selesai pendidikannya, dan bersama membangun perusahaan tersebut. Rambut yang digerai, seragam pramuka yang rapi, Helsa berangkat bersama Mamanya pagi ini. Setelah mengantar anak gadisnya, Renata langsung menuju kantor. "Helsa-," Lima gadis itu menghampirinya, memberi pelukan belasungkawa sekali lagi. "Lo nggak sendiri, lo punya kita," cetus Ranaya. "Kita semua sayang lo," lanjut
Satu minggu setelah kejadian Akmal memutuskan hubungannya dengan Helsa, pemuda itu sering terlihat bersama Rania. Gadis itu kini memiliki Akmal sepenuhnya. Seperti yang dilihat Arjun dari pintu rumah sekarang, gadis yang sudah tidak perawan itu sedang bermanja-manja diatas pangkuan Akmal. "Bajingan! Playing victim," teriak Arjun. Rania dan Akmal melihat ke arah pintu masuk, Arjun datang dengan wajah marahnya. "Lo yang selingkuh, bangsat! Kenapa jadi lo yang tuduh Helsa?" "Minggir lo!" Pragg!! Rania terjatuh ke lantai hanya dengan satu dorongan kecil dari Arjun. Melihat itu Akmal dengan sigap membantu pacarnya itu. "Mabuk lo?" tanya Akmal. Arjun tertawa miris, sudah ketahuan tapi Akmal masih terlihat santai. "Sakit lo," tunjuk Arjun tepat pada wajah sahabatnya, "otak lo kemana? Lo selingkuhin Helsa terang-terangan kayak gini." "Lo ngebelain cewek murahan itu?" Arjun tersulut emosi mendengar Akmal mengatakan bahwa Helsa cewek murahan
"Kenapa sih lo kuat banget? Kali ini aja bantu gue," ujar Helsa, bicara pada janin yang ada di rahimnya.Sudah puluhan cara Helsa lakukan untuk menggugurkan janin itu, namun semuanya gagal. Usia kandungannya sudah memasuki bulan keempat, perutnya sudah besar.Helsa berusaha menutupi kehamilannya, dengan dibantu Ranaya. Soal kehamilannya, hanya Ranaya yang mengetahuinya. Sedangkan Diandra, Bella, Keke, dan Citra, tidak mengetahui apapun."Gue salah karena mau lenyapin lo, tapi ini semua karena laki-laki brengsek itu," curhatnya lagi.Malam semakin larut, Helsa belum bisa tertidur karena merasa kurang nyaman."Ma, apa Mama bisa terima kenyataan ini kalau seandainya Helsa jujur? Helsa takut Mama sakit, Helsa cuma punya Mama," lirihnya.Hubungannya bersama Akmal sudah selesai. Pemuda itu bahkan sering tampil beberapa kali di hadapan Helsa bersama Rania.Helsa kembali menangis, mengingat bagaimana dengan manis Akmal memperlakukan Rania. Katakan Helsa cemb
"Lo harus hancur, Helsa!"Suara pecahan vas itu terdengar menggema di kamarnya. Kabar kehamilan sahabatnya membuat Bella murka. Hatinya hancur tatkala Ranaya memberitahu bahwa Helsa sedang mengandung darah daging laki-laki yang sudah lama ia suka.Bella meraup wajahnya, merasa kalah dalam permainan ini. Sudah dikhianati Rania, sekarang malah mendengar kenyataan pahit ini.Rania? Gadis itu tentu belum mengetahui kehamilan Helsa.Oh ya, sudah satu bulan lamanya Akmal dan Helsa terlihat kembali bersama. Bahkan Akmal lebih perhatian lagi dengan kekasihnya."Apapun caranya, gue bakal lakuin itu," lirih Bella. Beberapa saat kemudian gadis itu tertawa. Nadanya terdengar mengerikan.***"Mama kamu belum pulang?""Belum, katanya sih minggu depan. Tapi nggak tahu juga, kamu tau sendiri Mama sibuk banget."Akmal mengangguk paham. Kesibukan orang tua Helsa membuat gadisnya ini selalu sendiri. Helsa sering mengadu padanya.Jam sudah menunjukkan pukul
Bella menatap gugup pada Arjun ketika pemuda itu muncul dari balik pintu rooftop sekolah. Arjun menatapnya nyalang, sudah jelas setiap ucapannya didengar oleh Arjun. Disana Bella bersama Galu, bendahara Osis SMA Harapan. Keduanya saling melempar tatapan pada Arjun yang berjalan mendekati mereka. "Jawab gue, Bell!" tuntut Arjun, "lo juga Galu." Bella tidak bisa mengelak lagi, Arjun jelas mendengar semuanya. Bella dibalik semua masalah yang terjadi antara Akmal dan Helsa. "Ia. Gue otak dibalik semuanya, gue yang buat semuanya berantakan," jawab Bella tanpa ragu, namun sorot matanya menunjukkan bahwa gadis itu sedang ketakutan."Kenapa Bell? Kenapa harus lo?" Arjun sangat frustasi mendengar semua pengakuan Bella. Bella sahabatnya Helsa. Dengan tega gadis itu menghancurkan hidup Helsa."Lo nggak perlu tahu," ketus Bella."Jadi selama ini lo pakai topeng, Bell? Lo fake," kata Arjun."Dan lo, Gal," sebut Arjun menunjuk pada gadis disamping Bel
Dari banyaknya manusia di bumi, kenapa harus Bella? Helsa begitu terpukul dengan semua pengakuan sahabatnya. Dia tidak habis pikir dengan semua kenyataan ini, Bella justru menyimpan perasaan untuk Akmal jauh sebelum dia dan Akmal menjalin asmara.Suasana rumah yang tadinya begitu riuh, mendadak hening. Pengakuan Arjun yang mengatakan bahwa dia menyukai Bella membuat suasana makin canggung. Akmal pun tidak menyangkah bahwa Arjun menaruh perasaan lebih pada Bella. Pantas saja laki-laki itu lebih dominan pada Bella, apa-apa harus Bella."Sa, gue antar pulang ya?""Enggak usah, Jun. Gue nanti dijemput," pungkas Helsa."Dijemput siapa? Aku yang antar kamu pulang," sambung Akmal. "Kita pulang bareng."Helsa tertawa miris. "Aku dijemput orang yang bisa hargai aku, bahkan selalu ada saat aku butuh kamu."Akmal berdiri menghampiri Helsa, matanya tersirat penyesalan yang luar biasa. Pemuda itu duduk bersimpuh dihadapan kekasihnya, Akmal menatap dalam manik mata He
Mobil porsche hitam berhenti tepat di rumah besar bernuansa putih. Suasana rumah terlihat sepi seperti tidak ada penghuninya. Kejadian malam ini membuatnya cukup trauma, melihat Akmal memukul dokter Adryan dengan beringas. Selama mereka bersama, Akmal tidak pernah seperti itu. Helsa mengalihkan pandangannya pada dokter Adryan, namun dia tersentak saat pria itu sudah menatapnya lebih dulu. Bahkan sejak tadi. Seulas senyum terpancar dari wajah lebam itu, masih tetap tampan. "Mas, maaf. Karena Akmal-" Suaranya mendadak putus saat Adryan mencium keningnya. Matanya mengerjap berulang kali, Helsa tidak mengerti apa maksud semua ini. "Untuk pukulan tadi mas maafin dia, tapi tidak untuk semua air mata kamu," ungkap Adryan sembari menatap dalam manik mata perempuan dihadapannya. "Helsa boleh minta sesuatu?" tanyanya. "Apa?" "Bawa pergi Helsa sejauh mungkin," ujarnya. "Maksud kamu?" "Helsa mau lurusin amanah papa," ucapnya final. Adryan melepaskan seat belt, mengambil posisi duduk sed