Buk!"Arhk!"Bendi belum berhasil menyentuh tubuh Florensia, saat ia merasakan sebuah tendangan kuat menghantam punggungnya dari arah belakang. Tendangan tersebut tidak main-main. Bendi yang merasakannya langsung, punggungnya serasa mau patah.Namun, kejutan tidak terduganya bukanlah rasa sakit dari punggungnya. Melainkan saat ia jatuh tertelungkup di atas tubuh seseorang yang terdapat atas ranjang.Semula. Bendi masih belum menyadari letak keanehannya.Namun, saat ia melihat jika tubuh yang sedang ditindihnya penuh lumuran darah, seketika ia menjadi ketakutan dan buru-buru melompat. Apa ia sedang berada dalam ruang jagal?Bendi merinding dan saat ia melihat lebih dekat dan menyadari bahwa sosok yang sedang berlumuran darah tersebut ternyata adalah adiknya sendiri, ketakutan Bendi semakin menjadi."Aaa... An-anton?"Bendi sampai terjungkal ke bawah tempat tidur. Benar, tidak salah lagi. Cowok yang berlumuran darah di atas ranjang benar adalah adiknya.'Sial! Sebenarnya apa yang terj
Di luar ruko telah berdiri seorang pria bertampang sangar dan memiliki badan yang sangat tegap seperti binaragawan. Namun, penampilan yang membuat kehadirannya begitu mengintimidasi adalah auranya yang sangat kuat dan memancarkan niat membunuh yang membuat siapapun berada di sekitarnya gemetar ketakutan.Tanpa terkecuali Awan.Saat pertama kali melihat pria tersebut, ia sudah merasakan ancaman kuat yang belum pernah ia temui selama ini. Awan telah bertarung puluhan kali dengan berbagai macam tipe lawan seusianya. Namun, semua lawannya tidak ada satupun yang bisa dibandingkan dengan pria di depannya ini ataupun mendekati tingkat tekanannya.Instingnya memberi peringatan bahaya dan membuat Awan harus mewaspadai pria tersebut."Huft, ternyata hanya bocah?"Lain halnya dengan pria yang ingin membunuhnya. Melihat targetnya ternyata adalah seorang remaja, ia langsung meremehkan. Entah apa yang dipikirkan oleh si pemberi misi sehingga membuatnya harus turun tangan untuk membunuh seoarang bo
"Master setengah langkah?"Awan tidak paham maksud ucapan Nando. Yang ia tahu, bahwa musuh sudah mengerahkan kekuatan penuhnya. Oleh karena itu, Awan tidak berpikir terlalu banyak dan bersiap menyambut serangan Barja dengan seluruh kekuatan yang ia miliki.Boom!Saat bentrokan pukulan keduanya bertemu, terdengar suara ledakan keras yang membuat lantai area sekitar ruko berguncang.Ekspresi Nando dan Vera terlihat sangat pucat karena mengkhawatirkan keselamatan Awan. Hanya melihatnya saja, mereka seakan bisa merasakan kengerian dari serangan Barja barusan dan benar saja, begitu pukulan keduanya berakhir ada seseorang yang melesat dengan sangat liar dan kencang hingga menghantam mobil yang sedang parkir dan membuat mobil hatchback itu langsung terbalik beberapa kali sebelum akhirnya berhenti di sudut pagar area ruko. Bisa dibayangkan betapa kuat daya hantam dari tubuh malang tersebut? "B-bos?"Vera dan Nando segera bergegas karena sosok yang barusan terpental adalah Awan. Perasaan ked
Nando dan Vera terdesak dan dibuat tidak berkutik di hadapan Barja. Serangan kombinasi keduanya seakan tidak berguna saat menghadapi seorang Barja yang sedang menggunakan kekuatan penuhnya.Penampilan keduanya terlihat menyedihkan.Satu lengan kiri Nando bahkan sudah patah dan tidak bisa lagi digunakan.Hanya karena semangat tempur dan keinginan untuk membalaskan dendam Awan yang membuat mereka tetap bertahan dan terus coba melawan meski semua usaha mereka tampak sia-sia."Menyerah saja! Percuma kalian melawan. Kalian berdua bukanlah lawanku.""Jangan bilang kalau aku tidak memberi jalan keluar untuk kalian berdua. Sekarang, cepat serahkan bocah itu padaku! Aku akan membawa kepalanya untuk mengklaim misiku."Barja sudah melihat cara bertarung dua orang di depannya yang sangat sistematis dan disiplin. Keterampilan bertarung seperti ini, hanya pernah ia lihat di militer. Tanpa bertanya sekalipun, ia yakin jika keduanya adalah pasukan khusus yang sedang menjalankan misi. Karena itu, Barj
"B-bos?" Ucap Vera lirih saat melihat sosok penyelamatnya.Vera berharap bisa mempercayai penglihatannya. Hanya saja, luka dalamnya sudah cukup parah dan Vera tidak sanggup lagi mempertahankan kesadarannya.Ini pasti halusinasinya! Tidak mungkin Awan bisa bangkit kembali setelah mendapat luka separah itu. Dalam ingatan terakhir Vera, Awan tampak sudah sekarat. Mustahil Awan bisa bangun, apalagi menyelamatkan dirinya!Tapi, meski itu hanya ilusi, Vera tampak tersenyum dalam ketidaksadarannya.Di sisi lain, sosok yang telah menyelamatkan Vera, benar adalah Awan. Ia berdiri dengan sikap gagah dan tatapan yang tajam. Seperti halnya Vera, Barja bahkan sampai tercengang dan tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Ia sendiri yang telah menghajar Awan dan mengirim setengah kaki Awan ke dewa kematian. Hampir separuh anggota tubuh Awan juga sudah hancur karena serangannya. Dengan kondisi seperti itu, bisa hidup saja adalah suatu keajaiban.Tapi, kenyataan di depannya seakan mematahkan
Di sisi lain, Awan dapat melihat semua pertarungan antara dirinya dan Barja. Karena itu, ia juga tahu betapa kuatnya ia saat ini. Hanya saja, Awan tidak memiki kendali atas tubuhnya. Ia seolah sedang berada dalam ruang bioskop besar dan menyaksikan semua yang ada di luar tanpa memiliki kendali atas apa yang terjadi. Apa ini kekuatan Indira? Bagaimana ia bisa sekuat ini? Lalu, siapa Indira sebenarnya? Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Selama ini, Awan berpikir bahwa ia sudah mengenal Indira. Kenyataannya, ia masih belum mengenalnya sama sekali. Dengan kenyataan yang terpampang di depannya, jelas kalau Indira bukanlah sosok imajinatif seperti anggapannya selama ini. Meski begitu, Awan tidak merasakan sedikitpun rasa takut. Bagaimanapun, Indira tidak menunjukkan permusuhan ataupun niat jahat pada dirinya. Tapi, tetap saja Awan tidak bisa tenang. Pertanyaan tentang siapa Indira sangat menganggu pikirannya. "Sudah selesai!"Indira yang sedang mengendalikan raga
Bram baru saja sadar setelah pingsan selama beberapa jam. Tubuhnya terasa sakit akibat serangan brutal Awan sebelumnya. Namun, dibanding rasa sakit ditubuhnya, hatinya jauh lebih sakit. Kalah dari seorang junior seperti Awan dan dihadapan semua pendukungnya, membuat harga diri Bram terluka. Dibalik wajah bonyoknya, ekspresi Bram dipenuhi oleh kebencian dan berpikir bagaimana bisa membalaskan dendamnya terhadap Awan atau ia tidak akan pernah tenang seumur hidupnya. "Awan, lihat saja! Aku pasti akan membunuhmu!"Plak! Bram yang sedang memikirkan bagaimana cara membalaskan dendamnya, tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah tamparan di kepalanya. Untung saja tamparan itu tidak dilakukan dengan kasar dan hanya untuk memperingatkannya. Jika tidak, penampilan Bram mungkin akan terlihat semakin hancur. "Bona, apa maksud lu?" Teriak Bram kesal ketika menyadari bahwa orang yang barusan menamparnya adalah Bona, sepupunya. "Lu masih berpikir untuk balas dendam?" Tanya Bona seolah ia sedang bica
Paginya, dua saudara kembar Kirana dan Karina sudah menagih janji Awan ubtuk menjelaskan apa yang terjadi. Meski sebenarnya, tujuan keduanya agar bisa dekat dengan Awan. Hanya saja, suasana tampak sedikit canggung. Alasannya sederhana, karena kali ini keduanya berada di waktu yang sama berada di dekat Awan. Kaum hawa itu memang unik, mereka tahu jika mereka menyukai seorang cowok. Tapi di saat yang sama, mereka lebih suka tidak menunjukan perasaan mereka didapatkan saingan cinta mereka, meski saingan cinta tersebut adalah saudara mereka sendiri. Meski diam-diam mereka sudah sama-sama tahu tentang perasaan mereka masing-masing. Dalam hati, mereka sama-sama berharap jika Awan menyadari tentang perasaan mereka. Masalahnya, mereka mencintai cowok yang tidak peka seperti Awan. Alih-alih menangkap maksud terselubung kedua dara cantik ini, Awan dengan polosnya bercerita tentang kejadian semalam dan menjelaskan kalau Barja adalah preman mabuk yang kebetulan lewat dan melihat Karina terb
"Apa yang mereka lakukan?""Bodoh! Mereka malah melakukannya sendiri tanpa perlu kita paksa. Hahaha!"Melihat dua tetua keluarga Saka yang dengan 'bodoh'nya coba menyelamatkan dua rekan mereka yang ada di tengah kolam membuat Edi tertawa terbahak-bahak. Ia melihat kalau keduanya sudah melakukan tindakan sangat bodoh tanpa menyadari ada 'sesuatu' di bawah permukaan kolam.Benar saja, saat tetua Dion dan tetua Armen melintasi permukaan kolam, seekor makhluk mengerikan berbentuk ular raksasa dengan kulit hitam gelap pekat dan sepasang taring tajam besarnya langsung menyergap dan hampir saja menelan keduanya secara hidup-hidup. Jika saja Awan tidak datang tepat waktu, niscaya keduanya sudah berpindah alam dan menjadi bagian dari isi perut sang ular.Meski begitu, apa yang dilakukan Awan tidak memberi dampak apa-apa selain hanya berhasil mengalihkan perhatian sang ular. Bahkan dengan serangan sekuat itu masih tidak cukup meninggalkan satu goresan di permukaan kulit monster tersebut.Edi yan
Di tempat lain.Ribuan binatang spritual berlarian masuk ke dalam gua seolah sedang berlomba untuk berebut makanan. Derap langkah mereka yang besar membuat seluruh gua bergetar hebat seolah sedang dilanda gempa bumi.Pemandangan ini akan membuat siapapun gemetar ketakutan. Bahkan tiga tetua pembentukan jiwa yang dibawa oleh Edi tidak urung merasa khawatir. Jika jumlahnya puluhan, mereka mungkin masih dapat dengan mudah membunuhnya layaknya menginjak kawanan semut.Namun, jika jumlahnya sudah sebanyak ini, mereka tidak akan bisa keluar tanpa cidera."Tuan muda, situasi ini tidak terlihat bagus. Kita harus bergerak cepat!""Tetua, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Edi yang ditanya seperti itu justru balik bertanya dengan ekspresi bingung dan tegang.Kepercayaan diri yang ia tunjukkan beberapa menit sebelumnya sudah berubah menjadi ekspresi tegang. Rencana yang seharusnya mudah justru menjadi sangat sulit saat ini. Meskipun mereka berhasil mendapatkan teratai bumi dan inti monster
"Tetua Arsyad, kenapa anda berhenti di sini?" Tanya salah seorang prajurit keluarga Saka heran.Karena tetua Arsyad yang memimpin mereka tiba-tiba berhenti, membuat semua orang di belakangnya ikut berhenti dan menatapnya dengan penuh tanya,Seharusnya mereka harus bergegas kembali ke kediaman keluarga Saka. Karena disamping mereka harus membawa pil untuk kepala keluarga, mereka juga harus segera melaporkan tentang misi penyelamatan dua tetua mereka yang dipimpin oleh Dian dan meminta tim bantuan.Namun, bukannya harus bergegas kembali, tindakan tetua Arsyad yang tiba-tiba berhenti dan menunjukkan gelagat mencurigakan membuat semua orang kebingungan."Cony, serahkan pilnya padaku!" Ujar tetua Arsyad mengulurkan tangannya."Tetua, apa maksudmu? Kita harus bergegas kembali dan melapor pada keluarga utama." Ujar prajurit Cony tidak langsung menuruti permintaan seniornya tersebut."Apa perintahku kurang jelas? Cepat, serahkan pil itu padaku!" Ulang tetua Arsyad dingin."Maaf, tetua! Kami t
Ternyata, Awan sudah memperhitungkan semua kemungkinan bahaya yang dapat membahayakan dirinya dan orang-orang disekitarnya. Itu termasuk semua orang yang pernah menentang Awan seperti halnya kelompok Shelma.Tetua Dion sempat meragukan kecurigaan Awan saat itu. Menurutnya, Shelma seperti halnya semua prajurit dalam keluarga Saka adalah karakter yang sangat loyal. Karena salah satu persyaratan agar mereka bisa diterima sebagai prajurit keluarga Saka adalah mereka harus bersumpah setia menggunakan darah yang membuat mereka tidak bisa mengkhianati keluarga Saka.Hanya saja, alasan akan cukup masuk akal dengan menjelaskan kalau dirinya hanya orang luar yang membuat Shelma ataupun rekan-rekannya bisa saja menghabisi dirinya. Ditambah jika ada seseorang yang mampu meyakinkan mereka.Siapa lagi, kalau bukan Edi Purnama.Itu sebabnya, sesaat sebelum masuk ke dalam gua, sesuai dengan arahan Awan, tetua Dion sengaja memberi tanggungjawab pada Shelma dan rekan-rekannya secara khusus menjaga keam
Edi sempat salah tingkah saat Awan tiba-tiba bertanya padanya dan menjawab dengan nada agak tinggi, "Apa maksudmu bertanya seperti itu? Bagaimana aku tahu apa yang ada di dalam sana! Seperti kata Dian, seharusnya kita menyelamatkan tetua Elang dan tetua Evan sebelum ular monster itu kembali.""Begitukah?" Ujar Awan dengan senyum licik yang membuat Evan merasa gelisah layaknya seorang maling yang baru saja tertangkap basah."Bagaimana kalau kamu sudahi saja sandiwara ini, tuan muda Edi? Atau, aku sendiri yang akan membongkar kebohonganmu?""Kebohongan apa maksudmu? Jika ada yang perlu dicurigai di sini maka itu adalah kamu. Kita semua sudah melihat kalau dua tetua Saka ada di sana. Tapi, bukannya bergegas menyelamatkan mereka, bajingan ini justru membuat tuduhan tidak mendasar dan mengulur waktu yang membuat nyawa mereka bisa saja tidak dapat diselamatkan." Balas Edi ketus dan membalikkan semua kesalahan pada Awan.Selain tetua Dion, para prajurit keluarga Saka tampak mulai termakan de
Rombongan Awan masuk ke dalam gua.Gua itu sendiri memiliki lebar tidak lebih dari dua setengah meter.Hanya saja, siapapun yang masuk ke dalam gua akan merasakan tekanan yang sangat besar seolah mereka sedang memasuki mulut harimau. Tidak terkecuali mereka yang berada di ranah pembentukan inti seperti halnya tetua Dion dan yang lainnya. Mereka merasakan tekanan yang belum pernah mereka hadapi.Tidak heran, Dian yang berada di ranah pembentukan fondasi tampak begitu tertekan. Sampai-sampai ia tidak berani berada jauh dari sisi Awan. Berada di dekat Awan satu-satunya cara yang membuatnya merasa agak aman.Karena di dalam gua terdapat binatang spritual tingkat empat dan juga lebar gua yang relatif sempit, mereka tidak memiliki pilihan selain berjalan kaki dan berusaha untuk menyembunyikan hawa keberadaan mereka.Hanya saja, belum lama mereka berjalan masuk ke dalam gua, mereka terpaksa berhenti karena di depan mereka terdapat beberapa lorong.Tanpa mereka sadari, gua tempat mereka ber
Keserakahan terkadang membuat seseorang bisa kehilangan akal sehat dan nuraninya. Itulah yang terjadi pada Edi Purnama.Menurut Awan, Edi memiliki tujuan utama yang membuatnya sampai rela menjadikan wanita yang disukainya sebagai alat untuk mendapatkan keinginannya. Bisa jadi, Awan dan tim keluarga Saka akan dijadikan sebagai pengalih perhatian.Hanya saja, Awan tidak bisa menyimpulkan apa yang sedang dicari oleh Edi sampai berani mengorbankan banyak orang untuk mendapatkan keinginannya. Yang bisa dilakukan Awan saat ini adalah mengikuti permainan Edi dan membuat langkah antisipasi untuk menghindari jatuhnya korban di pihak mereka.Setelah menjelaskan rencananya pada tetua Dion, Awan lalu membuat pil pemulihan untuk kepala keluarga Saka seperti janjinya. Yang mengejutkan, pembuatan pil ini sendiri tidak menggunakan tungku alkimia seperti kebanyakan alkemis lainnya dan Awan bahkan hanya membutuh waktu kurang dari lima menit untuk memurnikan empat pil tingkat atas."Astaga! Dokter jeni
Awan dan tetua Dion sampai di area pinggir hutan yang relatif sangat sepi dan bagian belakang mereka adalah tebing yang cukup tinggi. Sebuah tempat yang cukup ideal untuk meramu pil."Dokter jenius Awan, katakan saja, apa yang anda ingin saya lakukan?" Tanya tetua Dion begitu hanya ada mereka berdua di tempat tersebut.Awan tersenyum kecil dan berkata, "Hmn, tetua Dion sangat bijak. Saya kagum, tetua dapat membaca maksud saya mengajak anda ke sini.""Jangan mengejek saya, dokter jenius Awan! Di depan anda, saya justru tidak ada apa-apanya.""Saat anda mengajak saya untuk menjaga anda membuat pil, saya menyadari kalau ada sesuatu yang anda inginkan dari saya tapi tidak ingin diketahui oleh yang lainnya. Saya melihat anda dapat mengalahkan hewan spritual tingkat tiga dengan mudah. Bagi orang lain, mungkin itu suatu keberuntungan karena mengira tetua Armen sudah tenaga dan melukai monster itu sebelumnya. Tapi, saya tidak melihatnya demikian. Ular itu bahkan tidak terluka sama sekali oleh
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Dian meminta saran Awan dan para tetua.Meski dalam hati Dian sangat ingin menyelamatkan dua orang tetuanya yang ditangkap oleh monster ular tersebut. Namun, Dian masih dapat mengendalikan ketenangannya dan mempertimbangkan jalan terbaik yang harus mereka ambil.Misi menyelamatkan dua tetuanya jelas adalah misi yang hampir mustahil. Pertama, mereka tidak tahu bagaimana nasib kedua tetua tersebut saat ini. Entah mereka masih hidup atau sudah mati. Kedua, kalaupun mereka nekad pergi menyelamatkan keduanya, peluang keberhasilan mereka sangatlah kecil.Bagaimanapun lawan yang menanti mereka adalah binatang spritual tingkat empat. Sementara mereka hanya memiliki empat ahli pembentukan inti tahap menengah. Itupun jika Edi Purnama bersedia membantu mereka serta ditambah oleh lima orang pembentukan inti tahap awal.Untuk Awan sendiri, Dian tidak mungkin melibatkannya dalam misi berbahaya ini. Bagaimanapun, Awan adalah harapan kesembuhan kakeknya.