"Selamat Ulang tahun, Akmal." Seorang gadis membawa cheesecake mini dengan lilin kecil diatasnya. Tersenyum manis, berharap laki-laki yang saat ini sedang duduk di kantin merasa senang.Akmal melengos, tidak suka dengan tingkah gadis dihadapannya yang suka seenaknya. Dari mana juga dia mengetahui bahwa hari ini Akmal berulang tahun.Mariana Glenca Rusdiantoro.Sudah hampir satu tahun gadis itu mendekatinya. Glenca juga sudah akrab dengan teman-teman Akmal. Apalagi dengan tante Dila, sepertinya posisi Helsa sudah mulai tergantikan oleh Glenca.Walaupun sering mendapat perlakuan buruk, gadis itu tetap baik pada Akmal. "Lo ngapain, sih? Gue nggak ultah," sentak Akmal. "Hari ini kan tanggal 13 februari. Kamu ulang tahun, masa kamu lupa. Buat permohonan dan tiup lilinnya," sahut Glenca masih dengan senyuman.Akmal tertegun. Di kantin teknik ini sangat ramai, hampir semua memandang ke arah mereka. Akmal cukup famous untuk mahasiswa semester awal. "Karena gue nggak mau buat lo malu, jadi
Setelah semalaman di infus, sore itu Adryan mencabut jarum infus dari tangan istrinya. Betapa senangnya Helsa bisa terbebas dari jeratan benda tajam itu. Ya, walaupun hanya semalaman."Jangan sakit lagi, Sayang," pinta Adryan dengan memberi satu kecupan pada punggung tangan istrinya. Hari ini Adryan pulang lebih awal, dan besok ia izin untuk tidak bekerja. Kalian pasti paham perasaannya sekarang, dia galau brutal akan ditinggal istrinya besok. Benar sekali, besok sekitar pukul delapan malam, Helsa akan flight ke Kanada. Meninggalkan Adryan dan Devan untuk sementara. Ingat, hanya untuk sementara. "Kamu mau ngapain lagi? Baru juga dibuka infusnya," tanya Adryan yang melihat Helsa menuju dapur. "Besok kan Helsa berangkat, jadi untuk hari ini sampai besok sore Helsa bakal kabulkan semua permintaan Mas. Sekarang Mas mau Helsa masakin apa? Mas juga belum makan siang," tawar Helsa. Adryan menekuk wajahnya, di hampiri istri kecilnya dan memeluk dari belakang, "nggak minta apa-apa dari
"Selamat ulang tahun, kesayangannya Papi."Devan dengan wajah bantal tertawa senang kalah mendapat sebuah kue ulang tahun bertema mobil tayo itu. Hari ini tepat satu tahun yang lalu anak kecil itu terlahir ke dunia. Hari dimana istrinya berjuang antara hidup dan mati untuknya.Ada yang masih ingat gimana momen lahirannya Helsa?Devan yang memang sudah bisa berjalan sejak usia sebelas bulan pun berdiri di ranjang. Merentangkan tangannya agar Adryan bisa menggendong."Jagoan Papi sudah satu tahun," seru Adryan sambil mencium gemas Devan.Sejak keberangkatan Helsa satu setengah bulan yang lalu, Adryan dan Devan tinggal di rumah Bunda. Wanita itu yang memintanya. Mbak Maya pun turut ikut bersama. Meskipun diasuh mbak Maya, setiap malamnya Devan tidur bersama Adryan, karena memang hanya pria itu yang Devan mau."Ayo kita turun."Baru menginjakan kakinya di lantai, suara dari pintu masuk mengejutkan keduanya.Ada Jefry dan Viola, pengantin baru yang belum sebulan menikah itu datang untuk me
"Bunda..."Bandar Udara Internasional Lester B. Pearson, Toronto, selalu padat seperti biasanya. Siang itu Helsa menjemput mertuanya setelah menyelesaikan beberapa urusannya di kampus.Dan disini sekarang, ia peluk wanita paruh baya itu dengan kerinduan yang begitu besar. Sedikit tangis membuat Bunda tak tega padanya."Sudah, Bunda capek banget. Langsung ke apar kamu aja," seru Bunda, menenangkan menantu manjanya itu.Helsa mengangguk, "biar Helsa yang bawah kopernya."Di taxi sepanjang perjalanan menuju apartemen, Helsa tidak lepas pelukannya. Kedatangan Bunda ke Kanada untuk berlibur, dan juga khawatir akan kondisi Helsa. Sudah hampir satu bulan Adryan tak menghubunginya, semanjak pertengkaran itu. Setiap hari Helsa menangis, mengadu rasa rindunya pada Adryan dan Devan melalui Bunda.Oh ya, Bunda tidak sendiri. Wanita tersebut datang bersama keponakannya, anak dari saudara Bunda. Namanya Kelly."Mbak Kelly sudah skripsi ya?" tanya Helsa."Sudah, sidang satu minggu lalu. Makanya bera
Arjun menepuk pelan pundak Akmal, lalu beralih duduk disebelah kawannya. Sudah hampir satu jam Akmal menunggunya di kantin kampus yang Arjun kuliah, banyak sekali yang ingin dia ceritakan pada Arjun."Lo nggak ada kelas hari ini?" tanya Arjun."Dosennya nggak masuk," jawab Akmal.Arjun menyerngit, dia tahu ada sesuatu yang mau Akmal bicarakan. Tapi, pemuda itu seperti masih memikirkan apa yang harus dibicarakan."Jun, Helsa apa kabar?" tanya Akmal.Sudah Arjun duga, pasti salah satu pertanyaannya adalah kabar mantan kekasihnya yang hilang bagaikan ditelan bumi."Gue nggak tahu, Al. Udah lama banget nggak ke rumahnya." Arjun berbohong, dia tahu sebenarnya tentang Helsa. Tapi, Arjun tidak ingin memberitahu perihal pernikahan Helsa dan juga kehamilan wanita itu."Jun, kayaknya gue mau berhenti kuliah.""Sembarangan kalau ngomong, ingat masa depan," ujar Arjun.Akmal menghela nafas gusar, "gue mau ikut pendidikan bintara.""Tentara?" tebak Arjun. Akmal mengangguk."Sudah semester tiga, ja
Lima tahun berlalu ...Anak kecil itu duduk dibangku depan pagar bercat merah putih, memperhatikan teman-teman seusianya yang dijemput orang tua mereka.Sudah lima belas menit berlalu, ia menunggu dijemput. Sesekali mengintip di area parkiran, mencari keberadaan mobil BMW berwarna hitam yang ternyata belum terlihat."Papi lama," gerutunya kesal. Ia hentak-hentakan kakinya, sudah bosan duduk di sekolahan ini."Devan!"Dia menoleh, mendapati wanita bersurai pendek yang berjalan ke arahnya, dan seorang pria tampan disampingnya."Mrs. Glenca!!" Devan berlari dan memeluk wanita itu.Wanita yang diketahui bernama Glenca adalah guru seni di sekolah dasar yang ditempuh Devan. Namun, ketika memasuki semester kedua, wanita tersebut memilih resign dikarenakan sudah tidak bisa membagi waktu dengan pekerjaan aslinya."Mrs, ngapain ke sekolah? Mau jadi guru Devan lagi?" tanyanya antusias."Mrs ada keperluan. Devan belum dijemput Papi?"Devan menggeleng, "mungkin karena macet.""Devan tahu nggak nom
Hari berlalu, bulan pun berganti. Satu tahun sudah Helsa berada di Jakarta. Selain mengurus keluarganya, Helsa pun disibukkan dengan pekerjaannya. Jabatannya yang hanya karyawan biasa di perusahaan Papanya sudah naik satu tingkat menjadi sekretaris Mamanya. Helsa sendiri yang meminta belajar dari bawah dahulu. "Devan-," panggil Adryan. Suasana meja makan terasa hening, biasanya Devan yang selalu banyak bicara. Menceritakan tentang sekolahnya, tentang teman-temannya yang absurd, guru yang cerewet, dan masih banyak lagi."Devandra-," sekali lagi Adryan memanggilnya.Tidak ada sahutan sama sekali, bocah itu malahan turun dengan membawa piringnya hendak makan di pantry dapur. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar deheman pria dewasa tersebut. "Azlan Devandra Van Brawi-," "Ia, Papi," sahut Devan. Jika Adryan sudah menyebut dengan nama lengkapnya, maka Devan tahu Papinya sedang tidak bercanda."Kenapa diemin Maminya dari kemarin, hm?" Devan mendekat pada kursi yang ditempati Ad
"Mami..!Wanita itu menoleh, tersenyum melihat jagoan kecilnya berlari menghampirinya. Helsa merentangkan tangan, menyambut pelukan Devan. Devan mencium pipi Helsa, lalu mencium punggung tangan wanita itu. "Mami pakai mobil Papi? Mobil Mami kemana? Kok Papi nggak jemput Devan?" tanyanya beruntun. "Lagi di service. Emang salah kalau Mami yang jemput?" Devan mencebik, "Devan kan udah bilang Mami nggak boleh jemput Devan.""Papi lagi sibuk," timpal Helsa. "Mami nggak kerja? Emang Oma nggak marah?" "Nggak. Mami udah ijin sama Oma," sahut Helsa, "ayo kita masuk." Helsa membuka pintu mobil untuk Devan, memakaikan seatbelt untuknya, lalu turut masuk ke dalam. "Kita jemput Papi dulu," kata Helsa. "Papi pulang cepet banget." "Nggak tau, Mami cuma disuruh gitu." Mobil keluar dari parkiran sekolah tersebut, dan melaju dengan kecepatan sedang menuju Mawar Medika. Hari ini mobilnya masuk service, jadi Helsa memakai mobil Adryan. Pria itu pun meminta untuk menjemput Devan sebelum kemba
Lima hari sudah Adryan tidak kembali ke rumah. Kata Bunda, pria itu sedang berada di apartemen. Bunda sudah memberikan kotak berisi testpack padanya. Entah kenapa, tidak ada reaksi apapun dari pria itu.Setelah pulang mengantarkan Devan ke sekolah, wanita yang kini berbadan dua itu mampir kesana. Kebetulan letak Cafe itu tak jauh dari sekolahan anaknya.Helsa hanya ingin menikmati cheesecake. Lagian di rumah hanya dia sendiri. Oh ya, dia dan Devan tetap di rumah mereka. Bunda melarang ia pulang ke rumah Mamanya.Helsa menceritakan kesalahpahaman yang terjadi pada mertuanya.Pandangannya keluar kaca jendela. Kebetulan macam apa yang harus membuatnya bertemu dengan mantan kekasihnya. Akmal lengkap dengan seragamnya.Helsa bercedak pelan, seharusnya dia tidak bertemu lagi dengan pria itu."Helsa, kamu disini juga?"Helsa meraih tas, ingin beranjak dari sana, namun dicegah pria itu. "Cake kamu belum habis. Mubazir," sebut Akmal."Gue boleh duduk disini?" tanya Akmal."Silahkan," kata Helsa
BMW hitam memasuki pekarangan rumah berlantai tiga itu tepat pukul lima sore. Setelah memarkirkan mobil, sang empunya keluar dari sana. Disambut baik istri dan juga anaknya. Helsa mencium punggung tangan kekar itu, lalu dibalas kecupan singkat pada dahinya."Bagaimana harinya?" tanya Adryan.Helsa tersenyum menerima satu buket bunga mawar putih kesukaannya. Buket bunga kelima, di hari kelima cuti."Papi nanya Devan dong, Mami aja yang ditanya," protes Devan yang kini duduk pada kursi piano.Nggak mau kalah ini bocah satu.Adryan mendekatinya. "Bagaimana hari ini Singa kecilnya Papi?" Ia mencium gemas anaknya, tak lupa Devan pun mencium punggung tangan Papinya."Baik dong, hari ini Devan langsung pulang ke rumah. Om Jefry sama tante Vio yang nganterin," jawab Devan, semangat.Helsa berlalu meninggalkan percakapan Ayah dan anak tersebut. Tak lupa membawa serta tas dan juga jas milik Adryan. Akan panjang jika ia harus menunggu keduanya selesai dengan perbincangan, mulai dari yang penting
Siang itu kantor pusat Perusahaan Andrean Corp dibuat panik pada lantai sepuluh, tepatnya di dalam ruangan meeting. Renata memberi perintah untuk mengangkat tubuh lemah tak berdaya putrinya yang jatuh di depan ruangan tersebut setelah hampir dua jam melakukan pertemuan dengan salah satu investor asal Rusia. Beberapa hari ini Helsa terlihat kelelahan karena menyiapkan persentase dan semua laporan untuk melakukan pertemuan ini. Dan pada akhirnya, ia tumbang sesaat setelah investor tersebut menandatangani kontrak kerja sama. "Helsa...," panggil Renata. Wanita paru baya itu menepuk-nepuk pelan pipi putrinya, namun hasilnya nihil, Helsa sama sekali tidak sadarkan diri.Renata segera menghubungi Adryan. Untuk beberapa saat belum ada jawaban, sampai pada panggilan keempat barulah pria itu menjawabnya."Hallo, Ma...,"Renata menarik nafas sebentar. "Rumah sakit Mitra Husada, sekarang Adryan." *** Langkah kakinya dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit Mitra Husada. Adryan tidak mengh
"Devan..., tante Diandra kangen," seru Diandra sembari memeluk bocah tersebut."Tante Andra cantik deh," puji Devan."Makasih, Sayang," balas Diandra.Devan menyodorkan tangan, "bagi duit merah tante Andra, kan Devan udah bilang tante cantik."Diandra memelototkan matanya, bisa-bisanya bocah ini meminta imbalan padanya. Duh, ajaran siapa sih bocah satu ini."Jangan gitu dong, kita kan temenan," rayu Diandra."Tante Andra tuh temannya Mami, bukan Devan," balas Devan. Ia kemudian sibuk melihat-lihat beberapa pajangan di dalam caffe tersebut.Helsa dan Citra terkikik mendengar percakapan Diandra dan Devan. Pas banget Devan ketemu sama aunty yang lemot nya nggak hilang-hilang."Sa, anak lo ngeselin banget, sumpah!""Devan lo ajak bicara," celetuk Citra.Sore itu mereka tidak sengaja bertemu di Cafe yang ada di rumah sakit Mawar Medika. Citra dan Diandra akan menjenguk Ando yang sakit. Guru olahraga itu mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu."Kalian kenapa nggak bilang sama gue kala
Acara reuni sudah selesai. Helsa pikir dia tidak akan bertemu Akmal lagi setelah itu, tapi hari ini mereka dipertemukan kembali.Seperti saat ini, lagi-lagi dia bersama Akmal di pinggir jalan yang tidak jauh dari markas TNI. Akmal yang baru saja akan menjemput kekasihnya pun bertemu Helsa yang sedang meratapi ban mobilnya yang pecah."Pakai derek aja ke bengkelnya, aku antar kamu pulang," ujar Akmal. Pria itu lengkap dengan seragam lorengnya.Entah sudah berapa kali Akmal menawarinya, tapi Helsa tetap menolak. Hari sudah semakin gelap."Gue nggak mau terjadi salah paham," jujur Helsa."Aku yang tanggung jawab di depan suami kamu," sahut Akmal, "ponsel kamu aja mati total."Tertegun. Mungkin lebih baik Helsa pulang bersama Akmal, lagian setelah dipikir-pikir dia tak ada apa-apanya dengan tentara satu ini."Mau, kan?" Akmal bertanya lagi, memastikan Helsa mau pulang bersamanya."Antar gue di depan perumahan aja," jawab Helsa.Dia tidak ingin Akmal tahu dimana rumahnya sekarang, karena j
Weekend adalah hari bermalas-malasan Adryan untuk berangkat ke rumah sakit. Bagaimana tidak, istri dan anaknya asyik di rumah, sedangkan ia harus bekerja. Padahal kan, dia juga ingin berlibur.Ya, setiap sabtu Helsa dan Devan memang libur.Pukul lima pagi Helsa sudah terjaga. Mandi, menyiapkan sarapan, dan juga pakaian kerja suaminya. Helsa juga sempat mengintip Devan di kamar, anaknya masih tertidur, sama seperti Adryan.Sudah selesai dengan semuanya, wanita tersebut kembali ke kamar untuk membangunkan bayi besarnya.Bayi besar? Itu karena Adryan berlaku manja sejak Helsa kembali dari Kanada.Helsa duduk pada bibir ranjang, ia usap lengan suaminya, "Mas, Helsa udah sejam berkutat di dapur, masih aja tidur,"Hanya sedikit erangan yang terdengar, sekali lagi Helsa membangunkannya. Menarik selimut yang menutup sebatas pinggang."Good morning, babe," ucap Adryan. Ia menarik tangan Helsa dan mengecupnya. Aish, jantung aman?Helsa hanya bergumam, ia beranjak dari sana membuka gorden jendel
Satu minggu setelah pertemuan Akmal dan Helsa. Devan selalu memberitahu bahwa teman Maminya yang ia panggil om tentara itu selalu mendatangi sekolahnya. Akmal mengetahui sekolah Devan dari Ranaya. Pria itu memaksa Ranaya agar mau jujur. Takut dimarahi Helsa, sebelum Akmal bertemu Devan, Ranaya meminta maaf pada sahabatnya. Helsa tidak menyalahkan Ranaya, sama sekali tidak. Karena dia tahu hal semacam ini akan terjadi. "Jadi, dia sering ke sekolah bertemu Devan?" tanya Adryan. Helsa menjawab dengan anggukan kecil. Sekarang mereka berada dalam satu mobil menuju rumah Mamanya. Seharian ini Devan di rumah Renata. "Kamu nggak marah, kan, kalau Akmal sering ketemu Devan?" tanya Adryan lagi. "Mas tau apa yang paling Helsa takutin disini." Adryan meraih tangan kanan istrinya, mencium punggung tangan itu. "Dia tahu Devan lebih butuh kamu, Sayang." "Mas, apa Helsa cerita sama Mama?" tanya Helsa. "Jangan buat Mama sakit karena hal semacam ini. Kamu tau kan, gimana perasaan Mama sama dia
"Mami..!Wanita itu menoleh, tersenyum melihat jagoan kecilnya berlari menghampirinya. Helsa merentangkan tangan, menyambut pelukan Devan. Devan mencium pipi Helsa, lalu mencium punggung tangan wanita itu. "Mami pakai mobil Papi? Mobil Mami kemana? Kok Papi nggak jemput Devan?" tanyanya beruntun. "Lagi di service. Emang salah kalau Mami yang jemput?" Devan mencebik, "Devan kan udah bilang Mami nggak boleh jemput Devan.""Papi lagi sibuk," timpal Helsa. "Mami nggak kerja? Emang Oma nggak marah?" "Nggak. Mami udah ijin sama Oma," sahut Helsa, "ayo kita masuk." Helsa membuka pintu mobil untuk Devan, memakaikan seatbelt untuknya, lalu turut masuk ke dalam. "Kita jemput Papi dulu," kata Helsa. "Papi pulang cepet banget." "Nggak tau, Mami cuma disuruh gitu." Mobil keluar dari parkiran sekolah tersebut, dan melaju dengan kecepatan sedang menuju Mawar Medika. Hari ini mobilnya masuk service, jadi Helsa memakai mobil Adryan. Pria itu pun meminta untuk menjemput Devan sebelum kemba
Hari berlalu, bulan pun berganti. Satu tahun sudah Helsa berada di Jakarta. Selain mengurus keluarganya, Helsa pun disibukkan dengan pekerjaannya. Jabatannya yang hanya karyawan biasa di perusahaan Papanya sudah naik satu tingkat menjadi sekretaris Mamanya. Helsa sendiri yang meminta belajar dari bawah dahulu. "Devan-," panggil Adryan. Suasana meja makan terasa hening, biasanya Devan yang selalu banyak bicara. Menceritakan tentang sekolahnya, tentang teman-temannya yang absurd, guru yang cerewet, dan masih banyak lagi."Devandra-," sekali lagi Adryan memanggilnya.Tidak ada sahutan sama sekali, bocah itu malahan turun dengan membawa piringnya hendak makan di pantry dapur. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar deheman pria dewasa tersebut. "Azlan Devandra Van Brawi-," "Ia, Papi," sahut Devan. Jika Adryan sudah menyebut dengan nama lengkapnya, maka Devan tahu Papinya sedang tidak bercanda."Kenapa diemin Maminya dari kemarin, hm?" Devan mendekat pada kursi yang ditempati Ad