Helsa menangis sesegukan di balik bantal gulingnya. Gadis itu dikunci di kamarnya. Pintu balkon kamarnya dikunci juga. Mamanya benar-benar tidak mengikhlaskan Helsa bersama dengan Akmal. Setelah perdebatan hebat yang terjadi di ruangan tamu tadi, Renata berhasil menarik paksa anak gadisnya dari pelukan Akmal.
"Biarkan saja anak itu tumbuh tanpa ayah, aku gak ikhlas harus melepaskan Helsa untuk dia," jerit Renata dari bawah lantai satu.
Suara keributan papa dan mamanya membuat Helsa terluka, begitu pun dengan Akmal yang masih tetap di halaman rumahnya. Pemuda itu begitu frustasi ketika Renata menentang hubungan mereka, dan mengusirnya dari rumah.
Alasan Renata tidak menyetujui hubungan mereka adalah karena menurut Renata, Akmal itu berandalan, dan dia tidak
Jangan lupa komentar dan vote sebagai dukungan untuk author ya. See you
"Berasa jadi supir gue," sarkas Arjun.Mobil Ayla berwarna merah membela jalanan kota Jakarta, dikemudi oleh sang empunya. Akmal berhasil membawa pergi kekasihnya. Tidak ada kendala ketika keduanya mengendap keluar rumah. Sebegitu niatnya Helsa ingin ikut bersama Akmal.Helsa terkekeh dengan Arjun yang tak hentinya mengoceh, pemuda itu berasa jadi nyamuk sekarang atau bahkan berpikir sebagai setan."Jun, diam! Mau gue buang pisau daging emak lo?" ancam Akmal."Bisa berabe kalau sampai lo buang. Siniin, entar lo lupa," gerutu Arjun.Akmal hendak mengambil pisau itu, tapi tidak ada dimana-mana. Sepertinya pisau itu ketinggalan di kamar Helsa.
Rania dan Deolora berjalan sepanjang lorong kelas dua belas. Tujuannya adalah kelasnya Akmal. Sejak pagi tadi, Akmal tidak nampak di parkiran. Rania pikir dia harus mengunjungi kelas lelaki yang benar-benar sudah memikatnya. Oh ralat, laki-laki pujaan sepupu sialannya itu.Sesampainya di sana, Reno dan teman-temannya tampak sedang duduk di sudut kelas, seperti sedang serius membahas sesuatu.Kedua gadis itu langsung masuk ke kelas tersebut."Lagi apa, sih? Serius banget," sebut Rania, "kok calon pacar gue nggak kelihatan? Akmal sakit, ya?" "Lo nggak tahu atau lagi pura-pura nggak tahu untuk menutupi luka?" David terkekeh.Wajah Rania menjadi kesal, "maksud lo apa, Dav?""Iya, maksud lo apa?" sambung Deolora. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksud David."Akmal bawa kabur ceweknya," sambung Reno, "dia juga dibantu temannya." "Sial banget tuh cewek," pungkas Rania kesal. "Namanya juga cinta. Emangnya elu," celetuk Dimas. "Kriminal juga si A
Sinar mentari pagi menyeruak masuk ke kamar penginapan, penampakkan laut pagi ini sangat tenang. Ini hari kedua Akmal dan Helsa di Labuan Bajo. Sesuai janji Akmal, hari ini mereka mulai melakukan trip. Helsa begitu antusias, pagi-pagi sekali gadis itu sudah menggedor pintu kamar kekasihnya."Katanya harus siap pagi banget, dianya nggak ada tanda-tanda buka pintu," gerutu Helsa, kesal."AKMALL," teriak Helsa sekali lagi.Lalu pintu terbuka menampilkan Akmal yang hanya memakai handuk sebatas pinggang. Helsa tidak peduli, sekalipun handuknya jatuh pun bodoh amat."Nggak usah teriak-teriak, sayang," ujar Akmal.Gadis itu lalu masuk ke kamar tersebut, disusul Akmal setelah menutup pintu."Ini kamar atau kapal pecah?" Helsa memandang kamar kekasihnya, sungguh ini memang layaknya kapal pecah. Ranjang berantakan, pakaian dari koper berserakan."Ya udah sih, entar aja beresinnya," seru Akmal. Ia menghampiri Helsa, lalu memeluk gadis itu."Emang ke kapalny
Labuan Bajo mungkin akan menjadi tempat favorit Helsa. Seharian ini tidak hentinya gadis itu berkeliling ke sekitar hotel. Bermain di dermaga sekitar, dan menikmati makanan khas daerah tersebut.Setelah makan malam sekitar pukul tujuh, Akmal mengajak Helsa duduk di balkon kamarnya. Dinginnya udara malam membuat dua insan itu saling berpelukan. Seharusnya mereka sudah check out sore tadi untuk menginap di kapal, tapi ada beberapa kendala disana."Besok kita check out nya pagi, kan?" tanya Helsa pada Akmal."Iya, makanya nggak usah dibongkar packingan kamu," jawab Akmal.Helsa mengangguk. Lalu diangkatnya tangan kirinya, menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Itu cincin pemberian Akmal saat ia berulang tahun kemarin."Akmal, kira-kira mereka punya usaha apa ya, nyari kita?""Nggak tahu! Dan nggak mau tahu," pungkas Akmal."Arjun apa kabar, ya?" tanya Helsa, lagi."Mungkin dia udah ditemuin. Dia nggak mungkin nggak pulang ke rumah. Arjun ng
Kepulangan Akmal ke Jakarta disambut orang tuanya. Dua hari yang lalu setelah dihubungi Dila, mereka akhirnya kembali ke Jakarta. Akmal tidak peduli dengan kehadiran mereka, matanya masih sembab karena menangis seharian. Dasar cengeng. Kalian tahu, alasan Renata tidak menyetujui hubungan Akmal dan Helsa adalah orangtua Akmal yang sudah berpisah sejak dia kecil. Kata Renata, Akmal berasal dari keluarga yang tidak jelas asal-usulnya. Sakit, bukan? "Akmal," panggil Dewi, Mamanya. "Ngapain Mama pulang? Masih peduli sama Akmal? Papa juga, ngapain? Kalian kembali atau tidak, nggak akan mengubah keadaan." Akmal beranjak dari sofa ruang tengah, dan kembali ke kamarnya.
Pukul delapan malam, Ando, Ranaya, dan Arjun duduk di sebuah cafe yang tidak jauh dari sekolah. Tadinya hanya ada Ando dan Arjun, tapi Ranaya datang menemui mereka. Gadis itu membawa kabar bahwa besok Helsa akan berangkat ke Kanada. Bella , Diandra, Citra, dan Keke, saat ini datang ke rumah Helsa. Gadis itu mau menemui mereka semua, perpisahan katanya. Ranaya memang sempat ke sana, namun memutuskan pergi menemui dua laki-laki itu. Sejak setengah jam yang lalu, mereka mencoba menghubungi Akmal. Sayangnya, tidak dijawab sama sekali oleh pemuda itu. Bahkan chat pun hanya dibaca. Entahlah, sedang apa dan dimana dia. "Ini si Akmal kenapa nggak jawab telepon kita? Dia mau lepasin Helsa gitu aja?" Manik mata Ranaya bergantian menatap dua pemuda di hadapannya sekarang. "Usaha apa kek kalian," raung Ranaya, frustasi melihat kedua pemuda itu biasa saja. "Apa mungkin Akmal bawah kabur Helsa kedua kalinya?" terkah
Langit siang terlihat begitu cerah hari ini. Namun, tak secerah hati pemuda yang duduk di kursi pantry dapur rumahnya. Akmal memandang keluar jendela dapur. Rumah ini tampak tidak berpenghuni, tubuh Akmal memang disini, namun hati dan pikirannya berada jauh.Tidak pernah terduga bahwa hari ini akan datang. Hari ini, Helsa berangkat ke Kanada. Tanpa ada kabar dari siapapun, bahkan dari sahabat-sahabatnya."Akmal," seorang gadis memeluk tubuh polosnya dari belakang. Matanya melotot ketika mengetahui gadis ini."Tau dari mana lo rumah gue?""Tau dong, kan rumah calon pacar," celetuk Rania.
Dua hari tidak sadarkan diri di rumah sakit, akhirnya Helsa siuman. Manusia pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah Mamanya dan seorang pria tampan berjas putih. Dokter Adryan memeriksa kondisinya pasca siuman. Helsa melengos saat Mamanya mengajak bicara. Ia sangat membenci Renata. Wanita tua itu pasti sedang bahagia karena berani membawanya pulang. "Kenapa juga harus sadar? Kenapa aku nggak sekalian mati aja, sih," komentar Helsa. "Jangan bicara seperti itu," sambar Adryan. "Sa, kenalin dokter Adryan. Dia yang akan merawat kamu disini," ujar Renata memperkenalkan dokter Adryan.
Lima hari sudah Adryan tidak kembali ke rumah. Kata Bunda, pria itu sedang berada di apartemen. Bunda sudah memberikan kotak berisi testpack padanya. Entah kenapa, tidak ada reaksi apapun dari pria itu.Setelah pulang mengantarkan Devan ke sekolah, wanita yang kini berbadan dua itu mampir kesana. Kebetulan letak Cafe itu tak jauh dari sekolahan anaknya.Helsa hanya ingin menikmati cheesecake. Lagian di rumah hanya dia sendiri. Oh ya, dia dan Devan tetap di rumah mereka. Bunda melarang ia pulang ke rumah Mamanya.Helsa menceritakan kesalahpahaman yang terjadi pada mertuanya.Pandangannya keluar kaca jendela. Kebetulan macam apa yang harus membuatnya bertemu dengan mantan kekasihnya. Akmal lengkap dengan seragamnya.Helsa bercedak pelan, seharusnya dia tidak bertemu lagi dengan pria itu."Helsa, kamu disini juga?"Helsa meraih tas, ingin beranjak dari sana, namun dicegah pria itu. "Cake kamu belum habis. Mubazir," sebut Akmal."Gue boleh duduk disini?" tanya Akmal."Silahkan," kata Helsa
BMW hitam memasuki pekarangan rumah berlantai tiga itu tepat pukul lima sore. Setelah memarkirkan mobil, sang empunya keluar dari sana. Disambut baik istri dan juga anaknya. Helsa mencium punggung tangan kekar itu, lalu dibalas kecupan singkat pada dahinya."Bagaimana harinya?" tanya Adryan.Helsa tersenyum menerima satu buket bunga mawar putih kesukaannya. Buket bunga kelima, di hari kelima cuti."Papi nanya Devan dong, Mami aja yang ditanya," protes Devan yang kini duduk pada kursi piano.Nggak mau kalah ini bocah satu.Adryan mendekatinya. "Bagaimana hari ini Singa kecilnya Papi?" Ia mencium gemas anaknya, tak lupa Devan pun mencium punggung tangan Papinya."Baik dong, hari ini Devan langsung pulang ke rumah. Om Jefry sama tante Vio yang nganterin," jawab Devan, semangat.Helsa berlalu meninggalkan percakapan Ayah dan anak tersebut. Tak lupa membawa serta tas dan juga jas milik Adryan. Akan panjang jika ia harus menunggu keduanya selesai dengan perbincangan, mulai dari yang penting
Siang itu kantor pusat Perusahaan Andrean Corp dibuat panik pada lantai sepuluh, tepatnya di dalam ruangan meeting. Renata memberi perintah untuk mengangkat tubuh lemah tak berdaya putrinya yang jatuh di depan ruangan tersebut setelah hampir dua jam melakukan pertemuan dengan salah satu investor asal Rusia. Beberapa hari ini Helsa terlihat kelelahan karena menyiapkan persentase dan semua laporan untuk melakukan pertemuan ini. Dan pada akhirnya, ia tumbang sesaat setelah investor tersebut menandatangani kontrak kerja sama. "Helsa...," panggil Renata. Wanita paru baya itu menepuk-nepuk pelan pipi putrinya, namun hasilnya nihil, Helsa sama sekali tidak sadarkan diri.Renata segera menghubungi Adryan. Untuk beberapa saat belum ada jawaban, sampai pada panggilan keempat barulah pria itu menjawabnya."Hallo, Ma...,"Renata menarik nafas sebentar. "Rumah sakit Mitra Husada, sekarang Adryan." *** Langkah kakinya dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit Mitra Husada. Adryan tidak mengh
"Devan..., tante Diandra kangen," seru Diandra sembari memeluk bocah tersebut."Tante Andra cantik deh," puji Devan."Makasih, Sayang," balas Diandra.Devan menyodorkan tangan, "bagi duit merah tante Andra, kan Devan udah bilang tante cantik."Diandra memelototkan matanya, bisa-bisanya bocah ini meminta imbalan padanya. Duh, ajaran siapa sih bocah satu ini."Jangan gitu dong, kita kan temenan," rayu Diandra."Tante Andra tuh temannya Mami, bukan Devan," balas Devan. Ia kemudian sibuk melihat-lihat beberapa pajangan di dalam caffe tersebut.Helsa dan Citra terkikik mendengar percakapan Diandra dan Devan. Pas banget Devan ketemu sama aunty yang lemot nya nggak hilang-hilang."Sa, anak lo ngeselin banget, sumpah!""Devan lo ajak bicara," celetuk Citra.Sore itu mereka tidak sengaja bertemu di Cafe yang ada di rumah sakit Mawar Medika. Citra dan Diandra akan menjenguk Ando yang sakit. Guru olahraga itu mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu."Kalian kenapa nggak bilang sama gue kala
Acara reuni sudah selesai. Helsa pikir dia tidak akan bertemu Akmal lagi setelah itu, tapi hari ini mereka dipertemukan kembali.Seperti saat ini, lagi-lagi dia bersama Akmal di pinggir jalan yang tidak jauh dari markas TNI. Akmal yang baru saja akan menjemput kekasihnya pun bertemu Helsa yang sedang meratapi ban mobilnya yang pecah."Pakai derek aja ke bengkelnya, aku antar kamu pulang," ujar Akmal. Pria itu lengkap dengan seragam lorengnya.Entah sudah berapa kali Akmal menawarinya, tapi Helsa tetap menolak. Hari sudah semakin gelap."Gue nggak mau terjadi salah paham," jujur Helsa."Aku yang tanggung jawab di depan suami kamu," sahut Akmal, "ponsel kamu aja mati total."Tertegun. Mungkin lebih baik Helsa pulang bersama Akmal, lagian setelah dipikir-pikir dia tak ada apa-apanya dengan tentara satu ini."Mau, kan?" Akmal bertanya lagi, memastikan Helsa mau pulang bersamanya."Antar gue di depan perumahan aja," jawab Helsa.Dia tidak ingin Akmal tahu dimana rumahnya sekarang, karena j
Weekend adalah hari bermalas-malasan Adryan untuk berangkat ke rumah sakit. Bagaimana tidak, istri dan anaknya asyik di rumah, sedangkan ia harus bekerja. Padahal kan, dia juga ingin berlibur.Ya, setiap sabtu Helsa dan Devan memang libur.Pukul lima pagi Helsa sudah terjaga. Mandi, menyiapkan sarapan, dan juga pakaian kerja suaminya. Helsa juga sempat mengintip Devan di kamar, anaknya masih tertidur, sama seperti Adryan.Sudah selesai dengan semuanya, wanita tersebut kembali ke kamar untuk membangunkan bayi besarnya.Bayi besar? Itu karena Adryan berlaku manja sejak Helsa kembali dari Kanada.Helsa duduk pada bibir ranjang, ia usap lengan suaminya, "Mas, Helsa udah sejam berkutat di dapur, masih aja tidur,"Hanya sedikit erangan yang terdengar, sekali lagi Helsa membangunkannya. Menarik selimut yang menutup sebatas pinggang."Good morning, babe," ucap Adryan. Ia menarik tangan Helsa dan mengecupnya. Aish, jantung aman?Helsa hanya bergumam, ia beranjak dari sana membuka gorden jendel
Satu minggu setelah pertemuan Akmal dan Helsa. Devan selalu memberitahu bahwa teman Maminya yang ia panggil om tentara itu selalu mendatangi sekolahnya. Akmal mengetahui sekolah Devan dari Ranaya. Pria itu memaksa Ranaya agar mau jujur. Takut dimarahi Helsa, sebelum Akmal bertemu Devan, Ranaya meminta maaf pada sahabatnya. Helsa tidak menyalahkan Ranaya, sama sekali tidak. Karena dia tahu hal semacam ini akan terjadi. "Jadi, dia sering ke sekolah bertemu Devan?" tanya Adryan. Helsa menjawab dengan anggukan kecil. Sekarang mereka berada dalam satu mobil menuju rumah Mamanya. Seharian ini Devan di rumah Renata. "Kamu nggak marah, kan, kalau Akmal sering ketemu Devan?" tanya Adryan lagi. "Mas tau apa yang paling Helsa takutin disini." Adryan meraih tangan kanan istrinya, mencium punggung tangan itu. "Dia tahu Devan lebih butuh kamu, Sayang." "Mas, apa Helsa cerita sama Mama?" tanya Helsa. "Jangan buat Mama sakit karena hal semacam ini. Kamu tau kan, gimana perasaan Mama sama dia
"Mami..!Wanita itu menoleh, tersenyum melihat jagoan kecilnya berlari menghampirinya. Helsa merentangkan tangan, menyambut pelukan Devan. Devan mencium pipi Helsa, lalu mencium punggung tangan wanita itu. "Mami pakai mobil Papi? Mobil Mami kemana? Kok Papi nggak jemput Devan?" tanyanya beruntun. "Lagi di service. Emang salah kalau Mami yang jemput?" Devan mencebik, "Devan kan udah bilang Mami nggak boleh jemput Devan.""Papi lagi sibuk," timpal Helsa. "Mami nggak kerja? Emang Oma nggak marah?" "Nggak. Mami udah ijin sama Oma," sahut Helsa, "ayo kita masuk." Helsa membuka pintu mobil untuk Devan, memakaikan seatbelt untuknya, lalu turut masuk ke dalam. "Kita jemput Papi dulu," kata Helsa. "Papi pulang cepet banget." "Nggak tau, Mami cuma disuruh gitu." Mobil keluar dari parkiran sekolah tersebut, dan melaju dengan kecepatan sedang menuju Mawar Medika. Hari ini mobilnya masuk service, jadi Helsa memakai mobil Adryan. Pria itu pun meminta untuk menjemput Devan sebelum kemba
Hari berlalu, bulan pun berganti. Satu tahun sudah Helsa berada di Jakarta. Selain mengurus keluarganya, Helsa pun disibukkan dengan pekerjaannya. Jabatannya yang hanya karyawan biasa di perusahaan Papanya sudah naik satu tingkat menjadi sekretaris Mamanya. Helsa sendiri yang meminta belajar dari bawah dahulu. "Devan-," panggil Adryan. Suasana meja makan terasa hening, biasanya Devan yang selalu banyak bicara. Menceritakan tentang sekolahnya, tentang teman-temannya yang absurd, guru yang cerewet, dan masih banyak lagi."Devandra-," sekali lagi Adryan memanggilnya.Tidak ada sahutan sama sekali, bocah itu malahan turun dengan membawa piringnya hendak makan di pantry dapur. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar deheman pria dewasa tersebut. "Azlan Devandra Van Brawi-," "Ia, Papi," sahut Devan. Jika Adryan sudah menyebut dengan nama lengkapnya, maka Devan tahu Papinya sedang tidak bercanda."Kenapa diemin Maminya dari kemarin, hm?" Devan mendekat pada kursi yang ditempati Ad